6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Ada empat unsur utama dalam proses belajar-mengajar, yakni tujuanbahan-metode dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau telah menempuh pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan dalam proses belajar mengajar. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Dengan kata lain penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Menurut Nana Sudjana, (2011 : 22) hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Horwart Kingsley dalam buku Nana Sudjana, (2011 : 22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu: (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita. Ketiga hasil belajar (kemampuan) itulah yang harus dimiliki oleh siswa. Hasil belajar dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran, Sementara menurut Lindgren dalam Agus Suprijono, (2011:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne dalam
6
7
Agus Suprijono, (2011:5-6) bahwa hasil belajar itu berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sama halnya dengan Gagne, Bloom dalam Agus Suprijono (2011:6-7) mengemukakan bahwa: Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysys (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru, evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), Characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui pengalaman belajarnya yang meliputi kemampuan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (ketrampilan). Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Pengukuran (measurement) adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian menerapkan angka menurut
sistem aturan
tertentu menurut Kerlinger dalam Purwanto,
(2010:2). Hopkins dan Antes dalam Purwanto (2010:2), mendefinisikan pengukuran sebagai pemberian angka pada atribut dari obyek, orang atau kejadian yang dilakukan untuk menunjukan perbedaan dalam jumlah. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.
8
Dari pengertian pengukuran di atas untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakan instrumen penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. Tes menurut Nana Sudjana (2008:35) sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). 1. Tes Lisan Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki ramburambupenyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain. 2. Tes Tertulis Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya misalnya tes formatif. 3. Tes Tindakan Pada Tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor misalnya unjuk kerja. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, namun demikian dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Menurut Endang Poerwanti, dkk. (2008:4), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Jadi kesimpulan dari pengertian tes di atas adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik berupa pertanyaan-
9
pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan dan sikap peserta didik dalam bentuk lisan, tulisan, dan perbuatan. Non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Teknik non tes sangat penting dalam mengukur kemampuan peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes menurut Endang Poerwanti (2008:3), yaitu: 1. Observasi Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen. 2. Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan. 3. Angket Angket adalah suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif. Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara pengukuran yang sistematis dengan alat pengukuran seperti tes, observasi, wawancara, angket. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen
butir-butir
soal
apabila
cara
pengukuran
dilakukan
dengan
menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik wawancara dan angket dapat menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa hasil belajar dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes (tes formatif) dan non tes
10
(observasi keaktifan siswa menyimak materi dan keaktifan siswa ketika belajar bersama). 2.1.2 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Latar Belakang Pembelajaran IPS IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006). Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan (KTSP Standar Isi 2006). Ruang Lingkup IPS di SD Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006). 1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan 2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan 3. Sistem Sosial dan Budaya
11
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan. Tujuan Pelajaran IPS di SD Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006). 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas V SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini. (KTSP, 2006).
12
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas IV Semester II Standar Kompetensi 2. Mengenal sumber
Kompetensi Dasar 2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang
daya alam,
berkaitan dengan sumber daya alam dan
kegiatan ekonomi,
potensi lain di daerahnya
dan kemajuan
2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam
teknologi di lingkungan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat 2.3 Mengenal perkembangan teknologi
kabupaten/kota dan
produksi, komunikasi, dan transportasi
provinsi
serta pengalaman menggunakannya 2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006) Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Standar Kompetensi : Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi. Kompetensi Dasar : Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya. 2.1.3 Model Pembelajaran Jigsaw Definisi Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyususn potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa melakukan
13
sesuatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil, model pembelajaran jigsaw ini merupakan model belajar dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya. Tujuan Model pembelajaran jigsaw dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yaitu: 1. Hasil belajar akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
14
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3. Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. Langkah-langkah Pembelajaran Slavin (2010: 237) mengemukakan bahwa: dalam pembelajaran jigsaw para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing tim saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali pada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Slavin (2010: 241) menjelaskan dalam pembelajaran jigsaw terdiri atas siklus regular dari kegiatan-kegiatan pengajaran yaitu: 1. Membaca. Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi. 2. Diskusi kelompok ahli. Para siswa dengan keahlian yang sama, bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok ahli.
15
3. Laporan tim. Para ahli kembali ke dalam kelompok mereka masingmasing untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu timnya. 4. Tes. Para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua topik. 5. Rekognisi tim. Skor tim dihitung berdasarkan skor perkembangan individual. Pendapat Slavin tidak jauh berbeda dengan pendapat Aronson dkk dalam Saminanto (2010:31) bahwa dalam model pembelajaran jigsaw (Model Tim Ahli), setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan peran yang sama dengan materi berbeda (masih dalam satu bab) namun bobotnya relatif sama. Tidak ada anggota kelompok yang tidak mendapat bagian tugas sehingga semua siswa aktif belajar. Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw oleh Aronson dkk dalam Saminanto (2010:31) sebagai berikut: 1. Siswa dikelompokkan ke dalam tim (kelompok asal). 2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda. 3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. 4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguhsungguh. 5. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. 6. Guru memberi evaluasi. 7. Penutup. Senada
dengan
Slavin
dan
Aronson,
Zaini
Hisyam
(2010:59)
mengemukakan bahwa strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain. Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw menurut Zaini Hisyam sebagai berikut: 1. Pilih Materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen (bagian). 2. Bagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai jumlah segmen materi yang ada. Jika jumlah siswa adalah 50, sementara jumlah segmen yang ada
16
3. 4. 5. 6.
adalah 5, maka masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang. Jika jumlah ini dianggap terlalu besar, bagi lagi menjadi dua, sehingga setiap kelompok terdiri dari 5 orang, kemudian setelah proses selesai gabungkan kembali kedua kelmpok tersebut. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi pelajaran yang berbeda-beda. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaian apa yang telah mereka pelajari di kelompok, Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranya ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok. Beri siswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi. Dari ketiga pendapat diatas disimpulkan bahwa model pembelajaran
jigsaw merupakan model pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa ketika pembelajaran dalam bentuk kelompok kecil, setiap anggotanya memiliki materi yang berbeda dan bertugas menjelaskan materi tersebut kepada rekan satu kelompoknya. Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menerapkan pembelajaran jigsaw dengan menggunakan langkah-langkah yang telah dimodifikasi sebagai berikut: 1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 5 orang (kelompok asal A, B, C, D, …..dst) 2. Tiap anggota dalam tim diberi bagian materi yang berbeda 3. Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas materi yang sama, wakil ini disebut dengan kelompok ahli (kelompok ahli 1, 2, 3,….dst) 4. Kelompok ahli belajar bersama untuk membahas materi yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai materi tersebut 5. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok asal, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya 6. Guru memberikan evaluasi pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah dipelajari bersama. 7. Penutup
17
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian terdahulu yang menjadi upaya penulis untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kelebihan dalam penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian penulis oleh
Laila
Mardhiyah (2009) yang berjudul Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran matematika melalui metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di SDN Purworejo kec. Suruh kab. Semarang. Dalam hasil penelitiannya terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa dari setiap siklus. Pada kondisi awal hanya 7 siswa yang tuntas setelah pembelajaran jigsaw hasil belajar meningkat pada siklus I rata-rata 75,81 setelah diadakan tindak lanjut menjadi 76,96. Pada siklus II menjadi 77,22 ketuntasan belajar 100%. Kelebihan yang dicapai dari penelitian ini terletak pada pemilihan kelompok heterogen sehingga pada siklus I sudah nampak peningkatan belajarnya, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya sedangkan kelemahannya
pada
kelompok tertentu siswa yang aktif lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut. Penelitian Jeni M Nenomnanu (2011) yang berjudul Upaya peningkatan hasil belajar matematika pada pokok bahasan persamaan lingkaran dengan menggunakan kooperatif tipe jigsaw bagi siswa kelas XI IPA1 SMA EFATA SoE kab. TTS prop. NTT. Hasil penelitianya sebelum pretes 17,5% dr 40 siswa tuntas, pada siklus I meningkat menjadi 85% dan pada siklus II menjadi 97.5%. Kelebihan yang dicapai dari penelitian ini sejak siklus I guru sudah dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat. Sedangkan kelemahannya pada siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut. Penelitian Cicik Asti Tahaphari (2010) yang berjudul Peningkatan hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran PKn melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw bagi siswa kelas IV SDN Wulung 4 Randublatung kab. Blora. Hasil
18
penelitian adanya perbedaan yang signifikan hasil belajar pada pra siklus hanya 40% dari 20 siswa kemudian meningkat pada siklus I menjadi 75% dan pada silkus II menjadi 100%. Kelebihan yang dicapai dari penelitian ini adalah peningkatan tiap siklus yang signifikan karena guru melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat sedangkan kelemahannya siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran Penelitian Retno Setiyani (2011) yang berjudul Upaya peningkatan aktifitas dan hasil belajar peserta didik dengan menggunakan metode kooperatif jigsaw pada mata pelajaran akuntansi kelas X akuntansi SMK Pelita Salatiga. Hasil penelitiannya Peningkatan hasil belajar siklus I 73,33% Peningkatan hasil belajar siklus II 93,33% Peningkatan aktifitas belajar siklus I 71,5% Peningkatan aktifitas belajar siklus II 94,44% Kelebihan yang dicapai dari penelitian ini adalah adalah pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat karena kemampuan siswa yang sudah terbiasa belajar dalam kelompok kelemahannya siswa yang aktif lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut. Penelitian Sri Suratmi (2011) yang berjudul Upaya Meningkatkan prestasi belajar matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe jigsaw pada siswa kelas IV SD Negeri degan kecamatan Winong kabupaten pati semester I tahun 2011-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan pembelajaran jigsaw dikelas IV dapat meningkatkan prestasi belajar siswa hal ini terlihat pada siklus I prestasi belajar hanya 40% dari seluruh siswa yang memenuhi KKM kemudian pada siklus II prestasi belajar siswa meningkat menjadi 90%. Kelebihan yang dicapai dari penelitian ini adalah kemampuan siswa cepat menangkap materi dalam topik-topik dan menjelaskannya pada anggota kelompoknya sedangkan kelemahannya siswa yang aktif dalam kelompok mendominasi sehingga terjadi kecenderungan mengontrol anggota yang lain. Penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut.
19
2.3 Kerangka Pikir Pembelajaran IPS yang berlangsung selama ini adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan menyampaikan materi pelajaran IPS melalui ceramah dan siswa mendengarkan. Kadang-kadang saja di tengah-tengah ceramah, guru menyelipkan pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab siswa. Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru, adalah diam mendengarkan, bermain sendiri, mengantuk, tidak segera dapat peduli dengan situasi yang ada baik yang diadakan oleh guru atau siswa yang lain, sehingga siswa cenderung untuk pasif ketika pembelajaran. Kondisi ini jika siswa diberi pertanyaan atau tes, hasilnya tidak dapat mengerjakan secara optimal, sehingga skor yang diperoleh masih dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) ≥ 65. Perubahan paradigma pembelajaran menuntut siswa aktif, agar kompetensi yang diharapkan dalam KTSP 2006 dapat tercapai. Suatu pembelajaran akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa diharapkan dapat menemukan sendiri atau memahami sendiri konsep yang telah diajarkan yaitu dengan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang melibatkan siswa berpartisipasi aktif yaitu model pembelajaran jigsaw. Model pembelajaran jigsaw diawali dengan pembentukan kelompok heterogen, siswa dibagi menjadi 9 kelompok asal (A, B, C, D, E, F, G, H, I), setiap siswa dalam kelompok memperoleh materi yang berbeda-beda (materi 1, 2, 3, 4, 5) kemudian siswa yang memperoleh materi sama berkumpul membentuk kelompok ahli 1 (A1, B1, C1, D1, E1, F1, G1, H1, I1) kelompok ahli 2 ( A2, B2, C2, D2, E2, F2, G2, H2, I2) dan seterusnya. Kemudian siswa belajar bersama membahas materi mereka dalam kelompok ahli. Setelah siswa selesai belajar bersama dalam kelompok ahli, siswa kembali ke kelompok asal mereka dan menjelaskan materi mereka kepada rekan satu kemompoknya. Dalam model pembelajaran jigsaw ini penilaian dibagi menjadi dua yaitu penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar. Penilaian proses diperoleh dari penilaian
20
observasi yang dilakukan guru ketika pembelajaran yang terdiri dari penilaian dalam kelompok asal dan penilaian dalam kelompok ahli. Sedangkan dalam penilaian hasil belajar diperoleh dari tes formatif yang dilakukan guru setelah pembelajaran selesai. Penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar ini kemudian diolah menjadi nilai ahir siswa yang meningkat (KKM ≥90). Skor capaian pengukuran ini akan menunjukkan kenaikan skor yang signifikan. Untuk itu, perlu dilakukan dengan pemantapan tindakan yaitu mengulang kembali model pembelajaran jigsaw dengan kompetensi dasar yang sama sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai lebih meningkat. Penjelasan lebih rinci disajikan dalam gambar 2.1 tentang hubungan antara hasil belajar IPS dengan model pembelajaran jigsaw.
Proses Belajar Mengajar IPS KD : 2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi, serta pengalaman menggunakannya
21
Siswa : diam mendengarkan, bermain sendiri, mengantuk
Pembelajaran konvensional Metode : Ceramah Guru menjelaskan materi dengan membaca didepan kelas
Hasil belajar : < KKM(≥65) Pembelajaran kooperatif (Jigsaw)
KELOMPOK ASAL A
B
A1, A2, A3, A4, A5
B1, B2, B3, B4, B5
C
D
C1, C2, C3, C4, C5
D1, D2, D3, D4, D5
E
G
F
E1, E2, E3, E4, E5
F1, F2, F3, F4, F5
G1, G2, G3, G4, G5
H
I
H1, H2, H3, H4, H5
I1, I2, I3, I4, I5
KELOMPOK AHLI
A1, B1, C1, D1, E1, F1, G1, H1, I1 1
A2, B2, C2, D2, E2, F2, G2, H2, I2
A3, B3, C3, D3, E3, F3, G3, H3, I3
2
3
4
A5, B5, C5, D5, E5, F5, G5, H5, I5 5
PENILAIAN
Belajar Bersama
Menyimak materi
A4, B4, C4, D4, E4, F4, G4, H4, I4
PENILAIAN PROSES Belajar bersama – Menyimak materi
PENILAIAN HASIL Tes Formatif
Hasil belajar : > KKM(≥90)
Gambar 2.1. Hubungan antara Hasil Belajar IPS dan Model Pembelajaran Jigsaw
22
2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir tersebut di atas diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: apabila pembelajaran menerapkan model pembelajaran jigsaw maka hasil belajar IPS bagi siswa kelas IV di SD Negeri Bergaskidul 01 pada semester II tahun ajaran 2011-2012 akan meningkat.