BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sosiolinguistik Sosiolinguistik adalah ilmu yang menghubungkan antara penggunaan bahasa dengan budaya yang mempengaruhinya. Ilmu ini merupakan kajian kontekstual terhadap variasi penggunaan bahasa masyarakat dalam sebuah komunikasi yang alami. Variasi dalam kajian ini merupakan masalah pokok yang dipengaruhi atau mempengaruhi perbedaan aspek sosiokultural dalam masyarakat. Istilah sosiolinguistik muncul pada tahun 1952, dalam karya Haver C. Currie yang menyarankan perlu adanya penelitian dengan hubungan antara perilaku ujaran dengan status sosial. Fishman sendiri dalam bukunya yang terbit tahun 1970, menggunakan nama sosiolinguistik, tapi pada tahun 1972 menggunakan nama sociology of language. Haliday seorang linguis Inggris, yang banyak memperhatikan segi kemasyarakatan bahasa, dalam bukunya The Linguistic’s Science and Language Teaching, yang menggunakan istilah institutional, linguistics Science and Language Teaching. Sosiolingusitik dapat dikatakan ilmu yang mempelajari bahasa yang erat kaitannya dengan masyarakat itu sendiri. kompleksnya suatu masyarakat yang sangat bervariasi membuat munculnya keragaman berbahasa. Semakin beragam sebuah
11
12
masyarakat, maka bahasa yang digunakan dalam masyarakat tersebut semakin beragam pula. Pendapat dari seorang linguis lainnya adalah,“The study of the characteristics of language varities, the characteristics of
their functions, and the characteristics of
their speakers as these three constantly interact, change, and change one another within a speech community”. (Fishman :1972) Menurut Fasold (1993: ix) inti sosiolinguistik tergantung dari dua kenyataan. Pertama, bahasa bervariasi yang menyangkut pilihan bahasa-bahasa bagi para pemakai bahasa. Kedua, bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan informasi dan pikiran-pikiran dari seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, semakin beragam sebuah masyarakat, semakin beragam pula bahasa yang digunakan dalam masyarakat tersebut. Keragaman dalam masyarakat berupa beragamnya latar belakang dari penutur, beragamnya kondisi dan situasi saat bahasa itu digunakan, beragamnya lawan bicara, beragam suku, budaya dan lain-lain. Karena fenomena inilah kemudian sosiolinguistik juga berarti kajian tentang bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan kebudayaan (Chaer, 1995:6). Selain istilah sosiolinguistik juga digunakan istilah sosiologi bahasa. Banyak orang yang menganggap hal itu sama, tapi banyak pula yang menganggapnya berbeda. Ada yang mengatakan digunakannya istilah sosiolinguistik karena penelitiannya dimasuki dari bidang linguistik, sedangakan istilah sosiologi bahasa digunakan jika penelitian itu dimasuki dari bidang sosiologi, Nababan (1984:3). Berikut pendapat dari seorang linguis J.A. Fishman, pakar sosiolinguistik yang
13
andilnya sangat besar dalam kajian sosiolinguistik ini, mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif, sedangkan kajian sosiologi bahasa bersifat kuantitatif. Jadi sosiolinguistik lebih berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebernanya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa. Abdul Chaer (2004:2) berpendapat bahwa intinya sosiologi itu adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat. Booiji (Rafiek, 2005:2) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam pemakaian bahasa dan yang berperan dalam pergaulan. Wijana (2006:7) berpendapat bahwa sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa itu di dalam masyarakat. Pendapat tersebut pada intinya berpegang pada satu kenyalaan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial. Manfaat sosiolinguistik tidak hanya untuk dunia pendidikan terutama bidang kebahasaan tetapi manfaat dalam kehidupan praktis sehari-hari juga. Pemahaman terhadap kosa kata, kelompok kata, jenis kata, dan lain-lain tidak akan sempurna jika
14
kita tidak faham bagaimana kata-kata disusun untuk dapat dipergunakan dalam berkomunikasi, khususnya dalam bekomunikasi dengan orang lain. Dengan kata lain sosiolinguistik sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari agar kita dapat memahami orang lain sehingga tidak menimbulkan salah persepsi. Selain itu pesan yang ingin disampaikan dapat lebih mudah dimengerti apabila kita benar-benar memahami bagaimana kebahasaan dalam kehidupan sosial.
2.2 Kedwibahasaan Bilingualism adalah istilah lain dalam Bahasa Inggris yang berari kedwibahasaan dalam Bahasa Indonesia, Kedwibahasaan atau Bilingualism sebagai salah satu dari masalah kebahasaan yang terus mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh, titik pangkal pengertian kedwibahasaan yang bersifat nisbi (relatif). Kenisbian demikian terjadi karena batasan seseorang untuk bisa disebut sebagai dwibahasawan bersifat arbitrer, sehingga pandangan tentang kedwibahasaan berbeda antara yang satu dengan yang lain.
Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya, dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya. Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dalam Bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan), sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua
bahasa
disebut
kedwibahasaan).
bilingualitas
(dalam
Bahasa
Indonesia
disebut
juga
15
Berikut ini akan diuraikan mengenai pengertian kedwibahasaan yang dikemukakan oleh para pakar ahli Linguis:
1. Haugen (1968:10) Kedwibahasaan adalah tahu dua bahasa. Jika diuraikan secara umum maka pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseptif oleh seorang individu atau masyarakat.
Mengemukakan
kedwibahasaan
dengan
tahu
dua
bahasa (knowledge of two languages), cukup mengetahui dua bahasa secara pasif atau understanding without speaking.
2. Leonard Bloomfield (1933:1) Kedwibahasaan merupakan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur. Merumuskan kedwibahasaan sebagai penguasaan yang sama baiknya atas dua bahasa atau native like control of two languages. Penguasaan dua bahasa dengan kelancaran dan ketepatan yang sama seperti penutur asli sangatlah sulit diukur.
3. Henry Guntur Tarigan (1990:7) Kedwibahasaan bukanlah sesuatu yang bersifat mutlak, hitam atau putih, tetapi bersifat “kira-kira” atau “kurang lebih”. Pengertian kedwibahasaan merentang dari ujung yang paling sempurna atau ideal, turun secara berjenjang sampai ke ujung yang paling rendah atau minimal. Pendek kata, pengertian kedwibahasaan berkembang dan berubah mengikuti tuntutan situasi dan kondisi.
16
Berdasarkan tiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan berhubungan erat dengan pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang dwibahasawan atau masyarakat dwibahasawan secara bergantian. Pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseptif oleh seorang individu atau oleh masyarakat.
Perbedaan pengertian mengenai kedwibahasaan disebabkan oleh susahnya menentukan batasan seseorang menjadi dwibahasawan. Dewasa ini kedwibahasaan mencakup pengertian yang luas: dari penguasaan sepenuhnya atas dua bahasa, hingga pengetahuan minimal akan bahasa kedua. Berapa jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua bergantung pada sering tidaknya dia menggunakan bahasa kedua itu (Alwasilah, 1993:73).
Dapat ditarik kesimpulan dari tiga definisi diatasa bahwa kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa dimana pembicara menggunakan dua bahasa yang berbeda secara bergantian. Pengertian kedwibahasaan yang diambil dari pendapat dan teori para ahli lingusitik dan sosiolingusitik yaitu penggunaan dua bahasa secara bergantian dan produktif oleh seorang individu maupun oleh masyarakat.
2.3 Kode
Seorang dwibahasawan tentu saja akan berpikir untuk memilih bahasa apa yang akan dia gunakan ketika berbicara kepada orang lain dalam peristiwa komunikasi.
17
Menurut sudut pandang Sosiolinguistik, penggunaan variasi kode bahasa dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang sangat menarik untuk dikaji.
Kode mengacu pada suatu sistem tutur yang dalam penerapannya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra tutur dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai
untuk
berkomunikasi
antar
anggota
suatu
masyarakat
bahasa
(Poedjosoedarmo, 1978:30).
Wardhaugh (1986) menyebut kode sebagai sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi antara dua penutur atau lebih yang berupa sebuah dialek atau bahasa tertentu. Menurut Wardhaugh (1986:99), masyarakat bilingual atau multilingual dihadapkan pada masalah untuk memilih sebuah kode (bisa berupa dialek atau bahasa) tertentu pada saat mereka bertutur, dan mereka mungkin juga memutuskan untuk berganti dari satu kode ke kode lain atau mencampur kode-kode tersebut.
2.3.1 Jenis Kode Masyarakat yang multi bahasa muncul karena masyarakat tersebut menguasai lebih dari satu variasi bahasa atau yang sedang penulis teliti beristilah kode. Masyarakat tersebut menguasai kode yang berbeda beda sehingga mereka dapat menggunakan pilihan bahasa tersebut dalam kegiatan berkomunikasi sehari-hari. Dalam kajian sosiolinguistik, pilihan – pilihan bahasa tersebut kemudian diteliti karena hal ini merupakan aspek terpenting yang dikaji dalam suatu ilmu kebahasaan.
18
Sumarsono (2004:201) mengatakan ada tiga jenis pilihan bahasa atau kode yang dikenal dalam kajian sosiolinguistik, yaitu campur kode (code mixing), alih kode (code switching) dan variasi dalam bahasa yang sama (variation within the same language). 2.3.1.1 Campur Kode Campur kode adalah penggunaan unsur-unsur bahasa, dari satu bahasa melalui ujaran khusus ke dalam bahasa lain. Wardaugh (1986) mengungkapkan “code mixing occurs when conversant use both language together to the extent that they change from one language to the other in the course of a single utterance”. Beardsmore (1982:40) mengatakan bahwa, campur kode mengacu pada pada penggunaan fonem, morfem, kata, frasa dalam suau konteks dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Sumarsono(2002) menyatakan bahwa “campur kode terjadi apabila penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu”. Misalnya, ketika berbahasa Indonesia, seseorang memasukan unsur bahasa Balidan menjadi Bahasa Indonesia ke Bali-bali an. Nababan (1992) memaparkan pengertian tentang campur kode sebagai pencampuran dua bahasa atau lebih dalam suatu tindak bahasa tanpa ada situasi yang menuntut pencampuran itu.Haugen dan Beardsmore (1982:46) menyatakan bahwa unsur bahasa yang biasanya bercampur adalah verba, adjektiva, adverbial, preposisi dan interjeksi; sedangkan pronomina dan artikel menunjukan kekokohan untuk tidak bercampur dengan unsur bahasa lain.
19
Batasan campur kode dan perbedaannya dengan alih kode, Kridalaksana (1982) memberikan batasan campur kode atau interferensi sebagai penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa, termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan dan interjeksi.Selanjutnya dikatakan bahwa campur kode terjadi di bawah tataran klausa dan unsur sisipannya telah menyatu dengan bahasa yang disisipi. Selanjutnya Jendra (1991:123) menambahkan bahwa “seseorang yang bercampur kode mempunyai latar belakang tertentu, yaitu adanya kontak bahasa dan saling ketergantungan bahasa ( Language dependency), serta ada unsur bahasa lain dalam suatu bahasa namun, unsur bahasa lain mempunyai fungsi dan peranan yang berbeda”.Perbedaann antara campur kode dan alih kode ialah; campur kode adalah penggunaan unsur-unsur bahasa dari satu bahasa melalui ujaran khusus ke dalam bahasa lain dan alih kode adalah peralihan dari suatu bahasa ke bahasa lain dalam tataran kata, frasa, klausa dan kalimat. 2.3.1.2 Alih Kode Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Misalnya penutur menggunakan Bahasa Indonesia beralih menggunakan Bahasa Inggris. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (languagedependency)
dalam
masyarakat
multilingual.
Dalam
masyarakat
multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cenderung mendukung fungsi masingmasing serta masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.
20
Menurut Hymes (1875:103) bahwa alih kode hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Namun karena di dalam suatu kode terdapat berbagai kemungkinan variasi (baik variasi resional, variasi kelas sosial, ragam, gaya atau register) maka peristiwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register. Peralihan juga dapat diamati lewat tingkat-tingkat tata bunyi, tata kata, tata bentuk, tata kalilmat, maupun tatawacananya. Alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa di dalam masyarakat multilingual. Adapaun menurut Apple (1976:79) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi.
Spolsky (1998) mendefinisikan alih kode sebagai proses perubahan bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain di tenga ujaran. Sejalan dengan, Spolsky Romaine (1989:110), Hoffman (1991) dan Muysken (1995) mendefinisikan alih kode sebagai proses pengalihan bahasa oleh seorang bilingual atau multilingual (yang menguasai lebih dari satu bahasa) dan digunakan dalam satu percakapan secara bersamaan. Adapun Poplack (1998) berpendapat bahwa “code switching is the alternation of two languages within a single discourse, sentence or constituent”.
Menurut pendapat Kridalaksana (2001), bahasa merupakan kode yang dipakai dalam komunikasi manusia dalam melakukan interaksi satu sama lain. Ritchie & Bhatia (2006:337) mendefinisikan alih kode sebagai penggunaan unit-unit inguistik (kata, frasa, klausa, dan kalimat) dari dua sistem gramatika dalam sebuah peristiwa
21
komunikasi. Beberapa ahli yang memperdebatkan pembedaan definisi alih kode dan campur kode. Menurut Hatch (seperti dikutip oleh Ritchie & Bhatia 2006:337) tidak ada perbedaan yang jelas antara alih kode dan campur kode. Dalam penelitian ini saya sependapat dengan Hatch (seperti dikutip oleh Ritchie & Bhatia 2006:337) dan Muysken (2006: 149) dengan tidak membuat perbedaan antara campur kode atau pun alih kode serta fenomena yang lain seperti serapan.
Menurut Nababan (1992:24), alih kode terjadi dalam situasi informal atau tidak resmi. Namun jika terjadi pada situasi formal, hal itu dikarenakan tidak ada ungkapan atau padadnan yang tepat. Latar belakang terjadinya alih kode digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Sikap ( Attitudunal type), yaitu karakteristik penutur, berhubungan dengan latar belakang sosial, tingkat pendidikan, ras dan keagamaan. 2. Kebahasaan (linguisti type), yaitu latar belakang keterbatasan bahasa.
Jenis alih kode menurut popluck (1980), alih kode terdiri dari tiga berdasarkan wujud penyisipannya, yaitu Tag switching, Intrasentential switching, dan Inter-sentential switching.
2.3.1.2.1 Tag Switching
Tag switching merupakan jenis Alih Kode yang sangat mudah dan sering ditemui di kehidupan sehari-hari kita, karena jenis ini termasuk kedalam jenis
22
sentence filler atau interjection ,ketika kita menggunakan jenis alih kode ini, Tag switching tidak merubah arti dalam tuturan kita. Seperti yang diungkapkan Holmes dalam Pernyataannya bahwa tag merupakan salah satu unsur yang tergolong ke dalam interjection. Jenis alih kode ini dapat penulis temukan daam beberapa object penelitian dalam acara Breakout. Salah satu contoh tag switching yang termasuk ke dalam discourse markers adalah you know, mean, by the way, hi, okay, dan lain-lain. Wardaugh (1992) dan Holmes (2001), memberikan contoh antara bahasa Inggis dengan bahasa tagalog dan Bahasa Inggris dengan bahasa Maori sebag Contoh : Alih kode antara Bahasa Kanton dan Bahasa Inggris (Romaine 1989) “No problem, la” (no problem, okay) Alih kode antara Bahasa Tagalog dan Bahasa Inggris “ The Proceeding went smoothly, ba? “ (Prosesnya berjalan lancar, ya kan?) Alih kode antara Bahasa Maori dan Bahasa Inggris (popluck, 1980) “Engari, now we turn to more important matters” (So, now we turn to more important matters) “Tag switching is an insertion of tag in one language into an uttarance which is entirely in another language ”(Poplack, 1980 dikutip dalam Romaine 1989). Adapun teori tentang Tag Switching yaitu Menurut Holmes dalam pernyataannya
23
(2001:35) sebagai berikut,” Tag switching is sometimes called emblematic switching where the switch is simply an interjection, sentence filler in other language that serves as an ethnic identity marker”. Tag Bahasa Inggris yang umum di gunakan seperti well, I mean, you know, by the way, no way dan I wish.
2.3.1.2.2 Intrasentential Switching Selanjutnya Jenis alih kode yang kedua yaitu Intrasentential switching. Alih kode ini terjadi karena penutur atau pembicara dapat menguasai kedua bahasa tersebut ketika melakukan perpindahan bahasa. Menurut
Romaine (1989:96)
“intrasentential switching could be thought of as requiring greater fluency in both languages than tag switching since major portions of the utterance must conform to the rules of both languages”. Appel & Muysken (1987:118) menambahkan bahwa : “Intrasentential switching occurs within a sentence or a clause”. Romaine (1989:79) menambahkan bahwa “this type of switching requires greater fluency in both languages”. Dengan kata lain, intrasentential switching bisa terjadi karena kefasihan seseorang dalam menguasai lebih dari satu bahasa karena wujudnya tersisip di dalam kalimat bahasa kesatu yang biasanya ditemukan dalam bentuk kata atau frasa. Seperti yang dinyatakan oleh Romaine (1989:96), “intrasentential switching could be thought of as requiring greater fluency in both languages than tag switching since major portions of the utterance must conform to the rules of both
24
languages”. Di sisi lain, Poplack (1980), menjelaskan “intrasentential switching might serve to emphasize a point made in the other language”. Berikut beberapa contoh intrasentential switching yang dikutip dari beberapa sumber, sebagai berikut : Alih kode intrasentential antara Bahasa spanyol dan Bahasa Inggris (Hamming,2000) “Abelardo tiene los Movie tickets” (Abelardo has the movie tickets) Alih kode intrasentential antara Bahasa Tok Pisin dan Bahasa Inggris (Romaine, 1991) “Will you rubbim off?Ol man will come” (Will you rub-that the blackboard? The men will come) seperti yang di kutip dari Appel & Muysken (1987:118) “Intrasentential switching occurs within a sentence or a clause “. Jadi Intrasentential switching terjadi didalam satu kalimat atau klausa dengan menggunakan dua bahasa yang berbeda menyisipkan bahasa itu sendiri.
2.3.1.2.3 Intersentential switching. Jenis alih kode yang terakhir adalah Intersentential switching. Jenis alih kode ini mengharuskan penutur untuk fasih menggunakan bahasa kedua, karena penggunaannya yang lebih kompleks dari pada jenis alih kode sebelumnya. Menurut Appel & Muysken (1987:118)
25
“Intersentential switching is the alternation in a single discourse between two languages, where the switching occurs after a sentence in the first language has been completed and the next sentence starts with a new language or in the other hand means that Intersentential code switching occurs between a different number of sentences” Adapun pendapat Menurut Poplack (1980) “intrasentential switching is the most complex type of code switching because the speaker has to control two linguistic system simultaneously”. Poplack (1980), menambahkan “intersentential switching was practiced by the most balanced bilinguals only”. Dengan kata lain, Intersentential switching adalah jenis yang paling jarang digunakan karena dibutuhkan keluwesan bagi pembicara untuk dapat berbicara dalam dua bahasa sekaligus dalam bentuk yang lebih kompleks yaitu dalam bentuk klausa atau kalimat. Contoh : Alih kode intersentential antara bahasa spanyol dan Bahasa Inggris (Hammink, 2000) “La dije gue no queira comprar el carro. He got really mad” (I told him I didn’t want to buy a car. He got really mad) Jadi jenis Jenis alih kode Intersentential switching ialah alih kode dalam dua bahasa sekaligus dalam bentuk yang lebih kompleks yaitu dalam bentuk klausa atau kalimat.
26
2.4 Fungsi Alih Kode
Dalam penelitian alih kode yang dilakukan oleh Koziol (2000), menyebutkan bahwa ia menemukan fungsi alih kode di antara bahasa Spanyol ke Bahasa Inggris di dalam masyarakat kontemporer Amerika yang dibagi dalam 14 kategori, yaitu: 1.Personalization Personalization muncul saat kode yang tersisip beralih menjadi kode yang lebih nyaman untuk didengar. Pengguna yang bilingual biasanya menggunakan alih kode untuk membuat pendengar atau lawan bicara dapat lebih terlibat dalam suatu percakapan. Contoh dari fungsi Personalization: I’m so glad that you come, como estas? (Senang sekali bisa bertemu denganmu, apa kabar?) Dari contoh di atas, alih kode yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pertama dan bahasa spanyol sebagai bahasa kedua. Dari contoh fungsi Personalization di atas dapat kita lihat jika fungsi dari Personalization untuk membuat satu komunikasi menjadi lebih akrab dengan menggunakan bahasa asal serta membuat orang yang berkomunikasi lebih terlibat dalam suatu pembicaraan. 2. Reiteration Reiteration dapat terjadi saat seorang pembicara mengulangi suatu kalimat yang sama yang telah diucapkan untuk lebih menekankan makna dari kalimat tersebut.
27
Contoh: That’s just not fair, es injusto! (Itu tidak adil, tidak adil!) Contoh Reiteration di atas menjelaskan bahawa fungsi ini untuk menekankan serta menjelaskan suatu kalimat atau Frasa yang dikatakan dengan menggunakan Bahasa Inggris sebagai pertama dan Bahasa Spanyol sebagai bahasa kedua agar percakapan dengan lawan bicara difahami dan mengerti jika pengulangan kelimat ini untuk menekankan dan menegaskan suatu maksud kalimat tersebut. 3. Subtitutions Fungsi dari jenis ini adalah untuk memberikan penjelasan lebih mengenai suatu kata benda. Di awal kalimat biasanya pembicara mendeskripsikan wujudnya terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan ciri-ciri dari suatu kata benda yang dimaksud. Contoh: Tonio, mi hijo, is the boy with the red jacket. (Tonio, anakku, ialah laki-laki yang memakai jaket merah) Sesuai contoh di atas fungsi Subtitutions dalam alih kode ialah menggambarkan sesuatu di awal kalimat lalu memberikan ciri-ciri dari suatu benda atau hal tersebut. Dalam contoh di atas deskripsi atau gambaran dengan bahasa spanyol Tonio, mi hijo dan ciri-ciri yang dijelaskan dalam Bahasa Inggris adalah The boy with the red jacket. 4. Emphasis Sama seperti namanya, emphasis adalah salah satu fungsi dari alih kode yang berfungsi untuk menekankan suatu pernyataan yang diucapkan oleh seseorang.
28
Contoh: Los hispanicos no son impotantes para los politicians o para la policia, except in this election. (para Hispaniks tidakklah penting bagi para polisi, terkecuali pada saat pemilihan berlangsung.) fungsi alih kode diatas adalah menekankan suatu pernyataan untuk dapat lebih terdengar tegas dan alih kode berlangsung dalam Bahasa Inggris yaitu except in this election. 5. Clarification Fungsi dari clarification terjadi pada saat seorang pembicara ingin lebih menekankan apa yang dia maksud dengan menjelaskan secara singkat namun padat. Contoh: A: what do you want? B: towel, toothbrush, shampoo. A: what? B: handuk, sikat gigi, sampo. Contoh fungsi alih kode di atas menerangkan bahwa Clarification digunakan ketika lawan bicara belum mengerti dengan jelas dan penutur menggunakan alih kode untuk memperjelas maksud dari pembicaraan dengan alih kode dari Bahasa Inggris dan Clarification atau klarifikasi ke Bahasa Indonesia yaitu towel, toothbrush, shampoo dan Clarification (klarifikasi) handuk, sikat gigi, sampo.
29
6. Objectivization Lawan dari personalization, fungsi jenis ini terjadi pada saat seorang pembicara menolak untuk mendengarkan lawan bicaranya berargumen. Contoh: Mother : this semester, just try to do better. Daughter : I’m already trying, pero es difficult. Mis amigos (saya sudah mencoba, tapi sangant sulit. Temanku-) Mother: don’t bring your friends into this. Dapat kita lihat dari contoh diatas fungsi alih kode Objectivization ialah terjad saat seorang pembicara menolak untuk mendengarkan lawan bicaranya berargumen. Dalam contoh ini digunakan alih kode dalam bahasa Amerika Latin yaitu pero es difficult. Mis amigos. 7. Untraslatability Digunakan saat tidak adanya suatu padanan kata, frasa, klausa atau kalimat yang tepat untuk dapat mengungkapkan apa yang dimaksud. Contoh: “in la cultura chicana,there is what we call compadzrago, but that is missing in Americans.” (Di dalam kultur chicana ,ada yang disebut compadrazgo ,tetapi hilang pada orang-orang amerika)
30
Contoh fungsi alih kode di atas menjelaskan bahwa Untraslatability adalah fungsi untuk menggunakan bahasa ke dua dalam pembicaraan atau menggunakan bahasa ke dua karena tidak ada padanannya pada bahasa pertama. Jika di Bahasa Indonesia banyak sekali padanan Bahasa Inggris yang sulit atau asing dalam Bahasa Indonesia contohnya seperti surplus, polling, straight jab, dan uppercut. Jadi fungsi dari Untraslatability ialah menggunakan alih kode karena tidak ada padanannya dalam bahasa pertama. 8. Mitigating Message Fungsi ini terjadi pada saat pembicara menggunakan bahasa lain untuk membuat pernyataan yang dimaksud terdengar lebih sopan dan tidak menyinggung. Contoh: Can we eat in el cuarto con la television? Limpearemoss leugo. (bisakah kita makan di ruang televisi? Kita akan bersihkan setelahnya.) Fungsi alih kode diatas bertujuan untuk membuat pembicaraan terdengar lebih sopan yaitu Can we eat in. kalimat yang digunakan agar tidak menyinggung dan agar terdengar lebih sopan. 9. Interjection Pembicara menggunakan interjections dalam suatu pernyataan yang bukan tergolong ke dalam suatu percakapan. Hal ini dilakukan hanya untuk menarik perhatian atau mempengaruhi lawan bicara. Contoh: Tidur, it’s your time to sleep!!!
31
(Tidur, waktunya kamu untuk tidur!!!) Dalam contoh di atas, Tidur. Mempunyai fungsi alih kode Interjection karena kata ini digunakan untuk menarik atau memberikan perhatian lebih kepada lawan bicara agar lawan bicara lebih memperhatikan. 10. Paranthesis Fungsi alih kode ini terjadi saat sebelumnya telah terjadi suatu percakapan antara pembicara dan lawan bicara yang membicarakan tentang suatu hal. Contoh: do you know the paper- (yang saya simpan di ats meja)- it’s gone. (kamu tau kertas- (yang saya simpan di atas meja) –tiba-tiba hilang.) Kita bisa lihat dari contoh alih kode diatas do you know the paper- it’s gone. Terlihat jika sebelum percakapan ini telah ada percakapan sebelumnya tentang Paper yang di simpan di ats meja. 11. Aggravating Message Sebaliknya dari mitigating message, jenis ini menekankan sesuatu yang dimaksud dengan menunjukkannya secara detil namun padat. Contoh: Dientes, cara, pajamas … move it! (sikat gigi, cuci muka, pakai piyama … cepat lakukan!) Fungsi alih kode ini sangatlah jelas karena memberikan pesan yang langsung kepada awan berbicara agar melakukan sesuatu yang diperintahkan dalam contoh ini alih kode yang berlangsung dalam Bahasa Inggris, yaitu move it!.
32
12. Quotation Fungsi Jenis alih kode yang terakhir ini digunakan saat seseorang menceritakan kembali apa yang orang lain katakan. Contoh: “put the glass down!” katanya. (“simpan gelasnya!” katanya.) Dari fungsi alih kode di atas, Quotation digunakan untuk mengutip perkataan orang atau menggunakan istilah istilah yang sering digunakan contoh lain dari Quotation seperti take and give istilah yang sering orang pakai dalam percakapan. 13. Designation Designation digunakan untuk menyatakan pesan kepada orang tertentu diantara beberapa nama sapaan. Selain itu, beberapa orang juga akan mengalihkan kode untuk menunjukan seseorang dalam cara yang negatif. Contoh: “Hey, Chica, where have you been?” (Hey, girl, where have you been?”
14. Topic Shift Topic shift terjadi tepat pada saat dari topik itu sendiri (Koziol, 2000). Sejalan dengan Koziol, Baker (2001) berpendapat jika topic shift berlangsung biasanya ketika topic tertentu sedang dibicarakan, seperti uang.
33
Contoh: A: …y jenifer, como es ella? `
(.. and jenifer, how is she?) B: Muy bien. Tiene Muchas amigas.. (very good, she has a lot of friends) A: Donde esta? Por que no esta aqui? (Where is she? Why isn’t she here?) B: Esta en la Universidad, TCJC [dengan aksen amerika]. It’s a community collage, but next year she should be able to transfer to the city collage, but next year she should be able to transfer to the city collage as pre-med.
Berdasarkan contoh di atas, fungsi alih kode Topic shift digunakan ketika pembivcara dan lawan bicara focus membicarakan satu hal, dalam kasus ini yang menjadi topic adalah perkuliahan.
Dari empat belas fungsi di atas berdasarkan teori Koizol (2000) dapat terlihat jelas bagaimana fungsi alih kode digunakan dalam setiap pembicaraan. Fungsi inilah yang akan menjadi tujuan dimana akan dianalisis fungsi alih kode
dalam acara
Breakout di NET TV. Dengan menggunakan teori fungsi alih kode seperti di atas, memudahkan untuk mengetahui fungsi alih kode yang mana sajakah yang terdapat dalam acara Breakout.