BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar a.
Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar (SD) Siswa sekolah dasar pada umumnya berada pada rentang usia 612 tahun. Pada rentang usia ini, siswa SD sedang dalam tahap perkembangan
kognitif,
afektif
dan
psikomotorik
dan
sosial.
Perkembangan yang terjadi pada tiap individu merupakan suatu proses yang kompleks dan teratur karena banyak faktor yang berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangannya. Setiap anak
mempunyai
karakteristik
pada
pertumbuhan
dan
perkembangannya. Usia anak kelas V SD yang berkisar 9-11 tahun mempunyai karakteristik pertumbuhan
tersendiri baik fisik maupun
psikisnya. Buhler (Sobur, 2003: 132) menjelaskan bahwa pada fase keempat (9-11 tahun) adalah fase masa sekolah dasar. Pada fase ini anak mencapai objektivitas tertinggi, atau bisa juga disebut dengan masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh rasa ingin tahu yang tinggi. Selain itu, pada fase ini juga disebut sebagai masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Desmita (2012: 156) berpendapat jika pada usia sekolah dasar, daya pikir anak berkembang kearah berpikir konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar dalam suatu stadium belajar. Sedangkan Piaget (Desmita, 2012: 156) menyebutkan bawha pemikiran anak-anak pada usia sekolah dasar disebut dengan pemikiran operasional konkrit (concrete operational thought). Pada masa ini anak mampu memahami operasi dalam sejumlah konsep. 8
9 Piaget juga menyatakan bahwa proses berpikir anak-anak berubah secara signifikan selama tahap operasi konkret. Anak-anak usia sekolah dasar telah mampu untuk mengklasifikasi atau mengelompokkan sesuai dengan perkembangan logis (Darmin, 2013: 64). Sedangkan Bruner (Wahyudi, 2013: 6) menyebutkan bahwa anak-anak pada usia sekolah dasar berkembang melalui 3 tahap perkembangan mental, yaitu: 1) Enactive: anak-anak dalam belajar menggunakan/memanipulasi objek-objek secara langsung. 2) Ikonic: tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek. 3) Symbolic: merupakan tahap manipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi ada kaitannya dengan objek-objek. Berdasarkan penjelasan tentang karakteristik siswa kelas V SD maka dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V SD berkisar usia 9-11 tahun yang mempunyai ciri yaitu sudah mulai berpikir logis terhadap objek yang konkret, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi karena pada usia ini mereka berada pada tahap operasional konkret, sehingga anak lebih suka untuk menyelidiki, menjelajah dan bereksplorasi sendiri, timbul minat ke hal-hal tertentu dan mereka senang membentuk kelompok-kelompok sebaya. Siswa pada usia ini juga mulai mampu memanipulasi objek secara langsung. Dari penjelasan karakteristik siswa kelas V SD, diperlukan model pembelajaran dan media pembelajaran yang tepat. Dalam hal ini, penerapan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) dengan media manipulatif dalam pembelajaran matematika tentang operasi hitung pecahan pada siswa kelas V SD, diharapkan dapat sesuai dengan karateristik siswa dan meningkatkan pembelajaran matematika karena dalam pelaksanaan model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) yang dikombinasikan dengan media manipulatif akan membentuk kelompok-kelompok kecil yang ditujukan agar siswanya berinteraksi dan
10 aktif dalam pembelajaran serta siswa akan mencoba dan berperan langsung dengan media manipulatif sehingga pembelajaran matematika dapat meningkat. b. Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Belajar Burton (Susanto, 2015: 3) menjelaskan pengertian belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Gagne dalam Sagala (2011: 13) belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Berawal dari pengalaman seorang individu mampu membangun kemampuannya dalam memecahkan masalah dalam belajar sehingga pembelajaran akan bermakna. Adapaun Hilgard (Susanto, 2015: 3) menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman dan sebagainya. Sedangkan Hamalik (2003: 8) menjelaskan bahwa belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman (learning is defined as the modificator or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan. Berdasarkan beberapa pengertian belajar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman,
atau pengetahuan baru sehingga
memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak.
11 Perubahan
yang
dimaksud
mencakup
pengetahuan,
kecakapan, tingkah laku, dan melalui latihan (pengalaman). Belajar pada hakekatnya merupakan aktivitas yang utama dalam serangkaian proses pendidikan di sekolah. Hal ini dapat dipahami karena berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan adalah dominan bergantung pada bagaimana proses belajar mengajar atau proses pembelajaran itu berlangsung. 2) Faktor-faktor Belajar Sobur (2011: 244) mengemukakan secara garis besar faktorfaktor yang mempengaruhi belajar anak atau individu dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu: a) Faktor endogen atau disebut juga faktor internal, yakni semua faktor yang berada dalam diri individu. Faktor endogen meliputi dua faktor, yakni faktor fisik dan faktor psiskis. b) Faktor eksogen atau disebut juga faktor eksternal, yakni faktor yang berada di luar diri individu, misalnya orang tua atau kondisi lingkungan di sekitar individu. Walisman (Susanto, 2013: 12-13) menyebutkan ada dua macam faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu: a) Faktor internal, yakni faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. b) Faktor eksternal, yakni faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yatitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.
12 Berdasarkan beberapa pendapa ahli tentang faktor yang memperngaruhi belajar, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang dari dalam siswa seperti: motivasi, kecerdasan, dan bakat. Sedang faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar siswa seperti: keluarga, sekolah dan masyarakat. 3) Proses Belajar Hamalik (2010: 55) menjelaskan bahwa hakikat proses belajar bertitik tolak dari suatu konsep bahwa belajar merupakan perubahan perbuatan melalui aktivitas, praktik, dan pengalaman. Dua factor utama yang menentukan proses belajar adalah hereditas dan lingkungan. Hereditas adalah bawaan sejak lahir seperti bakat, abilitas, dan intelegensi, sedangkan aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah guru dan orang tua. Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2013: 17) menjelaskan bahwa proses belajar dari segi siswa merupakan proses mental dalam menghadapi bahan belajar yang berupa keadaan alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran. 4) Hasil Belajar Hasil belajar menurut Susanto (2015: 5) adalah perubahanperubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan isntruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Pengertian hasil belajar dipertegas lagi oleh Nawawi (dalam K.Brahim, 2007: 39) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari
13 materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Dari beberapa pernyataan mengenai hasil belajar maka disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu kuantitas maupun kualitas dari proses perubahan tingkah laku yang dicapai peserta didik melalui pemahaman dalam menerima materi pelajaran. 5) Pengertian Pembelajaran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (Susanto, 2013: 18). Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Pembelajaran merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Pembelajaran merupakan rekonstruksi dari pengalaman masa lalu yang berpengaruh terhadap perilaku dan kapasitas seseorang atau suatu kelompok (Huda, 2014: 2.6). Pengertian pembelajaran menurut Hamalik (2014: 57) adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material,
fasilitas,
perlengkapan,
dan
prosedur
yang
saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Corey (Sagala, 2013: 61) menjelaskan konsep tentang pembelajaran sebagai berikut: “Suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.” Sedangkan
Sanjaya
(2006:
104)
menjelaskan
istilah
pembelajaran (instruction) adalah usaha siswa dalam mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru.
14 Berdasarkan uraian pengertian pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu usaha atau proses interaksi antara peserta didik dengan guru dan sumber belajar atau lingkungan belajar untuk mewujudkan perubahan pada peserta didik agar terwujud kepribadian yang mandiri, kreatif, mampu bekerja sama, memiliki inisiatif, dan memiliki rasa tanggung jawab. 6) Karakteristik Pembelajaran Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru memiliki beberapa karakteristik. Sanjaya (2008: 79) menjelaskan tentang 7)
karakteristik pembelajaran, yaitu sebagai berikut: a) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa Dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, akan tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. a) b) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja Kelas bukanlah satu-satunya tempat untuk belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran yang dipelajari. c) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Penguasaan materi hanya sebagai tujuan untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas. Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai siswa dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri. Sedangkan Sagala (2013: 63) menyebutkan pembelajaran mempunyai dua karakterisik, yaitu: (a) dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, yaitu menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir, (b) dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab yang akan
15 meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan
berfikir
tersebut
dapat
membantu
siswa
untuk
memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran yaitu: (1) dilakukan dengan sadar dan direncakanan, (2) berorientasi pada siswa, (3) proses pembelajaran melibatkan mental siswa dan menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir, (4) proses pembelajaran dapat dilakukan dimana saja, (4) berorientasi pada pencapaian tujuan. c. Tinjauan Matematika 1) Pengertian Matematika Depdiknas
(Susanto,
2013:
184)
menjelaskan
kata
matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajar,” sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Wahyudi (2008: 3) mengatakan matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam matematika memiliki sifat yang sangat kuat dan jelas. Russfendi
(Heruman,
2008:
1)
menyatakan
bahwa
matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan argumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia
16 kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Susanto, 2013: 184) Sedangkan Soedjadi (Heruman, 2008: 1) menerangkan bahwa matematika merupakan ilmu yang memiliki objek tujuan abtrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Matematika sebagai ilmu yang berkenaan dengan ide-ide berupa konsep abstrak yang tersusun secara teratur yang penalarannya deduktif. Sehingga belajar matematika merupakan suatu kegiatan mental
yang
tinggi
yang
dilakukan
secara
bertahap
dan
berkesinambungan. Penguasaan terhadap konsep-konsep matematika harus dipahami sejak dini, hal ini disebabkan bahwa konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu rangkaian sebab akibat. Suatu konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya dan akan menjadi dasar konsep-konsep selanjutnya, sehingga pemahaman yang salah pada suatu konsep akan berakibat pada kesalahan pemahaman terhadap konsep-konsep selanjutnya. Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu studi yang memiliki objek abstrak, konsepkonsep yang tersusun secara hierarkis yang dimulai dari pengkajian sederhana menuju arah yang rumit (kompleks) dan penalarannya deduktif tetapi tidak melupakan penalaran induktif, pembahasannya mengenai bilangan, kemungkinan, bentuk, alogaritma, geometri, aljabar dan lain sebagainya. 2) Pengertian Pembelajaran Matematika Bruner
(Wahyudi,
2013:
6)
mengungkapkan
bahwa
pembelajaran matematika adalah pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materiyang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan strukturstruktur matematika itu, sedangkan Bruner (Heruman, 2008: 4) dalam metode penemuannya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika,
siswa
harus
menyelesaikan
sendiri
berbagai
17 permasalahan yang terjadi, materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Pada teori Bruner, terdapat tiga tahapan belajar, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik. Tahap enaktif adalah tahap yang dilakukan anak untuk menggunakan atau memanipulasi objek-objek secara langsung. Tahap ikonik adalah memanipulasi dengan memakai gambaran dari objekobjek.Tahap simbolik adalah tahap yang mengajak anak untuk memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek. Dari teori Bruner tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan melalui tahap enaktif, ikonik, dan simbolik yang bertujuan agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan kegiatan belajar siswa lebih bermakna. 3) Tujuan Pembelajaran Matematika SD Wahyudi
(2008: 3) mengatakan
tujuan
pembelajaran
matematika adalah melatih cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Tujuan
pembelajaran
matematika
di
sekolah
dasar,
sebagaiamana yang disajikan oleh Depdiknas (Susanto, 2013: 190) adalah sebagai berikut: (a) Memahami
konsep
matematika,
menjelaskan
keterkaitan
antarkonase, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme. (b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
18 (d) Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah. (e) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dari pendapat-pendapat yang telah dijelaskan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika SD adalah terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika; mampu mengkomunikasikan gagasan dan symbol dalam matematika; serta melatih cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten, dalam kehidupan sehari-hari. 4) Karakteristik Pembelajaran Matematika Dengan memperhatikan definisi matematika, maka Jihad (2008: 33-34) mengidentifikasi bahwa karakteristik pembelajaran matematika jelas berbeda dengan mata pelajaran lain dalam beberapa hal berikut, yaitu : (a) objek pembicaraannya abstrak, sekalipun dalam pengajaran di sekolah anak diajarkan benda konkret, siswa tetap didorong untuk melakukan abstraksi; (b) pembahasan mengandalkan tata nalar, artinya info awal berupa pengertian dibuat seefisien mungkin, pengertian lain harus dijelaskan kebenarannya dengan tata nalar yang logis; (c) pengertian/konsep atau pernyataan sangat jelas berjenjang sehingga terjaga konsistennya; (d) melibatkan perhitungan (operasi); (e) dapat dipakai dalam ilmu yang lain serta dalam kehidupan seharihari. 5) Ruang Lingkup Matematika SD Menurut Standar Isi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI pada kurikulum KTSP mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (a) Bilangan
19 (b) Geometri dan pengukuran (c) Pengolahan data Selanjutnya Wahyudi (2008: 3) berpendapat bahwa standar kompetensi matematika dikelompokkan dalam kemahiran matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri, dan kalkulus. Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
ruang lingkup matematika SD terdiri dari kemahiran matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, pengolahan data. 6) Materi Pecahan Kelas V SD Materi pecahan kelas V SD yang digunakan pada penelitian ini diambil pada Standar Kompetensi 5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah, dengan Kompetensi Dasar 5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan. Materi pecahan merupakan salah satu materi yang terdapat dalam ruang lingkup bilangan pada pembelajaran matematika SD. Heruman (2007: 43) menjelaskan bahwa: “Pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapaun bagian yang utuh adalah adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut.” Depdikbud (Heruman, 2007: 43) menjelaskan materi pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. Kesulitan ini terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, dan sulitnya pengadaan media pembelajaran yang berakibat guru langsung mengajarkan pengenalan angka. Sedangkan pengertian pecahan menurut Wahyudi (2008: 127) adalah suatu bilangan yang dapat ditulis melalui pasangan terurut dari bilangan cacah
, dimana b ≠ 0. Dalam notasi himpunan,
20 himpunan pecahan adalah: F = { ≠0
}. Pada pecahan
| a dan b adalah bilangan cacah, b
, a disebut pembilang dan b disebut penyebut
pecahan tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah bagian dari keseluruhan (utuh) mempunyai 2 bagian yaitu pembilang dan penyebut yang penulisannya dipisahkan oleh garis lurus ( , dimana b ≠ 0). Macam-macam pecahan terdiri dari: (a) Pecahan sederhana, yaitu pecahan yang pembilang dan penyebut merupakan bilangan-bilangan bulat yang koprim. (FPB dari pembilang dan penyebut adalah 1) Contoh: , ,
dst.
(b) Pecahan murni atau pecahan sejati, yaitu pecahan yang pembilangnya lebih kecil dari nilai mutlak penyebut. Contoh:
, , dst.
(c) Pecahan tidak murni, yaitu pecahan yang pembilangnya lebih dari penyebut. Contoh: ,
,
dst.
(d) Pecahan mesir, yaitu pecahan dengan pembilang 1. Contoh:
, ,
dst.
(e) Pecahan campuran, yaitu suatu bilangan yang terbentuk atas bilangan cacah dan pecahan biasa. 1
2
3
Contoh: 3 2 , 55 , 8 7 (f) Pecahan desimal, yaitu pecahan yang penyebutnya berbentuk 10n. Pada penelitian ini Kompetensi Dasar yang digunakan adalah pada KD 5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan dengan indikator:
21 5.2.1 Menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama 5.2.2 Menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan campuran 5.2.3 Mengurangkan pecahan dari bilangan asli 5.2.4 Mengurangkan pecahan berpenyebut tidak sama. 5.2.5 Mengurangkan dua pecahan campuran. 5.2.6 Menjumlahkan dan mengurangkan pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Penjabaran materi yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: (a) Menjumlahkan Pecahan Berpenyebut Tidak Sama (Berbeda) Menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama adalah dengan cara menyamakan penyebutnya dengan Kelipatan Persektutuan Terkecil (KPK). Contoh: Tentukan penjumlahan pecahan berikut ini!
+ = …. + =
+
=
=1
(b) Menjumlahkan Pecahan Biasa dengan Pecahan Campuran Penjumlahan pecahan biasa dengan pecahan campuran adalah menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan yang teridiri dari pecahan biasa dengan bilangan bulat. Caranya adalah dengan mengubah pecahan campuran menjadi bentuk pecahan biasa. Cara mengubahnya dengan cara membagi pembilang dengan penyebut (hasilnya bilangan bulat), kemudian sisa pembagian dijadikan pembilang pecahan (penyebut tetap). Penjumlahan pecahan campuran dengan pecahan biasa dapat dilakukan dengan mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa terlebih dahulu. Contoh:
22 Mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa terlebih dahulu. Tentukan penjumlahan berikut ini: 1 3
+ 3
2 3
1
=3+
11 3
=
+ 3 = ….
=4
(c) Mengurangkan Pecahan dari Bilangan Asli Pengurangan pecahan dari bilangan bulat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mengubah bilangan bulat menjadi pecahan, atau dengan mengurangkan 1 dari bilangan bulat tersebut dan mengubah 1 menjadi pecahan yang sama dengan pecahan pengurangnya. Contoh: Tentukan hasil pengurangan dari 6 Cara 1 6-
=
- =
- =
=5
Cara 2 6-
=5 - =5
(d) Mengurangkan Pecahan Biasa dengan Pecahan Campuran Pengurangan
pecahan
biasa
dengan
pecahan
campuran
dilakukan dengan mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa. Contoh: Tentukan pengurangan pecahan dari 3 3
1 2 − 3 3
=
11 3
-
=
- = ….
=3
(e) Menjumlahkan dan Mengurangkan Pecahan Berpenyebut Tidak Sama. Menjumlahkan dan mengurangkan pecahan berpenyebut tidak sama dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya
23 terlebih dahulu dengan cara mencari KPK dari penyebutpenyebutnya. Contoh: Selesaikan operasi hitung berikut:
+ - =
+
-
=
d. Peningkatan Pembelajaran Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar Bruner
(Wahyudi,
2013:
6)
mengungkapkan
bahwa
pembelajaran matematika adalah pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materiyang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan strukturstruktur matematika itu, sedangkan Bruner (Heruman, 2008: 4) dalam metode penemuannya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menyelesaikan sendiri berbagai permasalahan yang terjadi, materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya, jadi dapat disimpulkan bahwa peningkatan pembelajaran matematika tentang operasi hitung pecahan pada kelas V SD adalah proses untuk meningkatkan konsep-konsep dan struktur-struktur matematika serta menyelesaikan berbagai masalah yang terdapat di dalam dalam materi yang dipelajari yaitu menjumlahkan berbagai bentuk pecahan, mengurangkan berbagai bentuk pecahan, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan operasi hitung
pecahan yang disesuaikan dengan karakteristik siswa kelas V SD yaitu mengenal teman sebaya dan senang berkelompok serta mempelajari halhal yang konkret atau nyata .
24 2. Penerapan Model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) dengan Media Manipulatif a. Model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) 1) Pengertian Model Pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur
sistematik
dalam
mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran (Trianto, 2010: 53). Selanjutnya Anitah (2009: 45) menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Joyce & Weil (Huda, 2014: 73) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk
kurikulum
(rencana
pembelajaran
jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran sangat bervariatif, mulai dari model pembelajaran yang menggunakan pendekatan organisasional, pendekatan kolaboratif, pendekatan komunikatif, pendekatan informative, pendekatan reflektif, hingga pendekatan berpikir dan berbasis masalah. Huda (2014: 270) menyebutkan bahwa pendekatan berbasis masalah terdiri dari berbagai macam model pembelajaran, antara lain: (1) Problem Based Learning, (2) Problem Solving Learning, (3) Problem-Posing Learning, (4) Open-Ended Learning, (5) Problem
25 Prompting Learning, (6) SAVI, (7) VAK, (8) AIR, (9) Group Investigation, (10) Means Ends Analysis, (11) Creative Problem Solving, (12) Dooble Loop Problem, (13) Scramble, (14) Mind Map, (15) Generative, (16) Circuit Learning, (17) Complete Sentence, (18) Concept Sentence, (19) Treffinger. Salah satu model pembelajaran berbasis masalah adalah model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR). Gaya pembelajaran Auditory,
Intellectually,
Repetition
(AIR)
merupakan
gaya
pembelajaran yang mirip dengan model pembelajaran Somatic, Auditory, Visualization, Intellectually (SAVI) dan pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK). Perbedaannya terletak pada pengulangan (repetisi) yang bermakna pendalaman, perluasan, dan pemantapan dengan cara pemberian tugas dan kuis (Huda, 2014: 289). Model pembelajaran AIR merupakan singkatan dari Auditory, Intellectually, dan Repetition. Model ini menganggap bahwa pembelajaran akan berjalan lancar apabila memperhatikan 3 aspek didalamnya, yaitu Auditory, Intellectually, Repetition. (a) Auditory Belajar bermodel auditory, yaitu belajar mengutamakan berbicara dan mendengarkan. Menurut Eman Suherman (dalam Shoimin, 2014: 29) auditory bermakna bahwa belajar haruslah melalui
mendengarkan,
menyimak,
berbicara,
presentasi,
argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menaggapi. De Porter (2009: 85) menjelaskan gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang mengakses segala jenis bunyi dan kata baik yang diciptakan maupun diingat. Meier menyebutkan ada beberapa gagasan untuk meningkatkan penggunaan auditory dalam belajar, diantaranya :
26 (1) Mintalah siswa untuk berpasangan, membincangkan secara terperinci apa yang baru mereka pelajari dan bagaimana menerapkannya. (2) Mintalah
siswa
untuk
mempraktikan
sesuatu
keterampilan atau memperagakan suatu konsep sambil mengucapkan secara terperinci apa yang sedang mereka kerjakan. (3) Mintalah siswa untuk berkelompok dan berbicara saat menyusun pemecahan masalah. Dari ketiga gagasan tersebut dimulai dari siswa dikumpulkan dalam beberapa kelompok dan mempraktekan secara bersama-sama untuk menyelesaikan masalah, tentunya ketiga aspek tersebut dapat menumbuhkan komunikasi siswa dalam kelas sehingga siswa berperan aktif. Auditory yang dimaksud disini yaitu ketika siswa membuat suara sendiri dengan berbicara dan menyimak, sehingga siswa menjadi aktif. Penerapan unsur auditory dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan kegiatan menyimak, berdiskusi, dan menyampaian pendapat serta presentasi. Menyimak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kegiatan mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca oleh orang lain. (memeriksa, mempelajari) dengan teliti. (b) Intellectually Menurut Dave Meier (dalam Shoimin, 2014: 29) intellectually menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam pemikiran suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna,
rencana,
dan
nilai
dari
pengalaman
tersebut.
Intellectually juga bermakna belajar haruslah menggunakan kemampua berpikir (mind-on), haruslah dengan konsentrasi pikiran
dan
berlatih
menggunakannya
melalui
bernalar,
27 menyelidiki,
mengidentifikasi,
menemukan,
mencipta,
mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan. Meirer (2003: 100) juga menyatakan aspek intelektual dalam belajar akan semakin terlatih jika guru mengajak siswa terlibat dalam aktivitas seperti: (1) memecahkan masalah, (2) menganalisis pengalaman, (3) mengerjakan perencanaan, (4) melahirkan gagasan kreatif, (5) mencari dan menyaring informasi, (6) merumuskan pertanyaan, (7) menciptakan model mental, (8) menerapkan gagasan baru pada pekerjaan, (9) menciptakan makna pribadi, (10) meramalkan implikasi suatu gagasan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Intellectually belajar
dengan
berfikir
untuk
adalah
menyelesaikan masalah,
kemampuan berfikir perlu dilatih dengan latihan bernalar, menciptakan, menyelesaikan masalah, mengkonstruksi dan menerapakan. Dalam hal ini guru harus mampu merangsang, mengarahkan, memelihara dan meningkatkan intensitas proses berfikir siswa guna mencapai kompetensi yang akan dicapai. (c) Repetition Repetition menurut Erman Suherman (dalam Shoimin, 2014:
29)
merupakan
pengulangan,
dengan
tujuan
memperdalam dan memperluas pemahaman siswa yang perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas, dan kuis. Slamet (dalam Huda, 2014: 292) menjelaskan bahwa pelajaran yang diulang akan memberikan tanggapan yang jelas dan tidak mudah dilupakan oleh siswa, sehingga siswa dengan mudah memecahkan masalah. Pengulangan seperti ini dapat diberikan secara teratur, pada waktu-waktu tertentu, atau tiap unit diberikan, maupun secara incidental jika dianggap perlu. Dari paparan di atas, repetition disimpulkan menjadi kegiatan mendalami dan memantapkan ilmu yang telah didapat
28 dengan cara mengerjakan kuis atau tugas yang diberikan secara teratur atau insidental. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model Auditory, Intellectually,
Repetition
(AIR)
adalah
suatu
model
pembelajaran yang menekankan pada kegiatan belajar siswa, siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok, dengan cara mengintegrasikan ketiga aspek tersebut (Auditory, Intellectually, Repetition).
2) Langkah-langkah Model Auditory, Intellectually, Repetition Shoimin
(2014: 30) menyebutkan langkah-langkah dari
model Auditory, Intellectually, Repetition sebagai berikut: (a) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok 4-5 anggota. (b) Siswa mendengarkan dan memerhatikan penjelasan dari guru. (c) Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari dan menuliskan hasil diskusi tersebut dan selanjutnya utuk dipresentasikan di depan kelas (auditory). (d) Saat
diskusi
berlangsung,
siswa
mendapat
soal
atau
permasalahan yang berkaitan dengan materi. (e) Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi serta dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah (intellectually). (f) Setelah selesai berdiskusi, siswa mendapat pengulangan materi demgam cara mendapatkan tugas atau kuis untuk tiap idividu (repetition). Handayani (2013: 20) menuturkan bahwa model AIR dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu: (a) Tahap auditory, peserta didik belajar dengan mendengarkan dan berbicara.
29 (b) Tahap intellectually, peserta didik berpikir untuk memecahkan masalah. (c) Tahap repetition, peserta didik mengulang pembelajaran dengan tes. Suherman (Mardina, 2012: 22) menyebutkan langkahlangkah pembelajaran model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) adalah mengulangi tahap-tahap pembelajaran pada umumnya, yaitu tahap pendahuluan, tahap kegiatan inti, dan tahap penutup. Langkah-langkah pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran AIR Tahap
Kegiatan Guru
Pendahuluan Menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran dengan penerapan model AIR. Kegiatan Menjelaskan Inti garis besar materi. Memberikan tugas untuk mempelajari materi lebih lanjut secara individu maupun kelompok Mendampingi siswa
Kegiatan Siswa
AIR
Menyimak bertanya
dan
Auditory
Menyimak bertanya.
dan
Auditory
Mempelajari materi memecahkan masalah
Intellectually dan
Membuat Intellectually ringkasan dan menemukan ideide pokok materi di dalam kelas. Menghubungkan Intellectually ide-ide pokok dengan kehidupan nyata atau
30 pelajaran yang pernah dipelajari sebelumnya. Secara bergantian Auditory mempresentasikan tentang materi yang telah mereka pelajari dan siswa lain menanggapinya. Membimbing Membuat Auditory dan siswa membuat kesimpulan. Intellectually kesimpulan materi belajar.
Penutup
Memberikan tugas atau kuis. Mengakhiri pembelajaran.
Mengerjakan tugas atau kuis. Mendengarkan guru.
Repetition Auditory
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) adalah: (1) siswa menyimak materi yang disampaikan oleh guru (Auditory) (2) siswa bersama guru bertanya jawab terhadap materi yang dibahas(Auditory), (3) siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok (45 orang), (4) siswa membaca, memahami tentang masalah yang disampaikan guru di LKS, (5) penyampaian ide untuk menyelesaikan masalah dalam diskusi (Intellectually), (6) presentasi hasil diskusi (Auditory) (7) pengulangan materi dengan cara mengerjakan tugas atau kuis untuk tiap individu (Repetition). 3) Kelebihan dan Kekurangan Model Auditory, Intellectually, Repetition Kelebihan
model
Auditory,
Intellectually,
Repetition
menurut Shoimin (2014: 30) adalah sebagai berikut: (a) Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
31 (b) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komrehensif. (c) Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespon permasalahan degan cara mereka sendiri. (d) Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan. (e) Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab peramasalahan. Sedangkan kekurangan model Auditory, Intellectually, Repetition adalah sebagai berikut: (a) Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah. Upaya memperkecilnya guru harus mempunyai persiapan yang lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut. (b) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalamai kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan. (c) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban merekan. (Shoimin, 2014: 30) b. Media Manipulatif dalam Pembelajaran Matematika 1) Pengertian Media Manipulatif Media manipulatif merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Padmono (2011: 12) berpendapat, media berarti segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan sehingga subjek didik terangsang pikiran, emosinya sehingga timbul perhatian/minat dan memungkinkan subjek belajar. Asyhar (2011: 5) menjelaskan pengertian media adalah suatu sarana atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran dalam suatu proses komunikasi antara komunikator dan komunikan. Sedangkan
Gerlach
dan
Ely
(Sanjaya
2006:
163)
menyatakan: “A medium, conceived is any person, material or event
32 that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill, and attitude”. Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan atau mengantarkan pesan agar siswa terangsang perhatian, minat, motivasi, perasaan, dan pikirannya untuk belajar. Heinich, dkk. (Sapriati, dkk., 2009: 5.5) membagi media menjadi 6 macam, di antaranya: a) Media tidak diproyeksikan (nonprojected media) (1) Objek nyata (realia) adalah benda sebenarnya yang digunakan sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Realia mudah didapat dan dapat membangkitkan minat belajar, serta dianggap sebagai media ideal untuk memperkenalkan siswa kepada suatu topik baru. (2) Model adalah representasi benda asli dalam bentuk tiga dimensi. Suatu model bisa berukuran sama, lebih kecil, atau lebih besar, dan bisa sama lengkapnya atau lebih sederhana dari benda yang direpresentasikannya. (3) Bahan tercetak yakni buku, majalah, atau bahan bacaan lain yang berisi penjelasan dan ilustrasi tentang topik-topik tertentu. (4) Bahan ilustrasi, dapat berupa gambar yang bersifat fotografik dan yang bersifat nonfotografik. b) Media diproyeksikan (projected visual/media) (1) Transparansi digunakan dengan memakai alat yag disebut overhead projector (OHP). (2) Slide yaitu suatu format kecil transparansi fotografi yang secara individual dipasangkan pada suatu alat proyeksi.
33 c) Media Audio Media audio adalah rekaman dan transmisi suara manusia atau suara lainnya yang erisi informasi atau penjelasan tentang topik pembelajaran, untuk diperdengarkan kepada siswa. Media audio dapat berbentuk kaset, rekaman fenograf, compact disk, dan audio cards. d) Media gerak (motion media) Media gerak adalah bentuk media yang menyajikan topik pembelajaran dalam bentuk narasi dan gambar yang bergerak. Bentuk media gerak dapat berupa film atau video. e) Komputer Komputer
dalam
kegiatan
pembelajaran
bertujuan
untuk
meningkatkan mutu pembelajaran yang disampaikan. f) Media radio dan televisi Media radio adalah sajian suara manusia atau suara lainnya yang berisi informasi atau penjelasan tentang topik pembelajaran yang disampaikan secara langsung atau melalui proses perekaman, disiarkan melalui stasiun radio untuk diperdengarkan kepada siswa. Sedangkan televisi adalah seri gambar yang ergerak dan disertai dengan suara manusia atau suara lainnya yang relevan dengan gambar yang disajikan terkait dengan topik pembelajaran yang
disampaikan
secara
langsung
atau
melalui
proses
perekaman. Lorton (Tri Kurnianingsih, 2012) menyatakan ada beberapa kategori media pembelajaran untuk siswa yang bisa dikembangkan sesuai dengan tahapan pemahaman siswa yaitu media manipulatif, media pictorial, media symbolic. Berkaitan dengan penerapan model Auditory, Intellectually, Repetition dengan media manipulatif, media yang digunakan yaitu media manipulatif yang termasuk dalam jenis media yang tidak diproyeksikan.
34 Media manipulatif adalah segala benda yang dapat dilihat, disentuh, didengar, dirasakan, dan dimanipulasikan. Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang bisa dan biasa ditemukan siswa dalam kesehariannya dapat dijadikan media pembelajaran yang lebih kontekstual. Media manipulatif sepatutnya disesuaikan dengan tingkat kesiapan atau kematangan siswa pada rentang usianya,
dapat
dimanipulasikan
dan
bervariasi
sehingga
menyenangkan dan memberi kepuasan bagi siswa. Media manipulatif dalam pembelajaran matematika SD adalah alat bantu pembelajaran yang digunakan terutama untuk menjelaskan konsep dan prosedur matematika. Media ini merupakan bagian
langsung
dari
mata
pelajaran
matematika
dan
dimanipulasikan oleh siswa yaitu dibalik, dipotong, digeser, dipindahkan, digambar, dipilah, dikelompokkan atau diklasifikasikan (Muhsetyo dkk, 2007). 2) Fungsi Bahan Manipulatif Bahan manipulatif berfungsi untuk menyederhanakan konsep-konsep yang sulit atau sukar, menyajikan bahan yang relatif abstrak menjadi lebih nyata, menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkrit, menjelaskan sifat-sifat tertentu yang terkait dengan pengerjaan hitung dan sifat-sifat bangun geometri, serta memperlihatkan fakta-fakta (Muhsetyo, dkk, 2007: 2. 20). 3) Contoh Bahan Manipulatif Contoh bahan manipulatif, jenisnya kertas, karton, kelereng, kerikil, manik-manik, buku, pensil, butiran, kayu, kawat, lidi atu bungkus makanan (Muhsetyo, dkk, 2007: 4. 21). (a) Bahan Manipulatif dari Kertas Bahan kertas ini mudah diperoleh dengan warna yang beragam, dari kertas manila yang dibeli di toko atau dari bekas berbagai sampul tak terpakai, dari karton pembungkus makanan atau minuman.
35 “Manfaat dari bahan manipulatif kertas atau karton ini antara lain untuk menjelaskan pecahan (Muhsetyo, dkk, 2007: 2.21)”. Konsep
pecahan
dapat
didemonstrasikan
guru,
atau
dipraktekkan siswa, dengan menggunakan berbagai bangun geometri, misalnya persegi, persegi panjang, jajarangenjang, belah ketupat, segitiga, lingkaran, dll. (b) Bahan Manipulatif dari Kayu Bahan dari kayu ini dapat dihias dengan berbagai warna yang menarik
untuk
menjelaskan
konsep
numeral,
kesamaan
bilangan, dan operasi bilangan bulat. (c) Bahan Manipulatif dari Lidi Pecahan dapat dimanipulasikan dengan lidi dengan warna yang menarik digunakan untuk menjelaskan konsep satuan, puluhan, ratusan untuk siswa SD kelas rendah. (d) Bahan Manipulatif dari Kertas Bertitik atau Berpetak Kertas bertitik dapat bersifat persegi atau bersifat isometri. Model ini dapat digunakan untuk menjelaskan banyak hal yang terkait dengan geometri. Menjelaskan bangun datar dan sifatsifatnya, hubungan antar bangun datar dan luas bangun datar. Dalam
penggunaan
model
Auditory,
Intellectually,
Repetition dengan media manipulatif, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan media manipulatif berbahan kertas untuk digunakan dalam peningkatan pembelajaran matematika kelas V SD materi operasi hitung pecahan. Satu kertas lipat yang dilipat menjadi dua bagian yang sama 1
untuk menunjukkan pecahan 2
36
Gambar 2.1 Media Manipulatif Berbahan Kertas Lipat yang 1
Menunjukkan Pecahan 2
Gambar 2.2 Media manipulatif berbahan kertas yang menunjukkan 1
pecahan 4
Gambar 2.3 Media manipulatif berbahan kertas yang 1
2
menunjukkan pecahan 4 dan 4 c. Penggunaan Model Auditory, Intellectually, Repetition dengan Media Manipulatif dalam Pembelajaran Matematika Model Auditory, Intellectually, Repetition adalah model pembelajaran yang menggunakan pengucapan dengan artikulasi yang
37 jelas dan kemampuan berpikir untuk melakukan pemecahan masalah supaya siswa mampu memaknai dan menciptakan nilai dari suatu pengalaman kemudian pada akhirnya siswa mengerjakan kuis atau tugas yang dilakukan secara berulang untuk memaknai ilmu yang didapat. Media manipulatif adalah segala benda yang dapat dilihat, disentuh, didengar, dirasakan, dan dimanipulasikan yang dapat ditemukan oleh siswa dalam kesehariannya untuk dapat dijadikan media pembelajaran yang lebih kontekstual. Berdasarkan pengertian tersebut, maka model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) dengan media manipulatif dalam pembelajaran
matematika
adalah
model
pembelajaran
yang
menekankan pada kegiatan belajar siswa, dimana siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok, dengan
cara
mengintegrasikan
ketiga
aspek
tersebut (Auditory,
Intellectually, Repetition) yang dilengkapi dengan segala benda yang dapat dilihat, disentuh, didengar, dirasakan, dan dimanipulasikan yang dapat ditemukan oleh siswa dalam kesehariannya yang mampu membuat siswa memaknai dan menciptakan nilai dari suatu pengalaman yang kemudian pada akhirnya siswa mengerjakan kuis atau tugas secara berulang untuk memantapkan ilmu yang telah didapat. Dalam pembelajaran matematika, unsur auditory diperoleh dari kegiatan menyimak, berdiskusi dalam kelompok, dan presentasi hasil diskusi. Unsur intellectually melalui penyampaian ide dalam diskusi dan menyelesaikan
masalah,
serta
repetition
(pengulangan)
melalui
kuis/tugas. Teori yang mendukung model pembelajaran AIR adalah aliran
psikologi
tingkah
laku serta
pendekatan
pembelajaran
matematika berdasarkan paham konstruktivisme. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) dengan media manipulatif adalah: (1) siswa menyimak materi yang disampaikan oleh guru (Auditory) dengan media manipulatif (2) siswa bersama guru
38 bertanya jawab terhadap materi yang dibahas (Auditory), (3) siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok (4-5 orang) dengan media manipulatif, (4) siswa membaca, memahami tentang masalah yang disampaikan guru di LKS, (5) penyampaian ide untuk menyelesaikan masalah dalam diskusi (Intellectually), (6) presentasi hasil diskusi (Auditory), (7) pengulangan materi dengan cara mengerjakan tugas atau kuis untuk tiap individu (Repetition). 3. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang penggunaan model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) dengan media manipulatif dalam peningkatan pembelajaran matematika materi operasi hitung pecahan di SDN 4 Tamanwinangun mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya yang dinilai relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berikut adalah beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti. Penelitian relevan yang pertama, hasil penelitian yang dilakukan Linda Marshall dan Paul Swan pada tahun 2008 dengan judul “Exploring the Use of Mathematics Manipulative Materials: Is It What We Think It Is?”. (Menyelediki Penggunaan Media Manipulatif Matematika). Relevansi penelitian ini terletak pada penggunaan media yang sama dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu penggunaan media manipulatif. Kesimpulan penelitian ini adalah penggunaan media manipulatif pada sekolah dasar dan sekolah menengah mempunyai dampak dalam peningkatan belajar anak meskipun tingkat penggunaannya masih rendah. Penelitian ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Perbedaan yang pertama yaitu pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Linda Marshall dan Paul Swan adalah untuk mengetahui keadaan dan sifat penggunaan media manipulatif pada pembelajaran Matematika di sekolah dasar dan menengah di Australia Barat, sedangkan tujuan penelitian yang akan
peneliti
laksanakan
adalah
untuk
meningkatkan
pembelajaran
Matematika di sekolah dasar. Perbedaan yang kedua yaitu pada subjek
39 penelitian. Subjek penelitian Linda Marshall dan Paul Swan adalah guru sekolah dasar dan menengah, sedangkan subjek yang digunakan oleh peneliti adalah siswa kelaas V sekolah dasar. Dalam penelitian Linda Marshall dan Paul Swan dilaksanakan di beberapa sekolah dasar dan sekolah menengah di Australia Barat, sedangkan peneliti akan meneliti di SDN 4 Tamanwinangun. Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian dengan judul “An action based research study on how using manipulatives will increase students achievement in Mathematics” (Sebuah studi penelitian tindakan didasarkan pada bagaimana menggunakan Manipulatif akan meningkatkan belajar siswa). Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Crystal Allen dari Marygrove College pada tahun 2007 ini adalah dengan menggunakan media manipulatif, pembelajaran matematika pada siswa kelas V Hickory Grove Elementary School in Bloomfield Hills, Michigan meningkat, selain pada hasil belajar, juga berpengaruh pada minat dan motivasi siswa serta keterampilan dalam memecahkan masalah. Relevansi penelitian ini terletak pada penggunaan media manipulatif pada pembelajaran Matematika, dengan tujuan penelitian yang sama yaitu untuk meningkatkan pembelajaran Matematika pada siswa kelas V sekolah dasar. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu terletak pada penggunaan model pembelajaran. Penelitian yang dilakukan oleh Crystal Allen tidak menggunakan model pembelajaran, melainkan menggunakan metode pre-test dan post test pada saat penelitian, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan model AIR. Kemudian materi yang digunakan pada penelitan Crystal Allen adalah materi menemukan sudut pada bangun datar/polygon, sedangkan materi yang digunakan oleh peneliti yaitu tentang operasi hitung pecahan. Penelitian relevan yang selanjutnya adalah penelitian dengan judul “Model Pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition) untuk Meningkatkan Hasil Belajar” oleh Deasy Vivta Rini pada tahun 2014. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena memiliki kesamaan dalam penggunaan model pembelajaran yaitu
40 model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) yang dilaksanakan pada tingkat sekolah dasar (SD). Kesimpulan penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran AIR dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV A SD Negeri 02 Tulung Balak tahun pelajaran 2013/2014 pada pembelajaran tematik yang meliputi aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Selain terdapat persamaan penelitan juga terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang dilakukan oleh Deasy Vivta Rini tidak menggunakan media, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti menggunakan media manipulatif. Selain itu, penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik, sedangkan yang akan peneliti laksanakan memiliki tujuan untuk meningkatkan pembelajaran matematika. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Deasy Vivta Rini menggunakan subjek penelitian siswa kelas IV A SD Negeri 02 Tulung Balak tahun pelajaran 2013/2014, sedangkan peneliti akan meneliti siswa kelas V SDN 4 Tamanwinangun tahun ajaran 2015/2016. Serta terdapat perbedaan pada tempat penelitian. Dalam penelitian Deasy Vita Rini bertempat di SD Negeri 02 Tulung Balak sedangkan tempat yang peneliti gunakan yaitu di SDN 4 Tamanwinangun. Jadi perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Deasy Vita Rini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu media yang digunakan, tujuan pencapaian, subjek penelitian, dan tempat penelitian. Penelitian relevan berikutnya berjudul “Penggunaan Model Auditory, Intellectually,
Repetition
dengan
Multimedia
dalam
Peningkatan
Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas IV SDN 5 kutosari Tahun Ajaran 2014/2015” oleh Desi Triani pada tahun 2015. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan model AIR dengan multimedia dapat meningkatkan pembelajaran Matematika pada siswa kelas IV SDN 5 Kutosari. Penelitian ini memiliki kesamaan pada penggunaan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) yang akan peneleti laksanakan dan sama-sama menggunakan penelitian tindakan kelas. Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilaksanakan juga
41 terdapat pada pembelajaran yang dilaksanakan, yaitu pada pembelajaran Matematika. Perbedaan tersebut terletak pada penggunaan media yang digunakan. Media yang peneliti gunakan adalah media manipulatif, sedangkan media yang digunakan oleh Desi Triani menggunakan multimedia.
B. Kerangka Berpikir Berdasarkan kondisi awal pada siswa kelas V SDN 4 Tamanwinangun diketahui melalui pengamatan dan wawancara dalam proses pembelajaran Matematika yang sudah dilaksanakan masih perlu upaya peningkatan dalam proses pembelajaran baik bagi guru maupun siswa. Berdasarkan pengamatan, guru masih menggunakan cara penyampaian materi dengan satu arah. Guru kurang mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa hanya pasif menerima materi dari guru sehingga siswa merasa jenuh. Penggunaan media alat peraga belum digunakan secara maksimal. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran Matematika yang berdampak pada hasil belajar yang masih rendah dilihat dari hasil nilai ulangan harian Matematika kelas V SDN 4 Tamanwinangun tahun ajaran 2015/2016, menunjukkan sebanyak 56,2% siswa dari 23 siswa dinyatakan belum tuntas atau dibawah KKM. Matematika adalah suatu studi yang memiliki objek abstrak, konsepkonsep yang tersusun secara hierarkis yang dimulai dari pengkajian sederhana menuju arah yang rumit (kompleks) dan penalarannya deduktif tetapi tidak melupakan
penalaran
induktif,
pembahasannya
mengenai
bilangan,
kemungkinan, bentuk, alogaritma, geometri, aljabar dan lain sebagainya. Oleh karena itu guru harus pandai dalam memilih model pembelajaran dan media pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa agar mampu meningkatkan pembelajaran. Karakteristik siswa kelas V SD berkisar usia 9-11 tahun yang mempunyai ciri yaitu sudah mulai berpikir logis terhadap objek yang konkret, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi karena pada usia ini mereka berada pada tahap operasional konkret, sehingga anak lebih suka untuk menyelidiki,
42 menjelajah dan bereksplorasi sendiri, timbul minat ke hal-hal tertentu dan mereka senang membentuk kelompok-kelompok sebaya. Anak-anak pada usia ini juga mulai mampu memanipulasi objek secara langsung dan mempunyai daya ingat yang tinggi dalam memahami suatu konsep. Oleh karena itu guru harus mampu meningkatkan proses pembelajaran dengan cara mengajak siswa untuk dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan menumbuhkan ide-ide pemikirannya
serta
mampu
mengingat
dan
memaknai
setiap
materi
pembelajaran dengan penggunaan model dan media yang menarik untuk menumbuhkan minat dan motivasi siswa. Salah satu model yang inovatif adalah Auditory, Intellectually, Repetition yang merupakan model yang efektif untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan siswa melalui penyampaian hasil di depan kelas kepada teman-temannya. Melalui model ini, siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan yang dimilikinya melalui tahap auditory yang pelaksanaannya dengan cara berdiskusi tentang suatu hal yang telah diamati bersama. Kemudian pengalaman tersebut diubah menjadi pengetahuan berdasarkan pemikiran masing-masing siswa yang disebut tahap intellectually. Dan pada tahap terakhir dimantapkan dengan tahap pengulangan yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pemberian kuis ataupun tugas harian yang disebut dengan tahap repetition. Penerapan model Auditory, Intellectually, Repetition akan lebih menarik bila dipadukan dengan penggunaan media untuk meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar. Oleh karena itu, peneliti memilih untuk menggunakan media manipulatif yang mudah didapat dan digunakan oleh siswa sehingga menjadikan pembelajaran lebih kontekstual sehingga pada akhirnya siswa mampu memaknai dan menciptakan nilai dari suatu pengalaman belajar. Peneliti menerapkan model Auditory, Intellectually, Repetition dengan media manipulatif karena karakteristik dari model ini mampu membuat siswa belajar secara aktif melalui diskusi dan lebih antusias dengan penggunaan media yang menarik. Hal ini sesuai diterapkan dalam pembelajaran Matematika yang selama ini terkesan monoton dan membosankan.
43 Pembelajaran yang menyenangkan, melibatkan siswa secara aktif, materi yang diajarkan bermakna bagi siswa dan memberikan pengalaman belajar bagi siswa, memungkinkan tujuan pembalajaran Matematika akan tercapai secara maksimal. Sehingga pembelajaran Matematika pada siswa kelas V SDN 4 Tamanwinangun tahun ajaran 2015/2016 akan meningkat sebanyak 85%. Kerangka berpikir dari penelitan ini dapat dilihat dalam bagan berikut:
Guru –
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru belum sepenuhnya menggunakan media yang variatif untuk menunjang proses pembelajaran matematika – Guru mendominasi proses pembelajaran
Penerapan model AIR dengan media manipulatif dalam pembelajaran matematika materi pecahan
Pembelajaran matematika materi pecahan siswa kelas V SDN 4 Tamanwinangun meningkat dengan KKM 70. Siswa tuntas mencapai 80%.
Siswa – Siswa kurang antusias dalam pembelajaran – Siswa kurang aktif – Siswa kurang memaknai materi pembelajaran – Nilai proses dan hasil belajar matematika siswa rendah atau kurang dari KKM.
– Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang – Siswa aktif selama pembelajaran – Pembelajaran lebih bermakna bagi siswa – Meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika materi pecahan
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berpikir
44 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan dan kerangka berfikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu “Jika penerapan model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) dengan media manipulatif dilaksanakan sesuai langkah-langkah
yang
benar,
maka
dapat meningkatkan
pembelajaran
matematika tentang operasi hitung pecahan pada siswa kelas V SDN 4 Tamanwinangun tahun ajaran 2015/2016”.