8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Kajian Teori
2.1.1. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Realistic Mathematics Education (RME) atau dalam bahasa Indonesia disebut Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. RME sudah melalui proses ujicoba dan penelitian lebih dari 25 tahun, implementasinya telah terbukti berhasil merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pembelajaran matematika di sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Menurut Yuwono (2001: 3), pembelajaran yang berorientasikan pada RME dapat dicirikan oleh: (a) Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (b). Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari sekitar siswa; (c). Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya; (d). Hasil pemikiran siswa di konfrontir dengan hasil pemikiran siswa yang lainnya. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. Jadi pembelajaran tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh8
9
contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah ditemukan kembali” oleh siswa (Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Menurut Marpaung (2001: 3–4) pendekatan RME bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya artinya siswa bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain, guru membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka. Dalam pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti diawali dengan masalah kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan ide-idenya, siswa mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya. Dimana guru memfasilitasi diskusi dengan temannya dan mengarahkan siswa untuk memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat meminta beberapa siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa dibahas/dibandingkan, guru membantu menganalisa jawaban-jawaban siswa. Jawaban siswa mungkin salah semua, mungkin benar semua atau sebagian benar sebagian salah. Jika jawaban benar maka guru hanya menegaskan jawaban tersebut. Jika jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu letak kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang menjawab soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa dapat memperbaiki jawabannya dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan. Menurut Marpaung (2001), dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik dapat juga digunakan metode ceramah tetapi tidak digunakan secara terus menerus. Selain itu pula dapat diselingi dengan metode pemecahan masalah, metode diskusi, belajar kelompok, belajar individual cooperative learning, siswa menjelaskan kepada temannya, siswa meminta temannya yang mengerjakan lalu rotasi. 9
10
Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. The use of context (Menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual
bagi
siswa.
Proses
pembelajaran
diawali
dengan
keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah konstektual. 2. Use models, bridging by vertical instrument (Menggunakan model), artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak. 3. Students constribution (Menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa. Siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yang disediakan guru, secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-masing. 4. Interactivity (Interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya. Kegiatan belajar yang memungkinkan terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa. 5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak. Berdasarkan karakteristik tersebut maka RME itu bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual dan dari sana siswa membahas pematematikaan masalah tersebut kemudian menyelesaikanya secara matematis. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik Meninjau karakteristik interaktif dalam pembelajaran matematika realistik di atas tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu membangun interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau 10
11
siswa dengan lingkungannya. Dalam hal ini, Asikin (2001: 3) berpandangan perlunya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya melalui presentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas. Negosiasi dan evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor belajar yang penting dalam pembelajaran konstruktif ini. Implikasi dari adanya aspek sosial yang cukup tinggi dalam aktivitas belajar siswa tersebut maka guru perlu menentukan metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan tersebut. Salah satu metode mengajar yang dapat memenuhi tujuan tersebut adalah memasukkan kegiatan diskusi dalam pembelajaran siswa. Aktivitas diskusi dipandang mampu mendorong dan melancarkan interaksi antara anggota kelas. Mendasarkan pada kondisi kelas seperti uraian di atas serta beberapa karakteristik dan prinsip pembelajaran matematika realistik, maka Rozaine (2010) dalam blog-nya menyebutkan langkah-langkah pembelajaran dalam Realistic Mathematic Education ini adalah sebagai berikut : Langkah – 1. Memahami masalah kontekstual Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk memahami masalah itu terlebih dahulu. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat pada penyajian masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran siswa. Langkah – 2. Menjelaskan masalah kontekstual Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya interaksi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa.
11
12
Sedangkan prinsip guided reinvention setidaknya telah muncul ketika guru mencoba memberi arah kepada siswa dalam memahami masalah. Langkah – 3. Menyelesaikan masalah kontekstual Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara
individual
berdasar
kemampuannya
dengan
memanfaatkan
petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Siswa mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan masalah, sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berfikir menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya. Pada tahap ini dimungkinkan bagi
guru untuk memberikan bantuan seperlunya
(scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan. Pada tahap ini, dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat dimunculkan adalah guided reinvention and progressive mathematizing dan
self-developed
models.
Sedangkan
karakteristik
yang
dapat
dimunculkan adalah penggunaan model. Dalam menyelesaikan masalah siswa mempunyai kebebasan membangun model atas masalah tersebut. Langkah – 4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Diskusi ini adalah wahana bagi sepasang siswa mendiskusikan jawaban masing-masing. Dari diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati oleh kedua siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap ini guru menunjuk atau memberikan kesempatan kepada pasangan siswa untuk mengemukakan jawaban yang dimilikinya ke muka kelas dan mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul di muka kelas. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan kontribusi siswa. Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan siswa juga antara guru dengan siswa. Dalam diskusi ini kontribusi siswa berguna dalam pemecahan masalah. 12
13
Langkah – 5. Menyimpulkan Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun bersama. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul adalah interaktif serta menggunakan kontribusi siswa. Sedangkan
menurut
Sujadi
(2011)
langkah–langkah
dalam
pembelajaran matematika dengan menggunakan Realistic Mathematic Education ini adalah sebagai berikut : 1.
Memahami
masalah
kontekstual,
Guru
memberikan
masalah
kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa.
Kemudian
meminta siswa untuk memahami
masalah
kontekstual tersebut. Jika terdapat hal-hal yang belum dipahami oleh siswa, guru menjelaskan atau memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai masalah awal dalam pembelajaran 2.
Menyelesaikan masalah kontekstual, Siswa secara individu diminta untuk menyelesaikan masalah kontekstual pada LKS dengan caranya sendiri, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian. Selama siswa menyelesaikan
masalah,
guru
mengamati
dan
mengontrol aktivitas siswa. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan instrumen vertikal seperti model, skema, diagram, dan simbol 3.
Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, Guru memberikan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan
jawaban
dari
masalah
(soal)
dengan
teman
sekelompoknya, untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada diskusi kelas. Karakteristik pembelajaran matematika realistik
13
14
yang muncul pada langkah ini adalah penggunaan kontribusi siswa dan terdapat interaksi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain 4.
Menyimpulkan,
Guru
mengarahkan
siswa
untuk
mengambil
kesimpulan dari hasil diskusi kelas sehingga diperoleh suatu rumusan konsep, prinsip atau prosedur.Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah terdapat interaksi antara siswa dengan guru Pendidikan matematika realistik menekankan pada penjelajahan penemuan, you learn mathematics best by reinventing it (belajar matematika paling baik adalah melalui penemuan kembali). Interaksi antarpeserta didik dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal peserta didik. Yang diharapkan mampu mengembangkan pengertian peserta didik, dan akhirnya peserta didik mampu mengaplikasikan kembali konsep matematika yang dimiliki pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain di waktu yang akan datang. Sehingga diharapkan dengan pembelajaran RME, prestasi peserta didik dapat meningkat. Berdasarkan langkah- langkah dalam pembelajaran matematika realistik diatas maka langkah- langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini: Tabel 2.1 Langkah dalam fase Pembelajaran, Peranan Guru dan Aktivitas Siswa Fase Pembelajaran No dan konsep PMRI 1. Fase Pengenalan (Matematisasi konseptual)
Peranan Guru
Aktivitas Siswa
1. Memberikan masalah kontekstual yang sesuai dengan materi pembelajaran 2. Mengajukan pertanyaan/mengajak
1. Memahami masalah kontekstual yang diajukan guru 2. Menjawab pertanyaan guru,
14
15
siswa berdiskusi untuk menghubungkan masalah yang diberikan dengan pengalaman yang telah dimiliki siswa
dan mencoba menggali pengalaman yang telah dimiliknya untuk mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan masalah kontektual
2.
Fase 1. Guru membangun 1. Aktif baik secara Eksplorasi pembelajaran yang individu maupun (strategi interaktif, baik secara kemampuan informal) individu, belajar bekerja sama untuk berpasangan atau pun dalam kelompok. mengarah pada belajar dalam 2. Berupaya untuk formalisasi kegiatan kelompok menemukan 2. Guru memberikan penyelesaian kesempatan kepada masalah dengan siswa untuk secara bantuan teman aktif menyumbang sejawat. pada proses belajar 3. Memiliki rasa dirinya, dan secara percaya diri aktif membantu siswa untuk dalam menafsirkan memberikan persoalan riil; dan kontribusi pada 3. Guru memberi kelompoknya bantuan seperlunya 4. Siswa menerima 4. Memberikan reward sebagai motivasi, dan reward penghargaan dari kemajuan siswa prestasi.
3.
Fase 1. Memberikan 1. Mengkomunikasi Meringkas/ kesempatan pada kan perolehan konfirmasi siswa untuk dengan cara : (Penguatan mengkomunikasikan presentasi dalam konsep dan perolehannya, bentuk diskusi pengaplikasian 2. Membimbing siswa kelas konsep) untuk menarik 2. Bersama-sama kesimpulan dari dengan siswa materi yang telah lain dengan dipelajari bimbingan guru menyimpulkan materi pelajaran.
15
16
2.1.2. Pembelajaran Matematika Abdurrahman (2003: 252) menyatakan bahwa Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktiknya untuk mengekspreksikan hubungan-hubungan
kuantitatif
dan
keruangan
sedangkan
fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Sedangkan menurut Hamzah (2007: 129) menyatakan bahwa matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir berkomunikasi, alat untuk memecakan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas. Dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mendasari berbagai ilmu pengetahuan lain dalam bentuk bahasa simbol-simbol untuk menemukan suatu jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi manusia baik berupa informasi ataupun pengetahuan tentang bentuk dan ukuran. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia serta dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Beberapa mata pelajaran yang disajikan disekolah dasar seperti matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menjadi kebutuhan dalam melatih penalaran siswa. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Permen 22 th 2006-Standar isi: 416). Melalui pembelajaran matematika
diharapkan
akan
menambah
kemampuan,
dan
mengembangkan keterampilan berhitung siswa yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Dalam Permendiknas No.22 tanggal 23 Mei 2006 mengenai standar isi menyebutkan bahwa, Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam 16
17
pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi
matematika
dalam
membuat
generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berikut ini adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV, Semester 2 yang tersaji dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV, Semester 2 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Bilangan
5.1 Mengurutkan bilangan bulat
5. Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat
5.2 Menjumlahkan bilangan bulat 5.3 Mengurangkan bilangan bulat 5.3 Melakukan operasi hitung campuran
6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah
6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan
7. Menggunakan lambang bilangan Romawi
7.1 Mengenal lambang bilangan Romawi 7.2 Menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi dan sebaliknya
17
18
Standar Kompetensi Geometri dan pengukuran
Kompetensi Dasar 8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana
8. Memahami sifat 8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan bangun ruang kubus sederhana dan 8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan hubungan antar bangun bangun datar simetris datar 8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar 2.1.3. Pengertian Kartu Domino (Kamus Besar, 2012 ) menyebutkan bahwa kartu domino adalah kartu yg bertanda bulatan-bulatan yang menunjukkan nilai angka kartu. Kartu domino yang digunakan dalam penelitian ini bukanlah suatu kartu yang digunakan oleh orang untuk berjudi, melainkan suatu media untuk pembelajaran yang bentuknya dibuat seperti kartu domino untuk menarik minat siswa dalam belajar matematika. Perbedaan utamanya terletak pada kartu-kartunya dan aturan permainannya. Jika pada kartu domino sesungguhnya berisi angkanya ditentukan berdasarkan kumpulan lingkaran dan berjumlah 28 kartu, pada kartu domino pecahan ini kartu tersebut berisi berbagai bilangan pecahan dan jumlahnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan, dalam penelitian ini peneliti menggunakan 20 kartu pecahan domino untuk setiap setnya. Media ini sangat sederhana, dan terkait dengan kehidupan seharihari. Melalui panggunaan Kartu domino Pecahan Senilai ini dimaksudkan sebagai alat untuk melatih pemain/siswa dalam mencari nama-nama lain dari suatu pecahan. Setiap kartu terdiri dari dua pecahan yang sama nilainya atau berbeda nilainya, misal:
Petunjuk Penggunaan
18
19
Bentuk permainan kartu domino dalam matematika tidak jauh berbeda dengan permainan kartu domino yang ditemui pada kehidupan sehari-hari. Tak ubahnya bermain domino, setelah kartu pertama dilempar, kartu berikutnya akan mengikuti. Permainan ini semakin menarik karena ada kompetisi. Siswa harus berlomba menghabiskan kartu secepat mungkin. Siapa yang lebih dulu menghabiskan kartu maka ia yang menang. Dibawah ini adalah cara memainkan kartu domino menurut Zaelani (2011): 1) Permainan ini cocok dimainkan secara berkelompok dengan banyaknya pemain 4 atau 5 orang. 2) Sebelumnya kartu dikocok terlebih dahulu, kemudian bagikan kartu tersebut kepada masing-masing pemain sebanyak 4 kartu. 3) Buka satu (1) kartu dari tumpukan sisa. 4) Secara bergantian pemain menyambung susunan kartu, misal untuk kartu pecahan 1/2 maka disambung dengan pecahan yang senilai misalnya 2/4 5) Siapa yang lebih dulu menghabiskan kartu atau yang memiliki sisa kartu paling sedikit maka ia yang menang Kegunaan dari permainan ini adalah untuk melatih keterampilan siswa dalam memahami suatu pokok bahasan tertentu dalam pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika di SD, untuk materi pecahan maka seorang guru dapat melakukan pembelajaran pecahan kepada siswa dengan bermain menggunakan model kartu domino pecahan (KadoPecah). Pembelajaran pecahan dengan permainan model Kado-Pecah, dapat menumbuhkan semangat kompetitif dan kreatifitas siswa yang diharapkan bisa meningkatkan hasil belajar matematika. Kartu domino pecahan sebagai media pembelajaran dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam mengatasi pemahaman pecahan senilai. 2.1.4. Pengertian Pecahan Senilai Khosmatun (2010), bilangan pecahan merupakan bilangan yang mempunyai jumlah kurang atau lebih dari utuh.Terdiri dari pembilang dan 19
20
penyebut, pembilang merupakan bilangan terbagi, penyebut merupakan bilangan pembagi. Sedangkan, menurut Sukayati (2003: 1)
Kita
menggunakan jenis bilangan yang disebut pecahan, apabila kita membicarakan bagian-bagian benda atau bagian-bagian himpunan atas beberapa bagian yang sama. Oleh karena itu bilangan pecahan yang dipelajari anak SD, sebetulnya merupakan bagian dari bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk
dengan a dan b merupakan bilangan
bulat, dan b ≠ 0. Pecahan biasa dapat digunakan untuk menyatakan makna dari setiap bagian dari yang utuh. Misalnya :
ଵ
Gambar yang diarsir adalah ଶ Gambar diatas menunjukkan pecahan
ଵ ଶ
dibaca setengah atau satu
per dua. “1” disebut pembilang yaitu merupakan suatu pengambilan atau satu bagian yang sama dari keseluruhan.”2 “ disebut penyebut yaitu merupakan jumlah yang sama dari keseluruhan. Jadi
pecahan
adalah
suatu
bilangan
yang
menyatakan/
menunjukkan sebagian dari keseluruhan. Pecahan senilai biasanya disebut juga pecahan ekuivalen. Pecahan senilai yaitu pecahan yang nilainya sama meskipun pecahan tersebut mempunyai pembilang dan penyebut yang berbeda. Secara umum untuk mencari pecahan senilai dapat dilakukan dengan cara mengalikan/ membagi pembilang dan penyebut dengan angka yang sama, tetapi tidak nol. Dapat ditulis dengan rumus : ܽ ܽ݀∶ܽ ܿݔ = = ܾ ܾ݀∶ܾ ܿݔ 2.1.5. Prestasi (Hasil) belajar siswa
Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan/keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai
20
21
tes/angka yang diberikan oleh guru (Tim penyusun KBBI: 2005). Mulyani (2006) berpendapat bahwa prestasi belajar matematika siswa merupakan hasil yang dicapai oleh siswa sebagai gambaran penguasaan pengetahuan atau keterampilan siswa dalam belajar matematika yang dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai setelah dilakukan tes oleh guru pada siswa. Sedangkan menurut Sudjana (2006: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Pendapat lain mengenai hasil belajar dikemukakan oleh Suprijono (2011: 5) yang menyebutkan hasil belajar adalah pola-pola pengertianpengertian, sikap-sikap dan keterampilan. Sedangkan menurut Mujiono (2006: 20) Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Dari beberapa teori hasil belajar diatas, yang dimaksud dengan hasil belajar dalam mata pelajaran matematika pada penelitian ini adalah suatu hasil kemampuan yang dimiliki/dicapai seseorang sebagai hasil dari proses belajar ataupun merupakan penguasaan pengetahuan (kognitif) pada mata pelajaran yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan guru selama mengikuti proses pembelajaran dalam kelas. Peningkatan prestasi belajar adalah merupakan suatu hasil belajar siswa berupa nilai/angka yang lebih tinggi dari pada nilai sebelumnya. 2.1.6. Motivasi Belajar Menurut pakar psikologis motivasi terbagi atas dua macam motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Menurut Sutikno (2007), motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri siswa tentang tujuan dari apa yang akan dicapainya atau sebuah bentuk kesadaran yang timbul dari siswa itu sendiri. Motivasi merupakan salah satu faktor yang diduga besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Siswa yang motivasinya tinggi diduga akan memperoleh hasil belajar yang baik. Pentingnya motivasi belajar siswa terbentuk antara lain agar terjadi perubahan belajar ke arah yang lebih positif. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul bila ada pancingan/rangsangan dari luar siswa, misalnya dari guru atau orang tua. Biasanya motivasi ini 21
22
tidak bertahan lama, bila umpan-umpan untuk memotivasi masih menarik, maka kegiatan masih tetap berjalan, namun tidak selamanya seorang guru mampu terus mengumpan siswa untuk dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dalam Wikipedia (2012), pengertian motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Menurut Sardiman (2007: 75) motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu. Motivasi mengandung 3 fungsi yaitu: 1). pendorong manusia untuk berbuat, 2). menentukan arah perbuatan, 3). menyeleksi perbuatan. Setiap manusia pada dasarnya berbuat sesuatu karena adanya dorongan oleh suatu motivasi tertentu. Menurut Sutikno (2007), motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Sutikno (2007), mengemukakan motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengetian tersebut, terdapat tiga elemen penting tentang motivasi yaitu : (1) Motivasi mengawali terjadinya suatu perubahan energi pada diri setiap individu manusia. (2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, afeksi seseorang. (3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi merupakan respon dari suatu aksi yakni tujuan, dimana tujuan tersebut menyangkut dengan kebutuhan. 22
23
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan motivasi belajar merupakan dorongan baik dari dalam maupun dari luar pribadi seseorang untuk melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu berusaha untuk merubah diri dari yang belum tahu menjadi tahu, dari yang belum paham menjadi paham, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan maksimal. Menurut Uno (2007: 10) motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang mempunyai indikator sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghormatan dan penghargaan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6) adanya kegiatan yang menarik”. Ada beberapa strategi yang akan digunakan oleh guru dalam penelitian ini untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut: 1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar. 2. Hadiah/ reward. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi. 3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya
untuk
meningkatkan
prestasi
belajarnya,
berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya. 4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. 5. Hukuman/ punishment. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan 23
24
harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. 6. Menggunakan metode yang bervariasi. Penggunaan metode yang bervariasi dalam pengajaran membuat siswa tidak jenuh dalam mengikuti prosesbe lajar mengajar,dan membuat suasana pembelajaran tidak monoton. 7. Menggunakan
media
yang
baik
dan
sesuai
dengan
tujuan
pembelajaran. Guru menggunakan media pembelajaran yang sesuai dan beik dalam penyampaian materi akan membantu siswa untuk memusatkan
perhatian
serta
menarik
perhatian
siswa
untuk
memperhatikan materi yang disampaikan. Berdasarkan pendapat Uno mengenai indikator motivasi diatas maka dalam penelitian ini indikator motivasi yang akan diukur adalah sebagai berikut: 1). adanya hasrat untuk belajar, 2). adanya dorongan untuk meraih tujuan, 3). adanya cita-cita untuk berhasil dalam pembelajaran, 4). metode pembelajaran yang menarik, 5). guru, 6). lingkungan, serta 7). fasilitas yang mendukung pembelajaran. 2.2. Kajian Hasil Penelitian yang relevan Munarsih (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar matematika Melalui Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) (PTK Pembelajaran Matematika Kelas III SDN Karangnongko II Boyolali)”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1) terdapat peningkatan hasil belajar non skolastik yaitu ketekunan dalam belajar (mengerjakan soal) sebelum putaran (18,75%), pada putaran I (37,5%), pada putaran II (75%), pada putaran III (100%). 2) terdapat peningkatan hasil belajar non skolastik yaitu usaha dalam belajar (bertanya) sebelum putaran (12,5%), pada putaran I (25%), pada putaran II (62,5%), pada putaran III (86,72%). 3) terdapat peningkatan hasil belajar non skolastik yaitu partisipasi aktif dalam belajar (maju kedepan kelas) sebelum putaran (6,25%), pada putaran I (18,75%), pada putaran II (56,25%), pada putaran III (75%). 4) terdapat peningkatan hasil belajar 24
25
non skolastik yaitu penyelesaian tugas (tepat waktu) sebelum putaran (25%), pada putaran I (37,5%), pada putaran II (68,75%), pada putaran III (87,5%).
5) terdapat
peningkatan
hasil
belajar
skolastik
yaitu
mengerjakan soal latihan dengan benar sebelum putaran (25%), pada putaran I (56,25%), pada putaran II (75%), pada putaran III (87,5%). Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajari matematika siswa Sekolah Dasar, sehingga diharapkan para guru matemetika menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) pada pembelajaran matematika. Upu (2010) dalam penelitianya yang berjudul “Improving Mathematics Students’ achievement through Realistic Mathematics Education Approach at grade VII-7 Public Junior High School 3 Sinjai”, Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa pada akhir Siklus I, skor rata-rata prestasi belajar matematika siswa adalah 40,1 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100,0 dengan standar deviasi 20,9. Kemudian pada akhir Siklus II diperoleh skor rata-rata pretasi belajar matematika siswa adalah 68,0 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100,0 dengan standar deviasi sebesar 15,7. Dengan demikian secara kuantitatif prestasi belajar matematika siswa Kelas VII-7 SMP Negeri 3 Sinjai mengalami peningkatan dari kategori rendah menjadi tinggi. Rahayu (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) terhadap peningkatan prestasi belajar siswa kelas II SD Negeri Penaburan 1 Purbalingga”, berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, diperoleh hasil terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan pendekatan RME (Realistic Mathematics
Educations)
terhadap
peningkatan
prestasi
belajar
matematika siswa kelas II SD Negeri Penaruban I Purbalingga. Hal itu ditunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yaitu diperoleh nilai t hitung 3,968 lebih besar dari nilai t tabel 2, 021 pada taraf signifikan 5%. Hasil akhir 25
26
nilai rata-rata prestasi belajar matematika pertemuan 3 pada kelompok eksperimen sebesar 82,5 dan nilai rata-rata kelompok kontrol sebesar 68,5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari nilai ratarata kelompok kontrol. Niraningtiyas
(2011)
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
“Penerapan Permainan Kartu Domino Pecahan untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Perkalian Pecahan Siswa Kelas V SDN Orooro Dowo Kota Malang”, Hasil penelitian menunjukkan presentase aktivitas pada siklus I mencapai 59,37%, sedangkan presentase aktivitas belajar siswa pada siklus II mencapai 93,75%. Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan 34,38%. Selanjutnya, peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I, rata-rata hasil belajar siswa mencapai 68,35 dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 61 %, sedangkan rata-rata hasil belajar pada siklus II mencapai 77,11 dengan ketuntasan klasikal 81 %.. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan permainan kartu domino pecahan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi perkalian berbagai bentuk pecahan. Badarudin
(2011),
dalam
penelitiannya
yang
berjudul“
Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Matematika Melalui Alat Peraga Bangun Ruang Di Kelas V SD Negeri Tapen Kecamatan Wanadi Kabupaten Banjarnegara”, menyebutkan bahwa hasil penelitian pada studi awal siswa kurang merespon terhadap pelajaran matematika materi volum bangun ruang, kemudian pada siklus I dan Siklus II, melalui alat peraga bangun ruang, siswa lebih antausias dalam mengikuti proses pembelajaran matematika. Pada siklus II terbukti adanya peningkatan prestasi yang mencapai nilai rata-rata 82,38 dengan ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 90,47%. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diatas, terbukti bahwa dengan menggunakan Realistic Mathematics Educations dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena siswa berusaha 26
27
untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dari masalah kontekstual yang diberikan oleh guru dengan bantuan seperlunya dari guru. Dengan pembelajaran seperti ini siswa dituntut aktif baik secara individu maupun kelompok, sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk belajar dan hasil belajar juga akan meningkat. 2.3. Kerangka Berpikir Dalam proses belajar mengajar tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu proses belajar mengajar yang efektif dan efesien, maka seorang guru biasanya akan memilih metode dan media dan pendekatan pembelajaran yang secara nalar diperkirakan tepat untuk menyampaikan suatu topik yang sedang dibahas. Mengingat matematika merupakan suatu mata pelajaran yang lebih banyak berhubungan dengan pengamatan maupun pengalaman langsung maka sangat dibutuhkan adanya metode atau pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik
matematika
matematika tersebut.
realistik
pantas
Untuk
direkomendasikan
itu
pendekatan
dalam
pengajaran
matematika. Hal ini disebabkan karena pendekatan matematika realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswanya untuk secara
langsung
mengalami
pengalamannya
sendiri.
Pendekatan
matematika realistik melibatkan siswa atau menggunakan alam sekitar dan benda-benda nyata sehingga mereka dapat berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Selama ini matematika masih dianggap sebagai salah atu mata pelajaran yang sukar sehingga ketertarikan atau motivasi siswa untuk belajar matematika masih rendah. Dengan
menggunakan
pendekatan
matematika
realistik
dengan
menggunakan kartu domino pecahan, diharapkan menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan prestasi dan motivasi siswa belajar siswa pada pokok bahasan pecahan senilai. Pembelajaran Konvensional (PBM monoton)
Siswa kurang 27termotivasi dan kurang memperhatikan
Hasil belajar dan motivasi rendah
28
Siswa kurang termotivasi dan kurang memperhatikan
Pembelajaran Konvensional (PBM monoton)
Siswa menggunakan pengalaman, alam sekitar, benda nyata untuk menemukan sendiri konsep matematika
Proses Belajar Mengajar menyenangkan
Daya serap anak menjadi tinggi karena anak merasa senang Hasil belajar siswa meningkat
Hasil belajar dan motivasi rendah
Pembelajaran menggunakan RME
Matematika terkait dengan kehidupan sehari-hari dan masa depan anak sehingga anak menjadi tertarik dan termotivasi untuk belajar matematika
Motivasi belajar siswa meningkat
Gambar 2.1. Kerangka Pikir 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: Implementasi Realistic Mathematic Education (RME) dengan menggunakan kado pecah (kartu domino pecahan) diduga berpengaruh terhadap peningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa sekolah dasar pada pokok bahasan pecahan senilai.
28