BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian ini mengacu pada beberapa sumber dan tinjauan yang sudah ada, dimana masing-masing penulis menggunakan metode dan simulasi yang berbeda sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Dari perbandingan tersebut akan terlihat perbedaan penelitian dengan yang dilakukan penulis. Penelitian pertama oleh Irwan Prasetyo (2004) yang meneliti tentang kuat medan listrik sebelum pengoperasian saluran transmisi 150 kV Perean-Ubud dengan menggunakan metode bayangan. Penelitian ini mendapatkan hasil perhitungan kuat medan listrik tertinggi di pusat saluran, adalah sebesar 685,9392 V/m, dimana kuat medan listrik ini masih berada di bawah batas ambang yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 5 kV/m Penelitian kedua oleh Irwan Hardika (2009) yang meniliti tentang pengaruh bentuk konfigurasi saluran transmisi 500 kV dengan sirkit ganda terhadap kuat medan listrik . Penelitian ini menyebutkan 3 variasi konfigurasi saluran transmisi. Pada variasi konfigurasi saluran 1, variasi bentuk konfigurasi yang dilakukan adalah dengan penambahan jarak cross arm masing-masing fasa. Hasil yang didapatkan adalah kuat medan listrik berkurang 0,0574 kV/m jika penambahan jarak cross arm masing-masing fasa sebesar 1 meter. Pada variasi konfigurasi saluran 2, variasi bentuk konfigurasi yang dilakukan adalah dengan penambahan jarak middle cross arm (fasa S) diperbesar, sedangkan upper cross arm (fasa R) dan bottom cross arm (fasa T)tetap. Hasil yang didapatkan adalah kuat medan listrik bertambah 0,0077 kV/m jika penambahan jarak middle cross arm (fasa S) sebesar 1 meter. Pada konfigurasi saluran 3, variasi bentuk konfigurasi yang dilakukan adalah dengan panjang bottom cross arm (fasa T) diperpanjang 2 meter faripada fasa R dan middle cross arm (fasa S) diperpanjang 1 meter daripada fasa R, mengakibatkan nilai kuat medan listrik yang ditimbulkan semakin berkurang 0,1768 kV/m.
5
6
Penelitian yang terakhir oleh Hendera Wahyudi (2015) yang menganalisis karakteristik hasil perhitungan dan pengukuran kuat medan listrik pada saluran transmisi 150 kV dengan konfigurasi horizontal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan pengukuran medan listrik di titik terendah konduktor saluran transmisi 150 kV, selanjutnya analisis dilakukan terhadap perubahan karakteristik kuat medan listrik yang terjadi saat pengukuran. Berdasarkan hasil pengukuran medan listrik akan mencapai nilai tertinggi pada saat siang hari. Hasil pengukuran tertinggi kuat medan listrik terjadi di lokasi 3 sebesar 5387 V/m. Hasil perhitungan kuat medan listrik tertinggi berada di lokasi 3 sebesar 4040 V/m. Perbedaan karakteristik hasil pengukuran kuat medan listrik di masing-masing titik pengukuran disebabkan oleh waktu pengukuran kuat medan medan listrik di masing-masing titik pengukuran berbeda, sehingga tegangan pada masing-masing fasa berubah-ubah, sedangkan saat perhitungan nilai tegangan yang digunakan tidak berubah. Berdasarkan ketiga penelitian di atas, maka dilakukan penelitian tentang perhitungan kuat medan listrik di antara dua tiang transmisi untuk mengetahui kuat medan listrik di sepanjang saluran antara dua tiang transmisi, dengan mengukur ketinggian konduktor menggunakan alat dan cara yang sederhana. Hasil perhitungan intensitas medan listrik akan digunakan untuk membuat rekomendasi pembangunan rumah tinggal di bawah konduktor di sepanjang saluran transmisi SUTT 150 kV konfigurasi horizontal, sehingga orang yang akan membangun rumah di bawah saluran transmisi 150 kV konfigurasi horizontal hanya perlu mengukur ketinggian konduktor dari permukaan tanah untuk mengetahui berapa ketinggian rumah yang boleh dibangun agar paparan medan listriknya sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI 04-6918-2002.
2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Sistem Tenaga Listrik Untuk keperluan penyediaan tenaga listrik diperlukan berbagai peralatan listrik yang dihubungkan satu sama lain sehingga mempunyai inter relasi dan secara keseluruhan membentuk suatu sistem tenaga listrik. Sistem tenaga listrik
7
yang dimaksud adalah sekumpulan pusat listrik dan gardu induk (pusat beban) yang satu sama lain dihubungkan oleh jaringan transmisi sehingga merupakan satu kesatuan interkoneksi. Proses penyaluran tenaga listrik dibagi menjadi tiga bagian penting, yaitu Pembangkitan, Penyaluran (transmision) dan distribusi (distribution) seperti pada gambar 2.1 :
Gambar 2.1 Tiga komponen utama dalam penyaluran tenaga listrik (Sumber: Marsudi, 2006)
Tenaga listrik dibangkitkan dalam pusat - pusat listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP, PLTGU dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan yang ada di pusat pembangkit listrik. Saluran tegangan tinggi di Indonesia mempunyai tegangan 150 kV yang disebut sebagai saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan tegangan 500 kV yang disebut sebagai saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET). Tenaga listrik yang disalurkan melalui saluran transmisi akan menuju ke Gardu Induk (GI) untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun tegangan menjadi tegangan menengah atau yang juga disebut tegangan distribusi primer yang memiliki tegangan 20 kV. 2.2.2 Saluran Transmisi Transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, yang besaran tegangannya dapat dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu: Tegangan Ultra Tinggi (UHV), Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan
8
Tinggi (HV), Tegangan Menengah (MHV), dan Tegangan Rendah (LV). Sedangkan transmisi tegangan tinggi adalah sebuah proses penyaluran energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya. Dimana dalam proses penyaluran energi listrik tersebut terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower) melalui isolator-isolator, dengan sistem tegangan tinggi. Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah : 30 KV, 70 KV dan 150 KV (Arismunandar, 1979).
2.2.2.1 Saluran Transmisi Berdasarkan Pemasangan Berdasarkan pemasangannya, saluran transmisi dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Saluran udara (overhead lines) adalah saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik melalui kawat-kawat yang digantung pada isolator antar menara atau tiang transmisi. Keuntungan dari saluran transmisi udara adalah lebih murah, mudah dalam perawatan, mudah dalam mengetahui letak gangguan, mudah dalam perbaikan, dan lainnya. Namun juga memiliki kerugian, antara lain: karena berada di ruang terbuka, maka cuaca sangat berpengaruh terhadap keandalannya, dengan kata lain mudah terjadi gangguan, seperti gangguan hubung singkat, gangguan tegangan lebih karena tersambar petir, dan gangguan-gangguan lainnya. Dari segi estetika/keindahan juga kurang, sehingga saluran transmisi bukan pilihan yang ideal untuk suatu saluran transmisi didalam kota. 2. Saluran kabel tanah (underground cable) adalah
saluran transmisi yang
menyalurkan energi listrik melalui kabel yang dipendam didalam tanah. Kategori saluran transmisi seperti ini adalah yang favorit untuk pemasangan di dalam kota, karena berada didalam tanah, maka tidak mengganggu keindahan kota dan juga tidak mudah terjadi gangguan akibat kondisi cuaca atau kondisi alam. Namun juga memilik kekurangan. Seperti: mahalnya biaya investasi dan sulitnya menentukan titik gangguan dan perbaikannya.
9
2.2.2.2 Saluran Transmisi Berdasarkan Tegangan 1. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200 kV – 500 kV Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW. Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien. Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah: konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga pembangunannya membutuhkan biaya yang besar. Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500 km. 2. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30 kV – 150 kV Tegangan operasi antara 30 kV sampai dengan 150 kV. Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netralnya digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali. Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing phasa terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan Berkas konduktor disebut Bundle Conductor.
2.2.3 Komponen Utama Saluran Transmisi Saluran transmisi tenaga listrik memiliki beberapa komponen utama yang terdiri dari: 2.2.3.1 Menara Transmisi atau Tiang Transmisi Pada suatu Sistem Tenaga Listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah atau
10
merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara atau tower. Ada 2 jenis konstruksi menara SUTT yang biasa digunakan yaitu konstruksi menara besi baja dan tiang beton seperti terlihat pada gambar 2.2. Konstruksi menara besi baja merupakan jenis konstruksi SUTT ataupun SUTET yang paling banyak digunakan di jaringan PLN, karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya. Penggunaan konstruksi menara besi baja perlu pengawasan yang intensif, karena besi baja yang terdapat pada menara rawan terhadap pencurian sehingga mengakibatkan menara listrik tersebut roboh, dan penyaluran energi listrik ke konsumen menjadi terganggu.
(a)
(b)
Gambar 2.2 Jenis konstruksi saluran transmisi tegangan tinggi (SUTT) (a)Konstruksi tower besi baja (b)Konstruksi tiang beton (Sumber : SPLN 121 : 1996)
2.2.3.2 Isolator Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi pada umumnya adalah jenis porselin atau gelas yang berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara kawat penghantar dengan tiang. Macam-macam isolator yang digunakan pada saluran udara tegangan tinggi adalah sebagai berikut :
11
1. Isolator piring Isolator piring digunakan untuk isolator penegang dan isolator gantung, dimana jumlah piringan isolator disesuaikan dengan tegangan sistem. Isolator piring terdapat dua jenis, yaitu tipe clevis dan tipe ball-and-socket yang masing-masing tebuat dari bahan poselin dengan tutup (cap) dari besi tempahan (malleable iron).
Gambar 2.3 Isolator piring (a) tipe clevis (b) tipe ball-and-socket (Sumber : SPLN 121 : 1996)
2. Isolator tipe post Isolator tipe post digunakan sebagai tumpuan dan memegang bagi konduktor diatasnya untuk pemasangan secara vertikal dan digunakan untuk memegang dan menahan konduktor untuk pemasangan secara horisontal. Isolator tipe post biasanya terpasang pada tower jenis pole atau pada tiang sudut untuk sudut 5° sampai 15°
Gambar 2.4 Isolator Tipe Post (Sumber : SPLN 121 : 1996)
12
3. Isolator long rod Isolator long rod adalah isolator porselen atau komposit yang digunakan untuk beban tarik. Isolator jenis ini terdiri atas silinder porselin dengan kerutankerutan dan ujung-ujungnya diperkuat dengan dua tutup logam yang disemenkan. Diameter silinder porselin dipilih menurut kekuatan mekanis yang dibutuhkan, kuat tariknya sekitar 130-140 kg/cm2. Pemakaian isolator ini menghemat logam jika dibandingkan dengan isolator piring dan juga lebih ringan. isolator long rod mempunyai rusuk yang sederhana, sehingga kotoran yang melekat pada permukaan isolator mudah dicuci oleh hujan, sehingga isolator jenis ini sesuai untuk daerah-daerah yang berpolusi.
Gambar 2.5 Isolator Long Rod (Sumber : SPLN 121 : 1996)
2.2.3.3 Konduktor (Conductor) Kawat konduktor ini digunakan untuk menghantarkan listrik yang ditransmisikan. Kawat konduktor untuk saluran transmisi tegangan tinggi ini selalu tanpa pelindung/isolasi, hanya menggunakan isolasi udara. Jenis Konduktor yang dipakai antara lain: 1. Tembaga (Cu) 2. Alumunium (Al) 3. Baja (Steel) Di Indonesia, jenis yang sering dipakai adalah jenis alumunium dengan campuran baja. Jenis-jenis penghantar Aluminium antara lain: 1. AAC (All-Alumunium Conductor), yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari alumunium. 2. AAAC (All-Alumunium-Alloy Conductor), yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari campuran alumunium.
13
3. ACSR
(Alumunium
Conductor
Steel-Reinforced)
Conductor,
Steel-
Reinforced), yaitu kawat penghantar alumunium berinti kawat baja. Pada umumnya SUTT maupun SUTET menggunakan konduktor jenis ACSR. Konduktor jenis ACSR merupakan kawat berupa steel yang mempunyai kuat mekanik tinggi, sedangkan bagian luarnya mempunyai konduktifitas tinggi. 4. ACAR (Alumunium Conductor, Alloy-Reinforced), yaitu kawat penghantar alumunium yang di perkuat dengan logam campuran.
2.2.3.4 Kawat tanah (ground wire) Kawat tanah atau ground wires, juga disebut sebagai kawat pelindung (shield wires) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawatkawat fasa terhadap sambaran petir. Jadi kawat tanah ini dipasang diatas kawat fasa. Sebagai kawat tanah dipakai kawat baja (steel wires).
2.2.4 Andongan (Sag) Beratnya kawat penghantar yang direntangkan antara dua tiang transmisi mempunyai bentuk lengkung tertentu ( catenary curve ) yang dapat dinyatakan oleh persamaan-persamaan tertentu. Andongan dan tegangan tarik pada suatu rentang kawat penghantar antar menara dalam saluran udara dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : berat kawat per satuan panjang, modulus elastisitas, koefisien perubahan panjang, ultimate strength, diameter kawat, jarak antara dua menara ( span ), dan kondisi lingkungan sekitar yang mungkin berpengaruh, misalnya angin, es, debu, dan suhu. Berat efektif maksimum dari kawat penghantar adalah jumlah vektor dari berat vertikal dan tekanan angin horisontal. Nilai andongan dapat dicari dengan menggunakan pendekatan secara parabola berikut : (SNI 04-6918-2002) ......................................................2.1
14
Nilai andongan atau lendutan dengan tinggi tiang yang tidak sejajar yang diakibatkan oleh permukaan tanah yang tidak rata, dapat ditentukan dengan persamaan berikut: (SPLN 121-1996)
(
) ...................................2.2
Dimana : D = Andongan (m) Do = Andongan dengan tinggi tiang yang tidak sejajar T = Horisontal Tension (Kg) w = Berat kawat (Kg/m) S = Jarak antar dua menara/span (m) H = Beda tinggi tiang (m)
(a)
(b)
Gambar 2.6 Andongan atau Lendutan (a) Tiang yang tingginya sejajar (b) Tiang yang tingginya tidak sejajar (Sumber : SPLN 121 : 1996)
2.2.5 Jarak Antar Kawat Jarak antar kawat konduktor dipengaruhi oleh beberapa hal, terutama halhal mekanis dari kawat konduktor. Bahan material dan diameter konduktor harus diperhatikan dalam perhitungan, karena untuk konduktor yang kecil, khususnya yang terbuat dari aluminium, memiliki berat yang lebih ringan, sehingga jika terdapat tekanan angin akan lebih mengayun secara vertical dibandingkan dengan
15
konduktor dengan luas penampang yang lebih besar dan bahan yang lebih berat. Konduktor akan mengayun secara sinkron dengan angin, tetapi untuk span yang panjang dan kawat yang kecil, ada kemungkinan konduktor mengayun dengan tidak sinkron, dan ukuran konduktor serta andongan maksimum pada titik tengah span adalah faktor yang harus diperhitungkan dalam menentukan jarak antar kawat konduktor. Perhitungan jarak minimum antar kawat konduktor yang telah berhasil dalam pengujiannya, salah satu diantaranya adalah metode perhitungan menurut VDE (Verbandes Deutscher Electrotechnischer) adalah sebagai berikut:
√
.............................2.3
Dimana: a
= Jarak antar kawat dalam cm
V
= Tegangan dalam kV
D
= Andongan dalam cm
2.2.6 Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum Vertikal dan Horizontal Pada SUTT dan SUTET 2.2.6.1 Jarak Bebas Minimum Vertikal Pada SUTT dan SUTET Jarak bebas minimum vertikal merupakan jarak terpendek secara vertikal antara konduktor SUTT atau SUTET dengan permukaan bumi atau benda di atas permukaan bumi yang tidak boleh kurang dari jarak yang telah ditetapkan demi keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya serta keamanan operasi SUTT dan SUTET. Jarak bebas minimum vertikal pada SUTT dan SUTET berdasarkan SNI 04-6918-2002 dapat dilihat pada tabel 2.1.
16
Tabel 2.1 Jarak Bebas Minimum Vertikal Dari Konduktor (C) Berdasarkan SNI 04-6918-2002 SUTT No
Lokasi
SUTET
66 kV
150 kV
275 kV
500 kV
(m)
(m)
(m)
(m)
1 1
Lapangan terbuka atau 2 daerah terbuka
a
7,5
8,5
10,5
12,5
2 2.1
.
Daerah dengan tertentu Banunan
keadaan
.
Bangunan, jembatan b Tanaman / tumbuhan, hutan.
2.3
Perkebunan b
2.2
. 2.4
. 2.5
.
2.6
.
Jalan/jalan raya/ rel kereta api a Lapangan umum a SUTT lain, saluran udara tegangan menengah (SUTM), saluaran udara
Komunikasi,antenna dan kereta gantung b Titik tertinggi tiang kapal pada kedudukan air pasang / tertinggi pada lalu lintas air b
4,5
5,0
7,0
9,0
4,5
5,0
7,0
9,0
8,0
9,0
11,0
15,0
12,5
13,5
15,0
18,0
3,0
4,0
5,0
8,5
3,0
4,0
6,0
8,5
Catatan : „a” jarak bebas minimum vertikal dihitung dari permukaan bumi atau permukaan jalan/ rel. “b” jarak bebas minimum vertikal dihitung sampai titik tertinggi / terdekatnya
2.2.6.2 Jarak Bebas Minimum Horizontal Pada SUTT dan SUTET Jarak bebas minimum horizontal merupakan jarak terpendek secara horizontal dari sumbu vertikal menara atau tiang ke bidang vertikal ruang bebas. Ruang bebas adalah ruang yang dibatasi oleh bidang vertikal dan horizontal di sekeliling dan di sepanjang konduktor SUTT atau SUTET di mana tidak boleh ada
17
benda di dalamnya demi keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya serta keamanan operasi SUTT dan SUTET
Tabel 2.2 Jarak Bebas Minimum Horizontal Dari Sumbu Vertikal Menara Atau Tiang Berdasarkan SNI 04-6918-2002 Saluran Udara No
Jarak dari sumbu
Jarak
vertical menara /
horizontal
tiang ke
akibat
konduktor
ayunan konduktor
Total
Pembulatan
impuls petir (untuk SUTT)
L+H+i
atau jarak
(m)
(m)
bebas impuls switsing (untuk
L (m)
Jarak bebas
H
SUTET)
(m) I (m)
1.
SUTT 66 kV tiang baja
1,80
1,37
0,63
3,80
4,00
2.
SUTT 66 kV tiang beton
1,80
0,68
0,63
3,11
4,00
3.
SUTT 66 kV menara
3,00
2,74
0,63
6,37
7,00
4.
SUTT 150 kV tiang baja
2,25
2,05
1,50
5,80
6,00
5.
SUTT
2,25
0,86
1,50
4,61
5,00
4,20
3,76
1,50
9,46
10,00
5,80
5,13
1,80
12,73
13,00
150
kV
tiang
beton 6. SUTT 150 kV menara 7. SUTET 275 kV sirkit 8.
ganda
12,00
6,16
3,10
21,26
22,00
9.
SUTET 500 kV sirkit
7,30
6,16
3,10
16,56
17,00
tunggal SUTET 500 kV sirkit ganda
2.2.6.3 Ruang Bebas Pada SUTT dan SUTET Ruang bebas adalah daerah yang dibentuk oleh jarak bebas minimum vertikal dan horizontal pada SUTT dan SUTET, dimana pada daerah inilah
18
manusia, makhluk hidup atau bangunan tidak boleh ada di dalamnya. Gambar 2.9 merupakan gambar yang menunjukan letak ruang bebas pada SUTT dan SUTET.
Gambar 2.7 Ruang Bebas Pada SUTT dan SUTET (Sumber: SNI 04-6918-2002)
2.2.7 Medan Listrik 2.2.7.1 Pengertian Medan Listrik Medan listrik adalah daerah di sekitar benda bermuatan listrik yang masih mengalami gaya listrik. Jika muatan lain berada di dalam medan listrik dari sebuah benda bermuatan listrik, muatan tersebut akan mengalami gaya listrik
19
berupa gaya tarik atau gaya tolak-menolak. Medan listrik adalah gaya listrik per satuan muatan. Karena gaya listrik mengikuti prinsip superposisi secara vektor, demikian juga yang terjadi pada medan listrik. Hal ini berarti kuat medan listrik dari beberapa muatan titik adalah jumlah vektor kuat medan listrik dari masing – masing muatan titik. Sehingga kuat medan listrik dari beberapa muatan titik adalah jumlah vektor kuat medan listrik dari masing – masing muatan titik. Suatu titik dikatakan berada dalam medan listrik apabila suatu benda yang bermuatan listrik ditempatkan pada titik tersebut akan mengalami gaya listrik. Untuk memvisualisasikan medan listrik, dilakukan dengan menggambarkan serangkaian garis untuk menunjukkan arah medan listrik pada berbagai titik di ruang, yang disebut garis-garis gaya listrik seperti yang ditunjukan pada gambar 2.7.
Gambar 2.8. (a) Garis Gaya Listrik bermuatan Positif (b) Garis Gaya Listrik Bermuatan Negatif (Sumber : Halliday dkk, 1986)
Gambar a merupakan partikel bermuatan positif. Garis-garis yang keluar dari partikel a disebut dengan medan listrik. Arah medan listrik pada gambar a keluar dari partikel bermuatan positif. Pada gambar b, merupakan partikel bermuatan negatif, sama dengan gambar a garis-garis yang ada pada gambar b merupakan medan listrik. Perbedaanya dengan partikel bermuatan positif, arah medan listrik pada partikel bermuatan negatif menuju pusat arah partikel.
2.2.7.2 Hukum Eksperimental Coulomb Charles Augustin Coulomb (1736-1806), adalah orang yang pertama kali yang melakukan percobaan tentang muatan listrik statis. Dari hasil percobaannya dapat diturunkan rumus matematika untuk medan listrik, yaitu gaya yang terdapat
20
di antara dua buah objek yang sangat kecil, berada di dalam ruang hampa dan saling dipisahkan oleh jarak yang relative besar dibandingkan ukurannya sebanding dengan muatan pada masing – masing objek dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara keduanya yang dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan 2.4 (Hayt 1982) : ..................................................2.4
Dimana Q1 dan Q2 adalah nilai – nilai positif atau negatif muatan listrik pada kedua objek, R adalah jarak antara kedua objek, dan k adalah sebuah konstanta kesebandingan. Apabila kita menggunakan Sistem Satuan Internasional (SI), maka Q dinyatakan dalam Coulomb (C), R dalam meter (m) dan gaya diukur dalam Newton (N). Konsistensi satuan ini dapat dicapai jika konstanta kesebandingan K adalah (Hayt 1982) : .....................................................2.5
Faktor
muncul pada bagian pembagi (denominator) dari persamaan
Hukum Coulomb, namun tidak akan muncul pada persamaan – persamaan yang lebih sering digunakan (termasuk persamaan Maxwell), yang akan diturunkan dengan bantuan hukum Coulomb ini. Konstanta
disebut seabgai permitivitas
ruang hampa, permitivitas ruang hampa nilainya mendekati permitivitas ruang udara. Permitivitas ruang hampa memiliki magnitude yang dinyatakan dalam farad per meter (F/m) sebesar (Hayt 1982) :
Gaya merupakan besaran vektor, oleh sebab itu, gaya memiliki besar dan arah.
Jika
Persamaan
2.4
ditulis
sebagai
persamaan
vektor
dengan
mensubstitusikan nilai k, maka diperoleh (Hayt 1982): ..................................................2.6
21
Persaman 2.6 merupakan persamaan vektoris Hukum Coulomb secara lengkap dalam satuan SI. Arah gaya yang timbul pada muatan listrik mengikuti arah garis yang menghubungkan kedua muatan tersebut dan juga ditentukan oleh kedua jenis muatan tersebut, seperti yang tergambar pada gambar 2.9. Pada gambar 2.10(a), gaya mengarah ke luar (gaya tolak) jika kedua muatan sejenis, gambar 2.10(b), gaya mengarah ke dalam (gaya tarik) jika kedua muatan berbeda jenis.
(a)
(b) Gambar 2.9 Arah Gaya Pada Muatan Listrik Yang Saling Berdekatan (A) 2 Muatan Yang Sejenis, (B) 2 Muatan Yang Berlawanan Jenis.
2.2.7.3 Intensitas Medan Listrik Sebuah muatan Q1 yang diam di suatu titik dan menggerakan sebuah muatan lainnya secara perlahan – lahan mengelilinginya, maka dapat diketahui bahwa di setiap titik di sekitar Q1 ada gaya yang akan bekerja pada muatan kedua. Dengan kata lain, muatan kedua mengungkapkan keberadaan sebuah medan gaya di ruang sekitar Q1.
Gambar 2.10 Vektor Medan Gaya Suatu Muatan Titik.
22
Sebut saja muatan kedua ini sebagai muatan uji Qt. Gaya yang bekerja pada muatan uji ini diberikan oleh Hukum Coulomb sebagai (Hayt 1982): ........................................2.7
Menuliskan gaya ini sebagai gaya yang dikerahkan pada setiap muatan listrik sebesar satu satuan, sehingga didapatkan : .........................................2.8
Kuantitas di ruas kanan pada persamaan 2.8 merupakan fungsi yang besar dan arahnya ditentukan oleh Q1 dan vektor yang mempresentasikan jarak dari Q1 ke posisi muatan uji. Fungsi ini mendefinisikan medan vektor yang disebut sebagai intensitas medan listrik. Intensitas medan listrik, dengan demikian menjabarkan gaya yang dialami oleh sebuah muatan uji bernilai satu satuan muatan positif. Intensitas medan listrik dilambangkan dengan huruf E dan dalam satuan SI medan listrik diukur dalam satuan Newton per Coulomb (N/C) dan satuan lain yang sering digunakan adalah volt per meter (V/m) sehingga dalam persamaan dapat ditulis sebagai berikut (Hayt 1982) : ...............................2.9
Berdasarkan persamaan 2.9, muatan titik Q1 dikelilingi oleh suatu medan listrik dengan intensitas sebesar E yang sebanding dengan besar Q1 dan berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak (R2). Intensitas medan listrik E merupakan sebuah vektor yang memiliki arah yang sama dengan arah gaya F tetapi berbeda dimensi dan besarnya (magnitude).
2.2.7.4 Medan Listrik Oleh Sebuah Muatan Garis Persamaan kuat medan yang dihasilkan oleh suatu
muatan garis
digunakan untuk menghitung besar kuat medan listrik yang timbul di sekitar
23
konduktor silinder, karena pada konduktor silinder muatan listrik terdistribusi secara merata di sepanjang konduktor. Misalkan suatu muatan sebesar Q terdistribusi secara merata di garis tipis sepanjang 2a dengan titik tengahnya berada di titik pusat, seperti terlihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Muatan Garis Sepanjang 2a
Kerapatan muatan ρL (muatan per satuan panjang) dirumuskan dengan: .......................................................2.10 Dimana
dalam satuan Coulomb per meter ketika Q dalam Coulomb dan a
dalam meter. Pada titik P di sumbu r, medan listrik dE akibat sebagian kecil dari muatan garis dz dirumuskan dengan:
̂
Dimana
√
...............................................2.11
dan ̂ vektor satuan ke arah I. Karena sumbu z pada
Gambar 2.11 merupakan sumbu simetri, medan hanya memiliki komponen z dan r, sehingga:
24
.....................................2.12 Dan .....................................2.13
Resultan atau total komponen Er pada sumbu r diperoleh dengan cara mengintegrasikan persamaan 2.14 sepanjang keseluruhan garis, yaitu :
∫
∫
√
..................2.14
Dan hasilnya adalah : √
Secara simetri, resultan dari komponen
....................................2.15
pada suatu titik di sumbu r nilainya
nol, sehingga total medan E pada titik di sumbu r arahnya radial dan besarnya :
| |
√
.......................2.16
Persamaan ini menyatakan medan sebagai fungsi r pada suatu titik di sumbu r untuk muatan garis sepanjang 2a dan kerapatan medan
yang uniform.
Muatan garis pada gambar 2.11, apabila diperpanjang sampai tak terhingga ke arah positif dan negatif dari sumbu Z dan pembilang dan penyebut pada persamaan 2.16 dibagi dengan a dan nilai tak berhingga disubstitusikan ke a, maka diperoleh intensitas medan listrik akibat muatan garis yang panjangnya tak berhingga, yaitu :
| |
....................................2.17
2.2.7.5 Beda Potensial Listrik Beda potensial (V) didefinisikan sebagai kerja yang dilakukan (oleh suatu sumber eksternal) dalam memindahkan sebuah muatan satuan positif dari satu
25
titik ke titik lainnya di dalam medan listrik. Dalam perhitungan medan listrik, beda potensial antara konduktor dengan muatan di luar konduktor dikatakan sebagai V21 yang berarti energi yang diperlukan per satuan muatan untuk memindahkan sebuah muatan dari r2 menuju r1.
Gambar 2.12 Medan listrik Pada Konduktor Silinder
Misalkan r2 > r1, maka beda potensial ini merupakan integral garis Er dari r2 menuju r1. Potensial di r1 akan lebih tinggi daripada potensial di r2, jika muatan garisnya positif, Maka: ∫ Atau
[
]
.........................2.18
2.2.7.6 Perhitungan Medan Listrik di Sekitar Konduktor Silinder Pada Saluran Transmisi Nilai kuat medan listrik yang ditimbulkan oleh saluran transmisi tidak diperbolehkan melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan sehingga tidak membahayakan dan memberikan dampak yang merugikan bagi masyarakat dan lingkungan yang berada di sekitar saluran transmisi tersebut.
26
Untuk memperoleh persamaan untuk mendapatkan nilai intensitas medan listrik di sekitar konduktor silinder, maka Persamaan 2.17 dan 2.18 disubstitusikan. Persamaan 2.17 menyatakan bahwa:
Maka :
Misalkan titik uji berada pada jarak x dari pusat lingkaran, maka persamaan di atas menjadi: ................................................2.19
Persamaan 2.19 ini kemudian disubstitusikan ke Persamaan 2.18, sehingga diperoleh:
Maka : ................................................2.20
Persamaan 2.20 inilah yang akan digunakan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder. Gambar 2.13 merupakan gambar ilustrasi perhitungan intensitas medan listrik di sekitar konduktor silinder pada saluran transmisi konfigurasi horizontal, Untuk lebih mudah memahami persamaan 2.20 dapat melihat pada gambar 2.13.
27
Gambar 2.13 Ilustrasi Perhitungan Kuat Medan Listrik
Dimana: Ex = Kuat medan listrik di titik x (kV/m) V21 = Tegangan (kV) XR = Jarak titik x terhadap konduktor R (m) r2
= Jarak konduktor terhadap tanah (m)
r1
= Jari-jari kawat konduktor (m)
2.2.7.7 Prinsip Superposisi Medan Listrik Untuk mencari intensitas medan listrik (E) yang dihasilkan oleh sekumpulan muatan titik yaitu dapat dilakukan dengan menghitung En yang dihasilkan oleh setiap muatan titik yang diberikan dengan menganggap seakan – seakan tiap muatan tersebut adalah satu – satunya muatan yang hadir, setelah itu medan – medan listrik yang telah dihitung secara terpisah ini dijumlahkan secara vektor untuk mencari resultan medan E pada titik tersebut yang dapat dilihat dalam persamaan berikut :
∑
.....................2.21
Persamaan 2.23 merupakan rumus aplikasi prinsip superposisi dalam medan listrik yang dapat dinyatakan sebagai total atau resultan medan pada suatu
28
titik adalah penjumlahan vektoris dari tiap – tiap komponen medan pada titik tersebut. Berdasarkan gambar 2.15 intensitas medan listrik pada titik P akibat muatan Q1 adalah E1 dan akibat muatan Q2 adalah E2. Total medan listrik pada titik P akibat kedua muatan titik merupakan penjumlahan vektoris dari E1 dan E2, atau E.
Gambar 2.14 Prinsip Superposisi Pada Medan Listrik.
2.2.8
Standar Ambang Batas Medan Listrik
2.2.8.1 Berdasarkan SPLN-112-1994 Berdasarkan SPLN-112-1994 pada Pasal 3 mengenai ambang batas kuat medan listrik dan induksi medan magnet untuk melindungi manusia bahwa ambang batas nilai efektif kuat medan listrik (Eb) secara terus menerus adalah Eb = l0 kV/m. Diukur/dihitung pada ketinggian 1 meter di atas permukaan tanah pada medan yang tidak terganggu. Serta ambang batas nilai efektif induksi medan magnet (Bb) secara terus menerus adalah Bb = 0,5 mT. Diukur/dihitung pada ketinggian 1 m di atas tanah pada medan yang tidak terganggu.
2.2.8.2 Berdasarkan Rekomendasi SNI 04-6950-2003 Badan Standarisai Nasional tentang Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)- Nilai Ambang Batas Medan Listrik dan Medan Magnet. Standar ini berlaku sebagai pedoman untuk menetapkan ruang batas dan jarak bebas minimum pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan EkstraTinggi (SUTET). Standar ini berlaku untuk SUTT dengan tegangan nominal 66 kV dan 150 kV
29
serta SUTET dengan tegangan nominal 275 kV dan 500 kV di Indonesia, balk dengan menggunakan menara baja maupun tiang baja/beton.
Tabel 2.3 Rekomendasi SNI 04-6950-2003 Untuk Batas Pemaparan Terhadap Medan Listrik Dan Medan Magnet Yang Berlaku Pada Lingkungan Kerja Dan Umum Untuk Frekuensi 50/60 Hz
Kuat Medan Listrik
Kuat Medan Magnit
(kV/m)
(mT)
10
0.5
Klasifikasi
Yang berhubungan dengan pekerjaan Seluruh hari kerja Jangka pendek Hanya pada lengan
30
a)
5 b)
-
25
Sampai 24 jam/hari c)
5
0.1
Beberapa jam/harid)
10
1
Yang berhubungan dengan masyarakat umum
Catatan: a.
b. c.
d.
Durasi pemaparan untuk kuat medan listrik antara 10-30 kV/m dapat dihitung dengan rumus : t ≤ 80/ E dimana t = lama exposure (jam) dan E = Kuat medan listrik (kV/m) Durasi pemaparan maksimum per hari adalah 2 jam Pembatasan ini berlaku untuk ruang terbuka dimana anggota masyarakat umum dapat secara wajar diperkirakan menghabiskan sebagian besar waktu selama satu hari, seperti misalnya kawasan rekreasi, lapangan untuk bertemu dan lain-lain yang semacam itu. Nilai kuat medan listrik dan kuat medan magnet dapat dilampaui untuk durasi beberapa menit/hari asalkan diambil tindakan pencegahan untuk mencegah efek kopling tak langsung.
2.2.8.3 Berdasarkan Rekomendasi WHO 1990 WHO pada tahun 1990 memberikan rekomendasi untuk nilai ambang batas medan listrik seperti terlihat pada tabel 2.2 berikut:
30
Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Medan Listrik Berdasarkan Rekomendasi WHO 1990
Intensitas Medan Listrik
Lama Exposure per 24 jam
(kV/m)
yang diperbolehkan (menit)
5
Tidak Terbatas
10
180
15
90
20
10
25
5
Bagi masyarakat umum, WHO 1990 merekomendasikan tingkat pemaparan maksimum adalah 5 kV/m untuk medan listrik.
2.2.9 Pengukuran Tinggi Benda ke Permukaan Tanah Pengukuran tinggi suatu benda ke permukaan tanah dapat dilakukan menggunakan clinometer. Clinometer merupakan alat untuk mengukur ketinggian suatu benda yang bekerja dengan mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan sebuah titik pada garis datar tersebut dengan titik puncak suatu obyek. Clinometer dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan alat – alat sebagai berikut : 1. Busur derajat 2. Tali benang / senar 3. Bandul dari kayu atau besi Cara untuk membuat clinometer sederhana yaitu dengan mengkaitkan bandul dengan benang di tengah-tenggah busur derajat seperti terlihat pada gambar 2.15.
Gambar 2.15 Clinometer Sederhana
31
Berikut adalah ilustrasi mengukur ketinggian suatu benda dengan menggunakan clinometer sederhana :
Gambar 2.16 Ilustrasi Pengukuran Tinggi Suatu Benda Menggunakan Clinometer.
Keterangan gambar : = Sudut elevasi yang di bentuk oleh clinometer terhadap benda yang diukur ketinggiannya. d = Jarak antara pengamat dengan benda yang diukur ketinggiannya. h = Tinggi pengamat dari permukaan tanah sampai ke mata. H = Tinggi benda yang dihitung menggunakan persamaan 2.15.
Sesuai dengan gambar 2.16 untuk mendapatkan tinggi benda dari permukaan tanah dilakukan dengan cara menjumlahkan h dengan H. H didapatkan dari data antara pengamat dengan benda yang diukur ketinggiannya (d) dan sudut elevasi yang di bentuk oleh clinometer terhadap benda yang diukur ketinggiannya ( ) yang dihitung menggunakan persamaan 2.22.
............................................ 2.22 ............................. 2.23
2.10 Kesalahan Dalam Pengukuran
Dalam proses pengukuran ada tiga faktor yang terlibat, yaitu alat ukur, benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil pengukuran tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari berbagai
32
macam faktor. Menentukan kepresisian suatu alat ukur dapat dilakukan dengan mencari nilai kesalahan literatur dan kesalahan relatif dalam suatu pengukuran.
2.10.1 Kesalahan Literatur Dalam suatu percobaan, kesalahan data yang melenceng dari literatur merupakan hal yang pasti terjadi. Kesalahan literatur adalah suatu penilaian seberapa besar data hasil percobaan tersebut presisi terhadap data literatur yang seharusnya (Darojat, 2008).
................... 2.24
2.10.2 Kesalahan Relatif Kesalahan relatif adalah suatu tingkat kesalahan pada suatu pengujian yang berulang, dimana hasil pengujian pada tiap nomor pengujian tidak mungkin akan selalu berada pada garis lurus atau nilai tetap, melainkan pasti ada suatu penyimpangan hasil pengujian atau dengan nama lain adalah standar deviasi. Nilai standar deviasi pada pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai penyimpangan data pada setiap pengujian. Standar deviasi pada pengukuran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.25. √
∑
......................................... 2.25
Dalam suatu pengujian, kesalahan merupakan suatu hal pasti. Kesalahan relatif didapat dari pembagian antara standar deviasi dengan nilai rata-rata. Kesalahan biasanya diungkapkan dalam persen (%), maka hasil pembagian tersebut dikalikan dengan 100%.
.............................................. 2.26