BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Teori Dalam penelitian ini, kajian teori yang akan dikaji antara lain sebagai
berikut (Hasil Belajar; Pengertian Hasil Belajar; Pengertian Hasil Belajar IPS; Ilmu Pengetahuan Sosial; Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial; Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial; Materi Ruang Lingkup IPS untuk SD; Penilaian Hasil Belajar IPS; Model Pembelajaran Berbasis Masalah; Pengertian Model Pembelajaran; Model Pembelajaran Berbasis Masalah; Ciri-ciri Khusus Pembelajaran Berbasis Masalah; Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah; Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah; Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah; Kajian yang Relevan; Kerangka Berfikir; dan Hipotesis Penelitian).
2.2 2.2.1
Hasil belajar Pengertian Belajar Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2011:2), belajar adalah disposisi
atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktifitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara ilmiah. Harold Spears dalam Agus Suprijono (2011:2), menyatakan bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu. Menurut Hilgard (1984:4), belajar merupakan suatu proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Sedangkan menurut Winkel (2007:59) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktifitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksiaktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuanpemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli penulis menyimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan dari tingkah laku seseorang yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. 5
6
2.2.2 Pengertian Hasil Belajar IPS Hasil belajar menurut Gagne dan Briggs (1979:51) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learning performance). Dalam dunia pendidikan, terdapat bermacam-macam tipe hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli antara lain Gagne dalam Agus Suprijono (2011:2) mengemukaan 5 tipe hasil belajar berupa: 1) Informasi verbal, yaitu kemampuan mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. 2) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasikan, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan aktivitas kognitif bersifat khas. 3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasikan dan eksternalisasikan nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Nana Sudjana (2005:3) mengemukakan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencangkup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingsley dalam Nana Sudjana (2005:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan menurut Benjamin Bloom dalam Nana Sudjana (2009:22-23) hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah yaitu: 1) Ranah Kognitif, yaitu berkenaan
7
dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi; 2) Ranah Afektif, yaitu berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan jawaban atau reaksi, penelitian, organisasi, dan internalisasi; 3) Ranah Psikomotorik, yaitu berkenaan dengan denga hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative. Tiga ranah yang dikemukakan oleh Benyamin Bloom yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik merupakan ranah yang dapat dilakukan oleh siswa. Ketiga ranah tersebut dapat diperoleh siswa melalui kegiatan belajar mengajar. Pada penelitian ini yang diukur adalah ranah kognitif saja karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran khususnya dalam pelajaran IPS. Dari uraian beberapa ahli tentang hasil belajar, penulis menyimpulkan hasil belajar siswa yaitu kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan hasil belajar IPS yaitu kemampuan yang diperoleh siswa khususnya pada mata pelajaran IPS setalah melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah maupun dirumah.
2.3
Ilmu Pengetahuan Sosial
2.3.1
Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial Buchari Alma (2003:148) mengemukakan pengertian IPS sebagai suatu
program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial, seperti: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, pilitik, dan psikologi. Sedangkan menurut Nursid Sumaatmajda (1984:10) Ilmu Pengetahuan Sosial diartikan sebagai “Ilmu yang mempelajari bidang kehidupan manusia di masyarakat, mempelajari gejala dan masalah sosial yang terjadi di bagian kehidupan tersebut”. Artinya Ilmu Pengetahuan Sosial diatikan sebagai kajian terpadu dari ilmu-ilmu
8
sosial serta untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan. Di dalam program sekolah, Ilmu Pengetahuan Sosial dikoordinasikan sebagai bahasan sistematis serta berasal dari berbagai dari beberapa disiplin ilmu antara lain: Antropologi, Arkeologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah, Hukum, Filsafat, Ilmu Politik, Psikologi Agama, Sosiologi, dan juga mencakup materi yang sesuai dari matematika serta Ilmu Alam. Dari definisi para ahli tentang IPS, dapat disimpulkan hakikat IPS adalah perpaduan dari beberapa ilmu sosial dan kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk mrmbantu pengembangan kemampuan dan wawasan siswa yang menyeluruh (komprehensif) tentang berbagai aspek ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan (humaniora).
2.3.2
Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial Tujuan IPS menurut Nur Hadi (1997:13) menyebutkan bahwa ada empat
tujuan IPS, yaitu knowledge, skill, attitude, dan value. Pertama, knowledge, sebagai tujuan utama dari pendidikan IPS yaitu membantu para siswa untuk mengenal diri mereka sendiri dan lingkungannya, dan mencakup geografi, sejarah, poliytik, ekonomi, dan sosiologi psikologi. Kedua, skill, yang mencakup keterampilan berfikir (thinking skiils). Ketiga, attitudes, yang terdiri atas tingkah laku berfikir (intellectual behavior). Keempat, value, yaitu nilai yang terkandung di dalam masyarakat yang diperoleh dari lingkungan masyarakat maupun lembaga pemerintahan, pergaulan antar bangsa, dan ketaaatan kepada pemerintah dan hokum. Sedangakan menurut
Triyanto (2010:176), tujuan utama Ilmu
Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik
9
Tujuan pembelajaran IPS di sekolah dasar berdasarkan kurikulum sekolah dasar 1994, juga berorientasi kepada kepentingan siswa, ilmu, dan sosial (masyarakat). Tujuan pembelajaran IPS yang tercantum dalam kurikulum, adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti, tujuan pendidikan IPS bukan hanya sekedar membekali siswa dengan berbagai informasi yang bersifat hafalan (kognitif) saja, akan tetapi pendidikan IPS harus mampu mengkaji berbagai kenyataan sosial beserta permasalahannya. Tujuan yang harus dicapai
oleh
siswa
disekolah
dasar
harus
disesuaikan
dengan
taraf
perkembangangannya, yang dimulai pengenalan dan pemahaman lingkungan sekitar menuju lingkungan masyarakat yang lebih luas. Dimulai dari lingkungan terdekat menuju lingkungan yang lebih luas. Demikian pula dalam kaitannya dengan KTSP, pemerintah telah memberikan arah yang jelas pada tujuan dan ruang lingkup pembelajaran IPS, yaitu: 1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; 2) memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dlam kehidupan sosial; 3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, dtingkat local, nasional, dan global. Dari uraian tentang tujuan pendidikan IPS, penulis menyimpulkan bahwa IPS dapat memberikan wawasan pengetahuan yang luas kepada siswa mengenai masyarakat lokal maupun global sehingga mampu hidup bersama-sama dalam masyarakat lainnya.
2.3.3 Materi dan Ruang Lingkup IPS untuk SD Materi yang disajikan dalam pengajaran IPS (Kurikulum IPS, 2006) untuk tingkat SD adalah sebagai berikut :
10
1) Bahan untuk kelas I ialah tentang kehidupan di rumah dan sekitarnya yang menyangkut hubungan sosial. Termasuk kekeluargaan, sopan-santun, kegotongroyongan, tanggungjawab dan tata tertib di jalan, sekolah dan sekitarnya, hari besar agama, proklamasi, dan lain sebagainya. 2) Di kelas II mengenai kehidupan desa, kota, tertib lalu lintas, arah, waktu sehari, ceritera rakyat, dan ceritera pahlawan. 3) Di kelas III mempelajari keadaan penjuru angin, kecamatan, petilasan di tempat, pemerintahan, dan tokoh daerah. 4) Kelas IV sudah mempelajari seluruh tanah air, termasuk propinsi-propinsi. Tokoh-tokoh proklamasi dan pemerintahan daerah. 5) Kelas V tentang tanah air diteruskan. Negara tetangga sudah dipelajari secara sistematik. Yang lainnya ialah sejarah Pergerakan Nasional, proklamasi dan sesudahnya. Masalah sosial dan pancasila dikaji pula. 6) Kelas VI sudah lebih meluas walaupun tanah air tetap dikaji. Pengenalan negara tetangga diteruskan. Bahan belajar lain ialah migrasi, pembangunan nasional, asal usul bangsa, perjuangan mempertahankan dan memelihara tanah air, PBB dan dunia. Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut. 1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan 2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan 3) Sistem Sosial dan Budaya 4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Dalam penelitian ini, yang akan dijadikan bahan penelitian pada kelas V, yaitu sebagai berikut: 2.1 Tabel SK dan KD Kelas V Semester II Penelitian
Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh perjuangan dari masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia
11
Kompetensi Dasar 2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia 2.3 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
2.3.4
Penilaian hasil belajar IPS Nana Sudjana (2005:2) menjelaskan tentang kegiatan penilaian yakni
suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar).Dengan demikian, kegiatan untuk menilai hasil belajar sama artinya dengan mengukur hasil belajar siswa yang digunakan untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan dalam suatu proses pembelajaran. Karena dalam kegiatan ini terdapat proses membandingkan antara hasil belajar dengan kemampuan yang dikuasai siswa untuk mencapai suatu tujuan dalam proses pembelajaran. Nana Sudjana (2005:5) mengemukakan satu dari beberapa jenis dan system penilaian yang bisa digunakan untuk mengukur hasil belajar, yaitu: penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan demikian, penilaian formatif berorientasi kepada proses belajar-mengajar. Dengan penilaian formatif guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya. Keberhasilan dalam sebuah pengajaran tidak hanya dilihat dari segi hasil belajarnya saja tetapi juga proses kegiatan pembelajaran. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap
12
kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran (Nana Sudjana, 2005: 3). Dari pendapat beberapa ahli tentang penilaian hasil belajar, peneliti menyimpulkan penilaian hasil belajar IPS yaitu proses membandingkan antara hasil belajar dengan kemampuan yang dikuasai siswa untuk mencapai suatu tujuan dalam proses pembelajaran IPS.
2.4
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
2.4.1
Pengertian Model Pembelajaran Model
pembelajaran
merupakan
kerangka
konseptual
yang
menggambarkan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi guru merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran (Adi 2000:45). Sedangkan menurut Mulyani (2000:70) model pembelajaran yaitu, pola atau rencana yang dipakai guru dalam mengorganisasikan materi pelajaran, maupun kegiatan siswa dan dapat dijadikan petunjuk bagaimana guru mengajar di depan kelas (seperti alur yang diikutinya). Penggunaan model mengajar tertentu akan menghasilkan pencapaian tujuan-tujuan yang telah diprogramkan maupun yang semula tidak diprogramkan. Menurut Arend (1979:72) menyatakan the term teaching model refers to a particular approach to intruction that includes its goals, syntax, environmen, and management system.Istilah Model Pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuan, sintaks, lingkungan, dan sistem pengelolaannya. Dari uraian para ahli, penulis mengambil kesimpulan bahwa model pembelajaran yaitu, sebuah penjelasan dari gaya mengajar dan ditunjukan oleh pengajar, yang mana menjelaskan bagaimana siswa-siswa tersebut dibelajarkan demi mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
13
2.4.2 Model Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Harsono (2005:37) Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu model pembelajaran, yang mana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi bersifat student centered. Di dalam PBM, dikenal adanya conceptual fog yang bersifat umum, mencakup kombinasi antara metode pendidikan dan filosofi kurikulum. Pada aspek filosofi, PBM dipusatkan pada siswa yang dihadapkan pada suatu masalah. Sementara pada subject based learning guru menyampaikan pengetahuannya kepada siswa sebelum menggunakan masalah untuk memberi ilustrasi pengetahuan tadi, PBM bertujuan agar siswa mampu memperoleh dan membentuk pengetahuannya secara efisien, konseptual, dan terintegrasi. Model pembelajaran pokok dalam PBL berupa belajar kelompok kecil, dengan sistem tutorial. Pembelajaran dengan berbasis Masalah ini sejalan dengan teori belajar menurut ilmu jiwa Gestalt, bahwa manusia adalah organisme yang aktif berusaha mencapai tujuan, individu bertindak atas pengaruh di dalam dan di luar individu (Nasution, 2000:42). Sedangkan menurut Arends (1997:42) pembelajaran dengan PBM memberikan kesempatan kepada siswa mempelajari materi akademis dan keterampilan mengatasi masalah dengan terlibat di berbagai situasi kehidupan nyata. Ini memberikan makna bahwa sebagian konsep atau generalisasi dapat diperkenalkan dengan efektif melalui pemberian masalah. Program khusus dalam pembelajaran seperti itu memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang membedakannya dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran lainnya. Dapat disimpulkam bahwa PBM merupakan pembelajaran berbasis pada masalah yang menuntut siswa lebih aktif dalam pembelajaran untuk memecahkan masalah-masalah yang disajikan oleh guru, dengan demikian siswa dapat menggali pengetahuan mereka secara mendalam serta membantu siswa guna memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
14
2.4.3
Ciri-ciri khusus Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Arends dalam Jamil (2013:220-221) karakteristik PBM sebagai
berikut: 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah Bukan
hanya
mengorganisasikan
disekitar
prinsip-prinsip
atau
keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarakan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai solusi untuk situasi tersebut. 2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin Walaupun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA,Matematika,dan Ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar pemecahannya, siswa meninjau masalah dari banyak mata pelajaran. 3) Penyelidikan Autentik Pembelajaran
Berbasis
Masalah
mengharuskan
siswa
melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang dipelajari. 4) Menghasilkan Produk dan Memamerkannya PBM mengharuskan siswa untuk mengasilkan produk nyata dan peragaan yang menjelaskan bentuk penyelesaian masalah yang mereka pecahkan. Produk tersebut dapat brupa laporan, model fisik, video, maupun program computer. Produk ini yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada siswa yang lain tentang apa yang
15
mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan trandisional atau makalah. 5) Kolaborasi PBM memiiki ciri, siswa yang bekerja sama dengan siswa yang lain, yang sering ditemukan berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi dan berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi pengetahuan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir. Menurut Krajcik et al (2003:69) Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki ciri sebagai berikut ini: 1. Pertanyaan atau masalah perangsang Mengorganisasikan pengajaran diseputar pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara personal bagi siswa. 2. Fokus interdisipliner Meskipun PBM terpusat pada bidang studi tertentu (sains, matematika, sejarah), tetapi masalah yang diinvestigasi dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk menggali banyak subjek. 3. Investigasi autentik PBM mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi autentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk maslah riil. Mereka harus menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (bilamana mungkin), membuat inferensi, dan menarik kesimpulan. 4. Produksi artefak dan exhibit PBM menuntut siswa untuk mengontruksikan produk dalam bentuk artefakdan exhibit yang menjelaskan atau mempresentasikan solusi mereka.
16
5. Kolaborasi Seperti pembelajaran kooperatif ditandai oleh siswa-siswa yang bekerja bersama siswa-siswa lain, paling sering secara berpasangan atau dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Bekerja bersama-sama memberikan motivasi untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalam tugas-tugas komplek dan mengingatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama, dan untuk mengembangkan berbagai ketrampilan sosial. Dari pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan ciri khusus dari Pembelajaran Berbasis Masalah antara lain: 1) ada masalah yang harus dipecahkan oleh siswa, 2) siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil, 3) siswa berkelompok berkolaborasi melakukan penyelidikan dan berdiskusi untuk memecahkan masalah, 4) siswa dituntut untuk lebih aktif untuk menggali informasi dari berbagai sumber belajar, 5) siswa diminta mempresentasikan hasil pemecahan masalah.
2.4.4
Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah PBM tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan informasi
dengan jumlah besar kepada siswa karena pembelajaran langsung dengan metode ceramah lebih cocok untuk maksud tersebut. Sementara PBL lebih cenderung dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya, dan mempelajar peran-peran oaring dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi nyata atau simulasi yang disimulasikan dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom. Uden dan Beaumont dalam Jamil (2013:222) menyatakan beberapa keuntungan yang dapat diamati dari siswa yang belajar dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu: 1) mampu mengingat dengan lebih baik informasi pengetahuannya; 2) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis, dan keterampilan komunikasi; 3) mengembangkan basis
17
pengetahuan secara integrasi; 4) menikamati belajar; 5) meningkatkan motivasi; 6) cocok untuk kerja kelompok; 7) mengembangkan belajar strategi belajar; 8) meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Menurut ibrahim (2003:15) pada Pembelajaran Berbasis Masalah, dapat mengubah guru dari pembelajaran yang kontekstual ke pembelajaraan kooperatif yang memusatkan pembelajaran pada siswa, di dalam kelas PBM peran guru didalam kelas juga berbeda dengan pembelajaran biasa. Guru diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam memecahkan masalah. Sedangkan menurut Harsono (2005: 37) PBM bertujuan agar siswa mampu
memperoleh
dan
membentuk
pengetahuannya
secara
efisien,
konstekstual, dan terintegrasi. Model pembelajaran pokok dalam PBM berupa belajar dalam kelompok kecil, dengan sistem tutorial. Menurut para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa tujuan dan manfaat dari Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan merubah cara guru dalam mengajar yang dulu pembelajaran berpusat pada guru, siswa hanya sebagai pendengar saja pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut aktif memecahkan masalah. Hal ini memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa sehingga dapat membentuk pengetahuannya sendiri melalui aktifitas belajar berkelompok.
2.4.5
Langkah-langkah pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Jamil (2013:222-223) Pembelajaran Berbasis Masalah terdiri dari
lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu simulasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut: Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap
Tingkah laku Guru
Tahap 1, Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena, demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk
18
Tahap 2, Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Tahap 3, Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Tahap 4, Mengembangkan menyajikan hasil karya
dan
Tahap 5, Menganalisis dan mengevalusi proses pemecahan masalah
terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan penjelasan dan pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
(Sumber: Ibrahim, 2003:13) Menurut Ibrahim (2003:15), di dalam kelas PBL, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru didalam kelas PBL antara lain: 1) Mengajukan maslah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu maslah kehidupan sehari-hari; 2) Memfasilitasi atau membimbing penyelidikan, misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen; 3) memfasilitasi dialog siswa; 4) mendukung belajar siswa. Sedangkan menurut Pannen et al (2001:89) langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah antara lain sebagai berikut: 1) mengidentifikasi masalah, 2) mengumpulkan data, 3) menganalisis data, 4) memecahkan masalah berdasarkan data yang ada dan analisisnya, 5) memilih cara untuk memecahkan masalah, 6) merencanakan penempatan pemecahan masalah, 7) melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan, dan 8) melakukan tindakan untuk memecahkan masalah. Menurut para ahli tentang langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah peneliti menyimpulkan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut ini: 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, 2) siswa dibagi ke
19
beberpa kelompok kecil, 3) siswa diberi masalah yang harus dipecahkan per kelompok, 4) siswa diminta memecahkan masalah tersebut dengan cara diskusi, berkolaboirasi, saling bertukar pendapat, dan 5) setelah selesai diskusi kelompok, siswa diminta maju ke depan kelas mempresentasikan hasil pemecahan masalah.
2.4.6 Kelebihan dan kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarakan penjelasan Trianto (2011:96-97) kelebihan dari PBL yakni, 1) realistik dengan kehidupan siswa; 2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; 3) memupuk sifat inkuiri siswa; 4) retensi konsep jadi kuat; dan 5) memupuk kemampuan problem solving. Sedangkan kekurangan dari PBL yaitu, 1) persiapan pembelajaran (alat,problem,konsep) yang kompleks; 2) sulitnya mencari problem yang relevan; 3) sering terjadi miss-konsepsi; dan 4) membutuhkan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Menurut Arends (1997:42) PBM memiliki kelebihan yaitu memberikan kesempatan kepada siswa mempelajari materi akademis dan ketrampilan mengatasi masalah dengan terlibat di berbagai situasi kehidupan nyata. Ini memberikan makna bahwa sebagian konsep atau generasisasi dapat diperkenalkan dengan efektif melalui pemberian masalah, sedangkan kelemahan membutuhkan waktu yang cukup untuk mengaplikasikan PBM. Sedangkan menurut Uden dan Beaumont (2006:57) kelebihan PBM yaitu 1) mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah, berpikir kritis, dan ketrampilan komunikasi, 2) meningkatkan motivasi belajar siswa, 3) bagus dalam kerja kelompok dan 4) siswa mampu mengingat dengan baik informasi dan pengetahuannya. Sedangkan kelemahan: 1) kesulitan mencari problem yang relevan dalam pembelajaran, 2) jika digunakan di kelas kapasitas besar kurang efektif, 3) membutukan waktu yang cukup lama dalam mengaplikasikan PBM. Dari uraian para ahli tentang kelemahan dan kelebihan dari PBM, peneliti menyimpulkan sebagai berikut: kelebihan PBM yaitu 1) dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis, ketrampilan berkomunikasi, 2) dapat memberikan penghalaman belajar bagi siswa, 3) memberikan pengalaman belajar
20
langsung bagi siswa, sedangkan kelemahan PBM antara lain: 1) alat peraga yang kompeks, 2) sering terjadi miss-konsepsi, 3) kesulitan mencari problem yangt relevan.
2.5
Kajian Penelitian yang Relevan Solihin, Bagus I .2011. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah
Terhadap presetasi belajar siswa kelas V SD di Gugus Kartini Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan besarnya thitung -0,116 dan ttabel -2,311 maka thitung lebih besar daripada ttabel dengan taraf signifikan 0,389 sehingga H0 diterima, artinya tidak ada pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas V SD di Gugus Kartini Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2010/2011. Hal ini disebabkan masalah waktu yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan PBL lebih lama daripada pembelajaran konversional serta masalah perubahan tuntunan siswa dari sistem pembelajaran konversional ke PBL. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sukarman (2012) dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sukarman menunjukkan hasil belajar siswa mengalami peningkatkan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 42,85% denagn rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan, pada siklus 1 ketuntasan belajar siswa 71,42% dengan nilai rata-rata 61,45. Pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85,71% dengan nilai rata-rata kelas 70,47. Wibowo, Agus, Ismi. 2012. Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Melalui Metode Pemecahan Masalah tentang Soal Cerita Pada Pengerjaan Operasi Hitung Campuran Pada Siswa Kelas III SD Negeri 01 Kapencar Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo Tahun Ajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil penelitian yang wibowo lakukan pada kelas III dengan jumlah siswa 37,
21
rata-rata tes matematika siklus I sebesar 54 dengan ketuntasan belajar 50%. Sedangkan pada siklus II rata-rata 79 dengan ketuntasan belajar 97% dan mengalami peningkatan sebesar 18 atau sebesar 47%. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu, diperoleh hasil bahwa model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka penulis ingin melakukan penelitian lagi dengan menggunakan model pembelajaran yang sama. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara penelitian yang dilakukan kali ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut adalah pada penelitian terdahulu belum membandingkan perlakukan model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam upaya meningkatkan hasil belajar di Sekolah Dasar. Karena itu penulis ingin mengangkat judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas V SD Negeri 01 Ampel Semester II Tahun Ajaran 2013/2014”.
2.6
Kerangka Pikir Dalam kerangka berfikir dapat dilihat dalam bagan 2.3 berikut ini: Kondisi Awal: 1. Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran di kelas 2. Pembelajaran di kelas masih bersifat konvensional 3. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS yang masih rendah dan belum memenuhi KKM
Tindakan: SIKLUS I dan SIKLUS II 1. Orientasi siswa pada masalah: Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, bercerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah 2. Menngorganisasi
siswa
untuk
belajar:
Guru
membantu
siswa
untuk
mengidentifikasi dan mengorgasisasi tugas berhubungan dengan masalah
22
tersebut 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok: Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi untuk pemecahan masalah 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: Guru membantu siswa untuk menyajikan hasil karya yang akan di presentasikan didepan kelas 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecaham masalah: Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan siswa dan proses-proses yang mereka gunakan
1. Siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran di kelas 2. Penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada pembelajaran IPS dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan indikator: 85% siswa kelas V SD N 01 Ampel Semester II Tahun ajaran 2013/2014 mengalami ketuntasan belajar, artinya minimal 34 dari 38 siswa yang mencapai KKM ≥70 dalam pembelajaran IPS
2.7
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut: Penerapan model Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM), dapat
meningkatkan hasil belajar IPS siswa Kelas V SD Negeri 01 Ampel Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.