BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Kajian Teori
2.1.1.
Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang menekankan
pada pengelompokan siswa secara heterogen ke dalam kelompok kecil. Siswa dalam pembelajaran kooperatif akan diajarkan untuk memiliki keterampilan khusus yaitu kerja sama. Slavin (2010: 4) mengemukakan: “Penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang tepat untuk itu.” Johnson & Johnson dalam Anita Lie (2004: 30) menyebutkan sistem kerja model pembelajaran kooperatif terdiri dari lima unsur, yaitu: a. Saling ketergantungan positif Faktor keberhasilan dalam suatu kelompok bergantung pada keberhasilan individu, sehingga terdapat kesinambungan dalam mencapai tujuan bersama. Guru menyusun dengan jelas kegiatan yang dirancang sehingga anggota kelompok dapat menyelesaikan tugasnya sendiri untuk mencapai tujuan bersama. Evaluasi yang dilakukan guru secara menyeluruh sehingga anggota kelompok dapat memberikan kontribusi pada kelompok secara merata dan termotivasi untuk meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan bersama. b. Tanggungjawab individu Setiap individu memiliki tanggung jawab dalam memberikan usaha yang terbaik untuk mencapai tujuan bersama. Jika setiap anggota kelompok mempunyai kemauan untuk memberikan yang terbaik bagi kelompoknya, maka mereka akan bekerja keras untuk mencapai tujuan bersama. Jika salah satu anggota kelompok 6
7
tidak melaksanakan tugasnya, maka kelompok itu tidak akan mencapai tujuan bersama. c. Interaksi personal Dalam pembelajaran kooperatif, interaksi pesonal adalah unsur terpenting. Interaksi sosial membutuhkan komunikasi antar anggota. Dengan adanya komunikasi antar anggota maka akan timbul sinergi yang dapat memberikan keuntungan bagi kelompok. Adanya sinergi dalam kelompok akan membuat tiap anggota kelompok akan dapat saling menghargai perbedaan, hal itu berdampak bagi tiap anggota untuk memanfaatkan semaksimal mungkin kelebihan dari masing-masing anggota kelompok dan saling mengisi kekurangan masing-masing. Pemikiran masing-masing anggota kelompok akan memperkaya hasil pemikiran sehingga dapat menyelesaikan masalah. d. Keahlian kerjasama Komunikasi sangat penting dalam keahlian kerjasama. Setiap anggota kelompok saling mengutarakan pendapatnya kemudian menyatukannya sehingga menjadi suatu hasil. Hal ini juga akan melatih mereka untuk belajar mendengarkan ketika orang lain berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan belajar menyampaikan pendapat tanpa menyinggung perasaan orang lain. e. Evaluasi proses kelompok Guru menjadwalkan waktu secara khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil dari kerja kelompok, sehingga bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Rustaman dalam Ina (2009) mengemukakan “pembelajaran kooperatif adalah salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori konstruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan berpikir rasional.” Pendapat Rustaman sejalan dengan pendapat Isjoni (2011: 14) yang menyebutkan “pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme.” Lebih lanjut Isjoni (2011: 27) juga mengemukakan: “Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah; (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan teman-
8
teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilanketerampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.” Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kelompok secara heterogen. Dimana setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab untuk bekerja keras dalam mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama terdapat interaksi antar anggota dimana akan terbangun kerja sama di dalam kelompok. Di dalam pembelajaran kooperatif
siswa dapat membangun pengetahuannya dalam menyelesaikan
masalah, mengintegrasikan dan mengaplikasikan pengetahuannya. 2.1.2. Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC Dunia pendidikan saat ini bergerak sangat cepat. Kebutuhan yang diperlukan bagi siswa untuk dapat mengikuti perkembangan jaman yang semakin maju ini pun juga meningkat. Pendidikan sebagai wadah untuk meningkatkan kemampuan siswa, wajib memberikan pengetahuan pengetahuan yang baru dan senantiasa relevan dengan perkembangan jaman. Sehingga siswa dapat bersaing di dunia internasional. Salah satu upaya untuk menjadikan siswa dapat bersaing di dunia internasional
adalah
dengan
meningkatkan
kemampuan
siswa
dalam
menggunakan bahasa asing. Bahasa asing yang utama dipakai dalam pergaulan internasional saat ini adalah bahasa Inggris. Sehingga mampu berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa Inggris merupakan suatu syarat mutlak untuk dapat bergaul di dunia internasional. Saat ini perkembangan mata pelajaran bahasa Inggris sangat cepat. Dahulu pelajaran bahasa Inggris diperkenalkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) maka sekarang tidak hanya sekolah dasar, namun pendidikan usia dini sudah diperkenalkan bahasa Inggris. Sekarang dunia pendidikan sangat menyadari perlunya pelajaran bahasa Inggris bagi siswa. Bahasa Inggris seperti bahasa-bahasa lain pada umumnya, memiliki struktur yang berbeda dengan bahasa lainnya. Pengucapan yang juga berbeda dengan bahasa lainya. Sehingga dalam penyampaian materinya tidak mungkin
9
hanya di jelaskan saja, tetapi juga harus ada praktiknya, sehingga siswa mendapatkan pengalaman langsung dan dapat menerapkan materi yang telah di dapatkan. Membaca sebagai salah satu keterampilan dalam Bahasa Inggris yang harus dikembangkan, dengan membaca siswa dapat memperoleh informasi, sehingga siswa harus memiliki kemampuan dalam memahami bacaan. Namun pada kenyataannya meskipun sudah menerapkan latihan dalam memahami bacaan, hal itu tidaklah mudah bagi siswa untuk mendapatkan informasi yang terkandung di dalam bacaan. Upaya yang dapat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan adalah dengan menyajikan pembelajaran dengan metode yang kreatif, sehingga siswa lebih mudah dalam memahami bacaan. Untuk itu dalam kegiatan pembelajaran diperlukan sebuah strategi belajar yang memberdayakan siswa secara aktif. Salah satunya adalah dengan membuat pola pembelajaran yang menekankan kerjasama antar siswa. Salah satu model pembelajaran yang menekankan kerja sama tim dalam menguasai kemampuan memahami bacaan adalah dengan menggunakan model kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini tidaklah sulit, tahapannya adalah membaca berpasangan, menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita, mengucapkan kata-kata dengan keras, makna kata, menceritakan kembali cerita, ejaan, pemeriksaan oleh pasangan, dilanjutkan dengan tes. Slavin (2010:200) menyebutkan “Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), yaitu sebuah program yang komprehensif untuk mengajari pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar”. Hal ini berkaitan dengan tujuan utama dari CIRC yaitu menggunakan kelompok-kelompok kooperatif untuk membantu siswa dalam mempelajari kemampuan dalam memahami bacaan yang dapat diterapkan secara luas.
10
Unsur-unsur utama dari CIRC menurut Slavin (2010: 205) adalah: 1) Kelompok Membaca Siswa di bagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang. Kelompok ini dibagi secara heterogen, menurut tingkatan kemampuan siswa yang dapat ditentukan oleh guru. 2) Tim Siswa dibagi dalam pasangan atau trio, kemudian pasangan-pasangan itu dibagi kedalam tim yang terdiri dari pasangan atau trio dua kelompok membaca atau tingkat. 3) Kegiatan-kegiatan yang Berhubungan dengan Cerita Para siswa menggunakan bahan bacaan dasar. Cerita diperkenalkan dan didiskusikan dalam kelompok membaca yang diarahkan guru. Dalam kelompok guru menentukan tujuan dari membaca, memperkenalkan kosakata baru, mengulang kosakata lama, mendiskusikan cerita setelah para siswa selesai membacanya, dan sebagainya. Diskusi tentang cerita disusun untuk menekankan kemampuan-kemampuan tertentu seperti membuat dan mendukung prediksi dan mengidentifikasikan masalah dalam bentuk narasi. Tahapan-tahapan kegiatan ketika siswa diberikan cerita adalah: a. Membaca berpasangan Para siswa membaca cerita dalam hati kemudian bergantian membaca cerita tersebut dengan keras bersama dengan pasangannya, bergiliran di setiap paragrafnya. Pendengar akan mengkoreksi tiap kesalahan yang dibuat oleh pembaca. Pada tahap ini guru akan memberi penilaian untuk kinerja siswa dengan cara berkeliling dan mendengarkan saat para siswa membaca bergantian satu sama lain. b. Menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita Siswa diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan cerita yang menekankan tata bahasa cerita. Setelah mereka sampai pada akhir cerita, mereka diminta untuk menghentikan bacaan dan diminta untuk mengidentifikasikan karakter, latar belakang, kejadian, dan masalah dalam cerita tersebut, dan untuk memprediksi bagaimana masalah
11
tersebut akan diselesaikan. Di akhir cerita para siswa kan merespon cerita secara keseluruhan dan menulis beberapa paragraf yang berkaitan dengan topik. c. Mengucapkan kata-kata dengan keras Siswa diberikan daftar kata-kata baru atau sulit yang terdapat dalam cerita. Mereka harus belajar membaca kata-kata ini dengan benar dengan tujuan agar mereka tidak ragu atau salah untuk mengucapkannya. Siswa mengucapkan daftar kata-kata ini bersama pasangannya atau teman satu tim lainnya sampai mereka bisa membacanya dengan lancar. d. Makna kata Siswa diberikan daftar kata-kata dalam cerita yang tergolong baru dalam kosakata bicara mereka dan mereka diminta untuk melihat katakata itu di dalam kamus, kemudian menuliskan definisinya dengan cara yang
mudah
untuk
dipahami,
dan
menuliskan
kalimat
yang
memperlihatkan makna dari kata tersebut. e. Menceritakan kembali cerita Setelah membaca cerita dan mendiskusikan dalam kelompok membaca mereka, siswa merangkum poin-poin utama dari cerita tersebut untuk pasangannya. f. Ejaan Siswa saling menguji daftar ejaan kata-kata satu sama lainnya dan saling membantu satu sama lain untuk menguasai daftar tersebut. Siswa menggunakan strategi “daftar yang hilang”, dimana mereka membuat daftar baru dari kata-kata yang hilang setiap kali selesai melakukan penilaian sampai daftar itu habis. Lalu mereka membuat daftar baru lagi, mengisi daftar tersebut, mengulangi prosesnya sampai tak ada kata-kata yang hilang. 4) Pemeriksaan oleh Pasangan Jika semua sudah dilaksanakan maka pasangan mereka memberikan formulir tugas siswa yang mengindikasikan bahwa mereka telah
12
menyelesaikan semua kriteria terhadap tugas tersebut. Siswa diberikan sejumlah kegiatan-kegiatan harian yang diharapkan dapat bisa diselesaikan. 5) Tes Siswa diberikan pemahaman terhadap cerita, diminta untuk menuliskan kalimat-kalimat bermakna untuk tiap kosakata, dan diminta untuk membacakan daftar kata-kata dengan keras pada guru. 6) Pengajaran Langsung dalam Memahami Bacaan Siswa mendapatkan pengajaran langsung dalam kemampuan khusus memahami bacaaan, seperti mengidentifikasi gagasan utama, memahami hubungan sederhana, serta membuat kesimpulan. Siswa melakukan kegiatan memahami bacaan sebagai sebuah tim. 7) Seni Berbahasa dan Menulis Integrasi Pada bagian ini penekanannya adalah pada proses menulis, kemampuan mekanika bahasa yang diperkenalkan sebagai tambahan khusus terhadap pelajaran menulis. Pada bagian ini siswa diminta untuk membuat konsep karangan setelah berkonsultasi dengan teman satu tim dan kepada guru mengenai gagasan-gagasan mereka, rencana pengaturan, bekerja sama teman satu tim untuk merevisi isi karangan mereka, kemudian saling menyunting pekerjaan antara satu dengan yang lainnya menggunakan formulir penyuntingan yang menekankan pada kebenaran tata bahasa dan mekanika bahasa. Pada akhirnya, para siswa akan menerbitkan karangan akhir mereka dalam buku-buku tim atau kelas. 8) Membaca Independen dan Buku Laporan Siswa diminta untuk membaca buku yang saling ditukar setiap malam selama duapuluh menit tiap malamnya. Terdapat paraf orang tua yang menegaskan bahwa siswa telah membaca sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Nilai tim akan bertambah jika setiap individu dapat mengumpulkan formulir tersebut sesuai dengan waktunya. Kemudian siswa juga diminta untuk mengisi buku laporan secara reguler. Hal ini akan meningkatkan poin tim mereka sendiri. Membaca independen dan buku
13
laporan menjadi pengganti pekerjaan rumah dalam pelajaran membaca dan seni berbahasa. Maden, dkk. dalam Mohammad Nur (2011: 13) menyebutkan unsur-unsur kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah pertama, penghargaan kepada tim berupa pemberian sertifikat yang didasarkan pada kinerja kelompok. Kedua, pemberian kesempatan yang sama untuk berhasil pada setiap tim, yaitu dengan siswa bekerja pada bahan yang sesuai dengan tingkat membaca mereka. Ketiga, tanggung jawab individual dengan cara memberikan ide atau usahannya yang nantinya akan masuk pada skor kuis dan karya tulis akhir mandiri. Staven dalam Huda (2010: 126) mengemukakan: “Dalam CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil, baik homogen maupun heterogen. Pertama-tama, mereka mengikuti serangkaian instruksi guru tentang keterampilan membaca dan menulis, kemudian praktik, lalu pra penilaian, dan kuis. Setiap kelompok tidak bisa mengikuti kuis hingga anggota-anggota di dalamnya benar-benar siap.” Dalam CIRC yang dikemukakan oleh Steven, juga terdapat reward yang akan diberikan kepada kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya dapat menunjukkan performa yang meningkat. Kontribusi anggota pada masing-masing kelompok didasarkan pada skor kuis dan komposisi karangan yang mereka buat secara mandiri. Dari berbagai teori diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada kegiatan awal, inti dan akhir pada penelitian adalah: 1) Membagi kelompok secara heterogen (berpasangan) 2) Membaca cerita berpasangan 3) Menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan cerita 4) Mencari arti dari kata-kata baru atau sulit yang ada di cerita 5) Merangkum poin-poin utama cerita seperti setting, tokoh, dan pokok pikiran 6) Menuliskan di dalam formulir: a. Arti kata-kata yang baru atau sulit
14
b. Poin-poin utama dari cerita seperti setting, tokoh dan pokok pikiran c. Jawaban dari pertanyaan mengenai cerita dan menuliskan kembali cerita dengan menggunakan bahasa sendiri. 7) Pemeriksaan pasangan pada formulir. 8) Kuis 9) Pemberian reward pada kelompok terbaik. Dapat disimpulkan bahwasanya pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini dapat membangun pengetahuan siswa, karena siswa dalam pembelajaran ini siswa bekerja pada dalam kelompoknya. Mereka akan bekerjasama dalam kelompok untuk melakukan tugas-tugas yang diberikan guru. Dalam kelompok mereka juga akan saling bantu membantu, dimana anggota kelompok yang pandai dapat membantu angggota kelompok yang masih lemah. Sehingga dalam pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini terdapat kontribusi positif dari anggota kelompok. Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini dapat lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC terbukti efektif jika rata-rata hasil tes pemahaman bacaan kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. 2.1.3. Membaca Membaca biasanya di pahami dengan bagaimana pembaca berinteraksi dengan apa yang ada di dalam teks. Dari sisi linguistik Anderson dalam Sunarta (2010: 2) menyebutkan bahwa membaca merupakan suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi, ini berlainan dengan berbicara dan menulis yang melibatkan penyandian. Dari teori
ini dapat dikatakan bahwa membaca
merupakan penyandian kembali, dari bentuk tulis berubah menjadi bunyi. Sujana dalam Hartati (2011: 10) menyebutkan bahwa membaca adalah kemampuan yang kompleks, karena membaca tidaklah kegiatan yang hanya memandangi lambanglambang tertulis saja, namun lambang-lambang tersbut akan menjadi bermakna yang dengan segera dipahami oleh pembaca.
15
Membaca menurut Tampubolon dalam Susilo (2010: 6) adalah suatu kegiatan yang berbentuk fisik dan mental sebagai bentuk proses untuk menemukan makna dari tulisan, dalam kegiatan itu terdapat juga proses pengenalan huruf. Yang dimaksud dengan fisik adalah adanya kegiatan dari bagian tubuh, yaitu mata, dan yang dimaksud dengan mental adalah bagian pikiran, yaitu persepsi dan ingatan yang terlibat didalamnya. Tarigan dalam Hartati (2011: 10) menyebutkan bahwa membaca adalah sebuah proses yang dilakukan dan dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui media kata atau bahasa tulis. Finochiaro dan Bonomo dalam Nudju (2011: 9) mengatakan bahwa membaca adalah memetik dan memahami makna yang terkandung di dalam bahasa tulis. Sehingga membaca merupakan suatu proses untuk memahami makna. Makna-makna yang ada di dalam bacaan itulah yang membantu siswa untuk memahami pesan atau informasi yang terkandung di dalam suatu bacaan. Memahami pesan atau informasi yang terkandung di dalam suatu bacaan merupakan tujuan dari membaca, hal ini sejalan dengan definisi membaca yang disampaikan oleh Nunan dalam Susatyo (2011: 14) yang menyebutkan bahwa membaca merupakan proses lancar dari pembaca dalam menggabungkan informasi dari teks dan pengetahuan latar pembaca untuk membangun makna. 2.1.4. Membaca Pemahaman Dalam kegiatan membaca, seperti yang sudah disebutkan bahwasanya membaca adalah kegiatan untuk memahami bacaan, atau dalam keterampilan berbahasa disebut membaca pemahaman. Devine dalam Susatyo (2011: 15) menyebutkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses pengaktifan latar pembaca yang bekerja berdasarkan keterampilan kognitif beserta kemampuan logikanya yang bertujuan untuk mencari konsep dari teks tertulis. Pembaca, secara langsung melakukan proses memahami, menyerap informasi sekaligus juga menandai informasi yang aktual dari sebuah teks. Tarigan dalam Mahendra (2011: 7) menyebutkan membaca pemahaman bertujuan untuk memahami standar-standar kesastraan (literacy standards), resensi kritis (critical review), drama tulis (primed review), serta pola-pola fiksi (patterns of fiction).
16
Smith dalam Susilo (2010: 6) mengatakan bahwa membaca pemahaman adalah proses membangun pemahaman dari teks yang ditulis. Pembaca akan menggunakan pengetahuan dan logikanya untuk memahami maksud penulis, sehingga terbentuklah suatu pemahaman. Menurut Aliyah dalam Wenasari (2010: 12) dalam membaca pemahaman guna mendapat informasi yang terkandung dalam bacaan dapat ditempuh dengan lima langkah yaitu: 1) Mencari data yang tersurat yang diambil dari detail-detail yang menunjang 2) Menyusun data menurut urutannya 3) Mencari pokok-pokok pikiran 4) Mencari fakta 5) Membedakan laporan Langkah-langkah tersebut memudahkan pembaca untuk memahami bacaan, sehingga dapat menangkap pesan atau informasi yang terkandung dalam bacaan. Tarigan dalam Susilo (2010: 7) menyebutkan beberapa aspek yang mempengaruhi keterampilan dalam membaca pemahaman, yaitu: 1) Mechanical skills yang dianggap berada pada urutan lower order, yang meliputi: a. Pengenalan huruf b. Pengenalan unsur-unsur lingustik, yaitu fonem/grafem, kata, dan kalimat c. Pengenalan pola ejaan dan bunyi d. Kecepatan membaca masih rendah 2) Comprehension skills yang dapat diungkapkan berada pada higher order, yang meliputi: a. Kemampuan memahami kata-kata dalam bacaan b. Kemampuan memahami pola-pola kalimat, bentuk kata dan susunan kalimat c. Kemampuan memahami ide-ide pokok yang disampaikan pengarang d. Kemampuan dalam menerapkan dalam karangan
17
2.1.5. Kemampuan Pemahaman Bacaan Pemahaman bacaan menurut Harjasusana dan Damaianti dalam Rustono (2010: 15) adalah pemahaman kalimat yang meliputi kemampuan menggunakan teori hubungan struktural antar kalimat. Pengetahuan mengenai hubungan struktural berguna dalam proses pemahaman kalimat, karena kalimat merupakan serangkaian kata-kata yang saling berkaitan mengikuti cara-cara yang spesifik. Proses pemahaman kalimat merupakan bagian dari pembaca dalam memahami isi bacaan. Goodman dalam Slamet (2006: 185) menjelaskan bahwa “pemahaman membaca merupakan suatu proses merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca. Proses merekonstruksi pesan adalah berlapis, interaktif, dan terjadi proses pembentukan dan pengujian hipotesis”. Merekonstruksi pesan adalah upaya dari pembaca untuk mengetahui isi dalam bacaan yang hendak disampaikan oleh penulis. Rustono (2010: 16) mengemukakan: “Pemahaman bacaan adalah pengertian yang diperoleh dari aktivitas membaca. Aktivitas ini melibatkan pembaca, teks, dan isi pesan yang disampaikan penulis. Seseorang dapat dikatakan memahami bacaan apabila ia telah mendapatkan informasi atau pesan yang disampaikan oleh penulis, baik tersirat maupun tersurat.” Dari berbagai definisi yang sudah disebutkan, dapat disimpulkan pemahaman bacaan adalah sebuah kegiatan atau proses untuk mendapatkan informasi di dalam bacaan untuk memahami isi bacaan. Setelah kesimpulan pemahaman bacaan diketahui, maka dapat disimpulkan pula kemampuan pemahaman bacaan. Kemampuan pemahaman bacaan adalah kesanggupan pembaca untuk mendapatkan informasi yang ada di dalam bacaan. Dengan kemampuan tersebut pembaca dapat menggunakan pengetahuannya untuk memahami isi bacaan. Sehingga pembaca dapat menangkap maksud yang hendak disampaikan penulis, baik secara tersirat maupuan tersurat. 2.1.6. Pengukuran Pemahaman Bacaan Mengukur pemahaman bacaan siswa dapat diukur dengan pertanyaan yang berkaitan dengan maksud yang hendak disampaikan penulis, apa yang dikatakan
18
oleh penulis, dan hal-hal lain yang terdapat dalam bacaan itu. Anderson dalam Iyorosmana (2009) menjelaskan bahwa dalam mengukur kemampuan pemahaman bacaan dapat dilakukan dengan tiga tingkatan yaitu: 1) Tingkatan pemahaman literal. Dalam tingkatan ini pertanyaan yang dapat diberikan adalah: a. Perbuatan apa yang ada pada cerita tersebut? b. Siapa yang menjadi tokoh-tokoh utama pada cerita? c. Di mana kejadian atau hal itu berlangsung? 2) Tingkat interpretasi. Pertanyaan yang dapat diberikan pada tingkatan ini adalah: a. Apa yang hendak penulis sampaikan? b. Apa tema pokok dalam cerita? c. Bagaimana fakta ini cocok dengan apa yang telah diketahui? 3) Tingkat pemahaman diluar cerita. Pertanyaan yang dapat diberikan pada tingkatan ini adalah: a. Simbol-simbol apa yang disampaikan? b. Apakah saya mampu menyimpulkan dari apa yang dikatakan? c. Bukti-bukti apa untuk generalisasi-generalisasi berikut? Dapat disimpulkan bahwa Anderson mengungkapkan jika pemahaman bacaan dapat diukur dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat pemahaman literal yang menanyakan hal-hal yang tersurat dalam bacaan, tingkat intrepretasi yang menanyakan tentang apa yang dimaksud pengarang, dan tingkat pemahaman ketiga yang menanyakan hal-hal diluar wacana. Menurut Harris dalam Iyorosmana (2009) aspek yang diniliai dalam mengukur pemahaman bacaan terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) Pemahaman bahasa dan tulisannya, hal ini meliputi kemampuan memahami kata-kata yang ada dalam bacaan, kemampuan memahami pola-pola kalimat, kemampuan menafsirkan dengan lambanglambang yang ada pada bacaan. 2) Gagasan, hal ini meliputi kemampuan mengenal maksud yang ingin disampaikan pengarang, kemampuan memahami gagasan-gagasan
19
yang
mendukung
pokok
pikiran,
dan
kemampuan
menarik
kesimpulan. 3) Nada dan gaya, hal ini meliputi kemampuan untuk memahami sikap pengarang terhadap persoalan yang dimunculkan dan sikap pengarang terhadap pembaca, dan kemampuan memahami teknik dan gaya penulisan. Nurgiyantoro dalam Putri (2011: 35) menyebutkan bahwa Bloom membagi pengukuran pemahaman bacaan ke dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif meliputi kegiatan memahami bacaan secara kritis, sehingga dapat dikatakan pada aspek ini berupa kemampuan membaca. Ranah afektif meliputi sikap dan kemauan siswa untuk membaca. Sedangkan ranah psikomotor merupakan kegiatan fisik siswa ketika membaca. Dari penjelasan tersbut dapat disimpulkan bahwa pemahaman bacaan masuk dalam ranah kognitif. Lebih lanjut Nurgiyantoro menyebutkan bahwa dalam teori Bloom, pemahaman bacaan pada ranah kognitif terbagi dalam enam tingkatan, dimulai dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks. Enam tingkatan pada Bloom adalah ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan maka diberikan tes kemampuan membaca. Nurgiyantoro dalam Putri (2011: 37) menyebutkan bahwa tes kemampuan membaca dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes objektif, yang biasanya berbentuk tes esai, dan tes objektif, yang terdiri dari tes benar-salah, pilihan ganda, isian, dan penjodohan. Pada penelitian ini, tes bentuk pilihan ganda dinilai tepat untuk digunakan, karena dapat mengukur hasil belajar pada ranah kognitif pada tingkatan sederhana, yaitu ingatan, pemahaman, dan penerapan. Menurut Sudjana (2010: 48) tes bentuk pilihan ganda memiliki satu jawaban yang paling tepat. Soal tes pilihan ganda terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan, sejumlah pilihan jawaban, jawaban yang paling tepat, dan jawabanjawaban lain selain kunci jawaban atau sering disebut sebagai pengecoh.
20
Dari berbagai teori yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, indikator dalam mengukur kemampuan siswa memahami bacaan adalah pada tingkat pemahaman literal dan intepretasi, yang mencakup hal-hal tersurat dalam bacaan dan apa yang dimaksud oleh pengarang, seperti: 1) Kejadian apa yang terjadi dalam bacaan. 2) Tokoh-tokoh utama di dalam cerita. 3) Tempat dimana kejadian berlangsung. 4) Pikiran utama cerita. Berdasarkan teori Bloom mengenai pemahaman bacaan pada ranah kognitif, maka indikator dalam mengukur kemampuan siswa memahami bacaan pada penelitian ini adalah pada tingkatan sederhana, yaitu ingatan. 2.1.7. Pembelajaran Konvensional Dalam dunia pendidikan terdapat istilah yang tidak asing lagi, yaitu pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional seringkali disebut sebagai
pembelajaran
tradisional.
Suyitno
dalam
Hanafiah
(2010:
8)
mengemukakan: “Metode konvensional adalah cara menyampaikan pembelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara diawal pembelajaran, menerangkan materi dan contoh soal” Dari definisi metode konvensional yang disebutkan oleh Suyitno, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran pada metode konvensional bersifat teachercentered, atau terpusat pada guru. Guru lebih mendominasi dalam pembelajaran, sehingga guru lebih banyak berbicara, dan siswa sebagai pendengar. Hanafiah dalam jurnalnya (2010: 8) menyebutkan bahwa guru
yang menggunakan metode
konvensional dalam pembelajaran menyusun materi pelajaran secara hirearkis dan sistematis, hal ini berakibat guru yang menerangkan dan siswa hanya menerima. Dalam pembelajaran yang menggunakan metode konvensional guru lebih aktif dan siswa hanya pasif. Siswa mendapatkan kesempatan untuk berbicara ketika
21
bertanya tentang materi yang belum diketahui. Selebihnya siswa akan diberi latihan soal dari guru jika materi pelajaran telah selesai disampaikan oleh guru. 2.1.8. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar Bahasa Inggris sangat cepat berkembang dan banyak digunakan oleh banyak negara, bahasa Inggris menjadi bahasa internasional dan banyak digunakan sebagai alat komunikasi antar negara. Berdasarkan hal itu bahasa Inggris masuk dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Pembelajaran bahasa Inggris mulai diajarkan sejak tahun 1992 berdasarkan kebijakan Depdikbud RI No. 0487/4/1992. Dalam kebijakan tersebut menyatakan bahwa Sekolah Dasar dapat menambah mata pelajaran tambahan dengan ketentuan sepanjang penambahan itu tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Adanya mata pelajaran bahasa Inggris semakin diperkuat dengan adanya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 60/U/1993 yang menyebutkan bahwa bahasa Inggris mulai diajarkan pada Sekolah Dasar kelas IV. Hal itu memperkuat kedudukan bahasa Inggris di Sekolah Dasar yaitu dengan memasukkannya ke dalam struktur kurikulum muatan lokal. Standar Isi (2006:403) mengemukakan: “Pendidikan bahasa Inggris di SD/MIdimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa yang digunakan untuk menyertai tindakan atau language accompyaning action. Bahasa Inggris digunakan untuk interaksi dan bersifat “here and now”. Topik pembicaraannya berkisar pada hal-hal yang ada dalam konteks situasi” Inilah kompetensi yang hendak diajarkan pada siswa, yaitu supaya mereka dapat memliki kemampuan berinteraksi yang lebih kompleks. Lebih lanjut Standar Isi (2006: 403) menyebutkan tujuan pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar adalah: 1) Mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan secara terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action) dalam konteks sekolah.
22
2) Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global. Standar Isi (2006: 403) juga menetapkan ruang lingkup bahasa Inggris, yaitu: 1) Mendengarkan 2) Berbicara 3) Membaca 4) Menulis Empat kemampuan tersebut digunakan untuk berkomunikasi secara lisan terbatas dalam konteks sekolah. Keterampilan menulis dan membaca diarahkan untuk memperkuat pembelajaran dalam komunikasi lisan. Mengingat empat kemampuan tersebut digunakan untuk berkomunikasi lisan yang dibatasi dalam konteks sekolah, maka pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar berada di tahap pemula (beginner). 2.2.
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
a. Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Sprayituo pada tahun 2010 dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Ditinjau dari Kemampuan Awal Mata Pelajaran Bahasa Jawa Pada Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri Kecamatan Gombong” hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode pembelajaran menggunakan metode CIRC dengan metode pembelajaran Ekspositori terhadap kemampuan membaca pemahaman bahasa Jawa. Hal ini dapat diketahui dengan perolehan F, = 16.726 lebih besar dari F(o,95;1;136) =6,98 dengan taraf signifikansi 0,05, sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya. b. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Evi Irmawati, S.Pd pada tahun 2011 dengan judul “ Penerapan Metode CIRC dalam Peningkatan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama dalam Wacana pada Siswa Kelas VII A SMP NU Suruh Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011” menyimpulkan bahwa Pada tahap prasiklus diperoleh rata-rata nilai siswa adalah 51,3. Pada siklus I rata-rata nilai meningkat menjadi 69,4, dan pada
23
siklus II rata-rata nilai meningkat menjadi 87,5. Dapat dilihat adanya peningkatan pada siswa dalam mengikuti pembelajaran menemukan gagasan utama dalam wacana dengan menggunakan metode CIRC. Penelitian tersebut di atas walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan dengan penelitian ini yaitu pembelajaran berbahasa kaitannya dengan kemampuan memahami bacaan. Dengan demikian penelitian di atas sangat mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam meningkatkan kemampuan memahami bacaan pada mata pelajaran bahasa Inggris dan lebih baik daripada pembelajaran konvensional. 2.6.
Kerangka Berpikir Bahasa Inggris: Listening, Reading, Writing, Speaking Reading: Memahami bacaan
Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe CIRC: 1. Membagi kelompok berpasangan 2. Membaca cerita berpasangan 3. Menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan cerita 4. Mencari makna kata 5. Merangkum poin utama cerita 6. Menulis formulir: a. Makna kata b. Poin utama c. Jawaban pertanyaan seputar cerita 7. Pemeriksaan pasangan 8. Kuis 9. Reward
Kemampuan memahami bacaan
Pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional
Langkah-langkah dengan metode konvensional: 1. Tanya jawab 2. Ceramah 3. Evaluasi
pembelajaran pembelajaran
Kemampuan memahami bacaan
Gambar 1: Kerangka Berpikir
24
Pelajaran bahasa Inggris memiliki empat keterampilan berbahasa, yaitu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara (Reading, writing, listening, and speaking). Membaca sebagai kegiatan untuk memperoleh informasi tidak terlepas dari masalah dalam implementasinya di Sekolah Dasar. Masalah yang ada pada pelajaran bahasa Inggris dalam keterampilan membaca, khususnya dalam memahami bacaan adalah kurangnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, dan kurangnya kreatifitas guru dalam mengembangkan metode pembelajaran. Hal ini berdampak pada proses pembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Pembelajaran dengan metode konvensional seperti itu mengakibatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan rendah. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC diharapkan akan membuat siswa lebih mudah untuk memahami bacaan. Pembelajaran dengan sistem kelompok akan membangun pengetahuan siswa, karena siswa akan menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit bersama-sama di dalam kelompok.
Penggunaan metode ini diharapkan siswa menjadi lebih tertarik
sehingga meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami bacaan. Karena dalam metode CIRC siswa akan membaca bacaan secara berpasangan, menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan cerita, mencari makna kata-kata yang sulit, merangkum poin-poin utama, kemudian pemeriksaan berpasangan yang meliputi arti kata yang sulit, poin-poin utama dalam cerita, dan jawaban atas pertanyaan yang bersumber dari bacaan, pemberikan kuis, dan reward. Pembelajaran dengan menggunakan metode konvesional, pembelajaran disampaikan dengan ceramah, tanya jawab dan pemberian evaluasi. Sehingga pembelajaran terpusat pada guru. Dalam penelitian ini akan dicari manakah yang lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan, antara pembelajaran kooperatif tipe CIRC atau pembelajaran konvensional.
25
2.4.
Hipotesis Di duga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC efektif
dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Maka dapat dirumuskan hasil uji hipotesis sebagai berikut: 1) H0 Tidak ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan memahami bacaan. 2) H1 Ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan memahami bacaan.