BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif/Paradigma Kajian Paradigma merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian kualitatif. Memilih paradigma penelitian merupakan sesuatu yang wajib untuk dilakukan oleh peneliti agar penelitiannya dapat menempuh alur berpikir yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Paradigma diibaratkan sebuah jendela tempat orang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya. Secara umum paradigma (paradigm) dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seeorang bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Basrowi dan Suandi (2008:2) mengatakan paradigma merupakan suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya, bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologi yang panjang. Menurut Neuman (1997:62-63) istilah paradigma dapat didefenisikan sebagai keseluruhan sistem pemikiran, yang mencakup asumsi-asumsi dasar, pertanyaan-pertanyaan (penelitian) penting yang harus dijawab, tehnik-tehnik penelitian yang digunakan dan contoh-contoh penelitian yang baik. Sementara Bexter dan Babbie (2004:66) berpendapat bahwa paradigma sebagai model dasar atau skema yang mengorganisasikan pandangan kita tentang realitas. Adapun paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma post positivisme. Paradigma post positivisme merupakan paradigma yang jika ditinjau dari hasil penelitiannya, hasil penelitian itu ditentukan oleh tujuan yang ditetapkan sejalan dengan jenis penilitian yang digunakan. Implikasi hasilnya bisa merujuk pada pembahasan hasil penelitian yang bersifat teoritis, masukan dalam pengambilan keputusan, maupun landasan dalam menentukan ciri kegiatan yang bersifat praktis (Basrowi&Suandi, 2008:61-62).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Sejarah Kemunculan Paradigma Post Positivisme Paradigma post positivisme merupakan bentuk perbaikan atau perbaikan dari paradigma positivis, dimana paradigma ini memandang suatu realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik (utuh), kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif (timbal-balik). Penyamarataan ilmu-ilmu manusia dengan ilmu-ilmu alam yang terkandung dalam paradigma positivs mendapat tantangan keras dari filsuf-filsuf sebab menurut mereka manusia bukanlah benda mati atau makhluk yang statis melainkan makhluk yang dinamis atau selalu berubah-ubah, tindakannya juga tidak dapat diprediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti. Pemikiran post positivisme ini muncul dari Karl R. Popper, Thomas Khun, para filsuf dari Frankfurt school (mahzab Frankfurt), Feyerabend dan Richard Rotry.
2.1.2 Prinsip Paradigma Post Positivisme Bila positivisme dalam bentuk logika klasiknya ditolak oleh post positivisme, lalu fondasi filosofis apakah yang akan digunakan post positivisme sebagai kerangka kerja penelitian sosialnya? Beragam jawaban telah diajukan untuk menangani persoalan ini. Beberapa peneliti sosial berargumen bahwa kekurangan-kekurangan positivisme pada dasarnya membutuhkan dasar filsafat ilmu yang berbeda, salah satunya adalah dengan mengganti prinsip-prinsip positivisme. Namun, beberapa sarjana lainnya dalam hal ini menganggap bahwa positivisme sebenarnya tidak perlu ditolak secara total. Karena itu kalangan ini lebih meletakkan penolakannya pada gagasan tentang keyakinan positivisme mengenai kebenaran absolut, tentang landasan mutlak sebuah observasi, dan asumsi tentang akumulasi pengetahuan yang tak berubah. Adapun prinsip paradigma post positivisme secara ontologi, empistimologi dan aksiologi dalam buku Elvinaro Ardianto dan Bambang Q Anees yang berjudul Filsafat Ilmu Komunikasi (2007:101-104) adalah sebagai berikut: 1.
Ontologi Bersifat critical realism yaitu memandang realitas memang ada dalam
kenyataan sesuai dengan hukum alam, namun sesuatu hal yang mustahil pula apa bila peneliti melihat realitas tersebut secara apa adanya (sebagaimana keyakinan
Universitas Sumatera Utara
positivisme). Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi sebagaimana yang dikemukakan positivisme tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulasi yaitu penggunaan berbagai macam metode dan sumber data. Ontologi aliran post positivis lebih menekankan kepada kepercayaan tentang keteraturan dan pola dalam interaksi manusia dengan yang lainnya. Dengan kata lain, realitas dalam paradigma post positivis memang ada, tetapi tidak akan pernah dapat dipahami sepenuhnya. Bentuk ontologi dalam paradigma ini adalah realisme, nominalisme, dan konstruksionisme sosial. 2.
Epistimologi dan Aksiologi Dalam paradigma ini, hubungan antara peneliti dengan objek atau realitas
yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan sebab Aliran ini meyakini bahwa subjek tidak dapat melihat kebenaran apabila peneliti berdiri di “balik layar” tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. Oleh karena itu, hubungan antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif, dengan catatan bahwa pengamat harus bersikap senetral mungkin, sehingga tingkat subjektivitas dapat dikurangi secara minimal. Adapun alasan peneliti memilih paradigma post positivisme sebagai cara pandang peneliti dalam penelitian ini adalah adalah (1) paradigma pospositivis mendukung komitmen peneliti dimana hasil penelitian ini nantinya merupakan jawaban dari tujuan penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti. (2) Secara ontologis paradigma ini mendukung peneliti untuk menggunakan triangulasi penelitian dalam menguji keabsahan data, sedangkan secara epistimologi dan aksiologi, paradigma ini menekankan peneliti untuk tetap berinteraksi senetral mungkin dengan objek yang diteliti. (3) paradigma pospositivis merupakan paradigma yang implikasi hasilnya digunakan untuk memberi masukan pada pengambilan kebijakan dimana sangat sesuai dengan manfaat praktis penelitian ini. Dalam manfaat praktis penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan pandangan kepada Satpol PP kota Medan tentang strategi komunikasi baru yang dapat dicoba dalam upaya menertibkan pedagang kaki lima depan komplek USU.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kerangka Teori Kerangka teori memperjelas penelitian untuk menyelesaikan masalah didalam penelitian karena kerangka teori memuat pokok-pokok pikiran yang akan menjelaskan masalah penelitian yang akan diteliti. Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan untuk memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian itu akan disoroti. (Nawawi, 2001:39).
2.2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan salah satu elemen penting dalam upaya memecahkan masalah yang diteliti saat ini. Penelitian mengenai opini publik atau yang lebih dikenal dengan istilah pendapat umum dan strategi komunikasi sudah cukup banyak dilakukan di bidang Ilmu Komunikasi, Opini Mahasiswa dan Tayangan Pemberitaan Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi di Tv One merupakan salah satu judul penelitian mengenai opini. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011 oleh mahasiswi departemen Ilmu Komunikasi Universitas Sumatra Utara, Desniar Damanik. Adapun latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah pemberitaan terkait kasus suap dan korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games yang dilakukan Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai Demokrat. Tak jarang dalam pemberitaan tersebut kinerja Komisi Pemberantasan
Korupsi
(KPK)
dipertanyakan
dalam
menangani
kasus
Nazaruddin. Melalui pemberitaan di Tv One, khususnya acara talk show Apa Kabar Indonesia Malam yang mengudara secara live setiap hari pukul 19.45 WIB, Desniar Damanik selaku peneliti masalah ini ingin melihat bagaimana opini mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara terhadap kinerja KPK terkait kasus suap dan korupsi Nazaruddin. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa S-1 reguler angkatan 2008 fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara yang pernah menonton tayangan pemberitaan kinerja KPK terkait kasus korupsi Nazaruddin di Tv One minimal satu kali, dengan jumlah populasi sebanyak 298 orang. Sampel penelitian ini didapat dengan menggunakan rumus Taro Yamane, dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% yaitu 74,874, dibulatkan
Universitas Sumatera Utara
menjadi 75 orang, teknik penarikan sampel yang digunakan adalah proporsional sampling dan purposive sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Terkait dengan hasil penelitian, salah satu tabel dalam hasil penelitian ini memaparkan bahwa sebanyak 14 orang mahasiswa atau 18,7% sangat memahami materi berita yang disampaikan dalam setiap penayangan pemberitaan kinerja KPK terkait kasus korupsi Nazaruddin di Tv One, 46 orang atau 61,3% memahami, 8 orang atau 10,3% ragu-ragu, dan 7 orang atau 9,4% kurang memahami. Penelitian terdahulu berikutnya adalah berkaitan dengan strategi komunikasi itu sendiri, penelitian mengenai masalah strategi komunikasi dilakukan oleh mahasiswi departemen Ilmu Komunikasi Universitas Sumatra Utara yaitu Rezka Mardha Safira, dengan judul penelitian Strategi Komunikasi Awak Kabin Garuda Airlines. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi yang digunakan awak kabin Garuda Airlines sehingga mendapat predikat sebagai The World’s Best Cabin Crew 2014 yang diraih pada ajang penghargaan penerbangan oleh Skytrax. Skytrax merupakan perusahaan konsultan Britania raya yang melakukan survei untuk menentukan maskapai, bandar udara, hiburan dalam pesawat, staff, dan elemen perjalanan udara yang terbaik, selain itu Skytrax juga dikenal dengan gelaran penghargaan bagi maskapai penerbangan dan bandar udara setiap tahunnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan menggunakan paradigma konstruktivisme sebagai cara pandang peneliti dalam memahami masalah yang ada dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan wawancara mendalam terhadap informan (subjek penelitian) dimana informan dalam penelitian ini adalah awak kabin Garuda Indonesia Airlines yang masih aktif bekerja sampai pada tahun 2014. Melalui wawancara mendalam yang dilakukan terhadap
keenam informan dalam penelitian ini mengakui bahwa strategi
komunikasi yang digunakan Garuda Airlines (GA) merupakan sebuah cara yang baik dan efektif sehingga GA hingga saat ini masih dan terus menjadi maskapai kebangaan Indonesia. Keramah-tamahan dan senioritas yang rendah mampu menjaga hubungan yang solid diantara para awak kabin GA.
Universitas Sumatera Utara
Penulis merasa tertarik menghadirkan penelitian terdahulu lainnya tentang strategi komunikasi terhadap upaya penertiban PKL. Adapun penelitian tersebut dilakukan oleh seorang mahasiwi pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada yaitu Lale Fitria Ariyani, yang diajukan guna memenuhi persyaratan drajat sarjana S-2 pada tahun 2014 yang lalu. Peneliti mengangkat masalah strategi komunikasi PT Angkasa Pura I (persero) cabang BIL dalam penertiban PKL di bandara. Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL) yang merupakan solusi atas tuntutan bandara dengan taraf internasional di Lombok turut menjadi harapan besar bagi masyarakat yang tinggal disekitar bandara sebagai tempat untuk melanjutkan hidup setelah lahan sawah mereka terkonversi menjadi area bandara, dengan beramai-ramai mereka menggelar lapak jualan yang pada akhirnya membuat BIL terkesan tidak rapi dan tidak tertib. PT AP I BIL menyadari bahwa aktivitas PKL di sekitar bandara mengancam kredibelitas BIL sebagai bandara internasional serta image negatif apabia tidak dikelola dengan benar. Informan (Subjek Penelitian) ditentukan dengan purposive sampling dan Snowball sampling sehingga yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah (1) Bapak Pudjiono selaku GM (General Manager) PT AP-I (persero) Cabang BIL. (2) Bapak Sudjud Muljadi sebagai ketua tim penertiban PKL. (3) Bapak Lau Nudiana selaku wakil dari empat desa yang terkena dampak langsung adanya BIL sekaligus sebagai mediator antara perusahaan dengan komunitas PKL. (4) Bapak Lalu Ruslan selaku koordinator tim 13 dan juga mediator. (5) Bapak Lalu Syukuri sebagai ketua KSU (Koperasi Serba Usaha) BIL lokal transport. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis keberhasilan strategi komunikasi yang dilakukan PT Angkasa Pura I dalam menertibkan pedagang kaki lima disekitar bandara, mengapa strategi itu digunakan dan apa yang belum dicapai PT Angkasa Pura cabang BIL dalam menjalankan strategi komunikasinya. Penulis percaya dengan adanya penelitian-penelitian terdahulu mengenai opini publik dan strategi komunikasi baik dalam bidang ilmu komunikasi itu sendiri maupun bidang ilmu lainnya semakin memperkaya referensi penulis dalam meneliti masalah opini PKL terhadap strategi komunikasi Satpol PP kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
Adapun teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini adalah ; Komunikasi, Opini Publik, Strategi Komunikasi, Komunikasi Kelompok, Komunikasi Antar Pribadi,dan Negosiasi.
2.2.2 Komunikasi Apakah yang anda pikirkan bila mendengar kata “Komunikasi”? jawaban atas pertanyaan ini amat beraneka ragam, mulai dari bedoa (yang merupakan komunikasi dengan Tuhan), bersenda-gurau, berpidato, hingga penggunaan alatalat elektronik atau komputer yang canggih. (Mulyana, 2005:41) Selanjutnya menurut Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (2005), kata Komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Salah satu persoalan dalam memberi pengertian atau defenisi tentang komunikasi, yakni banyaknya defenisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut bidang ilmunya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya disiplin ilmu yang telah memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu manajemen, linguistik, matematika, ilmu elektronika, dan sebagainya. Jadi, pengertian ilmu komunikasi tidak sesederhana yang kita lihat sebab para pakar memberi defenisi menurut pemahaman dan perspektif masing-masing. Ada defenisi yang panjang dan ada pula yang pendek, ada yang sederhana dan ada pula yang kompleks. Demikian pula apa yang ditekankan dalam defenisi yang mereka buat kadang berbeda satu sama lain. Misalnya, para pakar filsafat memberi pengertian atau defenisi dengan menekankan aspek arti (meaning) dan signifikasi pesan, kalangan psikolog melihat hubungan sebab akibat dari komunikasi dalam hubungannya dengan individu, para pakar sosiologi dan antropologi dan antropologi melihat bagaimana komunikasi digunakan dalam konteks masyarakat dan budaya, para pakar ilmu politik melihat komunikasi dalam kaitannya dengan pengaruh yang ditimbulkan
Universitas Sumatera Utara
terhadap masalah-masalah pemerintahan, para insinyur elektronika melihat bagaimana metode mengirim pesan-pesan melalui arus listrik. (Cangara, 2007:17) Adapun pengetian ilmu komunikasi menurut Carl I.Hovland (Amir Purba,dkk, 2006:29) yang merupakan seorang sarjana psikologi adalah suatu usaha yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap (a systematic attempt to formulate in rigorous fashion the priciples by which information is transmitted and opinions and attitudes are formed). Adapun mengenai komunikasinya sendiri, Hovland merumuskan sebagai proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikate). Wilbur Schramm seorang ahli linguistik mengatakan communication berasal dari kata latin “communis” yang artinya “common” atau “sama”. jadi menurut Schramm jika kita mengadakan komunikasi dengan suatu pihak, maka kita menyatakan gagasan kita untuk memperoleh commones dengan pihak lain mengenai objek tertentu. (Amir Purba,dkk, 2006:30) Sementara itu menurut Harold Laswell (Mulyana, 2005:62) (cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaanpertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?
2.2.2.1 Fungsi dan Tujuan Komunikasi Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi tidak hanya dipandang sekadar mengelola suatu informasi tertentu, karena fungsinya bukan hanya menyampaikan infomasi berita saja, tetapi juga mendidik, mempengaruhi agar komunikan melakukan seperti yang diinginkan komunikator, dan menghibur. Menyampaikan Informasi (to inform) mengandung pengertian memberikan informasi kepada khalayak atau masyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku menerima informasi merupakan perilaku ilmiah masyarakat. Ketika menerima infomasi, masyarakat sejatinya akan merasa aman sebagai sebuah kebutuhan informasi dalam kehidupan ini.
Universitas Sumatera Utara
Mendidik (to educate) merupakan kegiatan komunikasi kepada masyarakat dengan memberikan berbagai informasi agar masyarakat menjadi lebih baik dan lebih maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam arti luas, kegiatan mendidik ini artinya memberikan informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat dalam tataan komunikasi massa sedangkan kegiatan komunikasi dalam arti sempit memberikan informasi dalam tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan lain sebagainya. Mempengaruhi (to persuade) merupakan kegiatan komunikasi yang memberikan berbagai informasi kepada masyarakat sekaligus komunikasi dijadikan sarana untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang diharapkan berubah ke arah perubahan sikap dan perubahan perilaku yang diharapkan komunikator. Contohnya saja mempengaruhi khalayak melalui komunikasi dalam pemilihan umum (kampanye), propaganda, dan lainnya. Menghibur (to entertain) merupakan kegiatan komunikasi yang memberikan informasi kepada khalayak atas ketidaktahuan mereka dan juga menjadi hiburan bagi masyarakat. Contohnya media-media yang menyediakan space khusus untuk hiburan melalui kegiatan dan pemanfaatan komunikasi tentunya. (Effendy, 2007:31) Adapun tujuan komunikasi menurut Effendy (2006) adalah: 1.
Mengubah sikap (to change the attitude)
2.
Mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion)
3.
Mengubah perilaku (to change the behavior)
4.
Mengubah masyarakat (to change the society)
2.2.2.2 Karakteristik Komunikasi Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia dan masyarakat. Aktivitas komunikasi dapat dilihat pada setiap aspek kehidupan sehari-hari manusia yaitu sejak dari bangun tidur sampai manusia beranjak tidur pada malam hari. Bisa dipastikan sebagian besar dari kegiatan kehidupan kita mengunakan komunikasi baik komunikasi verbal maupun nonverbal. Namun bagaimanakah karakteristik komunikasi itu sendiri? Berikut karakteristik komunikasi menurut Fajar (2009): 1.
Komunikasi sebagai suatu proses Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk, isi, dan cara penyajiannya), saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
2.
3.
4.
5.
6.
Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar disini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental psikologis yang terkendalikan bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat. Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. Komunikasi bersifat simbolis Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya: bahasa. Komunikasi bersifat transaksional Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, faksimili, teleks, dan lain-lain, kedua faktor tersebut (waktu dan ruang) bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan dalam berkomunikasi.
2.2.3 Opini Publik 2.2.3.1 Pengertian Opini Dapat dikatakan bawa opini merupakan sebuah pendapat yang lahir dari proses berpikir manusia terhadap sesuatu yang terjadi disekitarnya. Opini tentu saja tidak objektif dan tidak dapat pula disamakan dengan fakta, namun jika suatu opini diverifikasi kebenarannya maka sebuah opini dapat berubah menjadi fakta. Menurut Cutlip dan Center, opinion atau opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Sementara itu menurut William Albig, opini adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang bersifat bertentangan. Opini merupakan reaksi pertama dimana orang mempunyai rasa ragu-ragu terhadap suatu masalah yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan, dan adanya perubahan penilaian sehingga unsur-unsur tersebut mendorong untuk
Universitas Sumatera Utara
saling mempertentangkannya. Sunarjo (1984:24) menjelaskan opini atau pendapat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a.
Selalu diketahui dari pertanyaan-pertanyaan.
b.
Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat.
c.
Mempunyai pendukung dalam jumlah besar.
2.2.3.2 Pengertian Publik Berbicara tentang publik tentu tidak akan menyimpang dengan masyarakat itu sendiri dan hal yang bersifat umum. Di indonesia penggunaan kata publik sering diganti dengan kata “umum”. Misalnya saja fasilitas publik diganti menjadi dengan fasilitas umum. Menurut Mayor Polak ( dalam Sunarjo, 1984:19), publik atau khalayak ramai adalah sejumlah orang yang mempunyai minat yang sama terhadap suatu persoalan tertentu. Memiliki minat yang sama bukan berarti memiliki pendapat yang sama. Sementara itu, Bogadus berpendapat bahwa publik adalah sejumlah besar orang antara yang satu dengan yang lain tidak saling mengenal, akan tetapi semuanya mempunyai minat dan perhatian yang sama terhadap suatu masalah. Harbert Blumer (Sastroputro, 1990:108) mengemukakan ciri-ciri publik sebagai berikut : 1.
Dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu.
2.
Terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut.
3.
Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatur isu. Terdapat empat tipe publik menurut Grunig dan Repper (1992:139) dalam
bukunya “Strategic Manajement, Public and Isues” yaitu sebagai berikut:
1.
All issue publics: bersikap aktif dalam berbagai isu.
2.
Apathetic publics: tidak memperhatikan atau tindak aktif terhadap semua isu.
3.
Single issue publics: Aktif pada satu atau sejumlah isu terbatas.
4.
Hot issue publics: baru aktif setelah semua media mengekspos hampir semua orang dan isu menjadi topik sosial yang diperbincangkan secara luas.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.3 Pengertian Opini Publik Secara sederhana opini publik merupakan gabungan dari beberapa opini individu terhadap suatu isu yang sedang berkembang dan gabungan opini tersebut dapat mempengaruhi orang lain. Lord Bryce (dalam Satropoetro, 1990:55) mengatakan opini publik adalah suatu tumpukan atau kumpulan dari bermacammacam hal yang saling bertentangan seperti berbagai pendapat, kepercayaan, fantasi, prasangka, aspirasi. Setiap masalah yang timbul semakin menjadi penting dan menjadi subjek bagi proses konsolidasi dan pengeruaian sehingga tampil dan membentuk suatu pandangan tertentu atau suatu kumpulan pendapat yang saling berkaitan, masing-masing memiliki dan mempertahankan diri pada anggota masyarakat. Selain itu, menurut W. Philips Davison dalam bukunya International Political Communication mengemukakan bahwa pedapat umum atau opini publik bukanlah semata-mata kumpulan penilaian individu-individu yang terlepas satu sama lain , tetapi merupakan suatu organisasi, suatu hasil kooperatif dari komunikasi dan pengaruh yang bersifat timbal balik. Selanjutnya menurut Cutlip dana Center menyatakan pengertian opini publik sebagai hasil pengumpulan pendapat para individu tentang masalah-masalah yang bersifat umum dan kontroversial. (Sastroputro, 1990:70) Pengertian-pengertian yang diberikan ahli untuk opini publik berbeda-beda, namun tetap menonjolkan tentang adanya collective opinion atau pendapat yang bersifat kolektif. Terdapat lima faktor penting yang menyebabkan terbentuknya opini publik menurut Bernard Henessy (Muhtadi, 1999:55-56) : 1.
Adanya isu Opini dapat diilustrasikan sebagai konsensus yang terbentuk dalam suatu arus perbincangan terhadap suatu isu. Sedangkan isu dalam konteks ini adalah suatu persoalan kekinian yang sidang diperbincangkan dalam situasi ketidaksepakatan. Karena itu dalam suatu isu terdapat elemen-elemen yang mendorong munculnya kontroversi hebat.
2.
Adanya publik. Adanya kelompok yang jelas dan tertarik dengan adanya isu tersebut. Dalam suatu sistem sosial, terdapat banyak publik yang masing-masing terdiri dari individu-individu yang secara bersama-sama dipengaruhi oleh suatu aksi dan gagasan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Adanya kompleksitas pilihan-pilihan dalam publik. Kompleksitas pilihan-pilihan ini merujuk pada totalitas opini berkaitan dengan isu yang menjadi perhatian seluruh anggota suatu publik. Pada setiap isu, perhatian publik akan dibagi menjadi dua atau lebih pandangan yang berbeda.
4.
Pernyataan opini Pandangan yang dapat membentuk opini adalah pandangan yang dinyatakan secara terbuka. Terdapat banyak cara yang dapat digunakan untuk menyatakan opini, salah satunya adalah melalui media massa sebagai alat yang relatif paling efisien dan efektif.
5.
Banyaknya individu yang terlibat Besarnya publik tidak selalu ditentukan oleh jumlah mayoritas yang terlibat dalam perbincangan tentang isu. Publik yang terlibat tidak harus mereka yang memiliki gagasan awal ataupun mereka yang melahirkan isu dan signifikansi publik terutama ditentukan oleh efektivitas komunikasi yang berlangsung dalam proses pembentukan opini sampai pada pertimbangan dalam penetapan bahwa suatu opini telah menjadi opini publik.
2.2.4 Strategi Komunikasi Kata “strategi” berasal dari akar kata bahasa yunani strategos yang secara harafiah berarti “seni umum,” kelak term ini berubah menjadi kata sifat strategia berarti “keahlian militer.” Dalam lingkungan militer, “strategi” menjelaskan manuver pasukan ke suatu posisi sebelum musuh berada di posisi ini. Jadi, untuk manuver pasukan ini diperlukan “gelar pasukan” sebagai persiapan terakhir untuk menduduki posisi musuh, dan jika pasukan telah terlibat kontak dengan musuh, maka pusat perhatian pasukan diletakkan pada “taktik.” Jadi, ketika kita berbicara tentang strategi, maka kegiatan utamanya adalah pengerahan pasukan. (Liliweri, 2011:241) Alo Liliweri mengungkapkan makna dari kata bukunya
Komunikasi
Serba Ada Serba Makna
strategos dalam
(2011) adalah sebagi
berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5.
Keputusan untuk melakukan segala tindakan dalam jangka panjang dengan segala akibatnya. Penentuan tingkat kerentanan posisi kita dengan posisi para pesaing (ilmu perang dan bisnis). Pemanfaatan sumber daya dan penyebaran informasi yang relatif terbatas terhadap kemungkinan penyadapan informasi oleh para pesaing. Penggunaan fasilitas komunikasi untuk penyebaran informasi yang menguntungkan berdasarkan analisis geografis dan topografis. Penemuan titik-titik kesamaan dan perbedaan penggunaan sumber daya dalam pasar informasi. Karena itu maka strategi komunikasi dihubungkan dengan: Siapa saya bicara. Maksud apa saya bicara. Pesan apa yang harus disampaikan kepada seseorang. Cara bagaimana saya menyampaikan pesan kepada seseorang. Bagaimana mengukur dampak pesan tersebut. Para ahli komunikasi, terutama di negara-negara sedang berkembang,
dalam tahun-tahun terakhir ini menumpahkan perhatiannya yang besar terhadap strategi komunikasi (communication strategy), dalam hubungannya dengan penggiatan pembangunan nasional di negara masing-masing. Fokus penelitian ahli komunikasi ini memang penting untuk ditujukan kepada strategi komunikasi, karena berhasil tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi. Di lain pihak, tanpa strategi komunikasi, media massa yang semakin modern yang kini banyak dipergunakan di negara-negara yang sedang berkembang karena mudahnya diperoleh dan relatif mudahnya dioperasionalkan, bukan tidak mungkin akan menimbulkan efek negatif. Dengan demikian, strategi komunikasi, baik secara makro (planned multi-media strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) mempunyai fungsi ganda : 1.
Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan istruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal.
2.
Menjembatani “cutural gab” akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya. (Effendy, 2003:299-300)
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut menurut Effendy dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (2003), strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Demikian pula strategi komunikasi merupakan panduan dari perencaan komunikasi (communication planning) dan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung situasi dan kondisi. Banyak teori komunikasi yang sudah diketengahkan oleh para ahli, tetapi untuk strategi komunikasi barangkali yang memadai baiknya untuk dijadikan pendukung strategi komunikasi ialah apa yang dikemukakan oleh Harold Lasswell, yang terkenal itu. Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus Lasswell tersebut. Who? (Siapakah komunikatornya?) Says What? (Pesan apa yang dinyatakannya?) In Which Channel? (Media apa yang digunakannya?) To Whom? (Siapa Komunikannya) With What Effect (Efek apa yang diharapkan?) Rumus Lasswell ini tampaknya sederhana saja. Tetapi jika kita kaji lebih jauh pertanyaan “Efek apa yang diharapkan?” secara impilisit mengandung pertanyaan lain yang perlu dijawab dengan seksama. Pertanyaan tersebut ialah: When (Kapan dilaksanakannya?) How (Bagaimana melaksanakannya?) Why (Mengapa dilaksanakan demikian?) Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi komunikasi sangat penting, karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan komunikasi bisa berjenis-jenis, yakni : Menyebarkan informasi Melakukan persuasi Melaksanakan instruksi Rumus Laswell tersebut mengandung banyak pertautan yang selanjutnya juga mempunyai teori-teori tersendiri. Sebagai contoh “persuation” yang merupakan kegiatan komunikasi yang mengharapkan “behavior change” meliputi berbagai teknik. Jika kita sudah tau sifat-sifat komunikan dan tahu pula efek apa yang kita kehendaki dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berkomunikasi sangatlah penting karena ini ada kaitannya dengan media yang kita gunakan. Cara bagaimana kita berkomunikasi (how to communicate) dapat menggunakan komunikasi tatap muka (face to face communication) dan komunikasi bermedia (mediated communication).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.1 Tujuan Strategi Komunikasi Ketika kita membayangkan strategi komunikasi, maka pikirkanlah tentang tujuan dan materil apa yang ingin dicapai serta jenis materil yang bagaimana yang kita pandang dapat memberikan kontribusi untuk keberhasilan strategi komunikasi itu sendiri. R. Wayne Pace, Brent D.Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya, Techniques for Effective Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu: 1.
To secure understanding
2.
To estabilish acceptance
3.
To motivate action. Pertama adalah to secure understanding, memastikan bahwa komunikan
mengerti pesan yang diterimanya. Andaikata ia sudah dapat mengerti dan menerima, maka penerimaannya itu harus dibina (to establish acceptance). Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate action). (Effendy, 2007:32) Berbeda dengan Effendy, Alo Liliweri mengungkapkan tujuan dari strategi komunikasi adalah : 1.
2.
Memberitahu (Announcing) Tujuan pertama dari strategi komunikasi adalah announcing, yaitu pemberitahuan tentang kapasitas dan kualitas informasi (one of the first goals of your communication strategy is to announce the availability of information on quality). Oleh karena itu, informasi yang akan dipromosikan sedapat mungkin berkaitan dengan informasi utama dari seluruh informasi yang demikian penting. Memotivasi (Motivating) Bayangkan kalau anda sedang mempersiapkan penyebaran informasi tentang layanan operasi katarak bagi masyarakat yang membutuhkan. Kita harus dapat bayangkan bahwa audiens belum tentu mengetahui tentang katarak ini hanya dari satu sumber semata, tetapi mereka dapat mengakses informasi ini dari media massa, cetak maupun elektronik, dari cerita keluarga, dari informasi yang mereka peroleh dari sekolah atau dari gereja. Terhadap penyebaran informasi seperti ini, maka kita dapat mengusahakan agar informasi yang disebarkan ini harus dapat memberi motivasi bagi masyarakat untuk mencari dan mendapatkan kesempatan bagi operasi katarak ini. Contoh, informasi itu harus dapat memotivasi masyrakat untuk cepat berhubungan dengan Puskesmas setempat berhubung waktu pendaftaran yang disediakan hanya tiga hari, dan untuk 10 orang pertama akan dioperasi secara cuma-cuma, sedangkan selebihnya harus membayar biaya administrasi. Ini yang kita sebut strategy of motivating.
Universitas Sumatera Utara
3.
4.
5.
Mendidik (Educating) Tujuan dari strategi yang berikut adalah Educating. Tiap informasi tentang pendaftaran pasien katarak harus disampaikan dalam kemasan educating atau yang bersifat mendidik. Menyebarkan Informasi (Informing) Salah satu tujuan strategi komunikasi adalah menyebarluaskan informasi kepada masyarakat atau audiens yang menjadi sasaran kita. Diusahakan agar informasi yang disebarkan ini merupakan informasi yang spesifik dan aktual, sehingga dapat digunakan konsumen. Apalagi jika informasi ini tidak saja sekedar pemberitahuan, atau motivasi semata tetapi mengandung unsur pendidikan. Ini yang kita sebut dengan strategy of informing. Mendukung Pembuatan Keputusan (Supporting Decision Making) Tujuan strategi komunikasi terakhir adalah strategi yang mendukung pembuatan keputusan. Dalam rangka pembuatan keputusan, maka informasi yang dikumpulkan, dikategorisasi, dianalisis sedemikian rupa, sehingga dapat dijadikan informasi utama bagi pembuatan keputusan. Praktik dalam strategi komunikasi umumnya terdiri dari tiga esensi utama
yaitu: 1.
Strategi implementasi
2.
Strategi dukungan
3.
Strategi integrasi. (Liliweri, 2011:248-249)
2.2.4.2 Komunikator Dalam Strategi Komunikasi Dalam strategi komunikasi peranan seorang komunikator sangatlah penting. Strategi komunikasi harus luwes sedemikian rupa sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat komunikasi bisa datang sewaktu-waktu, lebih-lebih jika komunikasi dilangsungkan melalui media massa. Faktor-faktor yang berpengaruh bisa terdapat pada komponen media atau komponen komunikan sehingga efek yang diharapkan tak kunjung tercapai. (Effendy, 2003:304) Selanjutnya menurut Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek (2007), komunikasi merupakan proses yang rumit. Dalam rangka menyusun strategi komunikasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat. Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponen-komponen komunikasi dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1.
Mengenali sasaran komunikasi Apapun tujuannya, metodenya, dan banyaknya sasaran, pada diri komunikan perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: Faktor kerangka referensi (frame of reference) Kerangka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial, ideologi, cita-cita dan sebagainya. Dalam situasi komunikasi antarpersona mudah untuk mengenal kerangka referensi komunikan karena hanya satu orang. Yang sukar ialah mengenal kerangka referensi dalam komunikasi kelompok. Ada kelompok yang individu-individunya sedah dikenal seperti kelompok karyawan atau kelompok perwira. Ada juga yang tidak dikenal seperti pengunjung rapat RW. Komunikan harus disesuaikan dengan kerangka referensi mereka itu, dan lebih sulit lagi mengenal kerangka referensi para komunikan dalam komunikasi massa sebab sifatnya sangat heterogen. Oleh karena itu, pesan yang disampaikan kepada khalayak melalui media massa hanya yang bersifat informatif dan umum, yang dapat dimengerti oleh semua orang, mengenai hal yang menyangkut kepentingan semua orang. Faktor situasi dan kondisi Yang dimaksudkan situasi di sini ialah situasi komunikasi pada saat komunikan akan menerima pesan yang kita sampaikan. Situasi yang bisa menghambat jalannya komunikasi dapat diduga sebelumnya, dapat juga datang tiba-tiba pada saat komunikasi dilancarkan. Yang dimaksud dengan kondisi di sini ialah state of personality komunikan, yaitu keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat ia menerima pesan komunikasi. Komunikasi kita tidak akan efektif apabila komunikan sedang marah, sedih, bingung, sakit atau lapar. Dalam menghadapi komunikan dengan kondisi seperti itu, kadang-kadang kita bisa menangguhkan komunikasi kita sampai datangnya suasana yang menyenangkan. Akan tetapi, tidak jarang pula kita melakukannya pada saat itu juga. Di sini faktor kemanusiaan sangat penting.
Universitas Sumatera Utara
2.
Pemilihan media komunikasi Media komunikasi sangat banyak jumlahnya mulai dari yang tradisional sampai yang modern yang dewasa ini banyak dipergunakan. Untuk mencapai sasaran komunikasi kita dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan dan teknik yang akan dipergunakan.
3.
Pengkajian tujuan pesan komunikasi Pesan komunikasi (message) mempunyai tujuan tertentu. Ini menentukan teknik yang harus diambil, apakah itu teknik informasi, teknik persuasi atau teknik instruksi. Apapun tekniknya pertama-tama komunikan harus mengerti pesan komunikasi itu. Pesan komunikasi terdiri atas isi pesan (the content of the message) dan lambang (symbol). Isi pesan bisa satu, tetapi lambang yang dipergunakan bisa macam-macam. Lambang yang dipergunakan untuk menyampaikan isi komunikasi ialah bahasa, gambar, warna, kial (gestur), dan sebagainya. Lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi ialah bahasa karena hanya bahasalah yang dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan, fakta dan opini, hal yang kongkret dan yang abstrak, pengalaman yang sudah lalu dan kegiatan yang akan datang, dan sebagainya.
4.
Peranan komunikator dalam komunikasi Ada faktor penting pada diri komunikator bila ia melancarkan komunikasi, yaitu daya tarik sumber (source attractiiveness) dan kredibilitas sumber (source credibility). Daya tarik sumber Seorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya. Dengan kata lain, komunikan merasa ada kesamaan antara komunikator dengannya sehingga komunikan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh komunikator. Kredibilitas sumber Faktor kedua yang bisa menyebabkan komunikasi berhasil ialah kepercayaan komunikan pada komunikator. Kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki seorang
Universitas Sumatera Utara
komunikator. Seorang dokter akan mendapat kepercayaan jika ia menerangkan soal kepercayaan. Seorang perwira akan mendapat kepercayaan jika ia membahas soal keamanan dan ketertiban masyarakat. Berdasarkan kedua faktor tersebut, seorang komunikator harus dapat bersikap
empatik (empathy),
yaitu
kemampuan
seseorang untuk
memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Dengan kata lain, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Seorang komunikator harus bersikap empatik ketika ia berkomunikasi dengan komunikan yang sedang sibuk, marah, bingung, sedih, sakit, kecewa, dan sebagainya. Dalam menjalankan strategi komunikasi, peranan seorang komunikator amatlah penting. Komunikasi yang efektif terjadi apabila komunikator telah melakukan persiapan. Persiapan yang dimaksud oleh Marhaeni Fajar dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (2009) adalah sebelum komunikator melancarkan komunikenya, ia terlebih dahulu harus mengenal khalayak, menyusun pesan dan memilih medium yang cocok dengan kondisi khalayak tersebut. “Cui ascendit sine labore, descendit sine honore” merupakan pepatah lama yang artinya adalah barang siapa yang bekerja dengan tanpa persiapan dia akan jatuh dengan kehilangan kehormatan. Pepatah lama tersebut merupakan pepatah yang wajib dipedomani seorang komunikator agar strategi komunikasi dapat berjalan dengan baik dan efektif. Oleh karena itu dalam persiapan ini, komunikator dapat melakukan hal berikut: 1. 2. 3.
Melakukan penelitian, orientasi dan pendugaan Menyusun perencanaan dan strategi Penelitian yang dilakukan komunikator ini, dimaksudkan untuk mengetahui kondisi dan situasi khalayak, yaitu menemukan data tentang lapangan pengalaman dang kerangka referensinya. Hal ini meliputi: Pendidikan, agama, bahasa, adat kebiasaan, norma-norma dan usia. Pekerjaan (pokok dan sampingan), jumlah anak/tanggungan, dan kekayaan. Hubungan sosial, pengalaman perjalanan, sumber informasi dan kawan akrab. Pengaruh sosial, jabatan/kedudukan dan sebagainya. Pengetahuan, sikap dan praktik khalayak tentang pesan-pesan yang disampaikan. (Fajar, 2009:214-215)
Universitas Sumatera Utara
Selesai persiapan-persiapan itu dilakukan, barulah memasuki tahap pelakasanaan, yaitu dengan berlangsungnya komunikasi (communicating). Selama komunikasi itu berlangsung dan sesudahnya, maka komunikator harus pula mengadakan evaluasi (Evaluating). Evaluasi pada dasarnya meliputi dua hal, yaitu penilaian terhadap jalannya program komunikasi selama komunikasi itu berlangsung dan sesudah komunikasi itu selesai. Selama komunikasi itu berlangsung, yang perlu mendapat perhatian ialah apakah dalam komunikasi itu tidak terdapat gangguan dalam prosesnya. Gangguan itu dapat dibagi dalam dua bagian yaitu: 1.
Engineering noise, yaitu gangguan yang timbul sebagai akibat dari kurang sempurnanya medium yang digunakan, baik oleh penerima maupun oleh pengirim pesan.
2.
Semantic noise, yaitu gangguan yang timbul dari susunan kata-kata, lambanglambang, isyarat-isyarat dan lain-lain, sehingga tak dapat dipahami oleh penerima pesan atau khalayak. (Fajar, 2009:216) Kemudian, penelitian atau penilaian selanjutnya, ditujukan kepada
penerima khalayak terhadap program komunikasi yang dilancarkan. Dalam hubungan ini, dapat dipakai sebagai pedoman ukuran empat dimensi seperti yang dikemukakan oleh Charles R.Wright (dalam Gutlip M. Scoot dan Center H. Alien) sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
Audience Coverage Untuk dapat berhasil, pertama-tama kita harus memperhatikan besarnya dan macamnya khalayak. Berapa besar dan macam audience yang dapat tercapai? Proporsi apa yang diwakili mereka dari khalayak yang dituju? Auidence Response Bagaimana dari khalayak? Apakah isi pesan yang disampaikan mempengaruhi mereka secara menguntungkan atau tidak? Apakah telah membangkitkan perhatian mereka? Communication Impact Setelah kita menduga reaksi apa yang akan timbul, kita harus memperhitungkan perngaruh pesan-pesan yang akan disampaikan pada khalayak itu. Efek apakah dari suatu pesan tampak berahan pada massa. Process of influence Proses suatu komunikasi yang bagaimanakah yang dapat mempengaruhi khalayak? Melalui saluran dan mekanisme pengaruh serta persuasi apakah pada akhirnya dapat mempengaruhi seseorang? (Fajar, 2009:217)
Universitas Sumatera Utara
Sesungguhnya unsur komunikator harus disesuaikan dengan kebutuhan khalayak dan termasuk dalam kesuluruhan strategi komunikasi. Komunikator yang berbeda, dengan membawa pesan yang sama kepada khalayak yang sama dalam suasana yang sama pula, dapat membawa efek yang berbeda. Artinya tidak semua komunikator mempunyai daya tarik yang sama. Khalayak sangat menghargai komunikator yang berkompeten, yang dikenal, yang dikagumi dan yang cukup disegani oleh masyarakat. (Fajar, 2009:217)
2.2.5
Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi tentang segala sesuatu
yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam kelompok kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sejumlah nasehat tentang cara-cara bagaimana yang harus ditempuh. Sebab, bagaimanapun juga, dari sudut pandang komunikasi kelompok sudah dapat dibayangkan bahwa dalam jangka panjang, pemusatan perhatian pada deskripsi dan analisa, mungkin akan berguna dalam meningkatkan proses diskusi kelompok daripada seperangkat aturan yang paling baik sekalipun. (Alvin A.G & Carl E. L. (terjemahan), 1975:8) Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat, kelompok diskusi; kelompok pemecahan masalah atau suatu komite yang tengah rapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut (small-groub
communication).
Komunikasi
kelompok
dengan
sendirinya
melibatkan juga komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. (Mulyana, 2005:74) Meskipun demikian, menurut Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson (1975) dalam bukunya Groub Communication: Discussion Processes and Aplication yang diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, komunikasi kelompok tetaplah berbeda dengan komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi
Universitas Sumatera Utara
biasanya dikaitkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur, sedangkan komunikasi kelompok terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur dimana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama. Komunikasi kelompok lebih cenderung dilakukan secara sengaja dibandingkan dengan komunikasi antarpribadi dan umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing. Dengan demikian, kriteria pokok dalam membedakan komunikasi antarpribadi dengan komunikasi kelompok adalah kadar spontanitas, strukturalisasi, kesadaran akan sasaran kelompok, ukuran kelompok, relativitas sifat permanen dari suatu kelompok serta identitas diri.
2.2.6 Komunikasi Antarpribadi Komunikasi
antarpribadi
(interpersonal
communication)
adalah
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami-istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya. (Mulyana, 2005: 73) kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif dan jarak fisik yang sangat dekat.
2.2.6.1 Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi Komunikasi Antarpribadi (KAP) merupakan komunikasi yang paling efektif dalam merubah sikap dan prilaku komunikan. Oleh karena itulah, KAP dipandang sebagai salah satu strategi ampuh yang dapat digunakan dalam mengubah perilaku maupun watak seseorang (komunikan). Komunikasi antarpribadi tentu berbeda dengan komunikasi dengan diri sendiri (Intrapersonal Communication), komunikasi kelompok, organisasi dan massa. Berikut penulis paparkan ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang efektif menurut Joseph A. Devito adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.
Keterbukaan (openness) Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Aspek pertama, komunikator interpersonal yang efektif haruslah terbuka kepada komunikannya. Ini tidaklah berarti bahwa seseorang harus dengan segera membuka semua riwayat hidupnya. Aspek kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis dan tidak tanggap pada umumnya merupakan komunikan yang menjemukan. Bila ingin komunikan bereaksi terhadap apa yang komunikator ucapkan, komunikator harus dapat memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran dimana komunikator mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang diungkapkannya adalah miliknya dan ia bertanggung jawab atasnya. 2. Empati (empathy) Kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang sehingga dapat mengkomunikasikan empati, baik secara verbal maupun non-verbal. 3. Dukungan (supportiveness) Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung 4. Rasa positif (positiveness) Seseorang harus memiliki perasaan positif dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi dan menciptakan situasi komunikasi yang kondusif untuk interaksi yang efektif. 5. Kesetaraan (Equality) Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. (Liliweri, 1991:31) Menurut Barnlud (1968), komunikasi antar pribadi merupakan pertemuan antara dua orang atau empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur. (dalam hidayat, 2012:14) Sedangkan menurut Kathleen S. Verdeber el al (2007), komunikasi antar pribadi merupakan proses melalui mana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab secara timbal-balik dalam menciptakan rasa.(dalam Budyatna, 2011:14)
Universitas Sumatera Utara
2.2.6.2 Sifat-sifat Komunikasi Antarpribadi Adapun sifat-sifat komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut: 1.
Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal.
2.
Melibatkan pernyataan atau ungkapan yang spontan.
3.
Komunikasi antarpribadi tidaklah statis melainkan dinamis.
4.
Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi (pernyataan yang satu harus berkaitan dengan yang lain sebelumnya.)
5.
Dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik.
6.
Komunikasi antarpribadi merupakan suatu kegiatan dan tindakan.
7.
Melibatkan didalamnya bidang persuasif.
2.2.7 Negosiasi Salah satu keterampilan komunikasi yang sering kali kita laksanakan adalah negosiasi. Negosiasi dapat terjadi setiap hari antar anggota keluarga, di toko, kampus atau di tempat kerja. Secara sederhana negosiasi terjadi bila orang lain memiliki apa yang kita inginkan dan kita bersedia menukarnya dengan apa yang diinginkan mereka. Menurut Roy J. Lewicki, Bruce Barry, dan David M. Saunders di dalam bukunya Negotiation International Edition 2010 yang menggambarkan bahwa manusia pada umumnya melakukan kegiatan negosiasi disetiap saat. Negosiasi itu sendiri merupakan usaha pendekatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih untuk saling menyamakan ketertarikannya terhadap pihak lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adapun defenisi negosiasi adalah sebagai berikut : 1.
Proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain;
2.
Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak bersengketa. (kbbi.web.id/negosiasi, diakses pada 5 Juli 2015)
Universitas Sumatera Utara
2.2.7.1 Tujuan Negosiasi Adapun tujuan negosiasi adalah sebagai berikut: 1.
Untuk menemukan suatu kesepakatan kedua belah pihak.
2.
Untuk memenuhi harapan/keinginan kedua belah pihak.
3.
Untuk mendapatkan sebuah keuntungan atau menghindari kerugian, atau memecahkan problem lain. Dalam melakukan negosiasi terdapat 6 tahapan penting yang harus
dilakukan: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persiapan meliputi: Mengumpulkan informasi. Menentukan tim negosiasi. Mengusahakan mengenal lebih banyak profil pihak lawan, tujuannya adalah menumbuhkan kepercayaan diri dan kesiapan melakukan negosiasi. Kontak pertama Tahap ini adalah tahap pertemuan secara langsung antara kedua belah pihak yang terlibat dalam proses negosiasi. Tahap penilaian yang berlangsung diantara para negosiator dan biasanya pada tahap ini akan memunculkan kesan pertama antara kedua belah pihak. Konfrontasi Tahap ini adalah tahap dimana sering terjadinya adu argumentasi antara kedua belah pihak terhadap segala sesuatu yang dinegosiasikan. Pada tahap ini terdapat perbedaan dan potensi perdebatan yang semakin memanas dan biasanya tidak terkendali disebabkan kurangnya pengendalian emosi. Konsiliasi Bentuk konsiliasi adalah melakukan tawar-menawar untuk memperoleh titik temu atau kesepakatan yang betul-betul disepakati dan bermanfaat bagi kedua belah pihak. Seperti halnya proses tawar-menawar antara penjual dan pembeli. Solusi Tahap dimana kedua belah pihak mulai saling menerima dan memberi, atau dimana para negosiator mulai menemukan titik kesepakatan bagi kedua belah pihak dengan cara mereka masing-masing dengan mengembangkan sikap relasional yaitu sikap yang selalu berorientasi untuk menanggung bersama dan menumbuhkan sikap saling memberi solusi terbaik bagi kedua belah pihak. Pasca negosiasi Tahap ini adalah tahap terakhir dari negosiasi yaitu bentuk konsolidasi bagi kedua belah pihak, apakah masing-masing pihak benar-benar memiliki komitmen atas segala yang telah disepakati bersama.
Universitas Sumatera Utara
2.2.7.2 Tipe Negosiator Berikut ini adalah tipe-tipe negosiator yang sering sekali kita jumpai dalam melakukan komunikasi: 1.
Negosiator curang Negosiator yang hanya memikirkan bagaimana untuk menang dalam bernegosiasi dan menghalalkan segala cara untuk mengalahkan lawan.
2.
Negosiator profesional Orang yang melakukan negosiasi dengan mengetahui pokok permasalahan yang akan dinegosiasikan dan juga tahu bagaimana memperoleh apa yang diinginkan, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik dan mengetahui banyak tentang profil lawan.
3.
Negosiator bodoh Negosiator yang cenderung menghendaki kekalahan diantara kedua belah pihak, yang penting baginya adalah tidak ada yang menang diantara kedua belah pihak.
4.
Negosiator naif Orang yang melakukan negosiasi namun tidak siap dan tidak tahu pokok persoalan yang akan dinegosiasikan, cenderung percaya begitu saja terhadap lawan dan kalau perlu bersedia memberikan apa saja yang diminta lawan negosiator. ( sumber: https:// repository.ung.ac.id, diakses pada tanggal 5 Juli 2015)
2.2.7.3 Strategi Negosiasi Negosiator yang baik harus mampu membangun kerangka dasar yang penting agar dapat menghasilkan hasil negosiasi yang baik bagi kelompok yang dibelanya, artinya seorang negosiator harus mampu menetapkan strategi negosiasi agar kelompok yang dibelanya merasa keputusan yang dibuat dalam suatu proses perundingan memihak mereka. Menurut Partao (2006:48), adapun strategi negosiasi yang dapat dicoba oleh seorang negosiator adalah sebagai berikut: 1.
Collaborative (win-win) Dilakukan agar masing-masing pihak yang bernegosiasi bisa mencapai kepentingannya. Strategi ini sama dengan integrative negotiation atau positive sum game, dimana lebih mengutamakan keutungan kedua belah pihak. Disamping itu, strategi ini lebih menekankan pada problem solving.
Universitas Sumatera Utara
2.
3.
4.
5.
Competitive (win-lose) Sesuai dengan makna dasarnya bahwa pihak yang bernegosiasi saling bersaing untuk mendapatkan keuntungannya sendiri. Strategi ini bertolak belakang dengan strategi collaborative tentunya, dan termasuk kedalam distributive negosiation atau zero sum game sebab yang diperjuangkan biasanya adalah sumber daya. Compromise (split the difference) Digunakan untuk mencari jalan tengah permasalahan dan menemukan solusi bersama. Namun sayangnya, masing-masing negosiator tidak mencapai kepentingannya secara penuh. Acommodative (lose to win) Digunakan untuk mengalah terlebih dulu dalam negosiasi, namun dibalik itu ia sudah menyiapkan rencana lain untuk memenangkan kepentingannya. Avoid (lose-lose) Strategi untuk menghindari terjadinya konflik. Pada akhirnya pihak yang bernegosiasi akan merasa bahwa kepentingannya tidak ada yang terakomodasikan, sehingga mereka memilih strategi ini. (sumber: http://lib.ui.ac.id, diakses pada 5 Juli 2015)
2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka adalah hasil pemikiran yang rasional yang merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada perumusan hipotesa. (Nawawi, 2001:40) Kerangka pemikiran menggambarkan bagaimana suatu permasalahan penelitian dijabarkan. Dalam penelitian ini, kerangka pemikirannya digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
OPINI PKL Pendapat Strategi Komunikasi Satpol PP
Kepercayaan
Kota Medan Yang lama
Fantasi Prasangka
Aspirasi
Kelemahan Strategi Komunikasi Satpol PP kota Medan
Satpol PP kota Medan
K. Kelompok
K. Antarpribadi
Kadar Spontanitas Strukturalisasi Sasaran Ukuran Sifat Permanen Identitas diri
N E G O S I A S I
Keterbukaan Empati Dukungan Rasa Positif Kesetaraan
Pandangan Strategi Komunikasi Baru Yang Dapat Dicoba
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti
Universitas Sumatera Utara