BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Batik Seni tekstil yang memiliki kaitan erat dengan nilai budaya masyarakat salah satunya yaitu batik. Karya yang dapat dikerjakan oleh sebuah kelompok masyarakat atau individu menjadi produk yang bernilai jual tinggi. Batik salah satu bentuk eksplorasi sebuah seni tradisi yang semakin berkembang meningkatkan nilai kebudayaan Indonesia. Batik juga sebagai salah satu seni tradisional Indonesia yang menyimpan konsep artistik yang tidak dibuat semata-mata untuk keindahan. Batik juga fungsional sebagai pilihan busana sehari-hari, untuk keperluan upacara, adat, tradisi, kepercayaan, agama, bahkan status sosial. Batik bukan saja indah, tetapi juga bermakna, mencakup nilai-nilai moral, adat, agama (Wulandari, 2011 : 75). Teknologi yang berkembang memudahkan untuk mendapat informasimengenai batik saat ini. Singkat batik merupakan kain bermotif dibuat dengan cara menggambar diatas kain menggunakan malam panas disebut batik tulis sedangkan prosesnya disebut membatik. Wulandari (2011 : 3-4)menjelaskan pembatik adalah orang membatik atau orang yang pekerjaannya membuat batik, dan proses pembuatannya memakan waktu lebih dari dua sampai tiga bulan. Pembatikan adalah tempat pembatik, perusahaan batik, atau bisa juga proses, cara, dan pembuatan batik. Seni gambar diatas kain yang hanya dapat digunakan dalam kraton oleh para raja dan keluarga raja sebagai pakaian kebesaran.Kain tersebut dikenal dengan
8
9 motif batik larangan, larangan motif larangan dikraton Yogyakarta lebih terperinci dibanding dengan kraton Surakarta. Larangan di Yogyakarta yaitu motif ParangRusak, Rusak, Semen Ageng, A dan Sawat Gurda. Motif batik larangan kraton Surakarta meliputi liputi motif Parang Rusak, Cemukiran, Udan Liris(Wulandari, (Wulandari, 2011 : 58). Tata tertib pengelompokan untuk menunjukkan tingkat keningratan menurut buku Indonesia Indah “Batik” oleh Soeharto, dkk (1997 : 62) : a. Penguasa, putera mahkota dan permaisuri atau istri: 1) Semua jenis corak ParangRusak
Gambar 1. Motif ParangRusak Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 62 2) Sembagen Huk H
Gambar 2. Motif Sembagen Huk Sumber:Soeharto, dkk, 1997 : 66
10 3) Garuda Ageng
Gambar 3. MotifGaruda Ageng Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 63 b. Khusus bagi para anggota keluarga yang bergelar pangeran serta keturunan penguasa: 1) Semua corak Semendengan sayap garuda berganda maupun pun tunggal
Gambar 4.MotifSemen, Lar Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 63
11 2) Udanliris
Gambar 5.MotifUdanLiris Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 62 c. Keluarga jauh yang bergelar Raden Mas atau Raden: 1) Semua corak semen tanpa bentuk-bentuk sayap
Gambar 6. Semen Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 63
12 2) Kawung
Gambar 7. MotifKawung Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 63 3) Rujak Sente mirip UdanLiris yang umumnya menggunakan garis garis-garis diagonal bercorak (Soeharto, Soeharto, dkk, dkk 1997 : 62-63)
Gambar 8. MotifCatur Karsa Sumber: Doellah, 2002 : 26 Acara cara kebesaran untuk menghadap raja maka para permaisuri, patih, bangsawan dan petinggi kerajaan menggunakan pakaian resmii yaitu jarityang dibuat dari batik. Abdidalem Abdi kerajaan selalu berpakaian tradisional nal Jawa dengan mengenakan jarit,, baju beskap dan blangkon. blangkon Ibu-ibu ibu juga menggunakan batik
13 sebagai selendang untuk melengkapi kebaya dan alat untuk menggendong (Lisbijanto, 2013 : 2). Jumlah pengikut atau abdidalem banyak yang tinggal diluar kraton maka seni batik dibawa keluar dan dikerjakan oleh abdidalem dirumah masing-masing. Seni batik dapat ditiru oleh rakyat sehingga meluas menjadi pekerjaan wanita untuk mengisi waktu kosong. Zaman kraton Yogyakarta pendidikan membatik telah dipadukan dengan seni tari dan paes (mempercantik wajah). Batik kental dalam pendidikan etika dan estetika untuk wanita zaman dulu (Soeharto, dkk, 1997 : 32).Penggunaan kain batik dapat menunjukkan status sosial yang tinggi di dalam masyarakat serta untuk jaminan pinjaman uang di pegadaian. Keputusan sultan dan sunan pada abad 17 tentang kepopuleran batik. Bahwa batik sudah kehilangan sifat ekslusifnya yang dahulu, karena kini dibuat oleh para pengrajin Jawa. Oleh sebab itu pangkat dan kedudukan tidak lagi dihubungkan dengan produk itu sendiri. Sehingga dibuat desain batik yang berbeda untuk membedakan pemakai batik dari keluarga kerajaan dengan mereka para pemakai batik orang kebanyakan (Dharsono, 2007:42). Batik merupakan sehelai kain yang dibuat dengan teknik menahan warna dengan malam (lilin) dalam pembentukan motif diatas kain menggunakan canting. Batik memiliki ragam hias variasi dan warna yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk kesatuan rancangan yang berpola. Variasi ragam hias berdasarkan latar belakang pembuatan batik seperti letak geografis, kepercayaan, adat istiadat, tatanan sosial, gaya hidup dan lingkungan alam setempat. Wilayah penghasil batik memiliki motif berbeda-beda dibuat untuk mencerminkan suatu tradisi budaya dan melukiskan lingkungan asli pembatikan.Wilayah-wilayah daerah penghasil batikmemiliki kesamaan ragam hias karena perdagangan dan hubungan pernikahan atau persaudaraan (Soeharto, dkk, 1997 : 42).
14 2. Motif-Motif Batik Motif-motif batik yang berkembang menurut Lisbijanto (2013 : 46) dibagi menjadi dua yaitu motif batik kontemporer dan motif batik klasik. a. Motif batik modern Lisbijanto (2013 : 48) menjelaskan motif batik modern adalah memodifikasi dari motif batik yang telah ada tidak menggunakan patokan batik klasik, seperti gabungan antara motif Parang dan klithik dari motif Sekar Jagad. Warna, desain dan bahan tidak menggunakan pakem sehingga lebih bebas dan mandiri dalam mencipta. Proses pengerjaan mudah dan dapat dikerjaan secara singkat. Warna batik sesuai dengan tradisi yang berkembang di daerah tersebut misalnya warna merah, hijau, kuning, biru muda dan sebagainya (Soeharto, dkk, 1997
:
44). Bahan
batik
yang digunakan
dapat berkembang
dalam
penggolahannya menggunakan teknologi canggih dan disebut batik printing. b. Motif batik klasik Motif batik klasik memiliki pakem dan terdapat batasan-batasan tertentu pada ornamen maupun warna yang digunakan sejak dahulu. Motif klasik sudah mengalami perkembangan dan penyempurnaan dalam kurun waktu yang relatif lama, sehingga diakui keberadaannya yang memiliki ciri khas yang sudah baku. Motif batik klasik terlihat indah, halus dan mewah walaupun kaku dan bentuk garis yang belum sempurna (Lisbijanto, 2013 : 47). Alat dan bahan yang digunakan pada saat itu menggunakan kanji ketan, alat terbuat dari bambu. Warna yang dibuat juga sederhana yaitu warna biru atau wedelan, dan warna coklat atau soga. Batik klasik memilikiciri-ciri sebagai berikut:
15 1) Motif-motif yang memiliki makna atau pesan yang baik untuk pemakainya. 2) Unsur-unsur ragam hias yang ada berupa motif ular, barong geometris dan pagoda. 3) Motif-motif yang digunakan merupakan ciri khas daerah asal mula batik tersebut, dan 4) Warna khas motif batik klasik cenderung putih, hitam, coklat tua atau hitam. Motif batik yang termasuk dalam batik klasik seperti motif batik Sida Mukti, Sida Luhur, truntum, ceplok, kawung, Parang Kusumo, Parang Rusak, dan lain sebagainya(Lisbijanto, 2013 : 47). Motif batik klasik menjadi sebuah tradisi mulai dari bentuk ragam hias atau motif yang dibuat secara turun temurun dan menjadi kebisaan masyarakat tersebut (Soeharto, dkk, 1997 : 5). Batik tradisi memiliki arti dalam kehidupan, diyakini sebagai sebuah do’a yang dipanjatkan untuk pemakai. Kain tradisi biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti proses mitoni, persalinan, khitanan, pernikahan, kematian, dan lain-lain. Ciri-ciri ragam hias batik tradisi yaitu: 1) Motif yang terdiri klowong, cecekan, tembokan, isen-isen. 2) Terdapat tata letak, corak, pewarnaan yang sederhana. 3) Corak batik yang memiliki arti simbolik pada masing-masing motifnya, sehingga terdapat perbedaan fungsi pemakaian seperti hanya digunakan untuk kelengkapan upacara-upacara tertentu.
16 4) Warna cenderung gelap (warna tanah) yaitu putih, hitam, coklat, kehitaman atau coklat tua (Riyanto, dkk, 2010 : 24).
3. Batik Kraton Yogyakarta Kekayaan budaya membatik di Indonesia berasal dari kraton-kraton Jawa. Wastra batik memunculkan keindahan ragam hias, abadi, dan mengandung nilainilai perlambangan yang berkaitan erat dengan latar belakang penciptanya (Doellah, 2002 : 54). Penelusuran munculnya batik tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan dari kerajaan yang berada di pulau Jawa meliputi Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta pada masa itu. Batik kraton adalah seni batik yang ada dan berkembang diatas dasar-dasar filsafat budaya Jawa yang mengandung nilai-nilai magis dan pemurnian diri, serta keseimbangan manusia dan semesta alam dan serasi (Soeharto dkk, 1997 : 5). Wilayah Yogyakarta diyakini sebagai munculnya batik kraton. Kegiatan membatik dalam kraton merupakan media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena memiliki makna filosofis dan sarat akan makna kehidupan. Batik menjadi olahraga para puteriputeri raja, dan batik berkaitan dengan tingkat keningratan dan kebangsawanan. Motif yang dibuat rumit dan halus, memiliki beberapa warna kalem seperti soga, indigo, hitam, coklat dan putih. (Wulandari, 2011 : 54). Ambar (2011 : 36) mengatakan motif kuno kraton seperti motifbanji (abad ke-14), gringsing (abad 14), kawung diciptakan Sultan Agung (1613-1645), parangdanmotif anyaman (nitik).Motif larangandibuat dan digunakan untuk raja, namun berbeda pada saat ini terdapat satu motif yang tidak boleh digunakan saat berkunjung ke kraton Yogyakarta yaitu motif parang. Motif batik yang digunakan untuk raja dan
17 keturunannya memiliki ciri khas tersendiri, sejarah munculnya motif Parangtidak lepas dari sejarah berdirinya kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan Senopati. Pusat kerajaan Mataram Islam berpindah dari Demak ke Mataram, sehingga raja sering bertapa di sepanjang pesisir pulau Jawa, antara lain Parang kusuma menuju Dlepih Parang Gupito, menelusuri tebing Pegunungan Seribu yang tampak seperti “pereng” atau tebing berbaris. Wilayah tersebut menjadi inspirasi raja Mataram dalam membuat motif Parang yang kemudian digunakan untuk raja dan keturunannya dilingkungan istana (Ambar, 2011 : 36-37). Perselisihanyang terjadi dalam kerajaan maka oleh pihak Belanda mengusulkan
untuk
membuat
perjanjian
Giyanti.
Perjanjian
Giyanti
ditandatangani pada tahun 1755, akibatnya perpecahan terjadi menjadi kraton Surakarta dan kraton Yogyakarta (Suyami, 2008 : 24-25). Perbedaan dibuat oleh kraton Yogyakarta untuk membedakan kedua kerajaan seperti tata adibusana sampai batik. Kraton Surakarta mulai berkembang dengan berinovasi serta pada motif pakem tetap bersumber pada batik kraton Yogyakarta. Ciri khas batik Yogyakarta memiliki pola geometris besar, diperkaya dengan parang, nitik dan berlatar dasar warna putih (bledak) (Wulandari, 2011 : 55). Perjanjian tersebut membuat wilayah-wilayah pembatik di Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhan lingkungan kraton dan para bangsawan. Tradisi membuat batik dengan pewarna alam masih berlangsung hingga kini di Galur, Kulonprogo. Motif-motif khas Yogyakarta banyak dijumpai di wilayah Imogiri, Bantul terutama di desa Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta (Yudhoyono, 2011: 63).
18 4. Penggolongan Motif Batik Unsur-unsur motif batik yaitu ornamen utama, ornamen tambahandan isen-isenyang disusun akan membentuk sebuah motif.Motif yang diulang-ulang akan membentuk sebuah pola. Motif pada seni batik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu motif geometris dan motif non geometris (Sewan, 1980 : 213) a. Motifgeometris Motif batik yang terdiri dari ornamen-ornamen yang disusun berdasarkan unsur-unsur antara lain berupa segitiga, bintang, lingkaran, persegi empat dan lain sebagainya. Ciri dasar pola batik geometris dibagi menjadi bagianbagian disebut “report”. Report berbentuk segiempat panjang atau lingkaran yaitu golongan motif Banji, Ceplok, Kawung. Report berbentuk garis miring sehingga membentuk belahketupat yaitu parang atau lereng (Lisbijanto, 2013 : 50-51). Motif yang termasuk dalam golongan motif geometris; 1) Motif Banji Motif yang berdasarkan ornamen swastika (motif kuno), yang dibentuk serta disusun dari setiap ujung ornamen swastika kemudian dihubungkan satu sama lain dengan gais-garis (Sewan, 1980 : 218).Motif Banji digunakan sebagai penghias bidang pada kain yang terdiri dari motif isen-isen dan motif pengisi lain sehingga terlihat penuh. Buku “Batik Nusantara” dari Wulandari (2011 : 108) menjelaskan motif Banji digunakan untuk melambangkan perjuangan melawan ketidakadilan.
19
Gambar 9. Motif Banji Banyumas Sumber: Sewan, 1980:219 2) MotifCeplok eplok
Gambar 10. Motif Ceplok Kembang Cengkeh Sumber: Hamzuri, 1994 : 70 Motif yang terdiri gambar-gambar gambar gambar yang berasal dari bentuk-bentuk lingkaran, bintang, persegi perse panjang, jajaran genjang, atau bentuk-bentuk bentuk lain yan yang disusun dalam tatanan persegi.Sewan persegi Sewan (1980 : 221) menjelaskan motif Ceplok artinya dalam Jawa “keplok” atau “ceples” sehingga sesuai dengan bentuk yang digambarkan. Beberapa nama motif Ceplok yaitu CeplokNogo Nogo Sari, Ceplok Kesatrian, Ceplok Supit Urang, U Ceplok Truntum,Ceplok Cokra Kusuma usuma.
20 3) Motif Nitik N (anyamanatautenunan) Motif yang tersusun dari garis-garis putus, titik-titik titik dan variasinya sehingga menyerupai anyaman maka disebut juga motif anyaman anyaman. Motif ini dianggap motif if asli dan tergolong motif tua. Nama-nama Nama nama motif Nitik yaitu NitikRengganis, Rengganis, Nitik Cakar Ayam, Nitik Kembang Blimbing, Blimbi , dan lain sebagainya (Sewan, 1980 : 224).
Gambar 11. Motif NitikCakar Ayam Sumber: Rabi’ah, 2000 : 84 4) MotifKawung awung Motif ini terbentuk te oleh susunan lingkaran atau oval diilhami dari buah aren yang dibelah dan tersusun diagonal dua arah. Bila diperhatikan susunan biji-bijian bijian ini terukur. Memiliki empat bentuk oval sehingga motif utama yang tersusun dalam sebuah lingkaran (Soeharto, ( dkk, 1997 : 45). 45).Motif ini melambangkan raja dengan d dikelilingi empat orang patih atau tau juga merupakan lambang pancapat.Tafsirkan Tafsirkan lain jika pola ini menggambarkan teratai yang sedang mekar dengan empat kelopak. Nama-nama Nama dari motif Kawung didasarkan pada besar kecilnya Kawung awung tersebut, seperti: a) Kawung berbentuk kecil-kecil (KawungPicis). ). Picis adalah Kawung yang berbentuk kecil-kecil kecil menyerupai bentuk mata uang dari logam
21 yang paling kecil. Ragam hias ini ada sejak 2000 SM dan baru dimunculkan pada batik setelah ditemukan canting dan dinamai KawungPicis (Ambar, 2011 : 42). b) Kawung yang berukuran agak besar disebut Kawung awungBribil. Bribil adalah mata uang logam yang besarnya lebih dari Picis (Sewan, 1980 : 226). c) Kawung yang lebih besar dari KawungBribil disebut KawungSen (Sewan, 1980 : 226).
Gambar 12. Motif KawungPicis Sumber: Ahya, 2013 : 22 5) Motif Parang arang Motif motif m ini tersusun membentuk garis-garis garis sejajar dengan sudut miring 45 derajad. Ragam agam hias khas dalam motif Parang berbentuk belah ketupat disebut mlinjon. Motif otif yang tersusun miring tidak terdapat mlinjon disebut Lereng.. Contoh motif Lerengialah motif Udan Liris, motif Pring Sedapur Sedapur, dan motif Sekar Kopi. Motif otif Parang yaitu motif ParangRusak, motif Parang Kusuma Kusuma, motif Parang Rusak Barong, Barong motif Parang Gondosuli,, dan lain sebagainya (Sewan, 1980 : 227).
22
Gambar 13. Motif ParangKusuma Sumber: Ahya, 2013 : 18 b. Motifnon geometris g Motif non geometris memiliki susunan susunan motif yangtidak teratur, tidak dapat diukur secara pasti, dapat terjadi terjadi pengulangan seluruh motif seperti motif Semen, motif Lung-lungan lungan dan motif Buketan (Soeharto, dkk,, 1997 : 45). Motif non geometris terdapat ornamen-ornamen yang digunakan yaitu tumbuhan, meru, pohon hayat,, candi, binatang, burung, garuda, ular atau naga naga tidak teratur menurut bidang geometris. 1) Motif
Buketan,
terdiriataskuncupdaun-daunansertabunga daunansertabunga-
bungaan.Motif terdiri dari rangkaian bunga atau kelopak bunga, kupu kupu-kupu, burung, atau berbagai satwa kecil sehingga membentuk membentuk satu kesatuan yang selaras dan dapat dijumpai jumpai pada batik pedesaan dan batik saudagaran (Doellah, 2002 : 21)
23
Gambar 14. Motif Buketan Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 72 Motif Semenmerupakan merupakan ragam hias batik yang tersusun secara bebas dan memiliki pakem pada ornamen-ornamennya. ornamen Kata semen berasal dari kata semi yang berarti bersemi. Golongan semen s dibedakan menjadi tiga macam yaitu motif Semen terdiri dari ornamen tumbuh-tumbuhan tumbuh tumbuhan saja (bunga, kuncup bunga dan daun), motif Semen terdiri dari ornamen tumbuhan dan binatang (bunga, daun ddan binatang), dan motif Semen terdiri dari ornamen tumbuhan, binatang, lar-laran atau binatang bersayap. Ragam hias utama yang menjadi ciri khas motif Semen yaitu meru (Sewan, 1980 : 213).
Gambar 15. Motif SemenGurdo Sumber: Doellah, 2002 : 27
24 2) Motif Lung-lungan, L Doellah llah (2002 : 20) menjelaskanmotif Lunglungan ini memiliki ragam hias tidak lengkap seperti semen serta tidak menggunakan meru.. MotifLung-lungan Motif seperti motif Babon Angkrem dan Grageh Waluh.
Gambar 16. Motif Lung-LunganGrageh Grageh Waluh Sumber: Doellah, 2002 : 28 5. Unsur-Unsur Motif otif Batik a. Warna batik Batik memiliki komponen dasar yaitu warna, garis, dan titik memiliki peran penting dalam arti simbolis dan membuat suatu batik menjadi menarik. 1) Warna Karya desain n atau karya seni dan kerajinan unsur warna menjadi salah satu kekuatan dan kekayaan tersendiri sebagai sebagai identitas lokal. Z Zat warna yang digunakan dalam batik ada dua yaitu: zat warna nabati dan zat warna sintetis (Lisbijanto, sbijanto, 2013 : 53). a) Zat warna nabati Zat warna nabati (alam) adalah zat warna warna yang diperoleh dari alam atau tumbuh-tumbuhan tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar zat pewarna nabati (alam alam) tidak pudar dan dapat menempel dengan baik, maka hal pertama pada proses pewarnaan dengan mordanting. Proses mordanting yaitu
25 memasukkan unsur logam ke dalam serat. Bahan pewarna alam yang bisa digunakan untuk batik dapat diambil pada tumbuhan bagian daun, buah, kulit kayu, atau bunga. Dihasilkan warna merah dari kulit akar, warna soga dihasilkan oleh tiga jenis tanaman yang digabungkan atau diekstrak bersama-sama antara lain tingi, jambal, dan tegeran.Ada tiga tahap proses pewarnaan alam yang harus dikerjakan yaitu: proses mordanting,proses pewarnaan atau pencelupan, dan proses fiksasi (Wulandari, 2011:79). b) Zat warna sintetis Zat warna sintetis atau zat wana kimia mudah untuk diperoleh, stabil dan praktis pemakaiannya. Zat warna sintetis yang banyak dipakai untuk pewarnaan batik yaitu zat warna remasol, napthol dan indigosol. Zat warna ini dapat dipakai secara pecelupan dan dicolet (Wulandari, 2011 :80). 2) Garis Menurut Lisbijanto (2013 : 55) dalam buku “Batik” menjelaskan garis merupakan goresan diatas permukaan yang memiliki arti. Motif batik memiliki fungsi garis sebagai pembatas atau memperindah motif itu sendiri. Garis tidak lurus tetapi garis yang memiliki ketebalan yang menyesuaikan dengan motif. Garis menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi garis lengkung, garis putusputus, garis gelombang, garis zig-zag, garis lurus, dan garis imajinatif. 3) Titik Titik dalam batik berfungsi untuk mengisi pola yang ada atau bagian dari isen-isen. Dibutuhkan alat bantu untuk membuat titik yang disebut dengan canting(Lisbijanto, 2013 : 55).
26 b. Motif Motif dan pola memiliki pengertian yang berbeda. Motif merupakansusunan dari motif utama, motif pengisi, dan motif isian (isen). Pola batik merupakan perulangan motik di atas kain. Ragam hias/ornamen memiliki pengertian yang hampir serupa corak, yaitu corak hiasan berupa gambaran dari “irama” berwujud garis atau bidang sebagai pengungkap ekspresi (Ambar, 2011 : 113). Tiga unsur pokok dan perlu diperhatikan dalam membuat motif batik yaitu: ornamen utama, ornamen tambahan, dan isen-isen. Tiga unsur pokok tersebut memiliki penjelasan yang sama dengan motif utama, motif pengisi dan isian (isen) dari Dharsono Sony Kartika untuk menganalisisestetika motif batik. 1) Ornamen utama Ornamen utama adalah ragam hias/corak yang menentukan motif utama dalam sebuah batik yang masing-masing mempunyai makna. Termasuk ornamen pokok/utama ini antara lain: ornamen meru, ornamen pohon hayat, ornamen burung, ornamen ular danornamen lidah api (Sewan, 1980 : 212). 2) Ornamen tambahan Ornamen tambahan adalah ragam hias/corak yang tidak mempunyai arti didalam motif melainkan pengisi atau motif selingan untuk melengkapi ornamen utama (Sewan, 1980 : 212). 3) Isen-isen Isen-isenadalah pengisi ornamen utama dan ornamen tambahan yang berupa garis, titik, garis dan titikyang berukuran kecil dan rumit memerlukan ketelitian sehingga menciptakan sebuah keindahan pada motif secara keseluruhan (Wulandari, 2011 : 105). Motif batik klasik isen-isen menjadi unsur-unsur penentu
27 bentuk kehalusan hasil dan proses pembuatan khususnya yang kecil kecil-kecil. Isenisen memiliki nama yang berbeda-beda sesuaii bentuknya. Ragam hias isen-isen dapat dikelompokkan dalam dua jenis j yaitu pengisi latar kain antara corak utama dan pengisi isi bidang di dalam ragam hias (Soeharto, (Soeharto dkk,, 1997 : 50) bberikut macam-macam isen-isen isenpada motif batik:
28
29
30
Gambar 17. Isen-IsenBatik Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 48
31 6. Teori Estetika Teori yang digunakan sebagai landasan dalam pengkajian tentang batik tradisi Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta adalah pendekatan berdasarkan estetika menurut Darshono Sony Kartikayang didukung oleh pendapat estetika dari Agus Sachari. a. Estetika Kebudayaan merupakan pola-pola tingkah laku dan pola-pola bertingkah laku, baik eksplisit maupun implisit yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dan karakteristik dari kelompok manusia, termasuk perwujudannya sebagai benda-benda ataupun materi. Tradisi dalam suatu masyarakat dapat berubah, tetapi nilai-nilai budaya yang dianggap adiluhung tetap dilestarikan. Seni tradisi klasik Jawa yang membuahkan kesenian “adiluhung” bukan kebetulan. Seperti seni batik klasik tradisional bukan muncul sebagai produk kebetulan, tetapi mengalami proses yang panjang dan berkaitan dengan sistem dialek budaya dan kekuasaan saat itu (Dharsono, 2015 : 1-2, 83). Melestarikan dan mengembangkan seni tradisi klasik sebagai media pendidikan. Batik dapat dikatakan seni pertunjukan sebab sarana seni yang mengandung nilai yang kental dengan kekuatan kosmis-magis. Kekentalan kosmis-magis sebuah kekuatan yang menjadi dasar munculnya local-genius. Digambarkan seni yang religius menjadi seni sebagai dakwah (ajaran atau tuntunan) dan sebagai pertunjukan (tontonan), setelah periode Islam dapat disebut seni sebagai tuntunan dan tontonan (Dharsono, 2015 : 42-43). Kajian batik dari sudut pandang estetika merupakan kajian makna, bentuk visual, pola atau motif batik, dan warna. Darsono (2007 : 217-218) dalam buku pengantar estetika menjelaskan struktur batik merupakan struktur atau prinsip dasar penyusun batik yang terdiri dari unsur pola atau motif batik yang disusun
32 berdasarkan pola/struktur yang sudah baku. Pola terdiri dari motif utama, motif pengisi (pelengkap), dan isian (isen). 1) Motif utama, Merupakan unsur pokok berupa gambar-gambar dari wujud tertentu. Motif utama merupakan unsur (elemen) pokok maka sering disebut ornamen pokok (utama). Pada kesenian klasik, motif utama merupakan motif yang mengandung falsafah atau ajaran (tuntunan). 2) Motif pengisi (pelengkap). Merupakan pola berupa gambar-gambar yang dibuat untuk mengisi bidangmotif utama ataudalam pola batik. Berbentuk lebih kecil dan tidak turut memberikan arti atau jiwa pola tersebut, ini disebut ornamen pengisi. Fungsinya untuk melengkapi tatasusun dalam pembuatan pola dan dan menghias pola. 3) Isian(isen) Berfungsi untuk memperindah pola secara keseluruhan baik ornamen pokok maupun ornamen pengisi. Isian berupa hiasan, titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis (dalam tari disebut variasi gerak). Biasanya isen dalam seni batik mempunyai bentuk dan nama tertentu dan jumlahnya banyak (Dharsono, 2015: 43-44).Penggambaran pola/motif pada tata susun terdapat di daerah Indonesia dengan berbagai variasi dan ciri khas daerah masing-masing. Menganalisis estetika bentuk seni batik merupakan sebuah tontonan dan tuntunan dapat diperkuat pandangan estetika dari Agus Sachari jika dalam bentuk yang terdiri dari pengulangan ragam hias/corak tersusun menjadipola, kemudian diulang kembali dengan indah menjadi motif yang mengandung nilai falsafahsehingga disebut motif utama sebab memiliki simbol dan makna. Peran
33 motif pendukung, isen sebagai penambah nilai keindahan sehingga terlihat sebagai daya perkembangannya motif batik Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta. Filsafat yang membahas esensi dari totalitas kehidupan estetik dan artistik yang sejalan dengan zaman. Estetika tidak lagi menyimak keindahan dalam pengertian konvensional, melainkan telah bergeser ke arah sebuah wacana dan fenomena. Estetika dalam karya seni modern, jika di dekati melalui pemahaman filsafat seni yang merujuk pada konsep-konsep keindahan zaman Yunani atau abad pertengahan karena estetika bukan hanya simbolisasi dan makna, melainkan juga daya (Sachari, 2002 : 3). b. Makna Menjelaskan jika seorang penafsir terikat empat aspek tematis dalam menafsirkan makna. Pertama, tidak memiliki awal sebagai penafsiran makna. Kedua, tidak memiliki pandangan yang menyeluruh untuk memahami suatu objek dalam sementara. Ketiga, tidak ada keadaan yang mutlak membatasi karena tidak memiliki penafsiran secara keseluruhan. Keempat, fenomena yang dilihat manusia tidak memiliki sifat tertutup, maka terdapat peluang untuk memadukan antara fenomena (Fitriani, 2015 : 29). Proses pemaknaan dianggap penting dalam sebuah objek kebudayaan baik secara subyektif maupun secara lebih luas. Makna yang terdapat pada objek-objek budaya yang dihasilkan oleh satu generasi sebelumnya, maka karya-karya yang dihasilkan akan hilang dalam peradaban umat manusia dikemudian hari (Fitriani, 2015 : 30). Tomy F awuy sebagai sarjana filsafat dalam keindahan, pengamat melihat dari permasalahan yang muncul. Kondisi apresiasi estetik masyarakat dalam memahami dan menempatkan seni yang mulai kehilangan maknanya sehingga mempengaruhi kedangkalan apresiasi (Sachari, 2002 : 63-64). c. Simbol
34 Estetika yang penting adalah mengupas simbolisme karena manusia bukan saja sebagai makhluk pembuat alat, melainkan juga sebagai makhluk pembuat simbol melalui bahan-bahan visual. Proses simbolisasi suatu objek estetika menjadi penting karena makna secara tajam dapat diamati pada proses penyimbolan satu fenomena atau juga penyimbolan gagas estetik (Sachari, 2002 : 14). Cassirer mengemukakan gagasan-gagasan tentang bentuk simbolis adalah karya estetis bukanlah semata-mata reproduksi dari realitas yang “selesai”. Seni merupakan satu jalan ke arah pandangan objektif atas benda-benda dan kehidupan manusia. Seni mengajarkan manusia untuk menjadikan benda-benda itu berwujud rupa, bukan hanya konseptualisasi atau pemanfaatan tetapi menyajikan realitas yang lebih kaya, lebih hidup, dan penuh warna-warni, sehingga wawasan estetis menjadi lebih menukik ke dalam struktur formal realitas (Sachari, 2002 : 15-17). Langer berusaha merumuskan teori seni yang dekat dengan hasil teori simbol. Simbol estetis bukan suatu struktur atau konstruksi melainkan suatu kreasi utuh. Simbol tersebut memiliki makna tersendiri, tidak hanya menjadi unsur-unsur tunggal, tersusun dalam prinsip yang bersifat tidak teratur. “Susunan” secara umum memiliki “makna”, tetapi sebuah keteraturan tidak memiliki “makna”. Simbol estetika adalah satu atau utuh dalam menyampaikan pesan untuk diresapi dimana di dalamnya terdapat nilai-nilai yang hendak dikomunikasikan dan dapat dimengerti (Sachari, 2002 : 18-19). Hubungan erat dengan kepercayaan dan timbal balik antara simbol yang dipilih dengan benda yang disimbolkan terdapat dalam simbol. Bahasa Yunani menjelaskan simbol yaitu “simbolis” berarti “ciri”, “tanda”, sedangkan “lambang” merupakan suatu hal yag mengandung arti tertentu dan tersembunyi sama halnya dengan lampu merah sebagai tanda berhenti dan lain-lain.
35
d. Daya (pemberdayaan) Daya
berkaitan
dengan
pemberdayaan.
Pemberdayaan
memiliki
keterkaitan dengan upaya untuk mengimbangi kedayaan yang mengancam atau mendominasi suatu kegiatan yang mengalami hambatan untuk berkembang (Sachari, 2002 : 84). Beberapa ilmuan memaparkan daya (pemberdayaan), Robert Dahl
berpendapat
bahwa
pemberdayaan
merupakan
kekayaan
yang
mempengaruhi perilaku lain untuk bertindak sesuai kehendak pembuatnya. Pemberdayaan dinilai sebagai usaha memberi “daya” terhadap objek tersebut (Sachari, 2002 : 90). Pergeseran nilai pemberdayaan merupakan upaya untuk mengubah ekonomi maupun lingkungan sekitar daerah tersebut dengan cara yang khusus, berdasarkan bakat seseorang, kedayaan pribadi, maupun kedayaan cinta. Daya berpengaruh terhadap simbol dan makna. Dibutuhkan daya dalam proses perwujudan dari makna ke simbol agar dapat dikomunikasikan dengan baik. Begitu juga ketika mencoba menafsirkan simbol-simbol untuk mengetahui makna (Sachari, 2002 : 91).
36
B. Kerangka Pikir Model kerangka pikir / alur pikiran
Batik Keraton Yogyakarta
Batik Tradisi Giriloyo
Tontonan
Motif Utama:
Tuntunan
Motif Pengisi
Simbol dan Makna
Daya
Estetika Batik Tradisi di desa Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta Bagan 1. Kerangka Pikir / Alur Pikiran
Isian (Isen)
37 Pemahaman dasar dalam permasalahan yang akan diteliti dan teori atau pendekatan yang akan dipakai untuk mengkaji penelitian. Penulis mempelajari tentang batik kratonYogyakarta untuk memahami hubungan batik tradisi Giriloyo dengan kraton Yogyakarta. Hubungan tersebut memunculkan batik tradisi Giriloyo yang secara turun temurun dibuat hingga saat ini, serta proses membatik tetap menggunakan malam dan cantingtidak terpengaruh oleh perindustian batik lain yang menggunakan printing untuk membuat batik. Penulis menggali informasi untuk memperkuat dari beberapa buku-buku yang bersangkutan dengan obyek dan juga bisa dilakukan dengan observasi, wawancara, rekaman saat wawancara dengan para pelaku sejarah atau dengan siapapun yang masih ada hubungan dengan obyek penelitian.Data-data tentang batik-batik tradisi di Giriloyo sesuai jenis kelompok motif batik yang dijadikan sebagai dasar penulis untuk menggungkapkan sisi keindahannya dengan pendekatan estetika. Penulis menggunakan pendekatan estetika sebab seni motif tradisional terdapat simbol-simbol dan makna yang dibuat dengan adanya keinginan untuk menyampaikan pesan-pesan. Peneliti mengkaji menurut Dharsono Sony Kartika dalam estetika batik meliputi tontonan berupa visual pada motif utama, motif pengisi dan isian(isen) dari sebuah motif batik. Tuntunan berupa filosofi pada motif utama yang terkait oleh estetika Agus Sachari dari simbol, makna dan daya. Tuntunan berkaitan dengan simbol dan makna berupa wujud bentuk motif utama dan warna mengandung harapan yang akan disampaikan. Terlihat juga sebuah daya berasal dari pengaruh kondisi sosial masyarakat agar melakukan pengembangan melestarikan sebuah tradisi membatik yang sudah dilakukan turun temurun.