7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation
2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin dalam Solihatin dan Raharjo (2007: 4) mengatakan bahwa Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Menurut Nur dalam Isjoni (2011: 27) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil mengintegrasikan keterampilan social yang bermuatan akademik. Sementara menurut Nurhadi dan Senduk dalam Wena (2008: 189) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesame siswa. Sedangkan menurut Art dan Newman dalam Huda (2011: 32) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai small group of learners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a commom goal (kelompok kecil pembelajar/siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang untuk mencapai hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di 7
8
mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Model pembelajaran kooperatif juga dapat diartikan sebagai suatu tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
2.1.1.2 Konsep Dasar Kooperatif Nurhadi dan Senduk dalam Wena (2008: 190) menyatakan ada beberapa elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan positif (positive interdependence), (2) interaksi tatap muka (face to face interaction), (3) akuntabilitas individual (individual accountability), dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan (use of collarative/social skill). Menurut Jhonson dan Jhonson dalam Huda (2011: 46) ada beberapa elemen dasar yang membuat pembelajaran kooperatif lebih produktif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan individual. Elemen-elemen tersebut antara lain: (1) interpedensi positif (positive interpedence), (2) interaksi promotif (promotive interaction), (3) akuntabilitas individu (individual accountability), (4) keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small-group skill), (5) Pemrosesan kelompok (group processing). Menurut Bennet dalam Isjoni (2011: 60) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu: (1) positive interpedence, (2) interaction face to face, 3) adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok, (4) membutuhkan keluwesan, (5) meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok) (Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep dasar atau unsur yang harus dilaksanakan dalam model pembelajaran kooperatifyaitu : (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka promotif, (3) akuntabilitas individu, (4) keterampilan individu dan kelompok kecil, (5) meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok). Secara khusus dalam menerapkan model ini, guru hendaknya memahami dan mampu mengembangkan rancangan pembelajarannya sedemikian rupa sehingga
9
teraplikasikan dan terpenuhinya keseluruhan konsep-konsep dasar dari penggunaan kooperatif dalam pembelajarannya.
2.1.1.3 Tipe Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni (2011: 199) dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan,yaitu diantaranya: Student Team Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams Games Tournaments (TGT), Group Investigation (GI), Rotating Trio Exchange, dan Group Resume (2011: 73). Menurut Made Wena beberapa model pembelajaran kooperatif, antara lain: model STAD (Student Team Achievement Division), model Jigsaw, dan model GI (Group Investigation). Sedangkan menurut Kagan dalam Huda (2011: 123) beberapa model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan antara lain: Roundrobin, Corners, Paraphrase, Spend-a-Buck, Group Processing, Numbered Head Together, Send-aProblem, Cooperative Review, Three-Step-Interview, Brainstorming, Group Discussion, Roundtable, Partners, Co-Op Co-Op, dan Group Investigation. Dari beberapa model tersebut, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dalam penelitian. Hal itu disebabkan karena model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Matematika, dan Bahasa Indonesia.Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe group investigation juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan.
2.1.1.4 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation Menurut Isjoni (2011: 123) model pembelajaran kooperatif tipe group investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Menurut Wena (2008: 195) model pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah model pembelajaran kooperatif yang pembentukan kelompoknya didasari atas minat anggotanya. Sedangkan menurut Huda (2011: 123) model pembelajaran kooperatif
10
tipe group investigation yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa dari pada teknik-teknik pengajaran di ruang kelas. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Dimana dalam pembentukan kelompoknya didasari atas minat anggotanya, serta menekankan pada pilihan dan kontrol siswa.
2.1.1.5 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation Tujuan yang paling penting dari model pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi . Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, et al. (2000) yaitu: 1) Hasil Belajar Akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. 2) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu. Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orangorang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari
11
berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3) Pengembangan Keterampilan Sosial. Isjoni (2011: 39) tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
2.1.1.6 Langkah-langkah dalam Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Group
Investigation Menurut Huda (2011: 123-124) dalam model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, siswa diberi control dan pilihan penuh untuk merencanakan apa yang ingin dipelajari dan diinvestigasi. Pertama-tama, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil.Masing-masing kelompok diberi tugas atau proyek yang berbeda. Dalam kelompoknya, setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitiannya di depan kelas. Semua anggota harus turut andil dalam menentukan topic penelitian apa yang akan mereka ambil. Mereka pula yang memutuskan sendiri pembagian kerjanya. Selama proses penelitian atau investigasi ini, mereka akan terlibat dalam aktivitas-aktivitas berfikir tingkat tinggi, seperti membuat sintesis, ringkasan, hipotesis, kesimpulan, dan menyajikan laporan akhir. Sementara menurut Isjoni (2011: 87-88 pada model pembelajaran kooperatif tipe group investigation siswa dibagi ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau berdasarkan keterkaitan akan sebuah materi tanpa melanggar cirri-ciri pembelajaran kooperatif. Pada model ini siswa memilih sub topik yang ingin mereka pelajari dan topik yang biasanya telah ditentukan guru, selanjutnya siswa dan guru merencanakan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topik dan materi yang dipilih. Kemudian siswa mulai belajar dengan berbagai sumber belajar baik di dalam atau di luar sekolah, setelah proses pelaksanaan
12
belajar selesai menganalisis, menyimpulkan, dan memebuat kesimpulan untuk mempresentasikan hasil belajar mereka di depan kelas. Sedangkan menurut Wena (2008: 196) ada enam tahapan yang menuntut keterlibatan anggota tim, yaitu sebagai berikut: 1) Identifikasi topik. Setiap anggota kelompok terlibat aktif dalam melakukan identifikasi terhadap topik-topik pembelajaran yang akan dibahas. 2) Perencanaan tugas belajar. Setiap topik ditetapkan, kegiatan kelompok berikutnya adalah melakukan perencanaan tugas belajar. Dalam hal ini bisa saja tugas-tugas pembelajaran dibagi-bagi untuk setiap anggota, sesuai dengan topik yang ditetapkan. 3) Pelaksanaan kegiatan penelitian. Setelah tugas pembelajaran masing-masing anggota ditetapkan, setiap anggota mulai melakukan penelitian. Setelah masing-masing anggota bekerja sesuai tugasnya, selanjutnya diadakan diskusi kelompok untuk menyimpulkan hasil penelitian. 4) Persiapan laporan akhir. Setelah hasil penelitian dibuat, selanjutnya dilakukan penulisan laporan akhir penelitian. 5) Presentasi penelitian. Langkah berikutnya adalah setiap kelompok mempresentasikan hasil penelitiannya di forum kelas. 6) Evaluasi. Dari hasil diskusi kelas masing-masing kelompok mengevaluasi hasil penelitiannya lagi sesuai dengan saran atau kritik yang didapat dalam forum diskusi kelas. Terakhir, setiap kelompok siswa membuat laporan akhir yang disempurnakan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka peneliti menyimpulkan langkahlangkah model pembelajaran kooperatif tipe group investigation yaitu sebagai berikut: 1) Pembentukan kelompok. Pembentukan kelompok belajar disesuaikan dengan jumlah masalah atau materi yang akan dibahas. 2) Identifikasi topik pembelajaran. Guru membimbing kelompok bekerja dan belajar, setiap topik ditetapkan, kegiatan kelompok berikutnya adalah melakukan perencanaan tugas belajar. Dalam hal ini bisa saja tugas-tugas pembelajaran dibagi-bagi untuk setiap anggota, sesuai dengan topik yang ditetapkan. 3) Pelaksanaan penelitian topik. Setelah tugas pembelajaran masing-masing anggota ditetapkan, setiap anggota mulai melakukan penelitian. Setelah masing-masing
13
anggota bekerja sesuai tugasnya, selanjutnya diadakan diskusi kelompok untuk menyimpulkan hasil penelitian. 4) Persiapan laporan akhir. Setelah hasil penelitian dibuat, selanjutnya dilakukan penulisan laporan akhir penelitian. 5) Presentasi penelitian. Guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masingmasing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya 6) Evaluasi. Dari hasil diskusi kelas masing-masing kelompok mengevaluasi hasil penelitiannya lagi sesuai dengan saran atau kritik yang didapat dalam forum diskusi kelas. Terakhir, setiap kelompok siswa membuat laporan akhir yang disempurnakan.
2.1.1.7 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation menurut Isjoni (2011: 87) antara lain: Memberikan kebebasan kepada pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif, dan produktif. Menciptakan pembelajaran yang diinginkan, karena siswa sebagai objek pembelajaran ikut terlibat dalam penentuan pembelajaran. Menurut Nurhadi, Yasin, dan Senduk (2004) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation menuntut keterlibatan siswa sejak perencanaan, baik untuk menentukan topik maupun cara untuk mempelajari melalui investigasi (Wena, 2008: 195-196). Sedangkan menurut Huda (2011: 123) dalam model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, siswa diberi kontrol dan pilihan penuh untuk merencanakan apa yang ingin dipelajari dan diinvestigasi. Jadi, berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation yaitu: 1) Memberikan kebebasan kepada pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan produktif. 2) Menciptakan pembelajaran yang diinginkan, karena siswa sebagai objek pembelajaran ikut terlibat dalam penentuan pembelajaran. 3) Siswa diberi kontrol dan pilihan penuh untuk merencanakan apa yang ingin dipelajari dan diinvestigasi.
14
Kendala-kendala dalam model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, menurut identifikasi Slavin dalam Huda (2011: 68-69) yaitu: 1) Jika tidak dirancang dengan baik justru dapat berdampak pada munculnya free rider atau pengendara bebas, yaitu beberapa siswa yang tidak bertanggung jawab secara personal pada kelompoknya dan mereka hanya mengekor saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain. 2) Diffusion of responsibility (penyebaran tanggung jawab) adalah suatu kondisi dimana beberapa anggota yang dianggap tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggotaanggota lain yang lebih mampu. 3) Learning a part of task specialization,pembagian materi yang berbeda tiap kelompok sering kali membuat siswa hanya fokus pada bagian materi yang menjadi tanggung jawabnya, sementara materi bagian lain yang dikerjakan oleh kelompok lain hamper tidak digubris sama sekali, pada hal semua materi tersebut saling berkaitan satu sama lain. Sementara Isjoni (2011: 36-37) berpendapat “Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, yaitu: 1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan banyak tenaga, pemikiran, dan waktu, 2) agar proses pembelajran berjalan dengan lancer maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai, 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hali ini mengakibatkan siswa yang lainmenjadi pasif. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa kekurangan atau kelemahan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, yaitu: 1) Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi kepada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri. 2) Awal penggunaan model ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik. 3) Aplikasi model ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit, tapi bisa diatasi dengan model team teaching.
15
4) Kegiatan belajar mengajar membutuhkan lebih banyak waktu dibanding metode yang lain. 5) Metode ini bagi guru membutuhkan konsentrasi dan tenaga yang lebih ekstra, karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda-beda
2.1.2
Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar sangat penting untuk diketahui, baik secara perseorangan maupun secara kelompok, karena di samping sebagai salah satu indikator keberhasilan belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu, juga sebagai sarana memotivasi siswa bagi siswa yang mengenyam pendidikan di lembaga tersebut. Menurut Romiszowski dalam Abdurrahman (2003: 38) “Hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu system pemrosesan masukan (inputs).Masukan dari sistem tersebut berupa barmacam-macam informasi sedangkan keluarannnya adalah perbuatan atau kinerja (performance)”. Seperti halnya Romiszowski, Keller dalam Abdurrahman (2003: 38) menyatakan “Hasil belajar sebagai keluaran dari suatu system pemrosesan berbagai masukan yang berupa informasi.”Berbagai masukan tersebut menurut Killer dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kelompok masukan pribadi (personal inputs) dan kelompok masukan yang berasal dari lingkungan (environmental inputs). Menurut Sudjana dalam Padmono, (2009: 26) menyatakan “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa atau mahasiswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya” Hal senada diungkapkan Bloom hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai).Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual .
16
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 250), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Menurut Oemar Hamalik (dalam Indra Munawar, 2009) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009: 201) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: 1) Ranah Kognitif Berkenaan
dengan
hasil
belajar
intelektual
yang
terdiri
dari
enam
jenjang/tingkatan, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. 2) Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. 3) Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Howard Kingsley (dalam Indra Munawar, 2009) membagi 3 macam hasil belajar, yaitu 1) Keterampilan dan kebiasaan, 2) Pengetahuan dan pengertian, dan 3) Sikap dan cita-cita. Pendapat tersebut menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
17
Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sebagai perubahan dalam kapabilitas (kemampuan tertentu) yaitu keluaran (outputs) berupa perbuatan atau kinerja (performance) dari suatu system pemrosesan masukan (inputs) berupa bermacam-macam informasi dari masukan pribadi (personal inputs) dan masukan yang berasal dari lingkungan (environmental inputs) atau sebagai akibat belajar.
2.1.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar bukan saja dipengaruhi oleh kemampuan intelektual yang bersifat kognitif, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non kognitif seperti emosi, motivasi, kepribadian serta pengaruh lingkungan (Conny Semiawan. 2001: 12). Belajar sebagai proses disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Faktor-faktor tersebut menurut Sumadi Suryabrata (2002: 233) adalah 1) Faktor-faktor dari luar diri pelajar, yang digolongkan mejadi 2 golongan yaitu: (a) Faktor-faktor non sosial, dan (b) faktor-faktor sosial. 2) Faktor-faktor dari dalam diri pelajar, yang digolongkan menjadi dua golongan yaitu: (a) Faktor-faktor fisiologis, dan (b) Faktor-faktor psikologis. Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2003: 132) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat digolongkan: 1) Faktor internal, yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa, 2) Faktor eksternal, yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa, 3) Faktor pendekatan belajar jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode pembelajaran Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut: 1) faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri siswa), yang terdiri dari faktor fisiologis dan faktor psikologis. 2) faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri siswa), yang terdiri dari faktor -faktor non sosial, faktor-faktor sosial, dan pendekatan belajar. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) meliputi dua aspek, yaitu: aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisiologis diantaranya kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organorgan tubuh dan sendi-sendinya. Sedangkan aspek psikologis yang dapat
18
mempengaruhi hasil belajar siswa adalah intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa. Faktor ekternal siswa terdiri atas dua macam, yaitu: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial. Lingkungan sosial antara lain para guru, staf administrasi, teman-teman, orang tua dan keluarga siswa dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Lingkungan non sosial diantaranya gedung sekolah dan letaknya, rumah siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap tarap keberhasilan proses pembelajaran siswa siswa. Semakin mendalam cara belajar siswa maka makin baik pula hasil belajarnya.
2.1.2
Pembelajaran IPS di SD
2.1.3.1 Pengertian IPS Istilah Pendidikan IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia relatif baru digunakan.IPS merupakan program pendidikan pada tingkat pendidikan dasar yang banyak disorot.Oleh karena itu, IPS sangat penting dipelajari oleh siswa.IPS di beberapa negara dikenal dengan namaSocial studies atau studi sosial, sejatinya apa yang menjadi pokok bahasan dan tujuan IPS maupun studi sosial adalah sama. Untuk itu perlu dikemukakan terlebih dahulu apakah studi sosial itu. Sapriya, (2011: 10) Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate and content from the humanities, mathematics, and natural science. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world. Maksud dan arti teori tersebut adalah bahwa ilmu-ilmu sosial merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk mempromosikan kompetensi sipil. Dalam program sekolah, ilmu-ilmu sosial memberikan terkoordinasi, studi sistematik seperti gambar di atas disiplin seperti antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum,
19
filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta sesuai dan isi dari humaniora, matematika, dan ilmu alam. Tujuan utama penelitian sosial adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan informasi dan beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga negara yang beragam budaya, masyarakat demokratis di dunia yang interdependen. Sementara itu ada pengertian lain tentang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yaitu: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB.IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejawah, sosiologi, dan ekonomi (Depdikbud, 2007). Sedangkan menurut Fajar (2009: 31) “IPS adalah salah satu bidang yang rumit karena luasnya ruang lingkup dan merupakan gabungan dari sejumlah disiplin ilmu seperti ekonomi, sejarah, antropologi,dan apa saja yang disebut sipil perlu di tekankan”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Disamping itu, IPS juga merupakan salah satu bidang yang rumit karena luasnya ruang lingkup dan merupakan gabungan dari sejumlah disiplin ilmu seperti ekonomi, sejarah, antroplogi, dan apa saja yang disebut sipil perlu ditekankan.
2.1.3.2 Tujuan IPS di SD Tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Solihatin dan Raharjo, 2009: 15). Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial di SD menurut Fajar (2009: 110) adalah: a) mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis, b) mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecaahkan masalah dan keterampilan sosial, c) membangun komitmen kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, d) meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi majemuk, baik secara nasional maupun global.
dalam masyarakat yang
20
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) Mengenal konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (Depdikbud, 2006). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan IPS, yaitu: a) Mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta sebagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. b) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. c) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. d) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. e) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
2.1.3.3 Konsep IPS di SD Berkaitan dengan konsep IPS di SD, Solihatin dan Raharjo (2009: 15) mengemukakan beberapa konsep IPS di Indonesia yaitu: interaksi, saling ketergantungan, kesinambungan dan perubahan, keragaman/kesamaan/ perbedaan, konflik dan consensus, pola (pattern), tempat, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dan pemerataan, kelangkaan, kekhususan, budaya, nasionalisme. Sedangkan Fajar (2009: 111) menyebutkan bahwa konsep IPS adalah: a) sistem sosial dan budaya, b) manusia, tempat, dan lingkungan, c) perilaku ekonomi dan
21
kesejahteraan, d) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, e) sistem berbangsa dan bernegara. Konsep mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) manusia, tempat, dan lingkungan, b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, c) sistem sosial dan budaya, d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan (Depdikbud, 2007). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsep IPS
meliputi:
interaksi,
saling
ketergantungan,
kesinambungan,
perubahan,
keragaman/kesamaan/ perbedaan, konflik, consensus, pola (pattern), manusia, tempat, lingkungan, waktu, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dan pemerataan, kelangkaan, kekhususan, sistem sosial, budaya, perilaku ekonomi, kesejahteraan, dan nasionalisme atau sistem berbangsa dan bernegara.
2.1.3.4 Fungsi IPS di SD Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis (Depdikbud, 2007).Sedangkan Fajar (2009: 110) menyebutkan fungsi IPS adalah untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Martorella dalam Solihatin dan Raharjo, (2009: 14) mengatakan bahwa dalam pembelajaran IPS diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilan berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi IPS adalah untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, nilai, sikap, moral, keterampilan siswa, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis berdasarkan konsep yang telah dimilikinya.
2.1.2.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh
kemampuan peserta didik yang
22
standar
dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan bagi siswa kelas 4 SD disajikan melalui tabel berikut ini. Tabel 2 SK dan KD mata pelajaran IPS Kelas 4 Semester 2 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya alam, 2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang kegiatan ekonomi,dan kemajuan berkaitandengan sumber daya teknologidi alam dan potensi lain lingkungankabupaten/kota didaerahnya danprovinsi 2.2 Mengenal pentingny koperasi dalammeningkatkan kesejahteraan masyarakat 2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya 2.4 Mengenal permasalahan sosial didaerahnya (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) 2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Cahyo Rini pada tahun 2011 dengan judul “Penerapan pembelajaran kooperatif tipe group investigation untuk meningkatkan hasil belajar IPS di SDN Pagentan 01 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang” memperoleh hasil bahwa penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ternyata prestasi belajar IPS pada siswa kelas IV SDN Pagentan 01 Kecamatan Singosari dapat meningkat. Berdasarkan penilaian prestasi hasil belajar IPS nilai rata-rata tes formatif 69 meningkat 86, jumlah siswa yang tuntas belajar pada siklus 1 ada 21 siswa, dan pada siklus 2 meningkat 31 siswa sedangkan persentase ketuntasan pada siklus 1 mencapai
23
58% dan pada siklus ke 2 meningkat 83 %, siswa lebih aktif dan responsif dalam melakukan diskusi dengan menggunakan media vidio visual. Murti Rahayu melakukan penelitian pada tahun 2011 dengan judul “Peningkatan hasil belajar IPS melalui model group investigation bagi siswa kelas IV SDN Soso 03 Gandusari Kabupaten Blitar” memperoleh hasil bahwa model group investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dilihat dari peningkatan yang diperoleh siswa pra tindakan rata-ratanya 61,2 dengan persentase 37,5%, siklus I pertemuan 1 rata-ratanya 63 dengan persentase 50%, pertemuan 2 rata-ratanya 67 dengan persentase 62,5%, dan pertemuan 3 rata-ratanya 71 dengan presentase 68,75%, siklus II pertemuan 1 rataratanya 77 dengan persentase 75%, pertemuan 2 rata-ratanya 79 dengan persentase 8,25%, dan pertemuan 3 rata-ratanya 92 dengan persentase 87,5%. Dari siklus I sampai dengan siklus II mencapai peningkatan sebesar 13% dari 16 siswa yang tuntas 14 siswa dan yang belum tuntas 2 siswa Karena mereka dari keluarga yang broken home dan memiliki latar belakang keluarga yang tidak berpendidikan, sehingga kurang perhatian dalam belajar., selain itu motivasi dan keinginan untuk berprestasi kurang.
2.3 Kerangka Pikir Dalam Pelaksanaan proses belajar mengajar saat ini, guru dituntut memiliki kompetensi dalam mengelola proses belajar mengajar tersebut. Karena itu untuk dapat mengantarkan siswa mencapai kompetensi yang diharapkan, guru harus mampu merancang dan mengelola kegiatan pembelajaran yang efektif. Anak kelas IV termasuk dalam kisaran umur 9-10 tahun, jadi tergolong pada masa belajar atau masa sekolah rendah yang memiliki rasa ingin tahu besar sekali dengan cara berfikir yang kongkrit. Anak sudah bisa berfikir logis secara sistematis untuk dapat memecahkan masalah yang ada, dengan tetap memperhatikan kondisi fisik dan perseptual peserta didik. Apabila seorang pengajar mengindahkan kondisi fisik dan perseptual dari peserta didik, maka kondisi belajar siswa khususnya cara berfikir siswa akan terganggu. Karena kondisi fisik dan perseptual anak akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya, termasuk aspek perkembangan kognitif anak. Dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai fasilitator harus memahami teori-teori belajar, strategi dalam pembelajaran dan model-model pembelajaran. Sehingga
24
guru mampu merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien, interaktif dan menyenangkan. Sedangkan siswa, dalam proses belajar mengajar harus diberi kesempatan yang luas untuk aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran dan tidak semata-mata merupakan pemberian informasi searah dan menyimak tanpa ada kegiatan untuk mengembangkan secara kreatif ide maupun sikap dan keterampilan mandiri. Di sinilah model pembelajaran kooperatif tipe group investigation menjadi sarana untuk meningkatkan belajar siswa aktif.Karena model pembelajaran kooperatif tipe group investigation menuntut siswa untuk mempelajari sesuatu yang kemudian diajarkan kepada siswa lainnya.jadi, dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dalam hasil belajar IPS tentang masalah sosial diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran siswa pada mata pelajaran IPS. 2.4
Hipotesis Tindakan Berdasarkan paparan di atas, penulis mengajukan hipotesis tindakan sebagai
berikut : 1) Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas 4 SDN Pangempon Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. 2) Dengan prosedur yang tepat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas 4 SDN Pangempon Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013.