BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1
Hakikat IPA “Sains atau IPA adalah usaha manusia untuk memahami alam semesta
melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan ” (Susanto, 2013:167). IPA atau Sains merupakan ilmu yang mempelajari alam semesta dan interaksi yang terjadi di dalamnya. IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam penerapannya IPA sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat ditelusuri. Dengan demikian, pembelajaran IPA melibatkan keaktifan siswa, baik aktivitas fisik maupun aktivitas mental, dan berfokus pada siswa, berdasarkan pada pengalaman keseharian siswa dan minat siswa. Maka dari itu minat siswa pada IPA sangat berperan penting dalam mengembangkan percaya diri dalam berpendapat, beralasan, dan mencari tahu jawaban. Hakikat pembelajaran IPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: produk, proses, dan sikap, Susanto (2013). Sutrisno (2007) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA juga sebagai teknologi. Hal ini memiliki maksud bahwa prosedur merupakan pengembangan dari proses sedangkan teknologi dari aplikasinya dan prinsip IPA sebagai produk. Sikap yang dimaksud adalah sikap ilmiah. Dalam pelaksanaannya IPA membutuhkan prosedur untuk melaksanakan proses dengan teknologi sebagai produk pengembangan prisip dan pengaplikasian IPA dalam kehidupan. Sedangkan, sikap ilmiah merupakan unsur yang dibutuhkan untuk menjalakan kesemuanya itu.
6
7
2.1.2
IPA di SD IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Susanto,2013). Dalam penerapannya IPA sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat ditelusuri. Pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Pendidikan IPA di sekolah dasar harus memberikan pengalaman serta kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bersikap terhadap alam, sehingga dapat mengetahui rahasia dan gejala-gejala alam. Konsep IPA di sekolah dasar masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tesendiri, seperti mata pelajaran kimia, fisika, dan biologi. Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP, 2006), dimaksudkan untuk: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
alam
dan
segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
8
2.1.3
Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif a. Pembelajaran kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang terdiri kelompok-kelompok kecil beranggota 4-6 siswa yang bersifat heterogen dan bekerja secara kolaboratif (Rusman, 2012). Dengan begitu model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang bersifat kelompok dilengkapi dengan keberagaman kemampuan siswa didalamnya dan bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif melibatkan seluruh partisipasi siswa dan guru hanyalah sebagai fasilitator. Menurut Hamruni (2012), strategi pembelajaran kooperatif memiliki dua komponen utama yaitu, komponen tugas kooperatif (cooperative task ) dan komponen struktur insentif (cooperative incentive structure).
Dia menambahkan bahwa struktur insentif merupakan
keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran, sehingga mencapai tujuan kelompok. Selain itu Suprijono (2012:61) juga mengatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik,
toleransi,
menerima
keberagaman,
dan
pengembangan
keterampilan”. Dengan demikian selain memberi dampak terhadap pembelajaran kooperatif, juga memberikan dampak terhadap relasi sosial yang baik antar siswa Rusman (2013: 211) dalam bukunya menyatakan ada enam langkah dalam pembelajaran model kooperatif, yang terlihat pada Tabel 2.1.
9
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tahap
Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan
Tahap 1 Menyampaikan Tujuan dan memotivasi siswa
dicapai pada kegiatanpelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar Guru menyajikan informasi atau materi kepada
Tahap 2 Menyajikan informasi
siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan
Tahap 3
Guru menjelaskan pada siswa bagaimana caranya
Mengorganisasikan siswa
membentuk kelompok belajar dan membimbing
ke dalam kelompok-
setiap kelompok agar melakukan transisi secara
kelompok belajar
efektif dan efisien
Tahap 4 Membimbing kelompok bekerja
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Guru mengevaluasi hasil belajartentang materi
Tahap 5
yang telah dipelajari atau masing-masing
Evaluasi
kelompok mempresentasikanhasil kerjanya Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
Tahap 6 Memberikan penghargaan
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Pembelajaran kooperatif erat hubungannya dengan kerja kelompok. Kerja
kelompok
sangat
berperan
penting
terhadap
keberhasilan
pembelajaran. Beberapa sudi menunjukan bahwa pembelajaran dengan kerja kelompok memberikan dampak yang lebih baik dari pada pembelajaran tradisional. Hal ini ditunjukan oleh Johnson dan Johnson (2000) seputar pembelajaran kooperatif versus pembelajaran kompetitif
10
dan individualistik. Slavin (2005), mengemukakan bahwa interasi diantara teman sebaya dapat membantu anak-anak yang non conservers (tidak mampu melihat kekekalan) menjadi conservers (mampu melihat kekekalan). Dalam arti lain bahwa teman sebaya akan mampu membantu siswa yang kurang mampu memahami materi dan menjadi paham akan materi.
Hudha (2013) mengatakan teman sebaya dapat dilatih untuk
membantu
pencapaian
akademik,
mengurangi
perilaku
negatif,
meningkatkan keterampilan bekerja dan belajar dan melatih keterampilan interaksional sosial. Selain itu, Sharan dalam Hudha (2013), berpendapat dengan peneliti lain bahwa performa siswa lebih efektif justru ketika mereka berada dalam kelompok-kelompok kecil (seperti, peer tutoring dan investigasi kelompok) dibandingkan dengan kelompok besar. Dengan kata lain semakin sedikit jumlah siswa dalam kelompok semakin efektif proses pembelajaran.
b. Tipe Group Investigation Group Investigation merupakan
bentuk model pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, keterlibatan siswa dilibatkan sejak awal perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran Huda (2013 :124) mengatakan, “selama proses penelitian atau investigasi, mereka akan terlibat dalam aktivitas berpikir tingkat tinggi, seperti
membuat
sintesis,
ringkasan,
hipotesis,
kesimpulan,
dan
menyajikan laporan akhir”. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.
11
Model
pembelajaran
kooperatif
dipandang
sebagai
proses
pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran (Rusman,2013). Menurut
Slavin
(2005),
terdapat
tahapan-tahapan
dalam
menerapkan pembelajaran model Group Investigation yang terdapat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Tahapan Model Kooperatif Tipe Group Investigation Tahap
Kegiatan Guru
Tahap 1
Guru memberikan kesempatan bagi siswa
Tahap mengidentifikasi
untuk memberikan kontruksi apa yang akan
topik dan membagi siswa ke
mereka
dalam kelompok
berdasarkan heterogenitas.
selidiki.
Kelompok
Kelompokan membagi anggota.
sub
dibentuk
topik kepada
Tahap 2
seluruh
Kemudian
membuat
Tahap merencanakan tugas.
perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber yang dipakai.
Tahap 3 Tahap membuat penyelidikan.
Siswa
mengumpulkan,
menganalisis
dan
mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengamplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap 4 Tahap mempersiapkan tugas akhir. Tahap 5 Tahap mempresentasikan tugas akhir.
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
12
Tahap 6
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang
Tahap Evaluasi.
telah diselidiki dan dipresentasikan.
Aktivitas yang dilakukan di dalam Group Investigation merupakan kegiatan sistemik keilmuan mulai dari mengumpulkan data, analisis data, sintesis, hingga menarik kesimpulan (Suprijono, 2009). Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, dalam metode investigasi kelompok ini siswa terlibat dalam perencanaan, baik topik yang dipelajarai maupun bagaiman jalannya penyelidikan mereka (Majid, 2013). Group Investigation merupakan model pembelajarn yang memerlukan pemikiran tingkat tinggi dan struktur kelas yang lebih rumit oleh karenanya model ini memiliki kekurang dan kelebihan.
c. Kelebihan dan Kekurangan GI Suatu strategi mempunyai keunggulan dan kekurangan, demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe GI. Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan (Robert E. Slavin, 2005), seperti di bawah ini: 1) Kelebihan Group Investigation
Membantu meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri yang bermacam-macam.
Pembelajaran yang terfokus pada siswa memungkinkan siswa menyerap pengrtahuan dengan baik.
Melatih kerja sama antar siswa sehingga meningkatkan pula keterampilan sosialnya.
Adanya pelatihan untuk meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif) dan group process skill (managemen kelompok).
Memberdayakan berbagai macam sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah.
Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif.
13
2) Kelemahan Group Investigation
Struktur kelas yang lebih rumit, sehingga memerlukan aturanaturan dalam penerapannya.
Tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak turut aktif, karena pendekatan ini mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran kegiatan mengobservasi dan menilai secara sistematis.
Memerlukan waktu belajar relatif lebih lama, karena GI memiliki 6 tahap pembelajaran.
Hanya mata pelajaran tertentu yang dapat menggunakan model ini.
Akan sulit terlaksana bagi guru yang kurang kesiapannya, karena menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik investigasi secara keseluruhan. Dengan melihat kelemahan dari Group Investigation, maka dari
itu, dibutuhkan strategi yang mampu mengatasi kesulitan yang kemungkinan ditemui dalam penerapan model ini. Peneliti mencoba untuk memberikan saran guna mensiasati kekurangan model ini berdasarkan kekurang-kekurangan di atas:
Untuk mensiasati struktur kelas yang rumit, maka dapat dapat dibentuk aturan terlebih dahulu dan dipastikan siswa memahami dan menaatinya.
Pemilihan kelompok yang heterogen dan pembagian tugas dalam kelompok sangat penting untuk mensiasati siswa yang kurang aktif. Sebelum melakukan investigasi, terlebih dahulu memastikan bahwa semua anggota mendapat bagian tugas yang jelas dalam kelompok.
Untuk mensiasati waktu belajar yang lama, dapat dipersingkat dengan memilih topik pembahasan yang tidak terlalu luas dan dapat dikurangi.
Dibutuhkan kekreatifan pendidik dalam menerapkan model ini di berbagai mata pelajaran. Apabila terdapat hal yang dirasa kurang cocok untuk mengaplikasikan model ini di dalam suatu mata pelajaran lebih baik jangan dipaksakan.
14
Persiapan selalu dibutuhkan dalam penggunaan model ini, hal ini dapat dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya.
2.1.4
Hakikat Hasil Belajar dan Sikap Belajar a. Hakikat Hasil Belajar Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap (Susanto, 2013). Hasil belajar meliputi perilaku berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, informasi, dan atau strategi kognitif yang baru dan di peroleh siswa setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu suasana atau kondisi pembelajaran. Hal itu merupakan sesuatu yang baru, bukan yang telah dimiliki siswa sebelum memasuki kondisi pembelajaran yang dimaksud. Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Slameto (2010:54-72) terdapat 2 faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri sendiri, contohnya faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh. Lebih lanjut, faktor psikologi yang meliputi intelengensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Faktor lain yang termasuk dalam faktor internal yaitu kelelahan. Faktor eksternal merupakan faktor yang dipengaruhi oleh keadaan di luar tempat belajar, misalnya keluarga, sekolah, serta masyarakat. Djamarah dan Zain dalam Susanto (2013:3), menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator berikut, yaitu: 1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tingggi, baik secara individual maupun kelompok. 2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.
Pada penjelasan di atas menunjukan bahwa ada dua hal menjadi tanda bahwa hasil belajar telah terpenuhi, yaitu pengetahuan siswa dan perilaku. Kemampuan siswa memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku yang ditunjukan oleh siswa merupakan dua hal yang tidak
15
dapat dipisahkan. Kedua hal inilah yang mendasari bahwa siswa telah mengalami proses pembelajaran. Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan dapat diketahui dengan melakukan evaluasi. Evaluasi yang pada akhirnya akan diijadikan tindak lanjut untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan. Keberhasilan prestasi belajar bukan hanya diukur pada tingkat penguasaan ilmu pengetahuan saja melainkan juga pada tingkah laku siswa yang berupa keterampilan dan sikap.
b. Ranah hasil Belajar Sudjana (2012), dalam bukunya menyatakan bahwa secara garis besar Bloom membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. 1.
Ranah kognitif berkenaan hasil belajar intelektual dibagi menjadi dua macam yakni kognitif tingkat rendah berupa pengetahuan atau ingatan dan pemahaman, serta kognitif tingkat tinggi meliputi aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Penilaian terhadap hasil belajar sangat membantu guru untuk
mengetahui tingkat kemajuan siswa dan mengumpulan informasi guna menyusun kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut. Hasil belajar sangatlah bermanfaat bagi guru maupun siswa untuk mengetahui tingkat kemampuan dan keberhasilan proses belajar mengajar. Penilaian dalam ranah kognitif dapat dilakukan dengan evaluasi produk. W. S, Winkle (2007: 540) menyatakan bahwa “melalui produk
16
dapat diselidiki apakah dan seberapa jauh tujuan intruksional telah tercapai.” Susanto dalam bukunya menambahkan bahwa evaluasi produk dapat dilaksanakan dengan mengadakan tes secara lisan maupun tertulis. Pada umunya dalam pembelajaran tes ini berupa ulangan baik itu harian, semester, dan umum. Sedangkan, penilaian pada ranah psikomotor dan afektif dapat dilakukan dengan observasi dan angket. c. Hakikat sikap dalam pembelajaran IPA SD Slameto (2010:188), mengatakan bahwa “faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap”. Sikap adalah salah satu yang dapat memberikan pengaruh pada tingkat kerhasilan siswa dalam belajar. Sikap baik yang dimilliki siswa tentunya akan membantu siswa dalam merespon pembelajaran. Slameto menambahkan bahwa “sikap sebagai penentu bagaiman individu bereaksi terhadap situasi serta menetukan apa yang dicari individu dalam kehidupan”. Hal ini menunjukan bahwa sikap tidak dapat dianggap remeh dalam proses pembelajaran. Sardiman (1996) mengungkapkan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun
objek-objek
tertentu.
Azwar
(dalam
Susanto,
2013)
mengungkapkan tentang struktur sikap yang terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif. Dalam hubungannya dengan hasil belajar siswa, sikap ini lebih diarahkan pada pengertian pemahaman konsep. Dalam pemahaman konsep, maka domain yang sangat berperan adalah domain kognitif. Sebelum melakukan penanganan sikap pada siswa, terlebih dahulu kita harus mengetahui darimana sikap itu terbentuk. Slameto (2010:189) dalam bukunya mengungkapkan bahwa sikap terbentuk dari bermacam cara antara lain 1. Melalui pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula melalui suatu pengalaman yang disertai penasaran yang mendalam (pengalaman traumatik).
17
2. Melalui Imitasi Peniruan dapat terjadi tanpa sengaja, dapat pula dengan sengaja. Dalam hal terakhir individu harus mempunyai minat dan arasa kagum terhadap mode, disamping itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal dan mengingat model yang hendak ditiru; peniruan akan terjadi lancar bila dilakukan secara kolektif daripada perorangan. 3. Melalui Sugesti Di sini seseorang membentuk suatu sikap terhadap obje tanpa suatu alasan dan pemiiran yang jelas, tapi semata-mata arena pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pendangannya. 4. Melalui Identifikasi Di sini seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi/ bukan tertentu disadari suatu keterikatan emosional sifatnya; meniru dalam hal ini lebih banyak dalam arti berbusana menyamai; identifiasi seperti ini sering terjadi antara aba dengan ayah, pengikut dengan pemimpin, siswa dengan guru, antara anggota suatu kelompok dengan anggota lainnya dalam kelompok tersebut yang dianggap paling mewakili kelompok yang bersangkutan.
Melalui uraian diatas dapat disadari atau tidak pendidikan sikap dapat dilakukan melalui empat hal diatas. Pembelajaran yang melibatkan salah satu dari empat hal di atas dapat membantu siswa dalam pembentukan sikap, karena pada hakikatnya memperbaiki sikap siswa dapat mulai melalui bagaimana sikap itu terbentuk. Dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar sikap ilmiah haruslah dikembangkan. Menurut Sulistyorini (2006), ada sembilan aspek yang dikembangkan dari sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA yaitu: 1. sikap ingin tahu 2. ingin mendapat sesuatu yang baru 3. sikap kerja sama 4. tidak putus asa 5. tidak berprasangka 6. mawas diri 7. bertanggungjawab 8. berpikir bebas 9. kedisiplinan diri
18
Sikap ilmiah tersebut dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran IPA seperti diskusi, percobaan, simulasi, dan kegiatan proyek di lapangan. Sikap adalah faktor yang penting dalam belajar, karena tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik. Sikap seseorang dalam belajar akan berpengaruh pada hasil belajar yang diperolehnya. “Sikap akan sangat tergantung kepada pendirian, kepribadian, dan keyakinannya, tidak dapat dipelajari atau dipaksakan, tetapi perlu kesadaran diri yang penuh” Susanto (2013: 2). Dengan demikian, perubahan sikap akan terjadi dengan baik apabila ada kesadaran dari siswa untuk mau berubah dan menerima nilai-nilai sikap yang didapat dalam pembelajaran.
2.2 Penelitian yang Relevan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sutanto (2012) dalam upaya meningkatkan hasil belajar IPA melalui model pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap siswa kelas V SD Negeri Gejayan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2011/2012 yang bertujuan untuk mengetahui
untuk
mengetahui
apakah
penggunaan
metode
Group
Investigation (GI) pada materi gaya, gerak, dan energy dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Gejayan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Tahun 2011/2012. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar dari tiap siklus dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Pada pembelajaran IPA dengan materi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan metode Group Investigation (GI) adapun hasilnya yaitu pada pra siklus ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 7anak dari seluruh siswa (21 siswa) yaitu sebesar 33 % dengan rata-rata 58. Sedangkan pada siklus I ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 14 siswa dari seluruh siswa (21 siswa) yaitu sebesar 66 % dengan rata-rata 69. Hal ini menunjukkan peningkatan ketuntasan belajar yang dicapai siswa yaitu sebesar 33 %. Sama halnya pada siklus II,
19
dari siklus I dengan ketuntasan sebesar 66% ,pada siklus II dapat meningkat menjadi 95% jadi mengalami kenaikan ketuntasan sebesar 31% dengan nilai rata-rata 83. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Pembelajaran menggunakan metode Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V Semester II SD Negeri Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Tahun 2011/2012. Berdasarkan hasil penulisan yang telah dilakukan, maka penulis dapat mengambil simpulan sebagai berikut : Pembelajaran menggunakan metode Group investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya, gerak.Saran yang dapat disampaikan peneliti berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah guru dalam melakukan pembelajaran hendaknya menggunakan metode Group Investigation (GI) agar siswa lebih aktif, kreatif, inovatif, dan senang. Dalam mendemonstrasikan gambar didalam kelas agar anak tidak jenuh dan dapat menggunakan miniature yang berhubungan dengan materi agar gambar lebih menarik. Selain itu masih ada satu penelitian yang dilakukan oleh Yan Putri Kirana Shinta (2010) untuk mendukung penelitian ini dengan judul “Pengaruh Cooperative Learning dengan Model Group Investigation Terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa XII IPS SMA Negeri 1 Krembung. Tahun Pelajaran 2010/2011”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan sikap belajar dan hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif model group investigation dengan siswa yang diajar menggunakan metode konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian quasy eksperimen. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa XII IPS SMA Negeri 1 Krembung tahun ajaran 2010/2011. Sedangkan sampel yang digunakan adalah siswa kelas XII IPS 1 sebagai kelas eksperimen dan XII IPS 3 sebagai kelas kontrol. Analisis hasil penelitian yang dipakai adalah uji beda rata-rata (Uji-T). Hasil penelitian ini yang pertama menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan sikap belajar antara kelas yang diajar dengan pembelajaran kooperatif model group investigation dengan siswa yang diajar dengan menggunakan metode
20
konvensional. Kemudian yang kedua menunjukkan ada perbedaan secara signifikan hasil belajar antara kelas yang diajar dengan pembelajaran kooperatif model group investigation dengan siswa yang diajar menggunakan metode konvensional. Dilihat dari dua penelitian yang revelan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperative tipe GI (Group Investigation) mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitan yang kedua yang dilakukan oleh Yan Putri Kirana Sinta belum terlihat perubahan yang signifikan dalam penggunaan model GI terhadap sikap siswa. Hal ini mungkin dikarenakan jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen, dengan perlakuan yang diberikan singkat sehingga perubahan sikap belum terlihat jelas. Penelitian kali diharapkan mampu memperbaiki sikap siswa dalam belajar, karena model penelitian ini adalah PTK yang membutuhkan watu lebih lama sehingga perbaikan sikap siswa dapat diketahui.
2.3 Kerangka Berpikir Kurangnya hasil belajar IPA selama ini disebabkan dua faktor, yaitu pada diri siswa itu sendiri sewaktu penyampaian materi salah dalam daya tangkap serta dari guru yang salah dalam penyampaian materi. Kesulitan yang dirasakan adalah konsep-konsepnya yang lebih condong ke pola berfikir secara nalar. Perlu untuk mencoba suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa. Maka dari itu peneliti mencoba melakukan PTK untuk meningkatkan hasil belajar dan memperbaiki sikap belajar siswa. Penelitian Tindakan kelas dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: perencanaan, tindakan, observasi, refleksi, dan diulangi kembali sampai hasil mencapai KKM (68). Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dengan menggunakan model kooperatif tipe GI. Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA dibuatlah kerangka berfikir sebagai berikut:
21
Gambar 2.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas Subyantoro (2010) Siklus I
Siklus II
Perencanaan
Perencanaan
Tindakan
Refleksi
Observasi
dst
Refleksi
Tindakan
Observasi
2.4 Hipotesis Tindakan Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan memperbaiki sikap siswa belajar dalam mata pelajaran IPA di SD Negeri 2 Kuwaron.