BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar Menurut Muhibbin (2009: 63) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada disekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Menurut Gagne dalam Suprijono (2011: 2), belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Skinner dalam Sagala (2010: 14), menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian perilaku yang berlangsung secara progresif. Slameto (2003: 5) menyatakan belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 17), belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian, ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad 2011: 3) mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku itu adalah tindakan yang dapat diamati. Dengan kata lain perilaku adalah suatu tindakan yang dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau beberapa tindakan yang dapat diamati”.
8
9 Darsono
(2002:
24-25)
secara
umum
menjelaskan
pengertian
pembelajaran sebagai “suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik”. Secara khusus pembelajaran dapat diartikan sebagai berikut: 1) Teori Behavioristik, mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha guru membentuk
tingkah
laku
yang
diinginkan
dengan
menyediakan
lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau reinforcement (penguatan). 2) Teori Kognitif, menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari. Teori Gestalt, menguraikan
bahwa
pembelajaran
merupakan
usaha
guru
untuk
memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga peserta didik lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu gestalt (pola bermakna). 3) Teori Humanistik, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya. 2. Motivasi Belajar Menurut Sardiman (2007: 75), motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Tugas guru adalah mendorong para siswa agar pada dirinya tumbuh motivasi. Hubungannya dengan kegiatan belajar yaitu bagaimana menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa melakukan aktivitas belajar sehingga peran guru sangat penting. Guru perlu melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik. Memberikan motivasi
10 kepada seseorang siswa, berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Hakekat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Suprijono, 2011: 162-163). Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar (Dimyati dan Mudijono, 2002: 80). Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 80-81) terdapat tiga komponen utama dalam motivasi yaitu (1) kebutuhan, (2) dorongan, dan (3) tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan yang berorientasi pada pemenuhan harapan dan pencapaian tujuan. Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu yang mengarah pada perilaku belajar. Menurut Oemar Hamalik dalam Dalyono (2002) perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang mempumyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya. Dalam proses belajar mengajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Motivasi dibagi menjadi dua yaitu : 1. Motivasi Intrinsik, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik bila tujuannya inheren dengan situasi belajar dan bertemu dengan kebutuhan dan tujuan
11 siswa untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran tersebut. Selain itu siswa yang mempunyai motivasi intrinsik dalam belajar akan selalu ingin maju dalam belajar karena dilatarbelakangi pikiran positif pada semua mata pelajaran. 2. Motivasi Ekstrinsik, yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik apabila siswa menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar. Siswa belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang dipelajarinya, misal untuk mencapai angka tinggi, diploma, gelar, kehormatan, dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik diperlukan agar siswa termotivasi untuk belajar. Menurut Hamzah (2009: 23) motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya keiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Banyak ahli telah mengemukakan pengertian motivasi dari berbagai sudut pandang mereka masing-masing namun intinya sama, yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sardiman (2007: 85), motivasi alam belajar mempunyai fungsi sebagai berikut:
12 1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan ynag hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Menurut Sardiman (2007: 83) seseorang yang termotivasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). (b) Ulet menghadapi kesulitaan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya). (c) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah. (d) Lebih senang bekerja mandiri (e) Cepat bosan pada tugas-tugas rutin. (f) Dapat mempertahankan pendapatnya. (g) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. (h) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
3. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar dapat juga dikatakan sebagai hasil akhir dari proses belajar mengajar di kelas serta merupakan perwujudan dari kemampuan diri yang optimal setelah menerima pelajaran.
13 Bloom dalam Sudjana (2011: 22) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu : a. Ranah Kognitif yaitu ranah yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. b. Ranah Afektif yaitu ranah yang berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. c. Ranah Psikomotor yaitu ranah yang berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek dalam ranah ini yaitu gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan dan ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi aspek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitif yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan dan pemahaman yang merupakan kognitif tingkat rendah sedangkan kognitif tingkat tinggi terdiri dari aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi. Keenam aspek tersebut merupakan ejaan lama yang dikemukakan oleh Bloom sedangkan ejaan Bloom yang terbaru telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl yaitu Mengingat, Memahami, Mengaplikasikan, Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta. Ranah kognitif dalam pembelajaran menekankan pada sejauh mana tingkat pemahaman dan pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran yang diingat dan dihafalnya sehingga diperlukan cara yang dapat memudahkan siswa untuk mengingat materi pelajaran. Pencapaian hasil belajar siswa dapat diketahui dengan menggunakan tes hasil belajar. Hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan kegiatan belajar
14 mengajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011: 22). Dimyati dan Mudjiono (2002: 3) menyatakan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar. Menurut Sardiman (2007: 49) hasil belajar dikatakan baik apabila bisa memiliki ciri-ciri diantaranya yaitu (1) hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Peran guru yaitu senantiasa menjadi pembimbing dan pelatih yang baik bagi para siswa yang akan menghadapi ujian. Jika hasil tersebut tidak tahan lama dan lekas hilang maka pengajaran tidak efektif. (2) hasil merupakan pengetahuan asli atau otentik. Pengetahuan hasil proses belajar-mengajar itu bagi siswa seolah-olah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan dapat memengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna bagi diri pebelajar. Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas mengenai hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar berasal dari apa yang telah diperoleh dalam proses pembelajaran yang ditandai dengan perubahan perilaku siswa serta menggambarkan ketercapaian tujuan pembelajaran yang diwujudkan dalam bentuk nilai tes pada materi tertentu. Hasil belajar yang benar dan efektif adalah hasil belajar yang tahan lama diingat oleh siswa sebagai pengetahuan asli serta mempengaruhi cara pandang siswa terhadap permasalahan dalam proses pembelajaran.
4. Efektivitas Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Hasil yang mendekati sasaran berarti makin tinggi efektivitasnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan atau ukuran yang menunjukkan adanya pengaruh atau hasil yang diharapkan. Menurut Trianto (2009: 20) suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran yaitu : a. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM.
15 b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa. c. Ketepatan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan. d. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung bukti tanpa mengabaikan butir.
5. Pembelajaran Geografi Manusia sebagai salah satu unsur geografi yang juga menjadi objek studi geografi, ada dalam konteks biosfer. Hanya dalam hal ini sebagai unsur pokok dalam geografi lainnya (man ecological dominant). Baik studi geografi maupun pengajaran geografi, hakikatnya berkenaan dengan aspek keruangan permukaan bumi (geosfer) dan faktor-faktor geografis alam lingkungan dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, Sumaatmadja (2001: 12-13) menyatakan, ruang lingkup pengajaran geografi sama dengan ruang lingkup geografi meliputi: (1) alam lingkungan yang menjadi sumber daya kehidupan manusia; (2) penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya; (3) interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi; (4) kesatuan regional yang merupakan perpaduan antara darat, perairan, dan udara di atasnya. Sumaatmadja (2001: 13) menyatakan ruang lingkup tersebut menjadi ciri khas pengajaran geografi. Materi geografi selalu digali di permukaan bumi pada suatu lokasi untuk mengungkapkan corak kehidupan manusia yang memberikan ciri khas pada wilayah yang bersangkutan sebagai hasil interaksi faktor-faktor geografis pada lokasi yang bersangkutan. Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Jenjang Pendidikan SMA, tujuan mata pelajaran Geografi adalah sebagai berikut: a. Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan, b. Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi,
16 c. Menampilkan
perilaku
peduli
terhadap
lingkungan
hidup
dan
memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat. Memang dari segi substansi, kajian geografi membentang dari obyek/fenomena, litosfer, hidrosfer, atmosfer, biosfer, antroposfer. Bila diperhatikan secara seksama, substansi geografi memang dapat dikatakan hampir overlap dengan bidang ilmu lain. Hal yang membedakan adalah sudut pandang spasial. Geografi menelaah semua substanisnya dari sudut pandang spasial. Geografi Ekonomi dan Ilmu Ekonomi memiliki kemiripan substansi. Hal yang membedakan adalah geografi ekonomi menelaah substansi itu dari pandangan spasial. Pandangan spasial inilah yang mengharuskan penggunaan peta; baik peta kerja, peta hasil maupun peta rekomendasi. Dalam bidang pembelajaran, peta digunakan untuk media internalisasi konsep spasial. Maka menggunakan peta sebagai media pembelajaran seluruh materi pembelajaran geografi adalah suatu keharusan. Dan perkembangan teknologi informasi memberikan keuntungan yang sangat berarti dalam teknologi informasi geospasial yang aplikasinya sangat membantu dalam penyiapan peta-peta tematik (peta geografi) bagi media pembelajaran.
6. Metode Pembelajaran Dalam proses belajar mengajar, guru harus mampu memilih dan menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut metode pembelajaran. Menurut pandangan lama, pembelajaran adalah penyampaian pengetahuan kepada siswa. Alvin W. Howard dalam Slameto (2003: 32) berpandangan bahwa “pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mendapatkan, mengubah, atau
mengembangkan
skill,
attitude,
ideals
(cita-cita),
appreciations
(penghargaan) dan knowledge (pengetahuan). Dalam pengertian itu guru harus berusaha membawa perubahan tingkah laku yang baik bagi siswanya. Sardiman (2010: 47) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan berlangsungnya proses belajar.
17 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah menyampaikan pengetahuan, membimbing, mengarahkan dan mendorong siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode (method) secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan menggunakan fakta atau konsep-konsep secara sistematis. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru guna kepentingan pembelajaran agar siswa dapat belajar efektif, efisien dan tercapainya tujuan yang ditetapkan. Menurut Slameto (2003: 82) “metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Jadi secara umum metode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar mengajar dan tercapainya prestasi belajar yang memuaskan. Metode yang akan digunakan melaksanakan pembelajaran di kelas harus lebih dikenal dan dipahami untuk dipilih yang paling tepat untuk membawa siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Salah satu metode yang dapat dipertimbangkan adalah belajar dengan kerjasama (Cooperative learning) dalam kelompok kecil yang heterogen. Eggen dan Kauchak dalam Alinah (2012: 45) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar peserta didik saling membatu dalam mempelajari sesuatu. Ardana dalam Alinah (2012: 45) mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang sukses menggunakan kelompok kecil, dengan kemampuan peserta didik yang berbeda (heterogen), menggunakan berbagai aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang pokok bahasan yang dipelajari. Suprijono (2011: 58) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Terdapat unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
18 Menurut Purwanto dalam Alinah (2012: 45) Ciri-ciri pembelajaran Kooperatif dalam Pelatihan Pembelajaran Kontekstual antara lain: 1. Untuk menuntaskan materi belajarnya, peserta didik belajar dalam kelompok secara kooperatif, 2. Kelompok peserta didik dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, 3. Jika dalam kelas, terdapat peserta didik yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar tiap kelompokpun terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, 4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. Lie (2010: 28) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan peserta didik lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya peserta didik bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektifvitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok pada umumnya. Menurut Suprijono (2011: 59) “ Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama ”. Terdapat lebih dari sepuluh metode pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan pada dunia pendidikan, diantaranya dua metode yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Problem Based Learning (PBL) dan metode Team Assisted Individualization (TAI).
19 a. Metode Team Assisted Individualization (TAI). Pada dasarnya para siswa memasuki kelas dengan berbekal pengetahuan, keterampilan dan motivasi yang berbeda-beda, sehingga ketika
guru
menyampaikan
suatu
materi
pelajaran
dalam
kelas,
kemungkinan beberapa siswa belum mempunyai keterampilan prasarat untuk mempelajari materi tersebut, sehingga dapat dengan cepat dan waktu yang tersisa akan terbuang percuma. Untuk mengatasi masalah diatas, pembelajaran kooperatif metode Team
Assisted
Individualitation
(TAI)
merancang
sebuah
bentuk
pembelajaran kelompok dengan cara meyeluruh para siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok pembelajaran kooperatif dan bertanggungjawab dalam pengaturan dan pengecekan secara rutin, sehingga membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Menurut Slavin
(2008:
195)
menyatakan
bahwa
“Metode
Team
Assisted
Individualitation (TAI) bergantung pada pengaturan khusus materi-materi pengajaran dan memiliki paduan implementasinya sendiri”. Menurut Slavin (2008: 195) secara umum metode TAI terdiri dari 8 komponen utama, yaitu : 1. Kelompok (teams) Kelompok yang dibentuk beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Kelompok tersebut merupakan kelompok heterogen yang mewakili hasil-hasil akademis dalam kelas, jenis kelamin dan suku atau etnik. Fungsi kelompok untuk memastikan bahawa semua anggota kelompok ikut belajar. 2. Tes Penempatan (Placement Test) Siswa diberi pre-test pada awal permulaan pembelajaran. Hasil dari pretest digunakan untuk membuat kelompok. 3. Materi Kurikulum Pada proses pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang terdapat pada kurikulum yang berlaku.
20 4. Kelompok Belajar Siswa dalam kelompok mendengarkan presentasi guru dan mengerjakan lembar kerja. Jika ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya pada anggota lainnya, kalau belum paham juga baru meminta penjelasan dari guru. 5. Penilaian dan Pengakuan Tim Pada akhir minggu guru menghitung skor kelompok. Skor ini didasarkan pada nilai tes yang dilaksanakan. Tujuan dari pemberian skor ini adalah untuk memberikan kriteria penghargaan pada kelompok. 6. Mengajar Kelompok Pada saat guru memulai materi baru, guru mengajarkan materi pokok selama 10 menit sampai 15 menit secara klasikal kepada siswa-siswa yang telah dikelompokkan dengan anggotanya yang heterogen. 7. Tes Fakta Pada setiap sub pokok bahasan berikan tes (lembar kerja) secara individu untuk mengetahui pemahaman individu. 8. Mengajar Seluruh Kelas Setelah akhir dari pengajaran suatu materi, guru menghentikan program pengelompokan dan menjelaskan konsep-konsep yang belum dipahami dengan strategi pemecahan masalah yang relevan. Slavin (2008: 191) menyatakan bahwa metode TAI mempunyai kelebihan-kelebihan, sebagai berikut : 1. Guru akan terlibat secara minimal dalam pengaturan dan pengecekan rutin. 2. Guru akan menggunakan paling sedikit separuh waktunya mengajar dalam kelompok. 3. Pelaksanaan program baik untuk guru atau siswa cukup sederhana. 4. Siswa akan termotivasi pada hasil secara teliti dan cepat. 5. Para siswa akan mengecek pekerjaan satu sama lain. 6. Mengurangi perilaku yang mengganggu. 7. Mengurangi konflik antar pribadi.
21 8. Program ini sangat membantu siswa yang berkemampuan lemah. 9. Menimbulkan sikap positif siswa. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode TAI adalah metode pembelajaran kooperatif dimana pembuatan kelompok didasarkan pada hasil test yang sebelumnya telah dilakukan, saat bekerja dalam kelompok siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah serta peran guru mendampingi dan membimbing setiap kelompok, kemudian pada akhir pembelajaran diadakan penilaian individu yang dilakukan oleh teman kelompok masing-masing. b. Metode Problem Based Learning (PBL) Metode Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapat pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistematik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karir dan kehidupan sehari-hari
(Taufiq,
2009:
21). Problem
Based
Learning
(PBL)
mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai. “PBL education is based on the students background, expectations and interests. It is a very common experience that students are more motivated and work much harder with the PBL model than with traditional teaching methods”. Menurut pendapat dari Graff dan Anette (2003: 4) diatas, bahwa pembelajaran PBL didasarkan pada latar belakang, harapan dan minat siswa. Hal ini merupakan pengalaman umum yang siswa dapat dan siswa lebih termotivasi serta bekerja lebih keras dengan metode PBL dibandingkan dengan metode pengajaran tradisional. Problem Based Learning (PBL) mempunyai perbedaan penting dengan pembelajaran penemuan. Pada pembelajaran penemuan didasarkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin ilmu dan penyelidikan siswa
22 berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas dalam ruang lingkup kelas, sedangkan Problem Based Learning (PBL) dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna dimana siswa mempunyai kesempatan dalam memlilih dan melakukan penyelidikan apapun baik di dalam maupun di luar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah. Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi, pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pada metode Problem Based Learning (PBL) siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi. Sintak operasional PBL bisa mencakup antara lain sebagai berikut: 1. Pertama-tama siswa disajikan suatu masalah. 2. Siswa mendiskusikan suatu masalah tersebut dalam kelompok kecil, mereka
mengklarifikasi
fakta-fakta
suatu
kasus
kemudian
mendefinisikan sebuah masalah. Mereka mengeluarkan semua ide dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya. Kemudian mereka mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak ketahui, lalu mereka menelaah masalah tersebut untuk dicari solusi nya. 3. Siswa terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan masalah di luar bimbingan guru. Hal ini bisa mencakup: perpustakaan, database, website, masyarakat dan observasi. 4. Siswa kembali pada tutorial PBL lalu saling sharing informasi, melalui peer teaching atau cooperative learning atas masalah tertentu. 5. Siswa menyajikan solusi atas masalah.
23 6. Siswa mereview atas apa yang mereka pelajari selama ini, semua yang ikut berpartisipasi harus ikut pula dalam mereview semua nya. Jadi, Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
7. Materi Pelajaran Materi pelajaran pada penelitian ini adalah menganalisis pemanfaatan dan pelestarian lingkungan hidup dengan kompetensi dasar mendeskripsikan pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Materi tersebut menjelaskan tentang; 1) konsep pelestarian lingkungan hidup, 2) upaya pelestarian lingkungan hidup, 3) tindakan yang mencerminkan pelestarian lingkungan hidup dan 4) pentingnya pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan.
B. Penelitian yang Relevan Rizky Septiana Nurdi (2014) melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Geografi (Pokok Bahasan Pelestarian Lingkungan Hidup Pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngraho Kabupaten Bojonegoro Tahun Ajaran 2013/2014). Penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar Geografi pada pokok bahasan pelestarian lingkungan hidup siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri Ngraho Kabupaten Bojonegoro tahun ajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam dua siklus dan setiap siklus terdapat 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngraho
24 Kabupaten Bojonegoro semester genap tahun ajaran 2013/2014 untuk mata pelajaran geografi, dengan jumlah 30 siswa, yang terdiri dari 11 siswa perempuan dan 19 siswa laki-laki. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: dokumentasi, observasi, wawancara, dan tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngraho Kabupaten Bojonegoro pada kompetensi dasar 3.2. Menganalisis Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya Dengan Pembangunan Berkelanjutan. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan hasil pengamatan prasiklus ke siklus i dari 13,33% menjadi 66,67%, meningkat 53,34%. Siklus i ke siklus ii dari 66,67% menjadi 86,67%, meningkat 20%. (2) penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngraho Kabupaten Bojonegoro pada kompetensi dasar 3.2. Menganalisis
Pelestarian
Lingkungan
Hidup
Dalam
Kaitannya
Dengan
Pembangunan Berkelanjutan. Hal tersebut dapat ditunjukkan berdasarkan hasil tes pada prasiklus ke siklus i dari 16 siswa yang sudah tuntas (53,3%) menjadi 20 siswa yang sudah tuntas (66,7%), meningkat 13,4%. Siklus i ke siklus ii dari 20 siswa yang sudah tuntas (66,7%) menjadi 25 siswa yang sudah tuntas (83,3%), meningkat 16,6%. Mega Nusantara Putri (2012) melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Penggunaan Metode Numbered Heads Together ( NHT ), Team Assisted Individualization ( TAI ), Dan Ceramah Tanya Jawab Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa kelas X SMA Negeri 2 Boyolali Tahun 2011 / 2012”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui : (1) perbedaan hasil belajar Geografi antara yang menggunakan metode pembelajaran Numbered Heads
Together
(NHT),
dengan
metode
pembelajaran
Team
Assisted
Individualization (TAI) dan metode pembelajaran ceramah tanya jawab pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya Terhadap Kehidupan di Muka Bumi Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Boyolali Tahun 2011/2012. (2) perbedaan hasil belajar Geografi antara yang menggunakan metode pembelajaran
25 Numbered Heads Together (NHT) dengan metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya Terhadap Kehidupan di Muka Bumi Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Boyolali Tahun 2011/2012. (3) perbedaan hasil belajar Geografi antara yang menggunakan metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dengan metode
pembelajaran
Ceramah
Tanya
Jawab
pada
Kompetensi
Dasar
Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya Terhadap Kehidupan di Muka Bumi Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Boyolali Tahun 2011/2012. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian eksperimen. Populasi siswa kelas X SMA Negeri 2 Boyolali tahun ajaran 2011/2012. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu dengan mengomparasikan 3 metode pembelajaran NHT, TAI, dan ceramah tanya jawab. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis varian satu arah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) terdapat perbedaan hasil belajar Geografi yang signifikan antara menggunakan metode pembelajaran NHT dengan metode pembelajaran TAI, dan metode pembelajaran ceramah tanya jawab pada kompetensi dasar menganalisis hidrosfer dan dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi siswa kelas X SMA Negeri 2 Boyolali tahun 2011 / 2013 yang ditunjukkan dengan harga Fhitung>Ftabel (17.941>3.088). (2) Terdapat perbedaan hasil belajar Geografi yang signifikan antara menggunakan metode NHT dengan TAI ditunjukkan dengan harga Qhitung>Qtabel (3.978>3.82). (3) Terdapat perbedaan hasil belajar Geografi yang signifikan antara menggunakan metode NHT dengan ceramah ditunjukkan dengan harga Qhitung>Qtabel (8.466>3.82). (4) Terdapat perbedaan hasil belajar Geografi yang signfikan antara menggunakan metode TAI dengan ceramah ditunjukkan dengan harga Qhitung>Qtabel (4.488 >3.82). Dwi Ernawati (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan Model Pembelajaran Konvensional Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas XI IS SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011”.
26 Tujuan penelitian tersebut adalah: (1) untuk mengetahui perbedaan pengaruh model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dan model pembelajaran konvensional terhadap prestasi akuntansi siswa kelas XI IS SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. (2) untuk mengetahui perbedaan pengaruh tingkat motivasi belajar tinggi dan tingkat motivasi belajar rendah terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas XI IS SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. (3) untuk mengetahui pengaruh interaksi model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas XI IS SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode eksperimen dengan desain faktorial 2x2. Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh siswa kelas XI IS SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 yang terdiri dari lima kelas (XI IS 1, XI IS 2, XI IS 3, XI IS 4 dan XI IS 5). Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IS 4 yang berjumlah 34 siswa yang digunakan sebagai kelas kontrol dan kelas XI IS 5 yang berjumlah 34 siswa digunakan sebagai kelas eksperimen. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan tes prestasi belajar akuntansi materi kertas kerja dan laporan keuangan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan yang dilanjutkan dengan uji t. Uji pra syarat dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan uji Anderson Darling dan uji Homogenitas dengan uji F. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: 1) Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dan model pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar akuntansi, yang ditunjukkan dengan Fobs = 78,3 > F0,05;1,64 = 3988,2, 2) Terdapat perbedaan pengaruh signifikan antara siswa dengan tingkat motivasi belajar tinggi dan siswa dengan tingkat motivasi belajar rendah terhadap prestasi belajar akuntansi, yang ditunjukkan dengan Fobs = 299,26 > F0,05;1,64 = 3,988, 3) Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar akuntansi, yang dibuktikan dengan nilai F AB = 10,25 > F0,05;1,64 = 3,998.
27 Tabel 2.1. Penelitian Relevan
Rizky Septiana Nurdi (2014 )
Mega Nusantara Putri ( 2012 )
Dwi Ernawati ( 2011 )
Maulana Al Farisi ( 2015 )
Judul
Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Geografi (Pokok Bahasan Pelestarian Lingkungan Hidup Pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngraho Kabupaten Bojonegoro Tahun Ajaran 2013/2014).
Efektivitas Penggunaan Metode Numbered Heads Together ( NHT ), Team Assisted Individualization ( TAI ), Dan Ceramah Tanya Jawab Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa kelas X SMA Negeri 2 Boyolali Tahun 2011 / 2012.
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan Model Pembelajaran Konvensional Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas XI IS SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011.
Tujuan
1. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar Geografi pada pokok bahasan pelestarian lingkungan hidup siswa.
1. Mengetahui 1. Mengetahui perbedaan hasil perbedaan belajar Geografi pengaruh model antara metode pembelajaran pembelajaran berbasis masalah Numbered Heads (Problem Based Together (NHT) Learning) dan dengan metode model Team Assisted pembelajaran Individualization konvensional (TAI) dan ceramah. terhadap prestasi 2. Mengetahui akuntansi siswa. perbedaan hasil 2. Mengetahui belajar Geografi perbedaan antara metode pengaruh tingkat Numbered Heads motivasi belajar Together (NHT) tinggi dan tingkat dengan metode motivasi belajar Team Assisted rendah terhadap Individualization prestasi belajar (TAI). akuntansi siswa.
Efektivitas Metode Team Assisted Individualization (TAI) dengan Metode Problem Based Learning (PBL) Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 3 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015 (Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya Dengan Pembangunan Berkelanjutan). 1. Mengetahui efektivitas pembelajaran antara metode Team Assisted Individualization (TAI), metode Problem Based Learning (PBL) dan metode ceramah terhadap motivasi dan hasil belajar Geografi. 2. Mengetahui efektivitas pembelajaran antara metode Team Assisted Individualization
28 3. Mengetahui perbedaan hasil belajar Geografi antara metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dengan metode Ceramah.
Metode Hasil
PTK
Eksperimen Semu
1. Model Problem 1. Terdapat Based Learning perbedaan hasil (PBL) dapat belajar Geografi meningkatkan yang signifikan motivasi belajar antara metode siswa Hal NHT dengan tersebut metode ditunjukkan pembelajaran TAI, berdasarkan hasil dan metode pengamatan ceramah. yang prasiklus ke ditunjukkan siklus i dari dengan harga
3. Mengetahui pengaruh interaksi model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar akuntansi siswa.
(TAI) dengan metode ceramah terhadap motivasi dan hasil belajar Geografi. 3. Mengetahui efektivitas pembelajaran antara metode Problem Based Learning (PBL) dengan metode ceramah terhadap motivasi dan hasil belajar Geografi. 4. Mengetahui efektivitas pembelajaran antara metode Team Assisted Individualization (TAI) dengan metode Problem Based Learning (PBL) terhadap motivasi dan hasil belajar Geografi.
Eksperimen Semu
Eksperimen Semu
1. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara model PBL dan model konvensional terhadap prestasi belajar akuntansi, yang ditunjukkan dengan Fobs =
-
29 13,33% menjadi Fhitung>Ftabel 66,67%, (17.941>3.088) meningkat 2. Terdapat 53,34%. Siklus i perbedaan hasil ke siklus ii dari belajar Geografi 66,67% menjadi yang signifikan 86,67%, antara metode meningkat 20%. NHT dengan TAI 2. Model Problem ditunjukkan Based Learning dengan harga (PBL) dapat Qhitung>Qtabel meningkatkan (3.978>3.82). hasil belajar 3. Terdapat siswa. Hal perbedaan hasil tersebut dapat belajar Geografi ditunjukkan yang signifikan berdasarkan hasil antara metode tes pada NHT dengan prasiklus ke ceramah siklus i dari 16 ditunjukkan siswa yang sudah dengan harga tuntas (53,3%) Qhitung>Qtabel menjadi 20 siswa (8.466>3.82). yang sudah 4. Terdapat tuntas (66,7%), perbedaan hasil meningkat belajar Geografi 13,4%. Siklus i yang signfikan ke siklus ii dari antara metode TAI 20 siswa yang dengan ceramah sudah tuntas ditunjukkan (66,7%) menjadi dengan harga 25 siswa yang Qhitung>Qtabel sudah tuntas (4.488 >3.82). (83,3%), meningkat 16,6%.
78,3 > F0,05;1,64 = 3988,2, 2. Terdapat perbedaan pengaruh signifikan antara siswa dengan tingkat motivasi belajar tinggi dan siswa dengan tingkat motivasi belajar rendah terhadap prestasi belajar akuntansi, yang ditunjukkan dengan Fobs = 299,26 > F0,05;1,64 = 3,988, 3. Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar akuntansi, yang dibuktikan dengan nilai FAB = 10,25 > F0,05;1,64 = 3,998.
30 D. Kerangka Berfikir Kerangka berfikir disusun berdasarkan teori-teori yang telah di kemukakan di atas. Penelitian ini akan membandingkan efektivitas dua metode pembelajaran yaitu metode Team Assisted Individualization (TAI) dengan Problem Based Learning (PBL). Guru mata pelajaran Geografi SMA Negeri 3 Sukoharjo masih menggunakan metode ceramah terutama pada kompetensi dasar “mendeskripsikan pelestarian
lingkungan
hidup
dalam
kaitannya
dengan
pembangunan
berkelanjutan” pada siswa kelas XI IPS. Pembelajaran klasikal dengan menggunakan metode ceramah sebenarnya tidak salah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran, namun penggunaannya juga harus disesuaikan dengan karakteristik materi agar tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajran. Penerapan metode TAI dan PBL lebih cocok diterapkan untuk membantu siswa dalam kegiatan pembelajaran yang mampu membentuk pola pikir mandiri serta
kerjasama
siswa
terutama
dalam
menyelesaikan
masalah
dan
mengimajinasikan dalam konteks nyata yang terkait dengan materi pada kompetensi dasar “Mendeskripsikan Pelestarian Lingkungan Hidup dalam Kaitannya dengan Pembangunan Berkelanjutan”. Media gambar permasalahan lingkungan dan video degradasi lingkungan digunakan pada kedua metode tersebut karena sesuai dengan karakteristik keduanya. Siswa diharapkan mampu mendeskripsikan dan menganalisis berbagai permasalahan lingkungan guna pelestarian pembangunan berkelanjutan. Media tersebut merupakan sarana penunjang dalam kegiatan pembelajaran pada metode TAI dan juga PBL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas antara metode Team Assisted Individualization (TAI) dengan metode Problem Based Learning (PBL). terhadap motivasi dan hasil belajar Geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Sukoharjo pada kompetensi dasar “mendeskripsikan pelestarian lingkungan hidup dalam
kaitannya
dengan
pembangunan
berkelanjutan”.
Penelitian
ini
menggunakan metode pembelajaran PBL sebagai kelas eksperimen 1 pada kelas XI IPS 2 dan metode pembelajaran TAI sebagai kelas eksperimen 2 pada kelas XI IPS 1, serta kelas kontrol menggunakan metode ceramah pada kelas XI IPS 3.
31 Setelah setiap kelas diberikan treatment (perlakuan) diperoleh nilai motivasi dan hasil belajar siswa yang kemudian akan dihitung dengan uji anava satu jalan untuk membuktikan hipotesis terhadap motivasi dan hasil belajar masing-masing metode yang diberikan, apakah ada perbedaan pada kelas kontrol (tidak diberi perlakuan) dengan kelas eksperimen (diberi perlakuan). Selain itu metode TAI dengan PBL dibandingkan untuk mengetahui efektivitas motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPS pada kompetensi dasar “Mendeskripsikan Pelestarian Lingkungan Hidup dalam Kaitannya dengan Pembangunan Berkelanjutan”.
32 Berdasarkan pemikiran diatas dapat digambarkan alur kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kondisi Metode Pembelajaran Awal
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Problem Based learning (PBL)
Team Assisted Individualization (TAI)
Ceramah
Proses Pembelajaran
Motivasi dan Hasil belajar dengan metode Problem Based Learning (PBL)
Motivasi dan Hasil belajar dengan metode Team Assisted Individualization (TAI)
Motivasi dan Hasil belajar dengan metode Ceramah
Efektivitas Metode Team Assisted Individualization (TAI) dengan metode Problem Based Learning (PBL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian
33 C. Perumusan Hipotesis 1. Metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) lebih efektif dibandingkan Problem Based Learning (PBL) dan ceramah terhadap motivasi dan hasil belajar Geografi pada kompetensi dasar “mendeskripsikan pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan” siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015. 2. Metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) lebih efektif dibandingkan ceramah terhadap motivasi dan hasil belajar Geografi pada kompetensi dasar “mendeskripsikan pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan” siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015. 3. Metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih efektif dibandingkan ceramah terhadap motivasi dan hasil belajar Geografi pada kompetensi dasar “mendeskripsikan pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan” siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015. 4. Metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) lebih efektif dibandingkan Problem Based Learning (PBL) terhadap motivasi dan hasil belajar Geografi pada kompetensi dasar “mendeskripsikan pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan” siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015.