BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hasil Belajar 2.1.1. Pengertian Hasil Belajar Menurut Hamalik (2004:16) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan perilaku pada orang tersebut misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Menurut Winkel (dalam Anggraeni, 2011) mengemukakan bahwa “Hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang”. Sedangkan menurut Gunarso (dalam Lina, 2009: 5). ”Hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar”. Jadi hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang dari proses belajar yang telah dilakukannya. Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran . Sudjana (dalam Techonoly 13, 2009) menyatakan bahwa proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatankegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Setiap keberhasilan belajar diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai. 7
8
Selain hal tersebut beliau juga menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. Pemerolehan hasil belajar yang baik akan memberikan kebanggaan pada diri sendiri, dan orang lain. Untuk itu guna memperoleh hasil belajar yang baik siswa dihadapkan dengan beberapa faktor yang bisa membuat siswa mendapatkan hasil belajar yang baik 2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2003: 54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu: faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Slameto
(2003:
54-72)
menyatakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Faktor-faktor intern Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa yang terbagi menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. (a) Faktor jasmaniah Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya. Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa : buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi
9
pengaruh kecatatan itu. (b) Faktor psikologis Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi renspon atau bereaksi. Dari faktorfaktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik. (c) Faktor kelelahan Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya. Kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut: tidur, istirahat, mengusahakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang melancarkan peredaran darah, rekreasi atau ibadah teratur, olah raga, makan yang memenuhi sarat empat sehat lima sempurna, apabila kelelahan terus-menerus hubungi sorang ahli. 2) Faktor-faktor ekstern Faktor eksten adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan sebagai berikut: (a) Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat,
10
membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup. (b) Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya. (c) Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multi media misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan memberi pengaruh yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya. Contoh teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu rokok, keluyuran minum-minum, lebih-lebih pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada siswa yang tinggal di situ. Melalui penjelasan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Faktor intern dan ekstern akan sangat mempengaruhi hasil belajar, dan untuk memperoleh hasil belajar yang baik atau memuaskan, maka siswa harus memperhatikan faktor-faktor intern dan ekstern tersebut.
2.2. Kebiasaan Membaca 2.2.1. Pengertian Membaca Membaca menurut Liang Gie (2007) adalah serangkaian kegiatan pikiran seseorang yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memahami sesuatu keterangan yang disajikan kepada indera penglihatan dalam bentuk lambang huruf
11
dan tanda lainnya. Menurut Slameto (1998) membaca mempunyai pengaruh yang besar terhadap belajar. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Hutabarat (1995) bahwa kemampuan membaca sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Selain hal tersebut ia juga mengatakan bahwa membaca adalah proses dimana pikiran siswa menerjemahkan lambang-lambang yang tertulis/tercetak menjadi gagasan yang ingin disampaikan penulis dan upaya memahami gagasan itu. Lebih lanjut dikatakan bahwa siswa dapat dikatakan berhasil membaca, jika siswa dapat menangkap dan memahami pesan yang disampaikan oleh tulisan. Membaca bukan sekedar mengenal dan mengeja kata-kata, tetapi jauh lebih dalam lagi, yaitu dapat memahami gagasan yang disampaikan kata-kata yang tampak itu.Selain dapat memahami dan menangkap makna serta pesan yang terkandung didalamnya juga sangat penting untuk tujuan yang akan dicapai dalam membaca buku karena tujuan berfungsi untuk mengarahkan bahan yang harus dibaca, dan membantu membangun motivasi yang tinggi. 2.2.2. Tujuan Membaca Menurut Buletin Pusat Kemajuan Studi (dalam Widya Mariana: 2003) dalam melakukan aktivitas membaca seseorang pasti memiliki tujuan tertentu, diantaranya: 1. Mencari informasi khusus: Bahan bacaannya: ensiklopedi, kamus buku petunjuk, dan lain-lain. 2. Memperoleh ide-ide pokok bacaan/memperoleh gambaran singkat tentang isi bacaan. Bahan bacaannya: buku teks, jurnal dan lain-lain. 3. Memperoleh pemahaman serta mengingat isi bacaan. Bahan bacaannya: buku teks, jurnal dan lain-lain. 4. Rekreasi atau kesenangan: Bahan bacaannya: novel, komik, cerpen, roman, dan lain-lain. Hutabarat (1995) mengatakan bahwa ada 4 tujuan
membaca yaitu
memperoleh informasi, memahami, mencamkan dan untuk mencipta. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan memperhatikan maksud membaca dan dengan usaha
12
peningkatan kemampuan membaca, siswa akan dapat membaca dengan efektif dan efisien. 2.2.3. Fungsi Membaca Menurut Suyatmi dan Mujianto (1988) Membaca mempunyai banyak fungsi yaitu: 1. Fungsi intelektual, maksudnya adalah dengan membaca buku-buku tertentu kita bisa meningkatkan sadar intelektual. 2. Fungsi religius, maksudnya adalah kegiatan membaca dapat digunakan secara ibadah. 3. Fungsi rekreatif, maksudnya kegiatan membaca itu dilakukan dalam rangka menghibur diri. 4. Fungsi
praktis,
maksudnya
kegiatan
membaca
dimaksudkan
dalam
mendapatkan pengetahuan praktis. 5. Fungsi sosial, maksudnya kegiatan itu langsung dimanfaatkan untuk orang lain di dalam kehidupan bersosial. 6. Fungsi pemicu kreatifitas, maksudnya adalah dengan membaca buku tertentu kita langsung tergerak untuk berkarya. Jadi membaca bukanlah kegiatan mata memandang serangkaian kalimat dalam bahan bacaan, malainkan terutama adalah kegiatan pikiran memahami suatu keterangan melalui indera penglihatan.Membaca bukan saja mengenal huruf abjad melainkan harus mengetahui apa yang dibaca. 2.2.4. Pengertian Kebiasaan Membaca Apabila suatu kegiatan atau sikap, baik yang bersifat fisik maupun mental, telah mendarah daging pada diri seseorang, maka dikatakan bahwa kegiatan atau sikap itu telah menjadi kebiasaan. Terbentuknya suatu kebiasaan tidak dapat terjadi dalam waktu singkat, tetapi pembentukan itu adalah proses perkembangan yang memakan waktu relatif lama. Menurut Tampubolon (1991: 45) kebiasaan membaca adalah kegiatan membaca yang telah mendarah daging pada diri seseorang (dari segi
13
kemasyarakatan, kebiasaan adalah kegiatan membaca yang telah membudaya dalam suatu masyarakat). Sedangkan Sukardi (1987: 105) berpendapat bahwa “apabila membaca buku itu diwajibkan untuk mengulang berkali-kali maka akan terbentuklah
kebiasaan
membaca.
Kebiasaan
membaca
akhirnya
akan
menimbulkan kegemaran membaca”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebiasaan membaca adalah kegiatan yang dilakukan untuk memahami makna dari suatu tulisan yang telah dibaca. Sehingga sehubungan dengan penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa kebiasaan membaca adalah cara bertindak seseorang yang dilakukan secara berulang untuk hal yang sama yaitu membaca dengan tujuan memahami makna dari suatu tulisan yang telah dibaca. 2.2.5. Faktor yang Menyebabkan Rendahnya Kebiasaan Membaca Manurut Daryono (2009) banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kebiasaan membaca, yaitu : 1. Kurikulum pendidikan dan sistem pembelajaran di Indonesia belum mendukung kepada peserta didik, semestinya kurikulum atau sistem pembelajaran yang ada mengharuskan membaca buku lebih banyak lebih baik atau mencari informasi lebih dari apa yang di ajarkan. 2. Masih terlalu banyaknya jenis hiburan, permainan game dan tayangan TV yang tidak mendidik, bahkan kebanyakan acara yang ditayangkan lebih banyak yang mngalihkan perhatian untuk membaca buku kepada hal-hal yang bersifat negatif. 3. Kebiasaan masyarakat terdahulu yang turun temurun dan sudah mendarah daging, masyarakat sudah terbiasa dengan cara mendongeng, bercerita yang sampai saat sekarang masih berkembang di masyarakat Indonesia. 4. Rendahnya produksi buku yang berkualitas di Indonesia, di mana terjadi kesenjangan penyebaran buku di perkotaan dan pedesaan yang mengakibatkan terbatasnya sarana bahan bacaan dan kurang meratanya bahan bacaan ke pelosok tanah air.
14
5. Rendahnya dukungan dari lingkungan keluarga, yang kesehariannya hanya disibukkan oleh kegiatan-kegiatan keluarga yang tidak menyentuh aspekaspek penumbuhan kebiasaan baca pada keluarga. 6. Minimnya sarana untuk memperoleh bahan bacaan, seperti perpustakaan, taman bacaan. 2.2.6. Pentingnya Kebiasaan Membaca Hal yang paling mudah kita lakukan untuk mengembangkan keterampilan untuk belajar adalah dengan banyak membaca. Meluangkan waktu sedikitnya satu jam sehari untuk membaca buku merupakan kebiasaan yang baik bagi kita untuk mulai mengembangkan diri kita. Menurut Mujiran (dalam Wiranto, 2008: 122) membaca sebenarnya tidak lebih sebagai kebiasaan yang lama-lama menjadi kebutuhan bagi seseorang. Jika mengikuti alur teori motivasi membaca diawali dengan adanya kebutuhan akan dahaga ilmu pengetahuan. Setelah itu ada upaya memenuhi yang bisa diwujudkan dengan
mendatangi
perpustakaan
untuk
mendapatkan
buku-buku
yang
dikehendaki. Menumbuhkan kebiasaan membaca harus dimulai dari keluarga, dalam hal ini adalah orang tua yang berperan penting dalam menumbuhkan kegemaran membaca buku anak-anaknya. Untuk menjadikan anak memiliki kegemaran dan kebiasaan membaca, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada pepatah Inggris yang mengatakan “we first make our habits, then our habits make us”. Sebuah watak akan muncul, bila kita membentuk kebiasaan terlebih dahulu. Artinya, bila orang tua ingin anaknya mempunyai kegemaran membaca buku, maka membaca buku perlu dibiasakan sejak kecil. Kebiasaan membaca sejak dini ternyata dapat menggali bakat dan potensi anak.Membaca juga dapat mamacu daya nalar dan melatih konsentrasi. Membaca lebih pada bagaimana membiasakan yang lama kelamaan akan menjadi kebutuhan. Membaca yang dibiasakan sejak dini, lama kelamaan akan menjadi kebutuhan, yang orang merasa sayang ketika waktunya terbuang percuma untuk melamun atau menonton televisi.
15
Nurudin (dalam Wiranto, 2008: 129) mengatakan kebiasaan membaca disuatu negara merupakan cerminan tingkat kemajuan sebuah bangsa. Sebab membaca dapat meningkatkan nilai tambah seseorang menjadi berwawasan luas, ilmu pengetahuan bertambah, dan bijak dalam bertindak. Sebagai fakta, pola kebiasaan membaca bagi masyarakat memang diakui semakin hari semakin menunjuk grafik meningkat dalam segi kuantitas. Namun situasi menggembirakan ini tidak diimbangi dengan kualitas. Sekolah sebenarnya mempunyai peran yang sangat strategis dalam membiasakan budaya membaca. Namun sayang, guru-guru dan pendidik lebih berperan menjadi tukang mengajar yang menjejali siswa dengan aneka informasi yang diperlukan dan kelak menagihnya dalam proses ujian akhir. Kebiasaan membaca novel, mengapreasi sastra, meringkas dengan sendirinya tidak akan tertanam manakala guru dalam proses pendidikan juga tidak mendorong siswanya mengeksplorasi pengetahuan baru dengan sebanyak mungkin membaca. Seperti kita ketahui, bahwa membaca merupakan bagian yang penting dalam belajar. Oleh karena itu guru harus memberikan kesempatan sebanyakbanyaknya kepada para siswa untuk mencari bahan-bahan yang bermutu guna mengembangkan penguasaan bahasa yang baik dalam mempelajari literatur dan untuk menumbuhkan kebiasaan membaca. Dorongan membaca untuk mengisi waktu senggang amat berguna bagi para siswa dalam memperluas pengalaman dan pengetahuan. Segala keaktifan membaca akan membantu anak didik dalam cara belajar yang baik, efektif dan efisien, baik kelompok maupun individu. 2.3. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intellegences) 2.3.1. Pengertian Kecerdasan Majemuk Kecerdasan majemuk atau yang biasa dikenal dengan
Multiple
intelligences menurut Misni (2006) adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau melakukan sesuatu yang ada nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan bukan sesuatu yang dapat dilihat atau dihitung, melainkan potensi sel otak yang aktif atau nonaktif tergantung pada pengalaman hidup sehari-hari, baik
16
di rumah, sekolah atau di tempat lain. Gardner (2003: 15) menyatakan bahwa: Kecerdasan memerlukan kemampuan untuk memecahkan masalah atau produk fashion yang konsekuensi dalam lingkungan budaya tertentu atau masyarakat. Pemecahan masalah keterampilan memungkinkan seseorang untuk mendekati situasi di mana tujuan adalah untuk diperoleh dan untuk menemukan rute yang tepat untuk tujuan tersebut. Titik tekan dari teori kecerdasan majemuk menurut Gardner terletak pada kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan untuk menciptakan suatu produk atau karya. Secara lebih terperinci dapat dinyatakan sebagai berikut: 1) Kemampuan
untuk
menciptakan
suatu
produk
yang
efektif
atau
menyumbangkan pelayanan yang bernilai dalam suatu budaya. 2) Sebuah perangkat keterampilan menemukan atau menciptakan bagi seseorang dalam memecahkan permasalahan dalam hidupnya. 3) Potensi untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah yang melibatkan penggunaan pemahaman baru. Gardner (Amstrong, 2002: 6-10) menetapkan empat syarat khusus yang harus dipenuhi setiap kecerdasan untuk dapat masuk ke dalam teorinya, yaitu: setiap kecerdasan harus dapat dilambangkan, mempunyai riwayat perkembangan, rawan terhadap cacat akibat kerusakan atau cedera pada wilayah otak tertentu, mempunyai keadaan akhir berdasarkan nilai budaya. Kenyataan menunjukan bahwa dalam kehidupan manusia ada beragam kecerdasan dalam setiap orang. Misalnya ada orang bisa menyanyi, ada orang bisa melukis tetapi tidak dapat bernyanyi. Ada orang
dapat menyelesaikan matematika tetapi tidak dapat
melompat jauh. Dengan demikian ada berbagai kecerdasan yang ada pada manusia. Gardner (Amstrong, 2004:2-4) dalam Sekolah Para Juara mengemukakan di dalam setiap anak ada delapan kecerdasan yang siap berkembang. Delapan kecerdasan tersebut yaitu kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Matematis-Logis, Kecerdasan Spasial, Kecerdasan Kinestetis-Jasmani, Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Naturalis dan Kecerdasan Eksistensial. Ada kecerdasan kesembilan yang belum mengalami
17
penerimaan penuh oleh pendidik di dalam kelas yaitu kecerdasan eksistensial, yang meliputi kemampuan untuk merenungkan pertanyaan tentang keberadaan termasuk hidup dan mati. Kecerdasan Ini menjadi dalam domain dari filsuf dan pemimpin agama. Tabel di bawah merangkum kekuatan, preferensi belajar, dan kebutuhan yang sesuai dengan masing-masing kecerdasan. Tabel 1. Ringkasan dari Delapan Jenis Intelligences Intelijen Luas
Kekuatan
Preferensi
Verbal / Linguistik
Menulis, membaca, menghafal tanggal, berpikir dalam katakata, bercerita
Matematika / Logika
Matematika, logika, pemecahan masalah, penalaran, pola
Tulis, membaca, menceritakan kisah-kisah, berbicara, menghafal, memecahkan teka-teki Pertanyaan, bekerja dengan angka, percobaan, memecahkan masalah
Visual / Spasial
Peta, grafik membaca, menggambar, labirin, teka-teki, hal-hal membayangkan, visualisasi
Tubuh / Kinestetik
Atletik, tarian, kerajinan, alat menggunakan, bertindak
Musikal
Mengambil suara, melodi mengingat, irama, menyanyi
Interpersonal
Memimpin, pengorganisasian, memahami orang, berkomunikasi, menyelesaikan konflik, menjual
Belajar terbaik melalui Mendengar dan melihat kata-kata, berbicara, membaca, menulis, membahas dan berdebat Bekerja dengan hubungan dan pola, mengklasifikasikan, mengkategorikan, bekerja dengan abstrak
Menggambar, membangun, desain, membuat, melamun, melihat-lihat foto Bergerak di sekitar, sentuhan dan berbicara, bahasa tubuh
Bekerja dengan gambar dan warna, visualisasi, dengan menggunakan mata pikiran, menarik
Menyanyi, memainkan alat musik, mendengarkan musik, bersenandung Berbicara dengan orang, memiliki teman, bergabung dengan kelompok
Irama, menyanyi, melodi, mendengarkan musik dan melodi
Menyentuh, bergerak, pengetahuan melalui sensasi tubuh, pengolahan
Membandingkan yang berkaitan, berbagi, mewawancarai, bekerja sama
Kebutuhan Buku, kaset, buku harian kertas, alat tulis, dialog, diskusi, diperdebatkan, cerita, dll
Hal yang Dapat berpikir tentang dan mengeksplorasi, ilmu material, manipulatif, perjalanan ke planetarium dan ilmu pengetahuan museum, dll Lego, video, film, slide, seni, permainan imajinasi, labirin, tekateki, buku bergambar, perjalanan ke museum seni, dll Peran-play, drama, halhal untuk membangun, gerakan, olahraga dan fisik game, pengalaman taktil, tangan-on pembelajaran, dll Sing-along waktu, perjalanan ke konser, musik bermain di rumah dan sekolah, alat musik, dll Teman, kelompok game, pertemuan sosial, acara komunitas, klub, mentor / magang, dll
18
Intrapersonal
Menyadari kekuatan dan kelemahan, menetapkan tujuan, memahami diri
Bekerja sendiri, mencerminkan mengejar kepentingan
Naturalis
Memahami alam, membuat perbedaanperbedaan, mengidentifikasi flora dan fauna
Terlibat dengan alam, membuat pembedaan
Bekerja sendiri, memiliki ruang, mencerminkan, melakukan sendiri mondar-mandir proyek Bekerja di alam, menjelajahi makhluk hidup, belajar tentang tanaman dan kejadian alam
Rahasia tempat, waktu sendirian, self-serba proyek-proyek, pilihan, dll Order, sama / berbeda, koneksi ke kehidupan nyata dan isu-isu ilmu pengetahuan, pola
2.3.2. Kecerdasan Verbal-Linguistic Kecerdasan
linguistik-verbal
adalah
kompetensi
berbahasa
yang
mensyaratkan keunggulan keterampilan mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca dan menulis (Sumardjono, 2008). Gardner (English, 2005:17) mengatakan Kecerdasan Linguistik Verbal adalah kecerdasan yang berkenaan dengan kata-kata dan, secara luas komunikasi. Kecerdasan ini menggambarkan kemampuan memakai bahasa secara jelas melalui membaca, menulis, mendengar dan berbicara.Kemampuan untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan berbagai pengalaman sebelumnya, juga merupakan satu komponen penting dari kecerdasan ini.Orang-orang di bidang kecerdasan linguistik ini mampu membentuk dan mengenali kata-kata dan pola-polanya dengan penglihatan, pendengaran dan dalam beberapa kasus persentuhan. Orang-orang dalam kecerdasan
ini
mampu
menghasilkan
dan
menghaluskan
bahasa
dan
mempergunakan banyak bentuk dan formatnya.Di ruang kelas, kecerdasan linguistik dirangsang melalui kegiatan bercerita, berdebat, berpidato dan bersandiwara. Membaca dan merespon berbagai variasi teks, juga menulis bermacam tema esai, cerita, surat, dan lelucon (English, 2005:24). Amstrong (Meta, 2010: 5) menyebutkan ciri-ciri dari Kecerdasan Linguistik sebagai berikut: (a) Suka menulis kreatif. (b) Suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon. (c) Sangat hafal nama, tempat, tanggal atau halhal kecil. (d) Membaca di waktu senggang. (e) Mengeja kata dengan tepat dan mudah. (f) Suka mengisi teka-teki silang. (g) Menikmati dengan cara mendengarkan. (h) Unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis dan
19
berkomunikasi). Sedangkan dalam (http://duniaanakcerdas.com/artikel/multipleintelligence/kecerdasan-musikal-2) memaparkan bahwa ciri-ciri anak dengan potensi kecerdasan Verbal-Linguistik adalah sebagai berikut: a. Mampu mengekspresikan ide-idenya atau berkomunikasi dalam bentuk katakata baik lisan maupun tulisan. b. Cenderung banyak berbicara atau senang menulis dan banyak bertanya. c. Pandai menyusun permainan kata-kata, misalnya puisi, pantun, kata-kata mutiara atau bersilat lidah. Ia juga pandai mengarang. d. Memiliki daya ingat yang kuat, misalnya nama-nama orang, tempat, peristiwa, istilah baru maupun hal-hal yang bersifat detail. e. Mudah belajar dengan cara mendengatkan dan verbalisasi. f. Memiliki kelebihan mudah belajar bahasa. Penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan verbal-linguistik mulai berkembang saat janin masih dalam rahim dan bahwa bayi yang telah dibacakan, dinyanyikan, dan berbicara dengan sebelum lahir memiliki kepala mulai di daerah ini (Campbell, 1996:2). Kecerdasan ini terus berkembang pada anak-anak, mereka mendengarkan orang lain dan termasuk dalam diskusi. Mungkin bahkan lebih penting untuk pembangunan iniadalah interaksi mereka dengan orang lain saat mereka merumuskan kalimat untuk mengekspresikan pendapat merekadan perasaan dan membuat pilihan dan keputusan. Dengan demikian mengembangkan kecerdasan verbal-linguistik bukanlah aktivitas pasif tetapi menuntut terlibat, partisipasi aktif dan rasa ingin tahu tentang dunia di mana kita hidup. 2.3.3. Karakteristik Kecerdasan Linguistik Campbell, dan Dickinson (1996:4), dalam buku mereka Belajar Mengajar Melalui Multiple Intelligences, telah mengidentifikasi dua belas ciri bahwa seseorang dengan pameran yang berkembang baik kecerdasan verbal-linguistic biasanya: a. Mendengarkan dan merespon suara, irama, warna, dan berbagai kata yang diucapkan. b. Menirukan suara, bahasa, membaca, dan menulis orang lain.
20
c. Belajar melalui mendengar, membaca, menulis, dan berdiskusi. d. Mendengarkan secara efektif, memahami, parafrase, menafsirkan, dan mengingat apa yang telah dikatakan. e. Membaca
secara
efektif,
memahami,
meringkas,
menafsirkan
atau
menjelaskan, dan mengingat apa yang telah dibaca. f. Berbicara secara efektif untuk berbagai khalayak untuk berbagai tujuan, dan tahu bagaimana berbicara sederhana, fasih, persuasif, atau penuh gairah pada saat yang tepat. g. Menulis secara efektif; memahami dan menerapkan aturan tata bahasa, tanda baca ejaan, dan menggunakan kosakata yang efektif. h. Pameran kemampuan untuk belajar bahasa lain. i. Menggunakan mendengar, berbicara, menulis, dan membaca untuk mengingat, berkomunikasi, berdiskusi, menjelaskan, membujuk, membuat pengetahuan, membangun makna, dan merenungkan bahasa itu sendiri. j. Berusaha untuk meningkatkan penggunaan bahasanya sendiri. k. Menunjukkan minat pada jurnalistik, puisi debat,, bercerita, berbicara, menulis, atau mengedit. l. Membuat bentuk-bentuk linguistik baru atau karya-karya asli penulisan atau komunikasi lisan Setiap kelas perlu berbahasa yang kaya, yaitu siswa telah berbicara, berdebat, mengekspresikan pendapat, dan mengajukan pertanyaan, bukan pasif mendengarkan guru. 2.4. Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Berkaitan dengan pengaruh hubungan kebiasaan membaca dengan prestasi belajar, Nurhayati (2006) meneliti “Hubungan kebiasaan membaca dengan prestasi belajar mahasiswa tingkat II semester III angkatan 2004/2005 Universitas Pendidikan Indonesia”. Hasil penelitiannya adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara kebiasaan membaca dan prestasi belajar mahasiswa tingkat II semester III angkatan 2004/2005 Universitas Pendidikan Indonesia. Selain itu, Theresia Natalia Purwanti (2009) meneliti “Hubungan Antara Kebiasaan
21
Membaca dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas 6 di SD-SD Negeri Gugus Diponegoro Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan positif signifikan antara kebiasaan membaca dengan prestasi belajar siswa kelas V di SD-SD Negeri Gugus Diponegoro Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora semester I tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian ini juga didukung oleh teori dari FA.Wiranto (2008) yang mengatakan bahwa memang ada korelasi langsung antara anak yang memiliki kebiasaan membaca dengan prestasi mereka dalam belajar. 2.5. Kerangka Pikir Tinggi rendahnya prestasi atau hasil belajar yang dicapai oleh seorang siswa dipengaruhi oleh banyak faktor yang di antaranya dalah faktor kecerdasan, bakat, minat dan perhatian, motif, cara belajar di mana kebiasaan membaca yang baik termasuk dalam cara belajar dari seorang siswa, faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah. Dari beberapa faktor tersebut ada dua faktor yag saling berhubungan yaitu kebiasaan membaca den kecerdasan, tentunya kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan berbahasa yaitu kecerdasan Verbal-Linguistic. Mengingat pentingnya membaca adalah sebagai keterampilan pertama dan utama yang perlu sekali dikuasai oleh setiap siswa, maka kita juga harus memperhatikan hal-hal yang mempengarui kebiasaan membaca seperti halnya waktu membaca, cara membaca, jenis buku yang dibaca dan hal-hal yang lainya yang berhubungan dengan kebiasaan membaca yang baik. Selanjutnya apabila kita sudah mempunyai kebiasaan membaca yang baik, kita juga harus mempunyai kecardasan
linguistik verbal, yang mana kecerdasan tersebut akan
berguna
untuk kita dalam memahami kosa kata dan berbahasa lisan maupun tertulis. Ada beberapa ciri
yang menandakan bahwa seseorang tersebut
mempunyai kecardasan verbal-linguistic, diantaranya adalah suka menulis kreatif, suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, membaca di waktu senggang, mengeja kata dengan tepat dan mudah, suka mengisi teka-teki silang, menikmati dengan cara
22
mendengarkan dan unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis dan berkomunikasi). Jadi apabila seorang siswa sudah mempunyai kebiasaaan membaca
yang baik disertai kecardasan verbal-linguistic secara otomatis
memiliki pengetahuan yang lebih dari pada siswa yangtidak mempunyaikebiasaan membaca dan kecerdasn tersebut. Dalam proses belajar mengajar, membaca mempunyai peranan yang sangat penting. Bahkan membaca merupakan faktor penentu bagi keberhasilan belajar seseorang. Apabila siswa tersebut sudah mempunyai kebiasaan membaca dan kecerdasan linguistik, siswa akan memiliki kesadaran untuk belajar serta mengisi waktu luangnya dengan membaca buku, baik buku pelajaran maupun buku lainnya yang masih berhubungan dengan pendidikan sehingga mereka akan memiliki pengetahuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa lain yang tidak memiliki kebiasaan membaca dan kecerdasan linguistik. Siswa yang tidak memiliki kecerdasan linguistik dan mempunyai kebiasaan membaca yang buruk, hanya akan mengandalkan apa yang diberikan guru di sekolah, hal tersebut akan berbeda apabila siswa memiliki kebiasaan membaca dan kecerdasan verballinguistic yang baik siswa tersebut akan lebih dewasa dalam hal bergaul dan berfikir. Dia akan tumbuh menjadi kepribadian yang utuh karena lebih tahan mengahadapi berbagai tantangan. Hal itu terjadi karena daya kritis, kepekaan ilmiah dan kepekaan sosial siswa akan berkembangan sesuai dengan potensinya sebagai konsekuensi logis dari besarnya wawasan yang diperoleh dari kegiatan membaca. Melalui kegiatan membaca seseorang dapat menambah informasi dan memperluas ilmu pengetahuan. Membaca membuat siswa menjadi cerdas, kritis dan mempunyai daya analisa yang tinggidan juga selalu tersedia waktu untuk merenung, berfikir dan mengembangkan kreativitas berfikir. Dengan cara yang seperti itu maka dapat dipastikan kita memperoleh pengetahuan dan informasi. Sehingga kita dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan baik akademik maupun non akademik dan lebih kritis dalam menanggapi setiap persoalan. Setelah penulis mengupas pengertian kebiasaan membaca, kecerdasan verbal-linguistic dan hasi belajar seperti dikemukakan oleh para ahli di dalam
23
kajian pustaka, maka dapat disimpulkan seperti yang ada dalam bagan kerangka pikir pada Gambar 1. di bawah ini.
Kebiasaan Membaca
Hasil Belajar
Frekuensi membaca Cara membaca. Jenis buku bacaan
Kecerdasan Verbal-Linguistic
Mampu mengekspresikan ide-idenya atau berkomunikasi dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan Cenderung banyak berbicara atau senang menulis dan banyak bertanya Pandai menyusun permainan kata-kata, misalnya puisi, pantun, kata-kata mutiara atau bersilat lidah. Ia juga pandai mengarang Memiliki daya ingat yang kuat, misalnya nama-nama orang, tempat, peristiwa, istilah baru maupun hal-hal yang bersifat detail Mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi Memiliki kelebihan mudah belajar bahasa(membaca, menulis dan berkomunikasi).
Gambar 1. Kerangka Pikir
2.6. Hipotesis Penelitian Sudjana (Buchori, 2009:37) mengemukakan Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu: a. Diduga jika probabilitas atau signifikan < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan positif dan signifikan antara kebiasaan membaca dengan hasil belajar. Diduga jika probabilitas atau signifikan > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan positif dan
24
signifikan antara kebiasaan membaca dengan hasil belajar. b. Diduga jika probabilitas atau signifikan < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan verballinguistic dengan hasil belajar. Diduga jika probabilitas atau signifikan > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan verbal-linguistic dengan hasil belajar.
X1 Y X2 Gambar 2. Hipotesis Penelitian Keterangan: X1= Kebiasaan Membaca X2= Kecerdasan Verbal-Linguistic Y = Hasil Belajar