BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Make a Match Model Make a Match adalah salah satu model dalam pembelajaran kooperatif atau salah satu bentuk model dalam Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Model make a match adalah model pembelajaran yang mengajak peserta didik mencari jawaban terhadap suatu pasangan atau pertanyaan suatu konsep melalui permainan kartu pasangan.(Komalasari,2008:85). Model Pembelajaran make a match merupakan pembelajaran dimana setiap siswa memegang kartu soal dan kartu jawaban dan siswa dituntut untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam menemukan kartu jawaban maupun kartu soal yang dipegang pasangannya dengan batas waktu tertentu,sehingga membuat siswa berfikir dan menumbuhkan semangat kerjasama. Menurut Rahayu, metode pembelajaran kooperatif make a match merupakan salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam kelas. Supandi menyatakan bahwa Make A Match adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dimana siswa dituntut untuk menemukan pasangan yang sesuai dengan kartu permasalahan yang diperoleh melalui undian secara bebas. Kartu-kartu ini dipersiapkan oleh guru dan dibagikan kepada setiap siswa. Pada prinsipnya siswa dalam kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok yang memecahkan masalah dan kelompok yang membawa kartu soal. Tujuan dari model pembelajaran ini adalah untuk membina ketrampilan menemukan informasi dan kerjasama dengan orang lain serta membina tanggung jawab dan memecahkan masalah yang dihadapi. Sedangkan menurut Nurani Mustintin menyatakan bahwa make a match adalah model pembelajaran koopratif dengan cara mencari pasangan soal/jawaban yang
7
8
tepat,siswa yang sudah menemukan pasangannya sebelum batas waktu akan mendapatkan poin. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa make a match merupakan sebuah model pembelajaran dengan metode belajar sambil bermain dimana siswa dituntut secara aktif bekerja sama dan berkomunikasi dengan teman yang lain untuk mencari jawaban atas kartu yang dipegangnya serta berlatih berfikir secara cepat, tepat dan teliti dalam mencari pasangan yang tepat sesuai dengan kartu yang dipegangnya. 2.1.1.1 Hakekat Model Make a Match Teknik model Make a Match atau mencari pasangan ini dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri atas kartu-kartu berisi pertanyaan, dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. 2.1.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Make a Match a. Kelebihan Model Make a Match 1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan. 2. Materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa lebih menarik perhatian. 3. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal. b. Kekurangan Model Make a Match 1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan. 2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa bermain-main dalam pembelajaran. 3. Guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadai 4 Tidak cocok untuk kelas gemuk.
9
2.1.1.3 Langkah Pembelajaran Model Make a Match a. Guru menyiapakan beberapa kartu yang berisi bebrapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaiknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. g Demikian seterusnya. g. Kesimpulan/penutup. 2.1.2 Hasil Belajar 2.1.2.1 Hakekat Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3). Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35) dalam kutipan Yahya Asnawi, hasil belajar adalah bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing); 2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui
10
itu (doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen (being). Dalam setiap usaha atau kejadian yang dilakukan, manusia selalu mendambakan keberhasilan. Begitu juga dalam proses pembelajaran di sekolah seorang siswa melakukan kegiatan pembelajaran selalu mendambakan keberhasilan belajar. Hasil belajar merupakan wujud dari keberhasilan siswa dalam belajar untuk menumbuhkan kecakapan penguassaan materi pelajaran yang menuntut keseluruhan dan sesungguhan dalam belajar. Menurut Makmun (2002:167), pengertian hasil belajar adalah perubahan perilaku seseorang pada kawasan kognitif, efektif dan priskomotorik. Kawasan kognitif terdiri dari pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis (menguraikan dan mengklasifikasikan) dan sistesis (menghubungkan dan menyimpulkan). Kawasan afektif meliputi penerimaan, sambutan, apresiasi (penghargaan), interalisasi (pendalaman)
dan
karakterisasi
(penghayatan).
Sedangkan
kawasan
priskomotorik terdiri dari ketrampilan bergerak dan ketrampilan ekspresi verbal maupaun non verbal. Sedangkan menurut Sukmadinata (2003:102) hasil belajar merupakan realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan, pengetahuan, ketrampilan berfikir maupun kemampuan motorik. Hampir sebagian besar dari perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan pelajaran yang akan ditempuhnya. Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-
11
perubahan
tersebut
di
antaranya
dari
segi
kemampuan
berpikirnya,
keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek. Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan. Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima macam antara lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan masalah; (3) sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan (5) keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang. Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 28), instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006: 155), memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Berdasarkan konsepsi di atas, pengertian hasil belajar dapat disimpulkan sebagai perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar
12
motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. 2.1.2.2 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010:54), faktor - faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedang faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. 1. Faktor - Faktor Intern Faktor intern terdiri dari tiga faktor yaitu: faktor jasmani, faktor psikologis dan faktor kelelahan. a. Faktor jasmani antara lain : 1. Faktor Kesehatan Proses belajar seseorang akan terganggu jika seseorang kesehatan terganggu, selain itu juga ia cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing ngantuk jika badannya lemah ataupun kelainan - kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya. 1)Cacat Tubuh Cacat tubuh adalah suatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh / badan. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat, belajarnya juga terganggu. b. Faktor Psikologis Sekurang - kurangnya ada tujuh faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor itu adalah: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan. 1) Intelegensi / kecerdasan Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko - fisik dalam merefleksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang individu, semakin besar
13
peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu
semakin sulit individu itu mencapai
kesuksesan belajar. 2) Perhatian Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. 3) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, Siswa tidak akan belajar dengan sebaik - baikmya karena tidak ada daya tarik baginya. 4) Bakat Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Bakat itu mempengaruhi belajar, jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik 5) Motif Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar atau siswa mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan / menunjang belajar. 6) Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat / fase dalam pertumbuhan seseorang. dimana alat - alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap ( matang ). 7) Kesiapan Kesiapan atau readiness adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesiapan ini timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan.
14
c. Faktor Kelelahan Kelelahan pada seseorang dapat mempengaruhi belajar, baik secara jasmani maupun rohani. 2. Faktor - Faktor Ekstern Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar yaitu: factor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. a) Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orangtua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan keluarga.ekonomi. b) Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. c) Faktor Masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya dalam masyarakat. 2.1.2.3 Matematika Sekolah Dasar .
Matematika adalah
bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan - hubungan kuantitatif dan ruangan Fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas ( Mulyono, Abdurrahman,2003:252).. Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan - hubungan.
15
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena : 1. Selalu digunakan dalam segi kehidupan 2. Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai. 3. Merupakan sarana komunikasi yang kuat singkat dan jelas. 4. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara. 5. Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran ruangan. Menurut Gatot Muhsetyo, pembelajaran matematika adalah proses pemberiann pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatanyang terencanasehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Ada dua macam hasil belajar matematika yang harus dikuasai siswa, perhitungan matematis (mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics reasoning). Berdasarkan UU Sisdikanas No. 20 Tahun 2003 pasal 58 (1) evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil peserta didik secara berkesinambungan. Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kreteria yang telah ditetapkan (Muhibbin Syah,2008:141). 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan a. PTK yang disusun oleh S. Irianti , Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga tahun 2012 “ Penerapan Metode Pembelajaran Make a match ( Mencari Pasangan ) Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri 05 Mulyoharjo Jepara. Dalam PTK ini diperoleh kesimpulan bahwa metode pembelajaran make a macth dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik. b. Skripsi yang disusun oleh Reni Yuni Ayu, mahasiswa Universitas Surabaya tahun 2011 yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make
16
Match Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Operasi Hitung Perkalian Untuk Siswa Kelas II Di SDN Wonorejo II Surabaya” Dalam Skripsi ini pun diperoleh kesimpulan bahwa penerapan make a match dapat meningkatkan hasil matematika pada materi operasi hitung perkalian untuk siswa kelas II di SDN Wonorejo II Surabaya. c. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sustianingsih yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Make A Match Pada Siswa Kelas IV SD Nageri Tenggulangharjo Kecamatan Subah Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 20010/2011”. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar jika dibandingkan siklus sebelumnya dan juga dibandingkan dengan indikator keberhasilan. Pada siklus I sebanyak 22 siswa atau 66,66% telah mencapai ketuntasan belajar dan pada siklus II sebanyak 32 siswa tuntas belajar atau 96,96 %. 2.3 Kerangka Berpikir Dalam pembelajaran matematika, salah satu hal yang harus diputuskan oleh guru dalam mengajarkan suatu materi pokok adalah pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan karena peserta didik memiliki karateristik yang berbeda - beda antara yang satu dengan yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang diberikan guru di kelas. Ada peserta didik memiliki daya tanggap yang cepat dan ada juga yang lambat dalam memahami soal yang diberikan guru. Menyikapi hal ini, penulis menilai perlu diterapkan metode pembelajaran yang baru berbasis PAIKEM sekaligus menerapkan metode pembelajaran Kooperatif melalui Make a Match yaitu membagi peserta didik dalam tiga kelompok. Metode tersebut merupakan metode pembelajaran yang membantu peserta didik aktif dalam menemukan konsep materi dengan cara berdiskusi dengan pasangannya sehingga mengena dan mudah diingat oleh peserta didik karena mereka ikut serta dalam menyelesaikan soal dan dapat memahami konsep operasi hitung campuran. Selain itu juga peserta didik berani mengungkapkan pendapat dan mendorong peserta didik
17
dengan pengetahuannya dapat menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari - hari. Dengan demikian untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SD Randu 03 Pecalungan Batang, Guru perlu menerapkan model pembelajaran Make a Match.
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Pembelajaran masih konvensional
Menggunakan model Make a Match
Hasil Belajar Meningkat
Siswa kurang berhasil, KKM < 60 Siklus I Menggunakan model make a match dalam pembelajaran matematika
Siklus II Menggunakan model make a match dalam b l j
Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir
2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian teori yang dipaparkan di atas maka hipotesis tindakan penelitian ini, Pembelajaran dengan menggunakan model Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang operasi hitung campuran pada siswa kelas IV SD Negeri Randu 03 Kec. Pecalungan Kab. Batang Semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.
18