BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Brady (dalam Aunurrahman, 2011: 146), mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru didalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011: 133), berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Agus Suprijono (2009: 46) Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran di kelas. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah perangkat rencana atau pola yang digunakan sebagai teknik untuk merancang, mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran. 2.1.2 Ciri Model Pembelajaran Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pendekatan, strategi, metode, dan teknik. Karena itu, suatu rancangan pembelajaran atau rencana
5
6 pembelajaran disebut menggunakan model pembelajaran apabila mempunyai empat ciri khusus, yaitu: 1) rasional
teoretik
yang
logis
yang
disusun
oleh
penciptanya
atau
pengembangnya 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai) 3) tingkah laku yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. 2.1.3 Unsur-unsur Model Pembelajaran Selain memperhatikan rasional teoretik, tujuan, dan hasil yang ingin dicapai, model pembelajaran memiliki lima unsur dasar (Joyce & Weil 1980), yaitu: 1. Syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran, 2. Social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran, 3. Principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa, 4. Support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, dan 5. Instructional dan nurturant effects, hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar (instructional effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant effects). 2.1.4 Tujuan Penggunaan Model Pembelajaran Dalam membelajarkan suatu materi (tujuan/kompetensi) tertentu, tidak ada satu model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran lainnya. Artinya, setiap model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat dipadukan dengan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus mempertimbangkan
antara
lain
materi
pelajaran,
jam
pelajaran,
tingkat
7 perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia. Dengan cara itu, tujuan (kompetensi) pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai. Hal itu sejalan dengan pemikiran Arends (1997:7) yaitu model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Hal itu dengan harapan bahwa setiap model pembelajaran dapat mengarahkan kita mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2.2 Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing 2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Model penemuan yang dipandu oleh guru (penemuan terbimbing) ini pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialok antara Socrates dan seorang anak, ( Conney dan Davis, 1975). Model ini melibatkan suatu interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Pada pembelajaran penemuan terbimbing, siswa dihadapkan pada situasi ia bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan, guru bertindak sebagai penunjuk jalan, mambantu siswa agar menggunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Dalam belajar penemuan, seseorang memanupulasi, membuat struktur mentransformasi informasi-informasi, sehingga mendapatan penemuan baru. Hal ini juga disampaikan oleh Bruner (Dalam Markaban, 2006: 9), bahwa penemuan adalah suatu proses, suatu jalan atau cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek dan menguji hipotesis. Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, di mana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan permasalahannya. Bruner (Dalam Dahar,1996:103) menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya
8 memberikan hasil yang baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, dapat menghasilkan pengetahuan yang benarbenar bermakna. Pembelajaran penemuan terbimbing merupakan salah satu bagian dari pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, namun dalam proses penemuan siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru, agar mereka lebih terarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Woolfolk yang menyatakan bahwa “Guided discovery is an adaptation of discovery learning, in which the teacher provides some direction”, yang artinya penemuan terbimbing merupakan adaptasi dari pembelajaran penemuan, dimana guru memberikan beberapa arahan.
2.2.2 Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Markaban ( 2006) agar pelaksanaan model pembelajaran penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru matematika sebagai berikut: 1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya. Perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. 2. Dari
data
yang diberikan
guru,
siswa
menyusun,
memproses,
mengorganisir dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah kearah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS 3. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukan 4. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat oleh siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan prakiraan siswa, sehingga akan menuju ke arah yang hendak dicapai.
9 5. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur, maka verbalitas konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. 6. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah penemuan itu benar.
2.2.3 Kelebihan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Suherman et al. (2001:179), menyatakan beberapa keunggulan model penemuan terbimbing: 1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir 2. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat 3. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat beajarnya meningkat 4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks 5. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri Berbeda dengan penemuan murni yang dikemukan diatas, penemuan terbimbing dipandu dan dibimbing oleh guru sehingga siswa mampu menemukan apa yang telah diberikan dan dipelajari. Beberapa alasan mengapa penemuan murni tidak efektif, oleh Markaban (2006: 9) dikatakan bahwa model penemuan murni kurang tepat karena pada umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk menemukan sesuatu. Hal ini terkait erat dengan karateristik pelajaran matematika yang lebih merupakan deduktive reasoning dalam perumusannya. Di samping itu, penemuan murni tantangan penemuanya dapat memakan waktu berharihari dalam pelaksanaannya atau bahwa siswa tidak dapat berbuat app-apa karena
10 tidak tahu, begitu pula dengan jalan penemuannya. Jelas bahwa penemuan murni kurang tepat untuk siswa sekolah dasar maupun menegah apabila tidak dengan bimbingan guru, karena materi matematika yang ada dalam kurikulum tidak banyak yang dapat dipelajari karena kekurangan waktu bahkan siswa cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan sendiri.
2.3 Hasil Belajar Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil belajar berasal dari dua kata dasar yaitu hasil dan belajar, istilah hasil dapat diartikan sebagai sebuah prestasi dari apa yang telah dilakukan. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku peserta didik yang diperoleh setelah mengikuti pembelajaran selama kurun waktu tertentu yang relatif menetap. Hal ini sesuai pendapat para ahli: 1. Definisi hasil belajar menurut Hamalik (2002): Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya. 2. Definisi hasil belajar menurut Dimyati (2002): Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Salah satu upaya mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar siswa itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan proses belajar adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes. Dari penjelasan beberapa ahli diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan perilaku siswa dalam bakat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar mengajar ialah perubahan tingkah laku,
11 baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan hasil belajar, termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru dalam pencapaian hasil belajar siswa.
2.3.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2003:54) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu: 2.3.1.1 Faktor Internal 1) Faktor Biologis (jasmaniah) Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh. Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olahraga serta cukup tidur. 2) Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Faktor psikologis ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, intelegensi. Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatakan faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Ketiga, bakat. Bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang.
12 2.3.1.2 Faktor Eksternal 1) Faktor Lingkungan Keluarga Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orangtua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya. 2) Faktor Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa disekolah mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib atau disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. 3) Faktor Lingkungan Masyarakat Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar. Masyarakat merupkan faktor eksteren yang juga berpengruh terhadap belajar siswa karena keberadaannya dalam masyarakat. Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah, lembagalembaga pendidikan nonformal, seperti kursus bahasa asing, bimbingan tes, pengajian remaja dan lain-lain. Dengan meperhatikan faktor-faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab-penyebab terhambatnya pembelajaran.
2.3.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan 1. Rikananda Puspitasari (2009). Dengan penelitian “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa kelas III melalui Penerapan Metode Guided Discovery. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas III SD Negeri Karangbangun, Jumapolo, Karanganyar melalui penerapan metode guided discovery. Penelitian ini menggunakan
13 metode Penelitian Tindakan Kelas yang berisi alur penelitian meliputi empat tahapan, dimulai dari perencaan tindakan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, tes hasil belajar, lembar observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif, yaitu keterkaitan antara tiga komponen antara lain: pengumpulan data/reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan: penerapan metode guided discovery dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas III SD N Karangbangun. Hal ini dilihat dari prosentase kenaikan nilai IPA siswa kelas III dari siklus I sampai siklus III. Pada siklus I, siswa mendapat nilai minimal 60 ada 9 anak atau 47,37%, pada siklus II siswa mendapat nilai minimal 60 ada 10 anak atau 52, 63% dari 19 siswa, siklus III siswa mendapat nilai 60 ada 17 anak atau 89, 47% dari 19 anak. Dari siklus I kemudian dilaksanakan siklus II, prestasi siswa mengalami prosentase kenaikan 5,26%; dari siklus II kemudian dilaksanakan siklus III, megalami prosentase kenaikan 36,84%. 2. Dian Adi Pamungkas (2011), Penelitian tentang model pembelajaran guided discovery, telah dilakukan oleh peneliti lain dalam bentuk penelitian PTK,
yaitu:, dengan
judul
penelitian “Peningkatan Motivasi
dan
Kedisiplinan Belajar Matematika Topik Segiempat melalui Pembelajaran Guided Discovery dengan Macromdedia Flash Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ngrampal Sragen. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan motivasi dan kedisiplinan belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan metode Guided Discovery. Jenis penelitian adalah PTK kolaboratif. Subyek penelitian yang dikenai tindakan adalah Siswa Kelas VIID SMPN 2 Ngrampal, berjumlah 35 Siswa. Metode pengumpulan data melalui observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi. Teknik analisis data secara deskriptif kualitatif dengan metode alur. Hasil penelitian ada peningkatan kedisiplinan dan motivasi belajar matematika siswa dapat dilihat dari banyaknya indikator siswa yang: (a) antusias siswa terhadap
14 pelajaran sebelum tindakan 54, 29% dan setelah tindakan 77,14%, (b) perhatian siswa terhadap pelajaran sebelum tindakan 51,43% dan setelah tindakan 74, 29% (c) mengemukakan ide sebelum tindakan 22,85% dan setelah tindakan 45,75% (d) antusias dalam mengerjakan soal-soal latihan sebelum tindakan 45,75% dan setelah tindakan 68,57% (e) kesiapan dalam mengikuti pelajaran sebelum tindakan 57,14% dan setelah tindakan 80% (f) hasil mengerjakan post test sebelum tindakan 48,57% dan setelah tindakan 58,57% (g) hasil pengumpulan tugas sebelum tindakan 51,43% dan setelah tindakan 71,43%. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa melalui metode guided discovery, dengan mengoptimalkan macromedia flash8 dapat meningkatkan kedisplinan dan motivasi belajar matematikan segi empat kelas VII. Dari beberapa hasil penelitian terdahulu diatas, relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena sama-sama meneliti tentang model pembelajaran guided discovery.
2.3.3 Kerangka Berpikir Pembelajaran matematika bangun datar khususnya dalam menghitung luas persegi dan persegi panjang ada sebagian siswa yang merasa kesulitan untuk pengerjaan dalam menentukan suatu bidang datar. Mereka akan menjadi sukar untuk menyelesaikan soal-soal tersebut. Metode ceramah sering dipandang sudah biasa bahkan cenderung membuat siswa merasa bosan dalam mengikuti proses pembelajaran, hal ini berdampak pada siswa terutama dalam hal keaktifan di mana siswa menjadi pasif. Oleh karena itu, perlu adanya penggunaan model-model pembelajaran yang dapat menjadikan siswa menjadi lebih aktif dan kreatif. Oleh karena itu penulis mencoba mengangkat masalah tentang Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) Terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika Kelas III SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.
15
Kelas Kontrol
Pretest
Pembelajaran seperti biasa yang dilakukan guru (konvesional)
Rata-rata nilai Posttest
Terdapat pengaruh yang signifikan dengan penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing dimana hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol
Kelas Eksperimen
Pretest
Pembelajaran dengan menggunakan ( Model Penemuan Terbimbing)
Rata-rata nilai Posttest
Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka hipotesis yang digunakan sebagai berikut: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) Terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika Kelas III SD Negeri Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.