BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) 2.1.1.1 Defenisi HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point adalah suatu sistem menejemen mutu khusus untuk makanan termasuk hasil perikanan yang didasarkan pada pendekatan sistematika untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya (hazards) selama proses produkasi serta menentukan titik kritis yang harus dilakukan pengawasan secara ketat. Dengan kata lain pengertian HACCP adalah “Suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis (critical control points) di dalam tahapan penanganan dan pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan bahaya (hazards)”. Secara singkat pengawasan manajemen mutu berdasarkan konsep HACCP adalah mengawasi semua CCP secara terus menerus (Dirjen Perikanan, 2000). Konsep HACCP diperkenalkan dan untuk pertama kali didiskusikan secara mendalam, dalam suatu konfrensi oleh “National Food Protection” di Amerika Serikat tahun 1972. Adanya beberapa kasus keracunan dan adanya issue “food safety” di negara maju, maka sejak tahun 1987 konsep HACCP berkembang dan banyak didiskusikan oleh para pengamat mutu ataupun pelaku pengawas mutu baik oleh birokrat maupun kalangan industri serta para ilmuwan (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2012). 2.1.1.2 Prinsip Konsep Dasar Sistem HACCP Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP pada industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
CAC (Codex Alintarius Commission, 1993). Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut adalah: 1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya. 2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi. 3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah teridentifikasi. 4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP. 5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya. 6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya (Record keeping). 7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.
Prinisp I Analisis Bahaya (Hazard Analysis) dan Penetapan Resiko beserta Cara Pencegahannya. Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang berkaitan dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan atau analisis terhadap
bahaya
ini
harus
dilaksanakan,
sebagai
tahap
utama
untuk
mengidentifikasi semua bahaya yang dapat terjadi bila produk pangan dikonsumsi. Analisis bahaya harus dilaksanakan menyeluruh dan realistik, dari bahan baku hingga ke tangan konsumen. Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan dibedakan atas tiga kelompok bahaya, yaitu : 1) Bahaya Biologis / Mikrobiologis, disebabkan oleh bakteri pathogen, virus atau parasit yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi atau infestasi, misalnya : E. coli pathogenik, Listeria monocytogenes, Bacillus sp., Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan lain;
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2) Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang beracun, misalnya : aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkoloid pirolizidin, pestisida, antibiotika, hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn, Ag, Hg, sianida), bahan pengawet (nitrit, sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B, methanyl jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya: 3) Bahaya Fisik, karena tertelannya benda-benda asing yang seharusnya tidak boleh terdapat di dalam makanan, misalnya : pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam, serangga, potongan tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-lain.
Prinisp II. Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses Produksi Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap langkah/tahap dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi) dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan (spoilage), dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini ditentukan setelah diagram alir proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi bahaya pada setiap tahap produksi dengan menjawab pertanyaan ”Apakah pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya (hazard) terjadi pada tahap ini atau yang lain; apabila pengawasan/pengendalian
pada
tahap
tertentu
gagal
apakah
langsung
menghasilkan bahaya yang tak diinginkan, kerusakan dan kerugian secara ekonomi”. Harus diperhatikan titik kendali (CP) tidaklah sama dengan titik kendali kritis (CCP). Secara sistematis untuk mengidentifikasi dan mengenali setiap titik kendali kritis (CCP) dapat dilakukan dengan metode alur keputusan atau CCP Decission Tree seperti terlihat pada Gambar 2.1.
10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.1 Diagram Alur Penentuan Titik Kritis (CCP Decision Tree) (Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2014) Prinisp III. Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP yang telah Teridentifikasi. Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan setiap CCP teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk setiap CCP. Biasanya batas kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia dan fisika untuk setiap jenis produk berbeda satu sama lainnya. Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima untuk mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya kesehatan secara cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak
11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
boleh dilanggar atau dilampaui nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar dan kemudian titik kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan terjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen. Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat pencegah timbulnya bahaya, misalnya suhu dan waktu maksimal untuk proses thermal, suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu untuk proses sterilisasi komersial, jumlah residu pestisida yang diperkenankan ada dalam bahan pangan., pH maksimal yang diperkenankan, bobot pengisian maksimal, viskositas maksimal yang diperkenankan dan sebagainya. Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas pertanian, batas kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga harus ditetapkan. Dalam hal ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan sebagai panduan dalam menetapkan batas kritis untuk semua Bahan Tambahan Makanan (BTM), termasuk bahan kimia yang digunakan dalam bahan pengemas yang bersentuhan dengan produk pangan. Batas kritis untuk setiap CCP perlu didokumentasikan. Dokumentasi ini harus dapat menjelaskan bagaimana setiap batas kritis dapat diterima dan harus disimpan sebagai bagian dari rencana formal HACCP. Prinisp IV. Penyusunan Prosedur Pemantauan dan Persyaratannya Untuk Memonitor CCP-nya. Setelah prinsip III dilengkapi dengan penetapan batas kritis untuk semua CCP, tim HACCP harus menetapkan persyaratan monitoring untuk setiap CCP-nya. Monitoring merupakan rencana pengawasan dan pengukuran berkesinambungan untuk mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali dan menghasilkan catatan (record) yang tepat untuk digunakan dalam verifikasi nantinya. Kegiatan monitoring ini mencakup (1) Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat dikendalikan dengan baik (2) Pengujian atau
12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pengamatan terjadwal terhadap efektifitas sustu proses untuk mengendalikan CCP dan batas kritisnya (3) Pengamatan atau pengukuran batas kritis untuk memperoleh data yang teliti, dengan tujuan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan produk (Corlett, 1991). Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar dapat memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk pangan masih dalam batas kritisnya dan dijamin tidak ada bahayanya. Prosedur dan metode monitoring harus efektif dalam memberi jaminan keamanan terhadap produk pangan yang dihasilkan. Idealnya, monitoring pada CCP dilakukan secara kontinyu hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 persen. Namun bila hal ini tidak memungkinkan, dapat dilakukan monitoring secara tidak kontinyu dengan syarat terlebih dahulu harus ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga keamanan pangan benar-benar terjamin. Biasanya agar pengukurannya dapat dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring dilakukan dengan cara pengujian yang bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, pengujian dengan cara analisis mikrobiologis jarang digunakan sebagai prosedur monitoring. Prinsip V.
Melaksanakan Tindakan Koreksi yang Harus Dilakukan Bila
Terjadi Penyimpangan (deviasi) Pada Batas Kritis yang Telah Ditetapkan. Meskipun sistem HACCP sudah dirancang untuk dapat mengenali kemungkinan adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan untuk membangun strategi pencegahan preventif terhadap bahaya, tetapi kadang-kadang terjadi pula penyimpangan yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, jika dari hasil pemantuan (monitoring) ternyata menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas kritisnya, maka harus dilakukan tindakan koreksi (corrective action) atau perbaikan dari penyimpangan tersebut. Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius atau kritis diketemukan dan batas kritisnya terlampaui. Dengan
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
demikian, apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan pada CCP-nya, maka tindakan koreksi harus segera dilaksanakan. Tindakan koreksi ini dapat berbedabeda tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin tinggi resiko produk semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan. Tabel 2.1 Tindakan Koreksi yang harus dilakukan jika ditemukan penyimpangan dari batas pada CCP-nya Tingkat Resiko
A. Produk
Tindakan Koreksi
Beresiko
Tinggi
penyimpanan dikoreksi/diperbaiki. keamanannya. perlu dilakukan tindakan koreksi/perbaikan yang tepat
B. Produk Beresiko Sedang
diperbaiki dalam waktu singkat (dalam beberapa hari/minggu). penyimpangan dikoreksi /diperbaiki.
C. Produk Beresiko Rendah memungkinkan bahwa status resiko rendah tidak berubah menjadi resiko sedang atau tinggi. Jenis bahaya pada setiap tahap
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2014
Tindakan koreksi di sini harus dapat mengurangi atau mengeliminasi potensi bahaya dan resiko yang terjadi, ketika batas kritis terlampaui pada CCP-nya sehingga dapat menjamin bahwa disposisi produk yang tidak memenuhi, tidak mengakibatkan potensi bahaya baru.
14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Prinisp VI. Membuat Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data yang Efektif dalam Sistem Dokumentasi HACCP. Sistem doumentasi dalam sistem HACCP bertujuan untuk : (1) Mengarsipkan rancangan program HACCP dengan cara menyusun catatan yang teliti dan rapih mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP ; (2) Memudahkan pemeriksaan oleh manager atau instansi berwenang jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab kasus keracunan makanan. Berbagai keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem dan penerapan HACCP mencakup : 1. Judul dan tanggal pencatatan 2. Keterangan produk (kode, tanggal dan waktu produksi) 3. Karakteristik produk (penggolongan resiko bahaya) 4. Bahan serta peralatan yang digunakan, termasuk : bahan mentah, bahan tambahan, bahan pengemas dan peralatan penting lainnya 5. Tahap/bagan alir proses, termasuk : penanganan dan penyimpanan bahan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan produk dan distribusinya. 6. CCP dan batas kritis yang telah ditetapkan dan penyimpangan dari batas kritis 7. Tindakan koreksi/perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan, dan karyawan/petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan koreksi/ perbaikan.
Dalam melakukan pencatatan, beberapa hal yang dianjurkan adalah catatan harus sistematis,
rapih
dan
teratur.
Disamping
itu,
bila
pencatatan
dan
pendokumentasian dilakukan tepat dan sesuai dengan sistem HACCP, maka berarti keefektifan sistem dokumentasi HACCP dapat diuji atau dibuktikan.
15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Prinisp
VII.
Membuat
Prosedur
untuk
Memverifikasi
bahwa
Sistem HACCP Bekerja dengan Benar. Prosedur verifikasi dibuat dengan tujuan : (1) Untuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan HACCP yang ditetapkan dan (2) Untuk menjamin bahwa rancangan HACCP yang ditetapkan masih efektif dan benar. Hasil verifikasi ini dapat pula digunakan sebagai informasi tambahan dalam memberikan jaminan bahwa program HACCP telah terlaksana dengan baik. Menurut Corllet 2013,verifikasi mencakup berbagai kegiatan evaluasi terhadap rancangan dan penerapan HACCP, yaitu : 1. Penetapan jadwal verifikasi yang tepat 2. Pemeriksaan kembali (review) rancangan HACCP 3. Pemeriksaan atau penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses sebenarnya 4. Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan yang harus dilakukan. 5. Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau mikrobiologis) secara acak pada tahap-tahap yang dianggap kritis. 6. Catatan
tertulis
mengenai
kesesuaian
dengan
rancangan
HACCP,
penyimpangan terhadap rancangan HACCP, pemeriksaan kembali diagram alir dan CCP. 7. Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP. Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada saat-saat tertentu, yaitu : 1. Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. 2. Jika diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khusus karena informasi terbaru tentang keamanan pangan. 3. Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab keracunan makanan.
16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum mantap, atau jika ada saran dari instansi yang berwenang. Untuk memahami konsep HACCP secara menyeluruh diperlukan adanya kesamaan pandangan terhadap beberapa istilah dan definisi yang dipakai dalam sistem manajemen HACCP, yaitu : Bahaya (hazard) Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Menurut NACMCF 20110, mendefinisikan
bahaya
atau
”hazard”
sebagai
suatu
sifat-sifat
biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan (makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Titik Kendali (Control Point = CP) Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang dapat mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika. Titik kendali Kritis (Critical Control Point = CCP) Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan atau setiap titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya. Batas Kritis (Ccritical Limits) Batas toleransi yang harus dipenuhi/dicapai yang menjamin bahwa CCP dapat mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin timbul atau suatu nilai yang merupakan batas antara keadaan dapat diterima dan tidak dapat diterima. Resiko Kemungkinan menimbulkan bahaya.
17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Penggolongan Resiko Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang mungkin timbul/ terdapat pada makanan. Pemantauan (Monitoring) Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah suatu CCP dapat dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang teliti untuk digunakan selanjutnya dalam verifikasi. Pemantauan Kontinyu Pengumpulan dan pencatatan data secara kontinyu, misalnya pencatatan suhu pada tabel. Tindakan Koreksi (Corrective Action) Prosedur atau tatacara tindakan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan pada CCP. Tim HACCP Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan HACCP. Validasi Rancangan HACCP Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin bahwa semua elemen dalam rancangan HACCP sudah benar. Validasi Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan untuk menentukan apakah rancangan HACCP memerlukan modifikasi dan revalidasi.
18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.1.2 Six Sigma 2.1.2.1 Defenisi Six Sigma APICS dictionary mendefinisikan six sigma sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimisasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan. Six Sigma adalah usaha yang terus menerus untuk mengurangi pemborosan, menurunkan variansi dan mencegah cacat. Six sigma merupakan sebuah konsep bisnis yang berusaha untuk menjawab permintaan pelanggan terhadap kualitas yang terbaik dan proses bisnis yang tanpa cacat. Kepuasan pelanggan dan peningkatannya
menjadi
prioritas
tertinggi,
dan
Six
sigma
berusaha
menghilangkan ketidakpastian pencapaian tujuan bisnis.
Six Sigma -
Variation Reduction Scrap / rework elimination Variable optimization Process control
Reducing waste and improve speed
Stability and accuracy
Six Sigma = A Powerful
Gambar 2.2 Six Sigma (Sumber : Gaspersz, 2005)
19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya 2.2.1 Ulasan Teori Peneliti Terdahulu Dalam penelitian Ying Zhen (2011), Disimpulkan bahwa jenis hazard yang teridentifikasi pada pengelolaan makanan antara lain hazard fisik pada bahan makanan meliputi kerikil, gabah, isi staples. Hazard biologi pada bahan makanan antara lain B. cereus (pada beras), Clostridium sp, E. coli (pada air). Hazard kimia berupa pestisida (pada beras), zat pemutih pada beras, sementara pada air yaitu klorin dan logam berat. Hazard kondisi, terkait formulasi yang berpengaruh pada tekstur makanan serta zat gizi (komponen diet) yaitu natrium (pada garam), lemak (pada santan), kalori (khususnya untuk pasien Diabetes Mellitus). Berdasarkan pohon keputusan, CCP yang teridentifikasi yaitu pada penyimpanan bahan baku makanan, penyimpanan bahan makanan sampai waktu pemasakan atau proses pengolahan selanjutnya, formulasi atau pemorsian, proses pemasakan bahan makanan, dan penyimpanan makanan jadi. Penentuan batas kritis untuk tiap CCP menggunakan parameter kritis yaitu suhu, waktu, jumlah E. coli pada makanan jadi, aspek organoleptik untuk makanan jadi, jumlah bahan atau produk tertentu dalam formulasi makanan, jumlah kalori serta kandungan zat tertentu dalam makanan. Dalam prosedur pemantauan, frekuensi pemantauan suhu penyimpanan makanan siap masak dan makanan jadi dilakukan setiap 20 menit untuk mewaspadai waktu generasi patogen. Pembahasan HACCP pada pengelolaan makanan pada perusahaan X ini dapat diperluas melalui kajian parameter kritis lain (selain yang dibahas peneliti) seperti water activity (aw), ketersediaan nutrien, kadar oksigen, asiditas (pH) dan daya hidup bakteri. Dalam penelitian Yudelen (2007), yang melakukan penelitian pada produksi minyak kelapa sawit dengan menggunakan Six Sigma metode DMAIC sebagai berikut :
20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Tahap Define Standar yang ditetapkan perusahaan untuk minyak goreng kemasan jerigen 5 liter (classic) seperti pada Tabel 2.2 : Tabel 2.2 Standar untuk Produk Classic Jenis spesifikasi Standar Penyimpangan berat (%) Red Color Free Fatty Acid (FFA) Iodine Value (IV) Cloud Point (CP) Peroxide Value (PV)
Min -0,5 – Max 0,5 Max 2,5 Max 0,075 Max 59,0 Max 8,0 Max 3,0
Sumber : Yudelen, 2007 2. Tahap Measure Pengukuran yang dilakukan pada penelitian minyak goreng pemeriksaan hasil PV pada Tabel 2.3 : Tabel 2.3 Data hasil pemeriksaan PV selama bulan Februari - Maret 2007 No. Sampel
PV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
0,52 0,70 1,76 1,71 2,81 2,63 1,67 1,10 1,40 1,76 0,32 0,50 0,81 2,76 0,34 0,34 3,15 4,38 4,91 2,84 2,15 1,53
Sumber : Yudelen, 2007 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Spesifikasi PV Klasik 5 L Produksi Periode I 2007 8,00 7,00
6,5
6,00
5,59 4,91 4,38
5,00 4,00 3,00 2,00 1,00
2,81 1,76
2,63 1,71
0,520,7
0,00
2,76
1,67 1,76 1,4 1,1 0,87 0,81 0,5 0,34 0,32
3,15
4,91
6,36 6,18 5,98
5,35
5,36
2,94
2,84 2,15
6,7
PV Max (3,0) Series2
2,18
1,53 0,34
Gambar 2.3 Grafik PV (Sumber : Yudelen, 2007) Tahap Analyze Pada tahap ini dilakukan pengolahan data menggunakan peta kontrol R dan X (karena data yang ada merupakan data variabel dengan ukuran sampel yang berbeda–beda), juga dilakukan perhitungan indeks kapabilitas proses (Cp) untuk mengetahui nilai DPMO dan nilai sigma. Grafik pengendalinya adalah:
Gambar 2.4 Peta Kontrol R (Sumber : Yudelen, 2007)
22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.5 Peta Kontrol X (Sumber : Yudelen, 2007) CLR = 0,78 CLX = 1,529 UCLR = 2,548 UCLX = 3,604 LCLR = 0 LCLX = -0,545 Menghitung Kapabilitas Proses
Cp =
3,604 – 0,545
= 1,11
6 ( 0,624)
Berdasarkan kriteria kapabilitas proses (Cp) dalam metode analisis untuk peningkatan kualitas (Gaspersz, 2001) dan hasil perhitungan Cp adalah 1,11. Maka konsep yang yang digunakan yaitu True 6-Sigma Process, kerena untuk konsep Motorola Company’s 6-Sigma Process Control yang mengijinkan adanya pergeseran rata – rata proses sebesar ± 1,5 sigma, diperlukan indeks kapabilitas proses yang tinggi yaitu Cp ≥ 2 agar pengendalian proses dengan menggunakan konsep Motorola Company’s 6-Sigma menjadi efektif.
23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Nilai Cp = 1,11 menunjukkan kemampuan proses dalam DPMO (Defect Per Million Opportunities) sebesar 967. Maka, nilai konversi DPMO ke nilai Sigma berdasarkan True 6-Sigma Process (Normal Distribution Centered) adalah 3,30 sigma. Artinya : bahwa dari sejuta kesempatan yang ada akan terdapat 967 kemungkinan bahwa proses akan menimbulkan defect atau nonconforming pada produk dengan kapabilitas proses 1,11 atau 3,30 sigma setelah dikonversi berdasarkan nilai DPMO. Analisis Biaya Apabila terdapat produk dengan PV diluar standar (Maksimum 3%), maka alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah: 1. Mengkategorikan produk yang PV-nya diluar standar sebagai produk bulk, dengan konsekuensi harga jual yang lebih murah. 2. Me-rework produk yang PV-nya diluar standar. Berdasarkan kedua alternative tersebut, maka dapat dilakukan analisis untuk menghitung kerugian yang dialami perusahaan. Analisis Biaya Pemasaran Tabel 2.4 Harga Pasaran Jenis Produk
Harga di pasaran (Rupiah) Classic 5 Liter 50.000 Bulk 20 kg 150.000 Sumber : Motorola Company’s, 2006
Harga per kg (Rupiah) 11.100 7.500
Kerugian pada perusahaan dapat terjadi apabila PV menyimpang dari standar yang digunakan perusahaan, yaitu maksimum 3%. Apabila terjadi penyimpangan pada PV, maka kualitas minyak akan menurun dan dikategorikan sebagai olein untuk bulk. Bulk adalah minyak dengan kualitas rendah yang standar PV-nya maksimum 10%.Jadi, berdasarkan harga per kg untuk kedua produk dapat hitung dengan cara : Harga selisih = Harga Classic – Harga Bulk = Rp 11.100 – Rp 7.500 = Rp 3.600/kg.
24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Jika kapasitas untuk tangki kerja memiliki kapasitas 30 ton, jadi dapat ketahui kerugian perusahaan adalah : Rp 3600 x 30 ton (30000 kg) = Rp 108.000.000. Analisis Biaya Rework lein yang PV-nya tidak memenuhi standar akan di-rework kembali atau diolah ulang ke unit fraksinasi dan biayanya yang diperlukan yaitu Rp 5000 / ton. Dengan kapasitas tangki 30 ton, maka biaya untuk proses pengolahan ulang, yaitu : Rp 5.000/ton x 30 ton (kapasitas tangki) = Rp 150.000.000. Jadi kerugian perusahaan bila melakukan proses pengolahan ulang adalah Rp 150.000.000; Jadi, tindakan perusahaan sudah benar, yaitu tidak me-rework produk diluar standar melainkan memasarkannya sebagai produk bulk. Tahap Improve Penyebab terjadinya penyimpangan pada PV ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Mesin
Setting awal mesin yang tidak tepat
Penyimpangan PV untuk Classic Olein terlalu lama disimpan ditangki penyimpanan
Kurang teliti dalam pengujian PV
Kurang pengawasan
Kualitas olein bagus
Kelelahan Suhu diTangki penyimpanan tinggi Input (olein)
Tenaga kerja
Gambar 2.6 Diagram Ishikawa Penyimpangan PV (Sumber : Yudelen, 2007)
25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tahap Control Tahap kontrol dapat dilakukan melalui pengawasan proses dengan menggunakan Standard Operation Procedure (SOP).Proses produksi classic menghasilkan Indeks Kapabilitas Proses (Cp) sebesar 1,11 dengan nilai DPMO sebesar 967 dan nilai sigma 3,50 (rata–rata industri di Indonesia). Faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan PV pada produk Bimoli Classic adalah: a. Minyak (olein) terlalu lama berada di dalam tangki penyimpanan. Jika suhu di dalam tangki sangat tinggi, maka minyak akan semakin banyak mengikat peroksida sehingga menyebabkan minyak menjadi bau dan kualitas minyak menurun atau membuat minyak cepat rusak. b. Setting awal pada mesin yang tidak tepat. c. Faktor manusia, seperti ketidaktelitian dalam pemeriksaan sampel, kurangnya pengawasan, dan kelelahan. Perlu diperhatikan juga apakah setting untuk pengolahan sudah tepat serta melakukan inspeksi setiap empat jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah standar PV keluar dari batas maksimum yang diijinkan. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan agar penelitian juga dilakukan pada unit lainnya, seperti unit Refinery. 2.2.2 Penelitian Terdahulu 2.2.2.1 Penelitian Sebelumnya Berikut ini adalah rangkuman dari beberapa penelitian sebelumnya, sebagai referensi peneliti saat ini untuk kajian literatur. Berikut Tabel 2.5 Daftar nama peneliti dan hasil dari penelitiannya:
26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.5 Penelitian Sebelumnya No
Nama Peneliti
Metode
Tujuan
Hasil Penelitian
1
Paiva (2013)
HACCP
Quality Management of HACCP Food Industry
Effiecient management of quality
2
Trienekens, dkk (2007)
HACCP
Food Safety Standards
Demand food product of high and consistent quality
3
Zurbier (2013)
HACCP
Increase the productivity of fish exports
Regarding his essential security fishery products
4
Kuncar , dkk (2005)
Six Sigma DMAIC
Implementation of the Six Sigma
improving the quality of the food company
5
Simpson (2013)
Six Sigma DMAIC
Lean Six Sigma in Food Industry
Strong organizational, quality improvements, costumer satisfaction, tool and techniques and innovations
6
Zhen (2013)
Six Sigma DMAIC
Food Safety Mode Effect Analysis (FMEA) process and Implementation of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Lean Six Sigma
company needs to establish a detailed Lean Six Sigma plan and incorporate this plan into the company’s strategies. Building Lean Six Sigma and Safety Culture in a company and enhancing the awareness and participation of each individual in the company will expedite the efficiency of the improvements and maintain the achieved benefit.
7
Dahlgaard, dkk (2006)
Operation Six Sigma
Lean production focused on achieving improvements in most economical way
the waste is everything that increase cost without adding value for costomer
8
McSwane, dkk (2003)
HACCP
Essentials Of Food Safety and Sanitation
cross-contamination caused by many sanitation employees and equipment is not maintained and calibration is very important including the timing and placemen
27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
No 9
Tabel 2.5 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan) Nama Peneliti Metode Tujuan Knowles (2002) HACCP chemical testing as a critical limit on food safety
Hasil Penelitian critical limit chemical testing no tolerance because it is very dangerous in the determination of food security and affects the quality of food
10
Paster (2007)
HACCP
The HACCP Food Safety Training Manual
HACCP manual determination of critical points with prevention includes GMP and SSOP
11
Antony, dkk (2005)
Six Sigma
Six Sigma in Manufacturing UK Small and Medium Enterprises to create a lean production
lean production is achieved with six sigma
12
Maleyeff (2007)
Six Sigma
Improving Service Delivery
Another production affects the quality of products that are more effective
13
Michael (2008)
Six Sigma
Production Improving
stages of improvement through continuous improvement
14
Lauren (2013)
Six Sigma
improvement of production processes
reach 6 sigma process improvement
15
Scholisin (2006)
Six Sigma
Analysis of six sigma quality management persepective on the production division fish fillet
The repair process is ongoing so that any deficiencies that exist can be understood and studied for improvements in the future
16
Gupta, dkk (2012)
Lean Sigma
melakukan perbaikan dengan metodologi lean six sigma tingkat cacat menurun menjadi 15%
Penelitian ini menggambarkan masalah spesifik cacat yang berlebihan di ban radial yang diproduksi di sebuah perusahaan manufaktur ban ternama di India. metodologi Lean SixSigma dapat digunakan untuk mengatasi isu-isu spesifik seperti pengurangan cacat pada produk ban. Sebelum melakukan perbaikan perusahaan mengalami tingkat cacat keseluruhan sebesar 22-25%, setelah
Six
28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.5 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan) No 17
Nama Peneliti Taner & Atwat (2012)
Metode
Tujuan
Hasil Penelitian
Six Sigma
Peningkatan sigma meningkat dari 3,5sigma menjadi 4,2 sigma.
Makalah ini bertujuan untuk menerapkan metodologi Six Sigma untuk meningkatkan alur kerja dengan menghilangkan penyebab kegagalan di departemen pencitraan medis di rumah sakit swasta Turki. Implementasi dari Define, Measure, Analyze, Improvement & Control (DMAIC) dalam siklus perbaikan, grafik alur kerja, diagram tulang ikan dan grafik Pareto bersamasama dengan pengumpulan data yang ketat di departemen tersebut. Identifikasi akar penyebab dari sesi berulang dan penundaan diikuti oleh kegagalan, modus dan analisis efek, analisis bahaya dan analisis pohon keputusan. Penyebab paling sering dari kegagalan adalah kerusakan dari RIS / sistem PACS dan posisi yang tidak tepat pasien. Setelah pelatihan yang ekstensif oleh profesional, tingkat sigma meningkat dari 3,5 sigma menjadi 4,2 sigma.
Untuk membandingkan beberapa aspek seperti variabel, pendekatan penelitian, metode analisis dan tools yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 2.6. Pada penelitian ini variabel yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu variable dependent dan variable independent. Variable dependent adalah merupakan variabel akibat, variabel yang terikat, variabel yang dipengaruhi. Sedangkan variable independent adalah merupakan variabel penyebab, variabel yang tidak terikat, variabel yang mempengaruhi.
29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.6 State of Art Penelitian Sebelumnya Penelitian Sebelumnya No
1
Aspek
Paiva (2013)
Trienekens, dkk (2007)
Zurbier (2013)
Kuncar, dkk (2005)
Simpson (2013)
Zhen (2013)
V
V
V
V
V
V
McSwane, dkk (2003)
Knowles (2002)
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Variable a.Konsepsi HACCP b.Six Sigma
2
Dahlgaard, dkk (2006)
Pendekatan Penelitian
30 3
4
a.
Kualitatif
V
V
b.
Kuantitatif
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Sumber data a.
Primer
V
V
b.
Sekunder
V
V
V
V
V
V
Metode Analysis a.Konsepsi HACCP
V
V
V
b.Six sigma 5
V
Obyek Penelitian a.Produk
V
V
V
b.Proses Produksi
V
V
V
V
V
V
c.Operator d.Area Proses Produksi
V
V
V
V
V
7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
V
V
Tabel 2.6 State of Art Penelitian Sebelumnya (Lanjutan) Penelitian Sebelumnya No
Aspek
Paster (2007)
1
Antony, dkk (2005)
Maleyeff (2007)
Michael (2008)
Lauren (2013)
Scholisin (2006)
V
V
V
V
V
Gupta, dkk (2012)
Taner & Atwat (2012)
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Variable a.Konsepsi HACCP
V
b.Six Sigma 2
Penelitian Ini (2017)
Pendekatan Penelitian
31
3
4
c.
Kualitatif
V
V
d.
Kuantitatif
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Sumber data c.
Primer
V
V
d.
Sekunder
V
V
V
V
V
V
Metode Analysis a.Konsepsi HACCP
V
V
V
b.Six sigma 5
V
Obyek Penelitian a.Produk
V
V
V
b.Proses Produksi
V
V
V
V
V
V
c.Operator d.Area Proses Produksi
V
V
V
V
V
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
V
V
2.3 Kerangka Pemikiran 2.3.1 Ulasan Kerangka Variabel Penelitian Mutu telah menjadi satu-satunya kekuatan terpenting yang membuahkan keberhasilan organisasi dan pertumbuhan perusahaan baik di pasar berskala nasional maupun internasional. Tingkat pengembalian investasi (perbandingan laba terhadap investasi) dari program mutu yang tangguh dan efektif akan menghasilkan probabilitas yang menggiurkan jika didukung dengan strategi mutu yang efektif. Wujud nyata dari hal ini terlibat pada peningkatan penetrasi pasar secara besar-besaran, peningkatan produktivitas total secara mencolok, penurunan biaya dalam jumlah besar dan kepeloporan yang tangguh dalam persaingan pasar. Penelitian tentang pengendalian mutu pada produk perikanan dari mulai pengiriman barang dari suplyer, kemudian masuk ke perusahaan, di proses hingga packing dan delivery sesuai dengan pesanan pelanggan di PT. Mina Jaya Wysia, Tangerang, Banten. Pengendalian mutu produk yang dimaksud adalah menentukan atau mengukur nilai kapabilitas proses (Cp) pada masing-masing proses yang telah disebutkan, membuat peta kendali pada setiap proses yang menjadi kajian, mencari penyebab kesalahan yang terjadi dengan diagram sebab-akibat (diagram tulang ikan). Pengendalian mutu pada produk tidak hanya menentukan nilai kapabilitas proses, membuat peta kendali dan mencari penyebab terjadi kesalahan dengan diagram sebab akibat, tetapi juga
pemberian solusi melalui implementasi Six Sigma.
Sehingga pada akhirnya perusahaan tidak hanya dapat secara efektif dalam melaksanakan proses melainkan dapat mencapai keefisienan. Pemecahan masalah (problem solving) adalah aktivitas yang melibatkan perubahan suatu keadaan yang sedang berlangsung sebagaimana seharusnya. Tujuan Six Sigma sering kali berfokus pada perbaikan terobosan yang menambah nilai kepada perusahaan tersebut melalui pendekatan pemecahan masalah yang sistematis. Perbaikan kinerja bisnis dan kualitas yang sukses bergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah, maka 7 32 http://digilib.mercubuana.ac.id/
beberapa Variable penelitian ini akan peneliti sajikan dalam kerangka pemikiran seperti terlihat pada diagram dibawah ini. Variable yang akan mengerucut kepada pengukuran nilai kualitas Produk (Quality Product) dan variable lain yang mempengaruhi. Hal ini diharapkan mampu menghadapi tantangan dibidang industry perikanan. Variabel-variabel penelitian terbagi menjadi dua yaitu variable dependen dan variable independen. Variable dependen adalah merupakan variabel akibat, variabel yang terikat, variabel yang dipengaruhi. Sedangkan variable independen adalah merupakan variabel penyebab, variabel yang tidakterikat, variabel yang mempengaruhi. Variable dependen dalam penelitian ini adalah Produk yang diproduksi di PT. Mina Jaya Wysia. Sedangkan variable independen sebagai variable penyebab, variable yang tidak terikat, variable yang mempengaruhi. Sedangkan variable independen sebagai variable utama dalam penelitian ini adalah variable basic dari hasil penilaian Quality secara : 1. Konsepsi HACCP 2. Six Sigma Dimana variable pendukung yang mempengaruhi kedua variable utama atau menjadi variable independen dari konsepsi HACCP adalah : 1. Scoresheet Organoleptik 2. Pengujian kimia,biologi, fisikawi 3. Data Barang reject (Production) 2.3.2 Hubungan Antar Variabel Penelitian Secara kajian teori seperti yang di jelaskan beberapa variabel utama dan pendukung sangat terkait dengan kajian teori diatas. Misalnya teori penanganan produk perikanan (food safety) yang di aplikasikan dalam konsep HACCP terdapat variabel Quality yang terkait dengan cara perhitungan teori-teori aplikasi penanganan mutu produk dalam industry perikanan.
33 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pada kajian teori diatas juga melakukan pendekatan teori Six Sigma yang dijadikan Variabel pendukung dalam Improvement Quality produk. Hubungan antar variabel dapat di gambarkan secara singkat pada Gambar 2.7 Variabel Independen
Variabel dependen
Konsepsi HACCP
Quality
Six Sigma
Gambar 2.7 Hubungan antar variable utama (Sumber: Pengolahan Data, 2016) Variabel Organoleptik, Mikrobiologi, Fisikawi terkait dengan Hazard Analysis (CCP). HACCP
terkait dengan proses pencegahan dalam mempertahan kan
Quality. Variabel pendukung lainnya dapat digambarkan dalam Gambar 2.8 Variabel Independen
Variabel Dependen
Scoresheet Organoleptik
Uji Biologi
Konsepsi HACCP
Uji Kimia Uji Fisik Job Efficiency
Six Sigma
Production Gambar 2.8 Hubungan antar variabel HACCP dan Six Sigma (Sumber: Pengolahan Data, 2016)
34 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/