BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab II ini berisi kajian teori tentang belajar yang meliputi hakikat belajar, pembelajaran dan hasil belajar. Selain itu, terdapat juga kajian pustaka mengenai hakikat sikap. Bab ini juga membahas mengenai Matematika yang meliputi hakikat Matematika dan pembelajaran Matematika SD. Karakteristik siswa yang ditinjau dari teori pendukung pun akan disajikan pada bab ini. Terdapat ulasan mengenai Project Based Learning yang meliputi pengertian Project Based Learning, alasan peneliti menggunakan Project Based Learning dan sintak penerapan Project Based Learning. Penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis tindakan akan tersusun secara sistematis dalam Bab II ini. 2.1
Belajar
2.1.1 Hakikat Belajar “Under normal condition, learning is a product and reward of occupation with subject matter.”
(Dewey, 2004) menurut Dewey, belajar
adalah suatu hasil dan hadiah atas aktivitas yang berhubungan dengan mata pelajaran tertentu. Dewey menambahkan bahwa belajar adalah akibat dari akivitas langsung seorang. Senada dengan Dewey, menurut Herbart, belajar adalah mengadakan asosiasi antara unsur pengetahuan yang terdiri atas tanggapan- tanggapan dimana tanggapan tersebut adalah gabungan unsureunsur dalam jiwa seorang individu. Dengan kata lain belajar berasal dari dalam diri seorang individu bukan dipaksakan dari luar. (Vastenhouw, 1982) Belajar merupakan suatu kegiatan yang sengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri. Belajar mampu mengubah anak yang awalnya tidak mampu melakukan sesuatu menjadi mampu melakukan sesuatu tersebut atau dari yang tidak terampil menjadi terampil (Dwiningsih, 2010). Selain itu, belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman (Gagne, 1984
8
dalam Dwiningsih, 2010). Arief Sadiman (dalam Dwiningsih 2010) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia bayi hingga ke liang lahat. Menurut
Mazur
(2008),
belajar
adalah
proses
mendapatkan
pengetahuan atau meningkatkan kemampuan untuk menunjukkan perilaku baru. Pada umumnya belajar dilakukan di sekolah tetapi banyak orang belajar diluar sekolah dan terus belajar disepanjang hidupnya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seorang individu yang menghasilkan perubahan sikap, pola pikir dan tingkah laku yang akan mempengaruhi hidupnya dan terjadi selama hidupnya.
2.1.2
Pembelajaran Belajar dan pembelajaran memiliki sebuah keterkaitan. Belajar merupakan proses individu yang menghasilkan perubahan sikap, pola pikir dan tingkah laku yang dapat terjadi didalam kehidupan individu baik ada dan tidak adanya orang lain yang sengaja ikut campur dalam proses belajarnya. Contohnya seorang anak yang melihat ibunya memasak di dapur, berdasarkan pengalamannya tersebut ia belajar banyak hal seperti bilangan dalam “Ambilkan Ibu dua buah telur, Nak!”, pecahan dalam “Tambahkan setengah sendok teh garam pada adonan ini!”, geometri dalam “bagaimana kalau kita bentuk adonan ini dalam loyang yang berbentuk balok?”, padahal ibu tersebut tidak mengajarinya Matematika. Bila belajar bisa berasal dari pengalaman, Pembelajaran
lebih
menekankan
pada
belajar
yang
dikondisikan.
Pembelajaran merupakan aktivitas belajar seseorang dalam hal ini siswa, di dalam suatu manipulasi lingkungan belajar oleh pendidik atau guru. Dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu 9
lingkungan belajar” (Indonesia, 2003). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Luring 2013, pembelajaran merupakan proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran adalah perkembangan dari istilah pengajaran dan istilah belajar-mengajar. Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk membelajarkan siswa yang belajar (Dwiningsih, 2010).
2.1.3
Hasil Belajar “Achievement: accomplishment or proficiency of performance in given a skill or body of knowledge” (Good, 1959). Hasil belajar adalah hasil pencapaian atau kecakapan dalam kemampuan atau isi dari pengetahuan. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Mahardiyanto (2007) mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Waridjan (1990), menuliskan bahwa ada beberapa syarat hasil belajar. Syarat tesebut adalah hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar. Hasil belajar juga harus berasal dari proses kegiatan yang disadari. Hasil belajar juga merupakan suatu produk dari proses latihan. Hasil belajar berfungsi afektif dalam waktu yang sesuai. Hasil belajar harus berfungsi operasional dan potensial. Hasil belajar dari Project Based Learning adalah proyek itu sendiri (Vastenhouw, 1982). Proyek yang dibuat siswa merupakan suatu lambang dari apa yang telah siswa alami sepanjang proses kegiatan belajar mengajar. Selain proyek yang dipresentasikan kepada guru dan teman di kelas siswa dapat memperlihatkannya kepada orang tua. Dari proyek tersebut pula siswa telah dinilai secara individu oleh guru dan temannya serta memperoleh hasil belajar tanpa disadarinya yaitu diantaranya, arti sebuah kerjasama, tanggung jawab, kesabaran, dan kekreatifan (Stix & Hrbek, 2007).
10
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang didapatnya sesudah belajar dimana hasil belajar tidak hanya berupa nilai terulis tetapi juga dapat dilihat dari perkembangan sikap, perilaku serta pola pikirnya.
2.2
Hakikat Sikap Menurut Thurstone, Likert, dan Osgood (dalam Azwar 2011), sikap merupakan bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Secord dan Backman (dalam Azwar 2011) memiliki definisi bahwa sikap adalah keteraturan tertentu dalam perasaan atau afeksi, pemikiran atau kognisi dan tindakan atau konasi seseorang terhadap linkungannya. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat tiga unsur pembentuk sikap yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif berisi tentang kepercayaan atau kebenaran yang terbentuk atas dasar pengetahuan. Komponen yang menyangkut masalah emosional seseorang terhadap suatu objek adalah komponen afektif. Komponen konatif sering disebut dengan komponen perilaku. Komponen perilaku dipengaruhi oleh komponen lain, sebagai contoh seorang anak yang disuguhi daging kelinci. Anak tersebut tahu bahwa kelinci merupakan hewan yang dipelihara sebagai hewan peliharaan, dalam tahap ini anak telah memiliki komponen kognitif. Komponen afektifnya adalah ketika anak tersebut menyayangi dan menyukai kelinci tersebut sebagai hewan peliharaan. Komponen perilaku adalah anak tersebut tidak mau makan daging kelinci karena bertentangan dengan kedua komponen yang lain. Menurut Azwar (2011), Sikap dapat diukur dengan metode observasi perilaku yaitu pengamatan oleh peneliti terhadap perilaku seseorang secara langsung. Apabila peneliti menggunakan teknik ini maka peneliti harus hati hati sebab terkadang apa yang dilihat oleh mata belum tentu terjadi pada afeksi objek yang diteliti misalnya ada anak yang bersemangat di kelas saat 11
pelajaran Matematika, belum tentu ia menyukai Matematika, mungkin saja hari itu adalah hari ulang tahunnya. Selain observasi langsung, ada juga metode penanyaan langsung dimana peneliti dapat bertanya secara langsung misalnya “Apakah kamu suka Matematika?” versi lain dari penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung contohnya adalah sebagai berikut: MATEMATIKA Menyenangkan :___:___:___:___:___: X :___: Menyusahkan Seseorang dapat dinilai tingkat kesukaannya pada Matematika dengan melihat posisi tanda tertentu (misalnya silang) pada garis tersebut. Pada contoh tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa responden menganggap Matematika agak menyusahkan. Selain itu ada juga metode skala sikap yaitu metode yang menggunakan daftar peryataan kemudian responden harus memilih dari pilihan yang tersedia misalnya sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Metode yang lain adalah pengukuran terselubung. Pengukuran ini dilakukan oleh ahli yang telah memiliki standard dan penelitian yang matang sehingga dapat menyimpulkan sikap seseorang misalnya kontraksi otot wajah saat tersenyum, sedih, atau marah. Sikap dapat terbentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh budaya, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosi (Azwar, 2011). Kesimpulanya adalah, sikap merupakan ekspresi seseorang terhadap lingkungannya yang dapat diukur, pengukuran sikap dapat dilakukan dengan berbagai metode yang terkait dengan komponen afektif, kognitif dan konatifnya. Dari beberapa bentuk penilainan sikap, penilaian mengunakan penanyaan langsung dan versi lainnya yaitu pengungkapan langsung, akan dilakukan langsung kepada siswa untuk mengetahui sikap siswa secara langsung. Metode observasi akan dilakukan oleh guru mata pelajaran guna melihat perbedaan antara cara mengajarnya dengan cara mengajar dengan 12
model Project Based Learning ynag akan diobservasi akan berkaitan dengan konatif siswa yaitu nilai nilai yang dapat terlihat secara langsung seperti keaktifan siswa saat penelitian berlangsung. Metode pengukuran terselubung tidak akan digunakan karena ahli ekspresi wajah tidak diikut sertakan dalam penelitian ini. 2.3
Matematika
2.3.1
Hakikat Matematika Matematika berasal dari Bahasa Yunani yaitu, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata Matematika diduga berhubungan erat dengan kata medha atau widya dari Bahasa Sansekerta yang artinya kepandaian, ketahuan, intelegensia (Nasution dalam Subarinah, 2006). Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya (Subarinah, 2006).Dalam Kurikulum 2006 dikatakan bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang melandasi perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. “mathematics n (used as sing) the science dealing with quantities, forms, space, ect and their relationships by the use of numbers and symbols; (sing or pl) the mathematical operations or processes used in particular problem, discipline, etc. --- mathematician n” (Webster's English Dictionary, 2006). Matematika adalah ilmu yang berhadapan dengan jumlah, bentukbentuk, ruang dan lain sebagainya dan hubungannya dengan penggunaan bilangan dan simbol-simbol; operasi atau proses matematik digunakan dalam masalah, disiplin ilmu tertentu. “Mathematics, a way of describing relationships between numbers and other measurable quantities. Mathematics can express simple equations as well as interactions among the smallest particles and the farthest objects in the known universe. Mathematics 13
allows
scientists
to
communicate
ideas
using
universally accepted terminology. It is truly the language of science.” (Pilant, 2008) Pilant megungkapkan, Matematika adalah cara mendiskripsikan hubungan antara bilangan dan jumlah yang bisa diukur lainya. Matematika dapat menunjukkan persamaan sederhana dan interaksi diantara partikel kecil dan objek terjauh di alam semesta. Matematika mengijinkan para ilmuan untuk mengkomunikasikan ide dengan istilah yang diterima secara universal. Matematika benar benar merupakan bahasa ilmu pengetahuan. Dari berbagai pendapat mengenai Matematika, dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan, bentukbentuk (geometri) yang dapat diekspresikan dan dioperasikan melalui simbolsimbolnya dimana memerlukan kacakapan berpikir khususnya dalam berlogika atau mengamati pola dan berpikir rasional. 2.3.2
Pembelajaran Matematika SD Tidak dipungkiri bahwa pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini merupakan suru hasil dari perkembangan Matematika. Matematika yang mencakup teori bilangan, aljabar, analisis, dan peluang diperlukan untuk menginovasikan bahkan menciptakan teknologi baru di masa depan. Penguasaan Matematika yang kuat sejak dini diperlukan untuk mewujudkan harapan tersebut (Kemendikbud, 2006). Mata pelajaran Matematika telah diberikan pada usia Sekolah Dasar. Dengan demikian kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama dapat dipupuk sejak usia sekitar 7 hingga12 tahun. Kompetensi tersebut telah dipikirkan baik baik oleh Dinas Pendidikan Indonesia agar siswa mampu memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang dinamis, tidak pasti dan kompetitif. (Kemendikbud, 2006)
14
Masih bertolak dari kurikulum 2006, tujuan pembelajaran Matematika dirumuskan agar siswa dapat: a. Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah e. Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Ruang lingkup pembelajaran Matematika SD adalah bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data. 2.4
Karakteristik Siswa Penelitian ini melibatkan siswa kelas V SD Pantekosta Magelang tahun ajaran 2013/2014. Dalam kelas tersebut terdapat 96,8% siswa berusia 10 hingga 11 tahun dan 3,2% nya berusia 14 tahun. Dikelas ini, terdapat seorang siswa yang mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi dan lemahnya pemusatan perhatian sehingga sering mengganggu siswa lain. Dari pihak sekolah belum mengetahui nama ilmiah dari keterbatasan siswa tersebut. Pada penelitian ini tidak akan dilakukan penanganan khusus karena berkaitan dengan Project Based Learning yang menuntut siswa peka sosial, toleran dan demokratis. 15
Dalam Cook & Cook (2009), teori perkembangan Piaget, siswa Sekolah Dasar berada pada tahap Concrete Operational yaitu pada usia 7 hingga 11 tahun. Pada usia tersebut siswa sudah dapat mengoperasikan halhal yang bersifat logika dengan benda -benda yang nyata serta mampu mengklasifikasikan dan mengurutkan. Pada tahapan ini siswa sudah dapat menerima pendapat orang lain dan dapat mengambil suatu peran dalam sebuah drama dalam buku cerita. Penekanan kemampuan siswa adalah dalam mengklasifikasi suatu data, melakukan pengurutan dan dapat menentukan suatu hubungan dari beberapa objek. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa mental mereka masih berkaitan dengan materi, konteks dan situasi yang konkret. Dengan kata lain anak yang tidak memiliki pengalaman langsung dengan situasi langsung atau materi tersebut tidak nyata mereka tidak berhasil dalam mengontrol mentalnya. Dalam periode Operasi Konkret, karakteristik berpikir siswa adalah kombinasi dan klasifikasi dimana siswa dapat membandingkan warna, banyak benda dan memasukkannya kedalam himpunan tertentu. Selain itu siswa dapat me-reverse atau melakukan operasi kebalikan contohnya, 4+3 = 3+4 = 7. Siswa juga mampu melakukan operasi asosiasi yaitu operasi yang dikombinasikan menurut sembarang urutan misalnya bilangan bulat -2, 1 dan 3 bila dijumlahkan dapat menghasilkan hasil yang sama yaitu 2 walaupun dilakukan dengan berbagai asosiasi (a) (-2+1)+3 = -1+3 = 2 (b) -2 + (1+3) = 2 + (4) =2. Siswa juga mengetahui tentang identitas yaitu suatu operasi dimana unsur nol bila dikombinasikan hasilnya tidak berubah contoh 9+0 = 9 dan 0+9 = 9. Korespondensi satu satu antara objek dari dua kelas dan kesadaran adanya prinsip konservasi dimana mereka sadar bahwa ada suatu aspek dari benda yang tetap sama sementara aspek lainya berubah (Wahyudi, 2012) Siswa kelas V SD berusia kurang lebih 10-11 tahun dimana pola pikir mereka sudah jauh lebih berkembang dibanding kelas level dibawahnya. Pada 16
usia ini, mereka sudah bisa meggunakan komputer. Mereka memiliki rasa percaya diri dan akan merasa bangga jika mampu melakukan sesuatu dengan baik. Mereka dapat lebih bertanggung jawab bila diberi tugas membantu orang yang membutuhkan, memikirkan tentang bumi dan sumber dayanya dan mengingat ongat orang yang kurang mampu. Guru yang peka terhadp kondisi ini sebaiknya tahu bagaimana menghargai mereka agar tidak terjadi rasa rendah diri dalam diri anak anak yang sedang bertumbuh dan berkembang ini (Cooper, Halsey, Laurent, & Sullivan, 2009). Siswa kelas V, merupakan anak anak yang sedang mengalami masa puncak pada tahap Operational Konkret. Dengan mental mereka yang suka bersosialisasi dan rasa percaya diri mereka yang sudah tumbuh, guru dapat memanfaatkannya
dengan
membuat
kegiatan
yang
mengoptimalkan
kemampuan otak, tubuh dan hati mereka.
2.5
Project Based Learning
2.5.1 Pengertian Project
Based
Learning
atau
Pembelajaran
berbasis
Proyek
pelaksanannya adalah memusatkan kegiatan belajar mengajar kepada siswa. Menurut Lighthart, didalam sekolah yang baik maka kepala sekolah tidak bekerja sedikit juga, guru bekerja sedikit dan siswa mengerjakan segalagalanya (Vastenhouw, 1982). “Project Based Learning is a systematic teaching method that engages students in learning important knowledge and 21st century skills through an extended, student-influenced inquiry process structured around complex, authentic questions and carefully designed products and learning tasks.” (Vastenhouw, 1982) Project Based Learning merupakan suatu metode mengajar yang sistematik yang mengajak siswa dalam mempelajari pengetahuan penting dan 17
kemampuan abad 21 melalui suatu perluasan, proses keingintahuan yang mempengaruhi siswa yang terstruktur secara kompleks disekitarnya, pertanyaan yang dapat dibuktikan dan tugas dan produk yang dirancang dengan baik. PBL membawa siswa untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menemukan sendiri jawaban dari suatu pertanyaan, masalah atau tantangan. Hal ini juga membuat siswa harus dapat bersuara dan menentukan pilihannya serta membuat suatu proyek yang dirancang, diatur dan dinilai secara hati-hati guna mencapai sasaran pembelajaran yang sedang gencar dilakukan pada abad 21 (yaitu kolaborasi, komunikasi dan berpikir kritis) dan menciptakan produk yang asli dan bermutu tinggi (Education, 2013). Project atau Proyek sendiri berasal dari Bahasa Latin yaitu proyectum yang berarti maksud, tujuan, rancangan, anggaran, rencana (Vastenhouw, 1982). Project Based Learning membawa siswa untuk merancang atau membuat rencana dan melaksanakan proyek mereka dimana guru hanya menjadi fasilitator yang tugasnya adalah mengevaluasi proyek, dimana evaluasi tersebut berdasarkan negosiasi kriteria proyek hasil diskusi kelas. Para siswa akan secara mandiri menyelesaikan produk mereka tanpa bantuan guru. Bahkan mereka pula melakukan penilaian terhadap kerja kelompoknya. Proyek yang disusun bukanlah proyek sembarangan tetapi merupakan proyek yang sesuai dengan pengalaman belajar, yang memiliki ragam waktu penyelesaian, yang melewati fase-fase, yang dapat berbentuk banyak hal seperti
pemecahan
masalah
kesehatan
dengan
pembuatan
poster,
merancangkan suatu kegiatan, membuat tulisan multi media bahkan kerajinan tangan.
18
Ada delapan elemen penting dalam Project Based Learning (Larmer & Mergendoller, 2012), yaitu: a. Isi atau materi (Significant Content) yang penting dimana tidak melupakan pengajaran pengetahuan dan kemampuan dari standard an konsep dari mata pelajaran, b. Kemampuan abad 21 (21st Century Skill) yaitu berpikir kritis, penyelesaian masalah, kerjasama, komunikasi yang diajarkan dan dinilai, c. Rasa ingin tahu yang dalam (In-Depth Inquiry) dimana siswa akan bertanya, mengumpulkan data penelitian dan mengembangkan jawaban, d. Memunculkan pertanyaan (Driving Question), e. Kebutuhan untuk mengetahui seduatu (Need to Know) dimana siswa menjadi haus akan ilmu pengetahuan sampai mereka mengerti konsep dan bertindak sesuai kemampuannya untuk menjawab pertanyaan dan menciptakan
proyek
sebagai
pintu
gerbang
keingintahuan
dan
ketertarikannya. f. Bersuara dan menentukan pilihan (Voice and Choice), g. Merevisi dan melakukan refleksi (Revision and Reflection), h. Adanya penonton (Public Audience) saat siswa melakukan presentasi dalam hal ini guru dan teman sebaya. 2.5.2
Alasan peneliti menggunakan Project Based Learning Peneliti menggunakan Project Based Learning karena alasan sebagai berikut: a. Project Based Learning dapat menjadi metode yang bisa memenuhi tujuan Satuan Pendidikan SD yang tercantum pada kurikulum 2013 yaitu menjadikan siswa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inofatif; sehat, mandiri dan percaya diri serta toleran, peka sosial, demokratis dan bertanggung jawab. b.
Penggunaan Project Based Learning dianggap sudah bisa efektif karena pengaruh kematangan siswa kelas V dalam berpikir dan bersikap. Sifat 19
metode Project Based Learning yang berpusat pada siswa diduga akan lebih efektif karena siswa kelas V lebih mandiri dan sudah bisa bertanggung jawab atas tugas yang diberikan guru pada mereka. Peran guru disini nantinya adalah hanya sebagai pelatih/ mentor/ fasilitator saja (Stix & Hrbek, 2007). c. Siswa merasa jenuh dengan pengajaran Matematika yang terkesan monoton, membosankan dan sulit karena terlalu banyak angka dan aturan serta rumus. Project Based Learning dinilai tidak akan membuat siswa merasa bosan karena mereka nantinya tidak hanya akan menciptakan suatu produk yang sebenarnya merupakan bagian dari pembelajaran Matematika itu serta berdiskusi dengan teman sebaya sehingga Matematika terkemas kedalam kondisi yang menyenangkan. d. Project Based Learning adalah salah satu metode yang sedang trend dilaksanakan di sekolah abad 21, namun sayangnya sekolah sekolah yang masih menggunakan KTSP sebagai kurikulumnya merasa janggal dalam mengaplikasikannya padahal jika dicermati sebenarnya baik KTSP maupun kurikulum 2013 mengacu pada Problem dan Project Based learning. e. Keunggulan Project Based Learning adalah dinilai mampu menciptakan manusia mandiri yang dapat bekerja dalam kelompok serta dapat menciptakan manusia kreatif yang memiliki ide segar yang dibuktikan dengan
keberhasilan
mereka
membuat,
mempresentasikan,
dan
mengevaluasi produk mereka sendiri. 2.5.3
Penerapan Project Based Learning Kakarakter utama dari Project Based Learning adalah produk sebagai hasil akhir pembelajaran. Guru sebaiknya mampu memberikan motivasi kepada siswa dalam menentukan proyek apa yang akan siswa buat agar siswa tertarik mengerjakan proyek dan tidak merasa bosan. Selain itu, proyek harus
20
memenuhi tujuan pembelajaran yang tentunya sesuai dengan kompetensi dasar, materi dan hasil belajar yang ingin dicapai siswa. Berikut ini sintaks pelaksanaan Project Based Learning (Stix & Hrbek, 2007): a. Guru mengkondisikan siswa dengan memberi contoh konkret atau nyata b. Para siswa berperan sebagai perancang proyek yang membentuk kelompok c. Siswa mendiskusikan dan mengakumulasi latar belakang informasi bagi proyek mereka d. Guru dan siswa bernegosiasi tentang kriteria penilaian untuk eveluasi proyek e. Para siswa mengumpulkan material dapat berupa data maupun peralatan yang dibutuhkan dalam proyek f. Menyusun proyek g. Menyiapkan presentasi proyek h. Presentasi proyek i. Mengevaluasi proyek sesuai dengan hasil negosiasi pada poin 4.
2.6
Penelitian yang Relevan Berikut ini adalah penelitian yang relevan mengenai Project Based Learning. a. Dalam penelitian Zahara Aziz dkk 2013 dengan judul Project Based Learning to Pose Reasoning Skills for Year 1 Pupil (Project Based Learning untuk membentuk kemampuan dalam memberi alasan pada kelas 1) menunjukkan bahwa Project Based Learning dapat membuat siswa lebih tertarik dalam belajar serta dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menyampaikan alasan. Penelitian mereka di lakukan di pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan topik tanaman. Proyek mereka adalah
21
membuat web (sejenis peta konsep) tentang tanaman dan menanam tanaman. Dengan lembar observasi yang ada dihasilkan bahwa anak anak sangat menyukai kegiatan tersebut dan dapat berpikir lebih kritis. Peneilitian
tersebut
menekankan
pada
Reasoning
Skill
dimana
kemampuan tersebut sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan abad 21 ini. b. Dalam artikel ringkasan penelitian yang berjudul “Project-Based Learning in Middle Grades Mathematics” atau Pembelajaran berbasis proyek pada Matematika kelas tengah, Yetkiner, Z. E., Anderoglu, H., & Capraro, R. M. (2008), menulis sebuah kesimpulan bahwa Project Based Learning memperlihatkan adanya bukti bahwa adanya keefektifan dalam meningkatkan hasil belajar siswa serta menambah kemampuan pemecahan masalah siswa, peningkatan kemapuan siswa dalam memahami pelajaran dan meningkatkan sikap yang baik dalam Matematika serta peningkatan dalam bekerjasama.
2.7
Kerangka Berpikir Dari masalah yang ditemukan pada siswa kelas V SD Pantekosta Magelang pada observasi dan pengumpulan data nilai siswa, model Project Based Learning menjadi tindakan perbaikan sehingga terjadi peningkatan hasil belajar siswa dan perbaikan sikap siswa. Penerapan model akan dilakukan dalam dua siklus sesuai sintaks dari Project Based Learning. Instrumen pendukung penelitian adalah Kurikulum meliputi Standard Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika kelas V tentang geometri, sumber referensi, media belajar, pre test dan post test (Test Siklus I dan Siklus II) serta angket. Instrumen penelitian yang berada di luar kegiatan belajar mengajar dengan siswa adalah Guru Matematika Kelas V dan lembar observasi guru.
22
Pada pertemuan pertama siswa diberi angket pertama dan pre-test yang sudah melalui uji validitas an reliablitas serta tingkat kesukaran. Selanjutnya dilakukan Siklus I. Setelah Siklus I dilaksanakan sesuai sintaksnya, Siswa diberi Test Siklus I dan angket kedua. Tahap selanjutnya, dilakukan siklus kedua sesuai sintaks dan diakhir pertemuan diberikan test Siklus II dan angket ketiga. Selama proses belajar mengajar dalam penelitian ini, Guru Matematika Kelas V bertugas sebagai pengamat. Secara skematis, kerangka berpikir ini disusun berdasarkan teori dari Kemmis dan Taggrat dalam Vo-Tran (2011) yaitu terdiri dari tahapan perencanaan (plan), tindakan dan observasi (act and observe) serta refleksi (reflect).
2.8
Hipotesis Tindakan Dengan penggunaan model Project Based Learning ini, diduga terjadi peningkatan prosentasi siswa tuntas KKM menjadi sebanyak 95% dan adanya perbaikan sikap ditunjukkan dengan interpretasi sikap siswa yang menjadi lebih positif atau menjadi sangat baik terhadap Matematika.
23