BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation Peneliti memilih metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation dengan alasan melalui penerapan metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation siswa dapat lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sehingga pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan lebih baik karena adanya timbal balik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Peran guru sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Satori, dkk (2008:23), fungsi dan peran guru adalah sebagai motivator dan inovator dalam pembangunan pendidikan, perintis dan pelopor pendidikan, penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan dan pengabdian. Sebagai motivator guru harus mampu untuk meningkatkan motivasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu cara untuk membangkitkan keaktifan siswa dalam pembelajaran adalah dengan menggunakan metode yang tepat, inovatif dan menarik bagi siswa. Santyasa (2007) mendefinisikan metode pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan demikian
metode
pembelajaran
sangat
penting
untuk
merancang
atau
memperesiapakan proses penyampaian materi ajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Cooperative Learning tipe Group Investigation merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang inovatif. Slavin (2010:216) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa bekerja dalam kelompok dan saling membantu untuk menguasai materi pelajaran. Interaksi tersebut mengandung makna bahwa belajar kooperatif secara nyata semakin meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar dari teman
8
9
sekelompok dalam berbagai sikap positif. Belajar kooperatif dapat meningkatkan sikap sosial dan kemampuan kognitif. Terdapat dua teori utama yang mendasari metode Cooperative Learning tipe Group Investigation yaitu teori motivasi dan teori kognitif. Teori motivasi menekankan pada insentif-insentif yang diperlukan untuk akademik sedangkan teori kognitif menekankan pada akibat yang ditimbulkan dari kerja kelompok. Teori motivasi membahas tujuan dan penghargaan yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran kooperatif. Salah satu ciri dari pembelajaran kooperatif adalah adanya saling ketergantungan pada kesuksesan atau kegagalan kerja kelompok. Siswa bisa berhasil mencapai tujuan pembelajaran bila kelompoknya juga berhasil mencapai tujuan tersebut. Teori kognitif yang diterapkan dalam pembelajaran kooperatif ada dua yaitu teori perkembangan dan elaborasi. Teori perkembangan berasumsi bahwa interaksi antar siswa dalam menyelesaikan sebuah tugas dapat meningkatkan penguasaan materi. Pada saat seorang siswa berinteraksi dengan siswa lain, mereka harus menjelaskan dan mendiskusikan pendapatnya. Kegiatan ini dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. Usaha untuk memecahkan konflik yang muncul pada saat aktivitas kooperatif dapat meningkatkan pemahaman siswa. Teori elaborasi menyatakan salah satu cara belajar yang sangat efektif adalah dengan menjelaskan materi pelajaran kepada orang lain. Aktivitas belajar kooperatif menekankan pada berpikir elaboratif dan sangat potensial untuk meningkatkan kedalaman pemahaman, kualitas penalaran, dan ingatan jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Cooperative Learning tipe Group Investigation merupakan metode pembelajaran yang efektif di sekolah dasar dan metode ini dianjurkan untuk diterapkan dalam pembelajaran (Winarta, 2006:76). Namun pada kenyataan yang terjadi masih banyak guru yang menerapkan metode pembelajaran ceramah.
10
Joyce, Weil, Calhoun (2011:307) menyatakan bahwa “belajar berdasar aktivitas secara umum jauh lebih efektif dari pada yang didasarkan ceramah, materi dan media”. Hal ini memberikan asumsi bahwa belajar yang baik adalah mengajak atau melibatkan siswa untuk terlibat sepenuhnya baik fisik, mental, indera dan pikiran. Melalui gerakan fisik dapat meningkatkan proses mental yang dikontrol oleh aktivitas otak melalui proses berpikir untuk memecahkan masalah menjadi lebih mudah. Inilah inti dari materi pembelajaran dengan strategi kelompok diksi. Sehingga penggunaan metode Cooperative Learning tipe Group Investigation sangat cocok untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Menurut Huda (2011:123) Group Investigation adalah suatu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh sharan dan sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan teknik-teknik pengajaran di ruang kelas. Menurut Suprijono (2012:93) mengemukakan bahwa penggunaan metode Group Investigation maka setiap kelompok akan bekerja untuk melakukan investigasi sesuai dengan masalah yang sedang dibahas. Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan pembelajaran dengan menggunakan Group Investigation adalah pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Kondisi ini ternyata sejalan dengan apa yang dikemukakan Narudin (2009) Group Investigation merupakan salah satu bentuk metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam proses belajar mengajar. Slavin (2010:214) mengemukakan enam langkah pembelajaran menggunakan Metode Group Investigation yaitu: 1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok) 2. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa). 3. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi).
11
4. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji,moderator, dan notulis). 5. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan). 6. Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing).
Menurut Huda (2011:124) langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode Group Investigation terdiri dari: 1. Siswa dibentuk kedalam kelompok kecil secara heterogen 2. Masing-masing kelompok diberi tugas/ proyek 3. Setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitian didepan kelas. 4. Selama proses penelitian atau investigasi siswa akan terlibat dalam aktivitas berpikir tingkat tinggi, seperti sintesis, meringkas, hipotesis, dan kesimpulan. 5. Menyajikan laporan akhir Metode ini melatih siswa untuk membangun pengetahuan mereka sendiri secara aktif dan tekanan terletak pada proses pembelajaran yang berlangsung, selain pada hasil yang akan dicapai dan menekankan pada partisipasi siswa dan guru. Peran guru dalam pengajaran dengan menggunakan metode group investigation adalah sebagai fasilitator yang terlibat dalam proses kelompok (membantu pembelajar dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok) serta beberapa kebutuhan dalam sebuah penelitian (pengetahuan tentang metode yang digunakan). Guru berfungsi sebagai konselor akademik, dimana saat siswa mengalami kebingungan maka guru membantu mereka dalam memecahkan masalah dan mengumpulkan data yang relevan. Dalam pelaksanaan
12
pembelajaran dengan menggunakan metode Group Investigation terdapat dampak instruksional dan dampak pengiringnya sebagaimana dikemukakan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun (2011:322) yaitu Dampak instruksional: 1. Proses dan pengelolaan kelompok efektif 2. Pandangan konstruktifis tentang pengetahuan 3. Disiplin dalam penelitian kolaboratif Dampak pengiring: 1. Kemandirian sebagai pembelajar 2. Penghargaan pada martabat orang lain 3. Penelitian sosial sebagai pandangan hidup 4. Kehangatan dan interpretasi interpersonal Dampak instruksional dan dampak pengiring tersebut merupakan manfaat dari metode Group Investigation, disamping merupakan penelitian akademik yang mandiri bagi siswa, metode ini juga memadukan interaksi sosial dalam proses pembelajarannya sehingga timbul hubungan yang positif antar siswa, selain itu juga meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-teman yang berbeda dengan dirinya, baik itu ras, etnik, maupun dari sisi akademis. Selain itu juga meningkatkan rasa kepedulian dan ketergantungan yang positif antar sesama. Beberapa hal penting yang harus diketahui dalam pelaksanaan metode Cooperative Learning tipe Group Investigation menurut Slavin (2010:215) berpendapat bahwa hal tersebut diantaranya : 1. Menguasai kemampuan kelompok Kesuksesan implementasi dari group investigation sebelumnya menuntut pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial untuk memperoleh informasi. Fase ini sering disebut sebagai meletakkan landasan kerja atau pembentukan tim. Merencanakan ukuran kelompok (jumlah anggota setiap kelompok) dibutuhkan untuk menghindari terjadinya ketidakseimbangan kerja antar kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi antar siswa serta meningkatkan rasa saling menghargai dalam perbedaan (jenis kelamin
13
serta kemampuan pemahaman), selain itu semakin kecil kelompok, maka membuat semua anggota didalamnya aktif terlibat dan berpatisipasi. 2. Perencanaan kooperatif Penting bagi Group Investigation adalah perencanaan yang kooperatif. Siswa menentukan apa yang akan mereka investigasikan sehubungan dengan upaya untuk “ menyelesaikan masalah yang mereka hadapi; siapa akan melakukan apa; dan bagaimana mereka menampilkan proyek mereka yang sudah selesai ke hadapan kelas “. Biasanya ada pembagian tugas dalam kelompok yang mendorong tumbuhnya interdependensi yang bersifat positif di antara anggota kelompok. Siswa bersama-sama melakukan penyelidikan masalah dengan menggali sumber yang dibutuhkan serta membagi tugas dan kemudian mempresentasikannya di hadapan kelompok lain. 3. Peran guru Kelas yang melaksanakan proyek Group Investigaton, guru hanya bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator. Guru tersebut berkeliling di antara kelompok-kelompok yang ada dan untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya, dan membantu setiap kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran. Metode Group Investigation dapat meningkatkan keaktifan siswa, melalui kegiatan penelitian serta penyajian hasil penelitian, selain itu juga aspek emosional lebih penting karena mereka belajar bagaimana bekerja dengan kelompok. Berdasarkan pendapat Slavin (2010:215) dan Huda (2011:128), maka dapat dikaji langkah-langkah yang harus dilakukan guru pada pembelajaran menggunakan Group Investigation yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari: Pra pembelajaran 1. Guru menyiapkan ruang,alat dan media pembelajaran 2. Guru mengatur tempat duduk siswa 3. Mengatur kesiapan siswa menerima pembelajaran
14
Kegiatan awal pembelajaran 4. Guru menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai 5. Guru melakukan kegiatan apersepsi/ mengidentifikasi topik Kegiatan inti pembelajaran 6. Mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok/ Grouping Pada tahap ini para siswa bergabung dalam kelompoknya yang dibentuk secara heterogen (baik itu dari jenis kelamin, kemampuan akademik (nilai pretest yaitu nilai rendah, sedang, dan tinggi), dan etnik). 7. Merencanakan tugas yang akan dipelajari/ Planning a. Kelompok mendiskusikan bersama didalam kelompok hal apa yang ingin mereka ketahui terkait dengan topik yang telah ditentukan. b. Kelompok menentukan apa yang akan mereka ketahui terkait topik dengan kalimat tanya. c. Setiap kelompok merencanakan koordinasi pembagian tugas masingmasing anggota dalam kelompok 8. Melaksanakan investigasi/ Investigation Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah: a. Guru mengarahkan siswa pada sumber informasi yang bisa diakses (perpustakaan: majalah, buku, interner, dan ahli (guru). b. Siswa mengumpulkan informasi dari sumber yang telah diarahakan guru. c. Siswa mendata informasi. Ditahap ini siswa melakukan pengamatan terhadap obyek yang akan diteliti, serta mengumpulkan data dari pengamatan, baik itu berupa gambar maupun data tertulis. Dalam kegiatan ini para anggota kelompok berkontribusi/ berpartisipasi untuk usaha yang dilakukan kelompoknya serta selama proses siswa bertukar pendapat dan berdiskusi.
15
9. Menyiapkan laporan akhir/ Organizing Tahapan yang terdapat dalam tahap ini yaitu: a. Mengorganisasi/ menata data yang diperoleh melalui kegiatan investigasi b. Menulis laporan c. Merencanakan presentasi laporan: penentuan penyaji, moderator, dan notulis. d. Waktu/ durasi 10. Mempresentasikan laporan akhir/ Presenting a. Setiap kelompok mempresentasikan hasil penelitian b. Presentasi dilakukan secara klasikal
Salah
satu
kelompok
menyajikan,
kelompok
lain
mengamati,
mengklarifikasi, dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan sehingga semua siswa dapat mendengarkan penjelasan materi dari kelompok lain yang berbeda materi dengan kelompoknya. c. Bagian presentasi tersebut melibatkan pendengar aktif, dalam hal ini yaitu teman sekelas mereka.
Kegiatan akhir pembelajaran 11. Evaluasi/ Evaluation Dalam tahap meliputi: a. Para siswa saling memberikan umpan balik berupa masukan, kritik, saran, dan pujian mengenai topik yang mereka presentasikan. Berbagi pengalaman mengenai proses kerjasama kelompok antar anggota. b. Setiap kelompok mendata informasi dan menyimpulkan informasi dari kelompok lain.
16
c. Guru melakukan konfirmasi tentang informasi dari masing-masing kelompok guna mengecek/ memastikan kebenarannya. Selain itu guru dan siswa mengevaluasi proses pembelajaran (menejemen waktu, pembagian tugas dalam kelompok, dan keefektifan pencarian informasi). 12.
Guru
mengadakan
refleksi
untuk
mengetahui
apakah
tujuan
pembelajarannya yang ditentukan tercapai atau tidak.
Berdasarkan tahapan pembelajaran Group Investigation menurut Slavin (2010:215) dan Huda (2011:124) tersebut, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
adalah
pembelajaran
yang
mengikutsertakan
siswa
dalam
pembelajaran bahkan semua kegiatan dari tahap perencanaan hingga evaluasi dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini siswa lebih aktif dalam belajar disamping juga belajar untuk bersosialisasi dengan teman lainnya.
2.1.2 Keaktifan Belajar Peneliti tertarik dengan keaktifan belajar siswa dalam proses belajar mengajar dengan alasan pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif dan siswa tidak hanya mendengar dan menulis saja tetapi juga melibatkan semua aspek termasuk didalamnya emosional maupun mentalnya karena tanpa adanya keaktifan siswa maka pelajaran tidak berlangsung dengan baik. Dengan adanya keaktifan siswa dalam proses belajar/ pembelajaran maka pembelajaran menjadi lebih bermakna, dimana siswa mendapat kesempatan untuk turut berperan serta dalam kegiatan belajar serta belajar untuk bekerjasama dengan teman lain. Aunurrahman (2009: 119) menyatakan keaktifan belajar siswa dalam merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, dan dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran. Sehingga keaktifan siswa perlu digali dari potensi-potensinya, yang mereka aktualisasikan melalui aktifitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
17
Rochman Natawijaya dalam Depdiknas, 2005 : 31, belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”. Menurut Nana Sudjana (2007:72), keaktifan belajar siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam (1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; (2) terlibat dalam pemecahan masalah; (3) bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; (4) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah; (5) melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal; serta (6) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Keaktifan menurut Aunurrahman, Rochman Natawijaya , dan Nana Sudjana dapat diartikan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran yang aktif meliputi aspek kognitif afektif dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2009) dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Pendapat tersebut menyatakan bahwa yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah kesempatan bagi siswa untuk berperan serta sehingga keaktifan siswa saat pembelajaran timbul, bukan keaktifan guru. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamalik (2008:179) menyatakan bahwa saat bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup dimasyarakat. Dalam kegiatan belajar siswa hendaknya siswa turut mengambil bagian sehingga siswa akan lebih aktif mengikuti pelajaran dan dapat memperoleh pengetahuan sehingga dapat mengembangkan dan menerapkan ketrampilan yang didapatnya dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanan kegiatan belajar mengajar hendaknya menitikberatkan pada Student
18
Center sehingga mereka akan menemukan dengan sendirinya pengetahuan (inquiry). Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran memberikan peluang kepada siswa untuk lebih memahami gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah dan guru akan memperbaiki kesalahannya. Jadi sangat sesuai apabila dilakukan
penerapan metode
Cooperative Learning tipe Group Investigation, karena semua siswa aktif baik itu dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannnya. Pelaksanaan pembelajaran yang aktif adalah pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif dan siswa tidak hanya mendengar dan menulis saja tetapi juga melibatkan semua aspek termasuk didalamnya emosional maupun mentalnya karena tanpa adanya keaktifan siswa maka pelajaran tidak berlangsung dengan baik. Keaktifan siswa sangat besar nilainya bagi pengajaran para siswa (Hamalik, 2008:180) karena: 1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri 2. Berbuat sendiri akan mengambangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral 3. Memupuk rasa kerjasama yang harmonis dikalangan siswa 4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri 5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis 6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru 7. Pengajaran
diselenggarakan
secara
realistis
dan
konkret
sehingga
mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindari verbalitas 8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas kehidupan di masyarakat.
19
Sejalan dengan pendapat Hamalik tersebut, maka dengan adanya keaktifan siswa dalam proses belajar/ pembelajaran maka pembelajaran menjadi lebih bermakna, dimana siswa mendapat kesempatan untuk turut berperan serta dalam kegiatan belajar serta belajar untuk bekerjasama dengan teman lain.
Kriteria Instrumen Keaktifan Siswa Wardani (2012:213) Kriteria Instrumen yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan atau pernyataan yang digunakan. Skala likert yang digunakan penulis berisi 20 butir pernyataan dengan 5 pilihan utnuk mengukur minat peserta didik. Skor butir pernyataan yang digunakan bersifat positif dengan pilihan sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (5,4,3,2,1). Skor tertinggi untuk instrument tersebut adalah 20 x 5 = 100 dan skor terendah adalah 20 x 1 = 20. Skor ini dikualifikasikan menjadi 2 kategori keaktifan yaitu kategori aktif dan kurang aktif . Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan keaktifan peserta didik dikatakan baik apabila skor angka keaktifan mencapai 75.
2.1.3 Hasil Belajar Menurut Sudjana (2010:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dimyati dan Mudjiono (2009:200) menyatakan bahwa belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar, sedangkan menurut Uno (2008) hasil belajar merupakan perubahan peilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang dengan lingkungannya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar tersebut dapat ada karena siswa telah melakukan proses belajar, dan dalam proses belajar tersebut siswa mendapat pengalaman dari pengajaran gurunya, baik itu langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi perubahan perilaku sebagai akibat dari pengaruh lingkungan belajarnya. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring (Dimyati dan Mudjiono). Dampak pengajaran yaitu hasil yang dapat diukur, seperti nilai rapor, angka dalam ijazah, sedangkan dampak pengiring
20
adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain atau suatu transfer data. Hasil belajar tidak hanya tertuang dalam nilai-nilai angka dalam rapor saja tetapi penerapan dari pengetahuan yang didapat merupakan hasil belajar, dimana mereka belajar dan kemudian menerapakn apa yang telah dipelajari. Hasil belajar yang ditandai oleh perubahan perilaku menurut Suprijono (2010:4) memiliki ciriciri: 1. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari 2. Kontinu atau kesinambungan dengan perilaku lainnya 3. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup 4. Positif atau berakumulasi 5. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan 6. Permanen atau tetap 7. Bertujuan atau terarah 8. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mencakup seluruh aspek kemanusiaan yang menjadi bekal untuk kehidupannya, terutama bagi siswa untuk mengahdapi kehidupan sosialnya kelak. Adapun tujuan penilaian hasil belajar menurut (Arifin, 2011:13) adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan 2. Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat, dan sikap peserta didik terhadap rogram pembelajaran 3. Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan 4. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan peserta didik
21
5. Untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik sesuai dengan jenis pendidikan tertentu 6. Untuk menentukan kenaikkan kelas 7. Untuk menetapkan peserta didik sesuai dengan potensi yang telah dimilikinya Oleh karena itu penilaian hasil belajar sangat bermanfaat, terutama bagi peserta didik. Bagi peserta didik, hasil belajar berguna untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan serta untuk mengetahui kelebihan atau potensi dan kekurangan yang dimilikinya. Adapun fungsi hasil belajar (Arifin, 2011:293) adalah sebagai berikut: - Fungsi formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik dan memperbaiki proses pembelajaran serta mengadakan remedial bagi peserta didik. - Fungsi sumatif, yaitu untuk menentukan nilai/ angka kemajuan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan laporan kepada pihak tertentu, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya peserta didik. - Fungsi diagnostik, yaitu untuk memahami latar belakang peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, dan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memecahkan kesulitan tertentu. - Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Berdasarkan fungsi hasil belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar tidak hanya menilai tentang bagaimana pemahaman siswa tetapi juga untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan, mengatasi kesulitan belajar peserta didik serta untuk mengontrol kemajuan peserta didik. Dalam penelitian ini, hasil belajar dari fungsi sumatif diartikan sebagai peningkatan kemampuan kognitif siswa yang diukur melalui pretest dan posttest guna memperoleh data berupa nilai.
22
2.1.4 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu Perngetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan poengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sulistyorini :2007-39). Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalan kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekannkan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. IPA diperlukan dalam kehidupam sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan ; pembelajaran salingtemas (Sains, Lingkumgan, Teknologi, dan Masyarakat) yang diarahkan pada penglaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara biujaksana. Pembelajaran
IPA
sebaiknya
dilaksanakan
secara
inquiri
ilmiah
(Scintientificinquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap Satuan Pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan (pengetahuan sendiri yang difalitasi oleh guru).
23
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Hasil penelitian tindakan kelas Devi (2010) dalam skripsinya yang berjudul “ Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) untuk meningkatkan pemahaman gaya magnet pada pembelajaran IPA bagi siswa kelas 5 SD Negeri 2 Wanaraja Wanarasa Banjarnegara tahun ajaran 2010/2011.” menyimpulkan bahwa penerapan metode Group Investigation dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar IPA ( magnet ) yang ditandai dengan kenaikan hasil belajar siswa. Peningkatan ini terlihat dari hasil pra tindakan sebesar 64,89 dan setelah dilakukan tindakan maka pad siklus I mencapai 67,32 dan pada siklus II menjadi 70,08. Winoto (2011) dalam skripsi PTK yang berjudul “Penerapan model Group Investigation untuk meningkatkan pembelajaran IPA kelas 5 SDN Kidul Dalem 2 Malang”
menarik
kesimpulan
bahwa
penerapan
pembelajaran
dengan
menggunakan model Group Investigation dapat meningkatkan pembelajaran IPA materi "Bumi dan Alam Semesta" pada siswa kelas 5 SDN Kidul Dalem 2 Malang. Kondisi awal siswa yang sebelum menggunakan metode group investigaton terlihat ramai, tapi keramaian itu tidak disebakan siswa membahas tentang pembelajaran tetapi karena hal lain selain itu pembelajaran masih berpusat pada guru / guru mendominasi. Dengan digunakannya pembelajaran dengan group investigation maka didapati hasil belajar yang meningkat, yaitu pada siklus I hasil belajar 55 % dan disiklus II mengalami peningkatan yaitu 75,93 %. Sedangkan pada aspek aktivitas siswa meningkat dari sebesar 42,34% pada siklus I dan pada siklus II meningkat menjadi 64,03%. 2.3 Kerangka Pikir Alur kerangka pikir yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka berpikir dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu adalah sebagai berikut :
24
Guru : belum menerapkan Kondisi awal
Tindakan
Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation Siklus I: Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation pada pertemuan I siswa dijelaskan bagaimana pembelajaran group Investigation akan dilakukan, dan pembagian kelompok, pada pertemuan II siswa melakukan Investigasi.
menerapkan Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation
Siklus II: Penerapan Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation pada pertemuan I dan II sesuai dengan anggota kelompok yang sama
Hasil Tindakan
Nilai pada mata pelajaran IPA rendah. Guru: Melakukan refleksi penerapan Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation namun keaktifan dan hasil belajar siswabelum mengalami peningkatan yang besar karena siswa baru mengenal Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation
Guru melakukan refleksi penerapan Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation keaktifan dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dengan terbiasanya siswa terhadap penerapan Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation
Diduga melalui penerapan Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar. Gambar 1 Skema Kerangka Pikir Pada kondisi awal proses pembelajaran guru belum menerapkan Metode Cooperative Learning tipe Group Investigation, sehingga nilai pada mata pelajaran IPA rendah. Kondisi tersebut mendorong penulis yang berkolaborasi dengan guru kelas untuk melakukan tindakan, tindakan yang diberikan berupa penerapan metode Cooperative Learning tipe Group Investigation, Group Investigation diterapkan pada siklus I pertemuan I dan pertemuan II, dimana pada
25
pertemuan ini siswa akan melakukan berbagai investigasi berkaitan dengan materi yang sedang di pelajari bersama kelompoknya sehingga akam mendorong siswa untuk bersikap aktif dalam mengikuti pelajaran. Sedangkan pada pertemuan III digunakan untuk uji kompetensi, kemudian setelah itu guru merefleksikan tindakan tersebut. Apabila tindakan pada siklus I belum dapat memenuhi KKM maka perlu diadakan tindakan pada siklus II, sehingga dari hasil tindakan penerapan Cooperative Learning tipe Group Investigation diduga dapat meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar siswa. 2.4 Hipotesis Tindakan Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation diduga dapat meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar dalam pembelajaran IPA kelas 5 SDN Sendangmulyo Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora.