BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
1.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang
dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Manajemen yang sebelumnya dikenal sebagai manajemen personalia, dan perubahan nama ini menggambarkan perluasan peran manajemen personalia dan peningkatan kesadaran bahwa SDM merupakan kunci bagi susksesnya suatu perusahaan. 2.
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan MSDM ialah meningkatkan kontribusi produktif orang-orang yang
ada dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Dan yang menjadi tujuan akhir dari MSDM pada dasarnya adalah: peningkatan efisiensi dan efektivitas, peningkatan produktivitas, rendahnya tingkat perpindahan pegawai, rendahnya tingkat absesnsi, tingginya kepuasan kerja karyawan, tingginya kualitas pelayanan, rendahnya complain dari pelanggan, dan meningkatnya bisnis perusahaan. 3.
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen SDM merupakan bagian dari manajemen umum yang
memfokuskan diri pada SDM. Adapun fungsi-fungsi manajemen SDM, seperti halnya fungsi manajemen umum yaitu:1) Fungsi Manajerial yang meliputi
16
17
Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, dan pengendalian. 2) Fungsi Operasional yang meliputi: Pengadaan tenaga kerja, Pengembagan, Kompensasi, Pengintegrasian, Pemeliharaan, dan Pemutusan hubungan kerja. 2.2
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1.
Pengertian Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam proses produksi ada dua komponen yang berinteraksi yaitu anatara
manusia dengan peralatan atau alat-alat produksi. Pada proses produksi ini serangkali terjadi kecelakaan atau penyakit, baik itu yang ditimbulkan oleh kondisi karyawan itu sendiri maupun lingkungan kerja, kejadian seperti itu dapat disebut sebagai kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dari banyaknya kejadian yang merugikan, banyak para pemimpin perusahaan atau manajer yang berhubungan dengan proses produksi berusaha untuk menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja. Dalam rangka menghindari halhal tersebut mereka membuat suatu batasan-batasan definisi untuk pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja jelas tercantum dalam GBHN 1993 anatara lain menegaskan: Perlindungan tenaga kerja meliputi hak berserikat dan berunding bersama keselamatan dan kesehatan kerja, dan menjamin tenaga kerja yang menyangkut jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan terhadap kecelakaan dan jaminan terhadap kematian serta syarat-syarat kerja lainnya yang perlu dikembangkan secera terpadu dan bertahan dengan pertimbangan dampak ekonomi, kesiapan sektor terkait, kondisi pemberian kerja dan kemampuan tenaga kerja.... Adanya Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), maka kerugian yang timbul akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat ditekan seminimal
18
mungkin, sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dan sekaligus terwujudnya kesejahteraan pegawai. Hal yang serupa dikemukakan oleh Sugeng Budiono, Jusuf dan Adriana Pusparini (2005:7) bahwa: Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu keilmuan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi tenga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan. Dangur Konradus (2006:118) juga mendefinisikan: Program keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan/atau bebas dari kecelakaan kerja (zero accident) dan tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,masyarakat dan lingkungan sekitar. Sedangkan pengertian keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofis yang tercakup dalam Konvensi Nasioanl K-3 menyatakan bahwa: ” Suatu konsep berfikir dan upaya untuk menjamin kelestarian jasmaniah dan rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan setiap manusia pada umumnya dan beserta hasil karya dan budayanya dalam upaya mencapai masyarakat adil, makmur, dan sejahtera”. Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2005:411), menyatakan bahwa ”Keselamatan dan Kesehatan Kerja merujuk pada kondisi-kondisi fisiologisfisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan”. Pegertian lain keselamatan dari beberapa ahli dikemukakan sebagai berikut: ”Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah pengawasan terhadap orang,
19
mesin, materaial, dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja tidak mengalami cedera”. Menurut Heidjarahcman dan Suad Husnan (2002:245). ”Program keselamatan dan kesehatan kerja akan memlihara kondisi fisik dan mental”. Sementara itu Mondy dan Noe yang dikuti oleh Mutiara S. Panggabean (2004:113) mengatakan bahwa: ”Keselamatan kerja meliputi perlindungan karyawan dari kecelakaan di tempat kerja. Sedangkan, kesehatan kerja merujuk kepada kebebasan karyawan dari penyakit secara fisik maupun mental”. Hal yang sama diungkapkan oleh Sedarmayanti (1996:109), mendefinisikan keselamatan dan kesehatan kerja adalah pengawasan terhadap orang, mesin, material, metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja tidak mengalami cedera. Pekerjaan dapat mempengaruhi kesehatan dan begitu pula sebaliknya kesehatan dapat mempengaruhi pekerjaan. Pengertian kesehatan kerja juga tercantum dalam penjelasan Undang-Undang RI No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja (pasal 9 dan 10) yaitu: Kesehatan kerja adalah laporan kesehatan yang ditunjukan kepada pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian pengobatan perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara-cara dan syarat-syarat yang memenuhi norma-norma Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja untuk mencegah penyakit umum. Adapun ruang lingkup dari keselamatan ini seperti terncantum pada UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja pada Bab II pasal 2 ayat 1 adalah: ”Yang diatur oleh undang-undang ini adalah keselamatan kerja dalam segala
20
tempat, baik di darat, di dalam tanah, di permuakaan air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum RI”. Pengertian program keselamatan dan kesehatan kerja yang dikutip dari pelaksanaan kegiatan P2K3 Departemen Tenaga Kerja (1992:1) yaitu: 1. Berbagi macam dan betuk sumber bahaya yang bertalian dengan pengadaan mesin, lingkungan, cara kerja, proses produksi dan sifat pekerjaan. 2. Pembinaan dan pelaksanaan norma dan standar K3 3. Inspeksi K3 secara teratur. 4. Penyelidikan dan analisa kecelakaan untuk menentukan sebab musabab untuk menentukan langkah pengendalian. 5. Pengendalian dan latihan 6. Alat pelindung diri dan alat pengamanan lainnya yang sesuai dengan sifat pekerja. 7. Prosedur dan tata kerja penyelamatan diri, peralatan dan bahan lainnya dalam keadaan darurat. 8. Tata laksana dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas 9. Daftar alat K3 10. Laporan pemeriksaaan tata ruang, instalasi mesin. 11. Data pemeriksaaan kesehatan kerja pekerja 12. Data kecelakaan dan penyakit akibat kerja 13. Izin kerja di daerah berbahaya Program K3 tidak akan efektif untuk dilaksanakan jika pimpinan utama perusahaan tidak menetapkan kebijakan yang konsisten untuk dilaksanakan di dalam perusahaan. Pedoman dan pegangan K3 yang baik masih membutuhkan kebijakan manajerial agar terlaksana secara efektif dalam rangka pencegahan kecelakaan. Perlunya kerjasama antara manajemen perusahaan dengan para karyawan untuk bersama-sama melaksanakan program K3, akan lebih efektif. Seperti yang diungkapkan oleh Sjafri Mangkuprawira dan Aida Vitayala (2007:134), ”Setiap program K3 bagi karyawan perlu dikoordinasikan dengan baik. Keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen dari manajmen puncak, untuk itu pembagian
21
tugas dan wewenang antara unit SDM dan manajer tersebut”. Berikut ini adalah tanggung jawab unit SDM dan manajer dalam pelaksanaan program K3: Tabel 2.1 Tanggung Jawab Unit SDM dan Manajer • • • •
Unit SDM Mengkoordinasikan program keselamatan dan kesehatan kerja Mengembangkan sistem pelaporan program Menyediakan ahli investigasi kecelakaan Melatih manajer untuk mengetahui dan mengatasi situasi karyawan yang mengalami kesulitan
• • • • •
•
Manajer Memantau keselamatan dan kesehatan kerja karyawan setiap hari Melatih karyawan agar sadar tentang keselamatan dan kesehatan kerja Investigasi kejadian kecelakaan pada karyawan Memantau tempat kerja untuk menangani masalah keselamatan dan kesehatan kerja Mengkomunikasikan dengan karyawan untuk mengidentifikasi karyawan yang mengalami kesulitan Mengikuti prosedur keselamatan dan kesehatan serta keamanan kerja dan mengajukan usul perubahan jika dibutuhkan
Dalam hal ini Heidjarahman dan Suad Husnan (2002:256), berpendapat bahwa setiap program keselamatan kerja mempunyai elemen sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Didukung oleh manajemen puncak Menunjuk seseorang direktur perusahaan Pembuatan pabrik dan operasi yang bertindak aman Mendidik karyawan untuk bertindak aman Menganalisa kecelakaan Menyelenggarakan perlombaan keamanan dan keselamatan kerja Menjalankan peraturan untuk keselamatan kerja
Srdangkan menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2002:259-262) menyatakan bahwa program K3 yang efektif biasanya terdiri dari:
22
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tanggung jawab dan komitmen perusahaan Kebijakan dan disiplin keselamatan kerja Komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja Komite keselamatan kerja Inspeksi, penyelidikan keselamatan kerja dan riset Evaluasi terhadap usaha-usaha keselamatan kerja.
Penjelasan masing-masing prosedur tersebut diuraikan secara ringkas dibawah ini: 1.
Tanggung jawab dan komitmen perusahaan Inti manajemen keselamtan kerja adalah komitmen perusahaan dan usahausaha keselamatan kerja yang komprehensif. Usaha ini sebaiknya dikoordinasikan dari tingkat manajemen paling tinggi untuk melibatkan seluruh anggota perusahaan. Usaha ini juga sebaiknya dicerminkan melalui tindakan-tindakan manajerial. Fokus pendekatan sistematis terhadap keselamatan kerja adalah adanya kerjasama yang terus-menerus dari para pekerja, manajer, dan yang lainnya. Para karyawan yang tidak diingatkan akan adanya pelanggaran keselamatan kerja, yang tidak didorong untuk menjadi sadar akan keselamatan kerja, atau yang melanggar peraturan dan kebijakan perusahaan tentang keselamatan kerja mungkin akan tidak aman bekerjanya.
2.
Kebijakan dan disiplin keselamatan kerja Mendesain kebijakan dan peraturan keselamatan kerja serta mendefinisikan pelaku
pelanggaran,
merupakan
komponen
penting
usaha-usaha
keselamatan kerja. Dukungan yang sering terhadap perlunya perilaku kerja yang aman dan memberikan umpan balik terhadap praktik-praktik
23
keselamatan kerja yang positif, juga sangat penting dalam meningkatkan keselamatan para pekerja. 3.
Komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja Satu cara untuk mendorong keselamatan kerja karyawan adalah dengan melibatkan seluruh karyawan di setiap kesempatan dalam sesi pelatihan tentang keselamatan kerja dan dalam pertemuan-pertemuan ini juga diadakan secara rutin. Sebagai tambahan dalam pelatihan keselamtan kerja, komunikasi yang terus-menerus dalam membangun kesadaran keselamatan kerja juga penting. Hanya mengirimkan memo tentang keselamatan kerja saja tidak cukup. Kontes, insentif, dan poster-poster merupakan cara meningkatkan kesadaran keselamatan.
4.
Komite keselamatan kerja Para pekerja sering kali dilibatkan dalam perencanaan keselamatan kerja melalui komite keselamatan kerja, kadangkala terdiri dari para pekerja yang berasal dari berbagai tingkat jabatan dan departemen. Komite keselamatan kerja biasanya secara reguler memiliki jadwal meeting, memiliki tanggung jawab spesesifik untuk mengadakan tinjauan keselamatan kerja dan membuat rekomendasi dalam perubahan-perubahan yang diperlukan untuk menghindari kecelakaan kerja dimasa mendatang.
5.
Inspeksi, penyelidikan keselamatan kerja dan riset Inspeksi bisa dilakukan oleh komite keselamatan kerja atau oleh koordinator keselamatan kerja. Inpeksi ini sebaiknya dilaksanakan secara berkala. Ketika
24
kecelakaan terjadi, maka harus diselidiki oleh komite keselamatan kerja perusahaan.
Menyelidiki
lokasi
kecelakaan
adalah
penting
untuk
menetapkan kondisi fisik dan lingkungan yang turut menyumbang terjadinya kesecalakaan itu. Penerangan yang buruk, ventilasi yang buruk, dan lantai yang basah adalah beberapa kontributor yang mungkin. Suatu cara untuk mendapatkan pandangan yang akurat terhadap peristiwa kesecalakaan adalah melalui foto atau rekaman video. Kemudian dengan wawancara terhadap karyawan yang mengalami kecelakaan, dengan atasannya langsung, dan para saksi kecelakaan itu. Dan berdasarkan observasi kecelakaan dan hasil wawancara para penyelidik akan melengkapi laporan penyelidikan kecelakaan. Yang erat kaitannya dengan penyelidikan kecelakaan kerja adalah penelitian, untuk menetapkan cara-cara mencegah terjadinya kecelakaan. 6.
Evaluasi terhadap usaha-usaha keselamatan kerja. Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi usaha-usaha keselamatan kerja. Statistik kecelakaan dan cedera haruslah dibandingkan dengan pola kecelakaan sebelumnya untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan yang signifikan. Analisis ini harus dirancang untuk mengukur kemajuan dalam manajemen keselamatan kerja Berdasarkan beberapa pendapat diatas, bahwa setiap karyawan berhak
mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaannya. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan bentuk upaya untuk dapat terciptanya lingkungan kerja yang aman dan
25
sehat sehingga setiap karyawan memiliki ketenangan dalam melakukan pekerjaan karena keselamatan dan kesehatan kerja mereka terjamin dan lindungi perusahaan. 2.
Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Adapun tujuan keselamatan dan kesehatan kerja secara umum adalah
untuk menciptakan lingkungan atau suasana yang aman dan sehat, guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja dalam hubungnnya dengan pemeliharan karyawan agar loyalitas karyawan terhadap perusahaan terbina dengan baik. UU No. 1 Tahun 1970 mengemukakan, keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja, mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Sedarmayanti (1996:109-110) mengemukakan bahwa sasaran yang hendak dicapai oleh program keselamatan dan kesehatan kerja adalah: 1. 2. 3. 4.
Tumbuhnya motivasi untuk bekerja secara aman. Terciptanya kondisi kerja yang tertib, aman dan menyenangkan. Mengurangi tingkat kecelakaan di lingkungan kantor. Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya makna keselamatan kerja di lingkungan kantor. 5. Meningkatkan produktivitas kerja. Menurut
sedarmayanti
(1996:106)
pada
prinsipnya
dasar-dasar
keselamatan dan kesehatan kerja menekankan beberapa hal, yaitu adalah sebagi berikut: 1. Setiap pekerja berhak memperoleh jaminan atas keselamatan kerja agar terhindar dari kecelakaan. 2. Setiap orang yang berada ditempat harus dijamin keselamatannya 3. Tempat pekerjaan dijamin selalu dalam keadaan aman
26
Pemerintah juga memandang penting terhadap keselamatan dan kesehatan kerja untuk pekerja, hal ini dibuktikan dengan keluarnya peraturan pemerintah tentang Undang-Undang Pokok Keselamatan dan Kesehatan Kerja No. 1 Tahun 1970 yang mengatur masalah keselamatan kerja di dalam tempat kerja. Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah perubahan pengawasan yang bersifat represif menjadi pengawasan yang bersifat prefentif. Perubahan pengawasan karyawan dari sesudah terjadinya kecelakaan menjadi pengawasan yang sifatnya mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Selain sasaran yang ingin dicapai oleh program keselamatan dan kesehatan kerja (K3), juga terdapat tujuan yang hendak dicapai. Menurut Sugeng Budiono, Jusuf dan Adriana Pusparini (2005:8), tujuan program keselamatan dan kesehatan kerja adalah: 1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas. 2. Menjamin keselamatan pekerja yang berada di tempat kerja. 3. Menjamin keselamatan tenga kerja agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. 4. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja. 5. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja atau pekerjaannya. 6. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental, dan pendidikan atau keterampilannya. 7. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Sedangkan menurut A. A Anwar Prabu Mangkunegara (2007:162) tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah: 1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, siosial, dan psikologis. 2. Agar stiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya seefektif mungkin 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya
27
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai 5. Agar meningkatkan kegairahan kerja, dan partisipasi kerja 6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja Selain adanya tujuan dari program keselamatan dan kesehatan kerja, Dangur Konradus (2006:52-53) mengemukakan tujuan yang ingin dicapai melalui upaya kesehatan kerja diantaranya adalah: 1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya. 2. Mencegah timbulnya gangguan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan kerjanya. 3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktorfaktor yang membahayakan kesehatan. 4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan yang hendak dicapai dengan adanya program keselamatan dan kesehatan kerja yaitu menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat serta melindungi karyawan dan memelihara kondisi fisik dan mental agar karyawan dapat bekerja dengan aman dan tenang sehingga dapat tercipta produktivitas kerja karyawan yang tinggi. 3.
Penyebab terjadinya Kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai Kecelakaan dan gangguan kesehatan dapat menimpa pegawai dengan
berbagai sebab. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal seperti
yang
dikemukakan
oleh
Mutiara
S.
Panggabean
(2004:115)
mengemukakan bahwa terjadinya kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan
28
karyawan dapat dikelompokan ke dalam dua faktor yaitu: faktor internal dan eksternal. Faktor internal, meliputi faktor-faktor yang ditimbulkan oleh karyawan itu sendiri. Seperti bertindak sembrono, terlalu menggampangkan dan cenderung lalai dalam melakukan tugas, dan karyawan cenderung malas untuk menggunakan peralatan keselamatan yang sudah diberikan oleh pihak perusahaan. Faktor eksternal, mencakup faktor-faktor yang berasal dari lingkungan kerja perusahaan. Seperti jenis lantai yang dipakai terlalu licin bagi pejalan kaki, kaca jendela yang tidak disertai ventilasi, pemeliharaan mesin yang tidak baik, tata letak tempat kerja yang kurang aman. A. A Anwar Prabu (2007:162) mengemukakan beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai, anatara lain: 1.
2.
3.
4.
5.
Keadaan tempat lingkungan kerja a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang di perhitungkan keamanannya. b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak. c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. Pengaturan udara a. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu, dan berbau tidak enak). b. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya. Pengaturan penerangan a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat. b. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang. Pemakaian peralatan kerja a. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengamanan yang baik. Kondisi fisik dan mental pegawai a. Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak stabil. b. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang lemah, rapuh, cara berfikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan
u
29
kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja yang membawa resiko berbahaya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja menurut Sedarmayanti (1996:112-115) adalah sebagai berikut: 1.
Kebersihan Kebersihan merupakan syarat utama bagi pegawai agar tetap sehat, dan pelaksanaannya tidak memerlukan banyak biaya. Untuk menjaga kesehatan, semua ruangan hendaknya tetap dalam keadaan bersih. Perlu disediakan tempat sampah dalam jumlah yang cukup, bersih dan bebas hama, tidak bocor dan dapat dibersihkan dengan mudah. Bahan buangan dan sisa diupayakan disingkirkan di luar jam kerja untuk menghindari resiko terhadap kesehatan.
2.
Air minum dan kesehatan Air minum yang bersih dari sumber yang sehat secara teratur hendaknya diperiksa, dan harus disediakan dekat dengan tempat kerja.
3.
Urusan rumah tangga Kerapihan dalam ruang kerja membantu pencapaian produktivitas dan menugurangi kemungkinan kecelakaan. Ventilasi, pemanas dan pendingin Untuk kesehatan dan rasa keserasian para pegawai, oleh karenanya merupakan faktor yang mempengaruhi efisiensi kerja. Pengaruh udara panas dan akibatnya dapat menyebabkan pegawai sering keluar karena keadaan kerja yang tidak nyaman.
30
5. Tempat kerja, ruang kerja, dan tempat duduk Tempat kerja, ruang kerja dan tempat duduk dapat mempengaruhi pegawai dalam bekerja. Untuk itu sediakan tempat kerja dan ruang kerja nyaman dan aman, dengan menghilangkan kepadatan di sekitar tempat kerja dan ruang kerja. Selain itu sediakan tempat duduk yang sesuai sehingga pegawai tidak salah posisi duduknya. 6.
Pencegahan kecelakaan Pencegahan kecelakaan harus diusahakan dengan meniadakan penyebabnya, apakah sebab itu merupakan sebab teknis atau sebab yang datang dari manusia.
7.
Pencegahan kebakaran Pencegahan kebakaran merupakan salah satu masalah untuk semua yang bersangkutan dan perlu dilaksanakan dengan cepat menurut peraturan pencegahan kebakaran, seperti larangan merokok di tempat yang mudah timbul kebakaran dan lain-lain.
8.
Gizi Gizi makanan para pegawai harus diperhatikan karena diharapkan dengan gizi makanan yang baik pegawai akan sanggup menghasilkan keluaran yang memerlukan energi berat, yang bisanya dapat dihasilkan oleh pegawai yang sehat, cukup makan, lepas dari kesulitan akibat iklim yang harus dihadapi.
9.
Penerangan/cahaya, warna dan suara bising di tempat kerja Pemanfaatan penerangan/cahaya dan warna di tempat kerja dengan setepattepatnya mempunyai arti penting dalam menunjang keselamatan dan
31
kesehatan kerja. Kebisingan di tempat kerja merupakan faktor yang perlu dicegah atau dihilangkan karena dapat mengakibatkan kerusakan. Danggur Konradus (2006:52) mengemukakan bahwa gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan antara lain: a. Faktor biologis seperti kuman, virus, dan sebagainya. b. Faktor kimia seperti kimia yang mudah terbakar atau mengeluarkan radiasi yang dapat menimbulkan penyakit tertentu bahkan kematian. c. Faktor ergonomi, yaitu yang berkaitan dengan cara duduk, cara mengangkat beban yang salah dan sebagainya. d. Faktor fisik, seperti panas, tata ruang yang tidak memenuhi standar kesehatan dan sebagainya. e. Faktor individual, yaitu perilaku dan pola hidup yang tidak sehat dari pekerja itu sendiri. Faktor penyebab timbulnya kecelakaan kerja menurut Sedarmayanti (1996:118) disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: 1. Faktor lingkungan 2. Faktor manusia a. Faktor fisik dan mental: kurang penglihatan, atau pendengaran, otot lemah, reaksi mental lambat, lemah jantung atau organ lain, emosi dan syaraf tidak stabil, dan lemah badan. b. Pengetahuan dan keterampilan: kurang memperhatikan metode kerja yang aman atau tidak baik, kebiasaan yang salah, dan kurang pengalaman. c. Sikap: kurang minat/perhatian, kurang teliti, malas, sombong, tidak peduli akan suatu akibat, dan hubungan yang kurang baik. 3. Faktor mesin dan alat a. Penerangan yang kurang b. Mesin yang tidak terjaga c. Kerusakan teknis Penyebab-penyebab
kecelakaan
di
atas
saling
berhubungan
dan
memerlukan penanganan dan usaha-usaha untuk mengurangi kecelakaan yang
32
terjadi. Kerjasama antara karyawan dengan manajemen perusahaan dapat dilakukan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya kecelakaan. 4..
Usaha meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja Usaha untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bisa
dilakukan seperti yang telah tercantum dalam Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja No. 1 Tahun 1970 yang berlaku tanggal 12 Januari 1970 dalam Pasal 3 Ayat 1 yang mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja. Sayarat – syarat keselamatan tersebut adalah: 1. 2. 3. 4.
Mencegah dan mengurangi kecelakaan Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan Memberikan kesempatan atau jalan meyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya 5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan 6. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja 7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar laut atau radiasi, suara, dan getaran 8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, keracunan, insfeksi, dan penularan 9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai 10. Menyelenggarakan suhu dan lembab yang baik 11. Memlihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban 12. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik 13. Memperoleh keserasian antara proses dan kerjanya 14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, dan barang 15. Mengamankan dan memeligara segala jenis bangunan 16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan peyimpanan barang 17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya 18. Meyesuaikan dan menyempurnakan pengalaman pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi tanmbah tinggi. (Marihot Tua Efendi Hariandja, 2007:313) Dari uarain diatas dapat disimpulkan bahwa penanggulangan keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya dilakukan oleh perusahaan saja, tetapi dituntut
33
partisipasinya dari karyawan selaku pekerja. Apabila karyawan mentaati semua peraturan dan perusahaan melakukan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, maka kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat diminimalisir. Sebaliknya bila karyawan tidak mentaati aturan yang berlaku di perusahaan dan perusahaan tidak melakukan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan pegawainya, maka akan menyebabkan kerugian pada dua belah pihak yatiu kecelakaan pada karyawan dan kerugian bagi perusahaan karena harus mengganti ongkos perawatan, rusaknya peralatan bahkan terhentinya proses produksi. 2.3
Produktivitas Kerja
1.
Pengertian Produktivitas Kerja Malayu S.P. Hasibuan (2003:41), mengemukakan bahwa: “Produktivitas
adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik hal ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan system kerja, teknis produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya”. Paul
Mali
seperti
yang
dikutip
oleh
Sedarmayanti
(2001:57)
mengemukakan bahwa: “Produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu”. Produktivitas menurut National Productivity Board Singapore adalah sikap mental yang mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan. (Sedarmayanti 2001:56)
34
Sejalan dengan pendapat diatas Muchdarsyah Sinungan (2005:12), mendefinisikan produktivitas sebagai: “Perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tertentu”. Secara umum meurut Muchdarsyah Sinungan (2005:23) salah satu pengukuran produktivitas berarti perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya.
Laeham dan Wexley, seperti yang dikutip oleh sedarmayanti (2001:65) menyatakan bahwa produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk kerja juga penting diperhatikan. 2.
Dimensi Produktivitas Kerja Umar Husein (2004:9), mengemukakan dua dimensi produktivitas sebagai
berikut: “Produktivitas mengimplikasikan dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Pengertian efektivitas itu sendiri adalah “doing the right thing”. Melaksanakan sesuatu yang benar dalam memenuhi kebutuhan organisasi berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua yaitu efisiensi adalah: “doing things right”. Melakukan yang benar dengan proses yang benar berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Untuk itu, produktivitas biasanya dicapai melalui efektivitas pencapaian tujuan dan efisiensi penggunaan sumber daya”. Efisiensi adalah ukuran yang menunjukan bagaimana baiknya sumbersumber daya yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output.
35
Efisiensi merupakan karakteristik proses yang mengukur performansi aktual dari sumber daya relatif terhadap standar yang ditetapkan. Perbedaan produktivitas dengan efektivitas dan efisiensi adalah bahwa produktivitas merupakan ukuran tingkat efisiensi dan efektivitas dari setiap sumebr yang digunakan selama produksi berlangsung dengan membandingkan antara jumlah yang dihasilkan (output) dengan masukan dari setiap sumber yang dipergunakan atau seluruh sumber (input). Tinggi rendahnya efisiensi ditentukan oleh nilai input dan output, sedangkan tinggi rendahnya nilai efektivitas ditentukan oleh pencapaian target. Efisiensi
merupakan
suatu
ukuran
dalam
membandingkan
input
yang
direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila input yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Tetapi semakin kecil input yang dapat dihemat akan semakin rendah tingkat efisiensinya. Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Pada dasarnya peningkatan produktivitas menggunakan pendekatan system yang berfokus pada perbaikan terus-menerus terhadap kualitas, efektivitas pencapaian tujuan, dan efisiensi penggunaan sumber-sumber daya dari perusahaan, seperti yang disebutkan oleh Umar Husein dalam buku Riset Sumber Daya Manusia sebagai berikut:
36
Input
Proses Produksi
Kualitas
Kualitas dan Efisiensi
Hasil
Kualitas dan Efektivitas
Produktivitas Gambar 2.1 Kaitan Produktivitas dengan Efektivitas dan Efisiensi (Husein Umar, 2004:10) Produktivitas dipandang dari dua sisi sekaligus, yaitu sisi input dan sisi output. Produktivitas tidak sama dengan produksi, tetapi produksi, performasi kualitas, hasil-hasil. Merupakan komponen dari usaha produktivitas. Dengan demikian, produktivitas merupakan suatu kombinasi dari efektivitas dan efisiensi, sehingga produktivitas dapat diukur berdasarkan pengukuran berikut:
3.
Jenis Produktivitas Menurut Sri Hariayani (2002:97) bahwa produktivitas dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu produktivitas total dan produktivitas satu faktor. Berikut adalah penjelasan dari jenis produktivitas menurut pendapat Sri Hariyani, yang telah dirangkum penulis.
37
1.
Produktivitas Total Produktivitas dapat diukur dari berbagai faktor penyusunnya seperti:
tanah, modal, teknologi, tenaga kerja, dan bahan baku, yang disebut dengan produktivitas dari berbagi faktor. Produktivitas ini sering disebut dengan produktivitas total.
Produktivitas Total = 2.
Total Output Total Input
Produktivitas Satu Faktor Selain menghitung produktivitas dari berbagai factor, produktivitas juga
dapat diukur untuk masing-masing factor, yang disebut produktivitas dari satu factor (Single factor productivity). Dan yang sering dihitung adalah produktivitas tenaga kerja atau dalam konteks manajemen lebih dikenal sebagai kinerja (performance). Seorang karyawan atau sekelompok karyawan dinilai produktif atau tidaknya dari kinerja. kinerja karyawan dapat diukur dengan menggunakan konsep penilaian prestasi kerja (performance appraisal). Dimensi-dimensi yang digunakan dalam menilai kinerja karyawan adalah ketaatan, kerajinan, kedisiplinan, keaktifan dalam memberikan laporan, kejujuran, loyalitas, inisiatif, keterampilan, kejelasan dalam memberi/menerima instruksi, pemeliharaan alat kerja, kemampuan mengatasi masalah, dan lain-lain. Dengan memperhatikan dimensi-dimensi diatas, karyawan berharap dapat meningkatkan prestasi kerjanya, menurut Scheineier Craig yang dikutip oleh Sri Haryani (2002:99) bahwa prestasi kerja merupakan pemahaman terhadap tiga hal,
38
yaitu: perilaku, prestasi dalam melakukan pekerjaan, dan efektivitas yang dicapai dalam melakukan pekerjaan tersebut. 4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja Tinggi rendahnya produktivitas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
penting. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam sendiri maupun dari luar. Dalam
kaitannya
dengan
upaya
meningkatkan
produktivitas
karyawan,
perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang memilki potensi untuk meningkatkan produktivitas kerja. Menurut sedarmayanti (2001;72) yang dirangkum penulis, terdapat dua belas faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja: 1.
Sikap mental meliputi:
a.
Motivasi Kerja Pada umumnya orang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi akan
bekerja dengan rajin, giat, sehingga dengan begitu akan dapat mencapai satu prestasi kerja yang tinggi. b.
Disiplin kerja Orang yang mempunyai disiplin kerja yang tinggi akan bertanggung jawab
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini akan mendorong gairah kerja, semangat kerja dan akan mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Sebab kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya dan produktivitas kerja pun akan meningkat.
39
c.
Etika kerja Pada umumnya orang mempunyai etika yang baik akan nampak dalam
penampilan kerja sehari-hari berupa kerja sama, kehadiran, antusias, inisiatif, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan kreativitas. Wujud tersebut akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian produktivitas kerja karyawan yang optimal dan mampu memenuhi harapan atau bantuan pencapaian tujuan perusahaan. 2.
Pendidikan Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan
memiliki wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan pentingnya produktivitas. 3.
Keterampilan Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih
mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. 4.
Manajemen Berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola
atau pun memimpin serta mengendalikan bawahannya. Apabila manajemennya tepat, maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan produktif. 5.
Hubungan Industrial Pancasila
Dengan penerapan hubungan industrial pancasila maka akan: a.
Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja.
40
b.
Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga menumbuhkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan produktivitas.
c.
Menciptakan
harkat
dan
martabat
pegawai
sehingga
mendorong
diwujudkannya jiwa yang berdedikasi dalam upaya meningkatkan produktivitas. 6.
Tingkat Penghasilan Apabila tingkat penghasilan pegawai tinggi, maka akan menimbulkan
konsentrasi dan semangat kerja sehingga pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja. 7.
Gizi dan Kesehatan Apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizinya dan berbadan sehat,
maka akan lebih kuat bekerja, apalagi bila mempunyai semangat yang tinggi maka akan dapat meningkatkan produktivitas kerjanya. 8.
Jaminan Sosial Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya
dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan sosial pegawai mencukupi, maka akan dapat menimbulkan produktivitas kerja. 9.
Lingkungan dan Iklim Kerja Lingkungan dan iklim kerja merupakan hal baik dalam mendorong
pegawai agar senang dalam bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik sehingga terarah dalam peningkatan produktivitas kerja.
41
10.
Sarana Produksi Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas
kerja karena dengan mutu sarana produksi yang lebih baik, seseorang dapat bekerja dengan semangat. 11.
Teknologi Apabila teknologi yang dipakai lebih tepat, maka akan memungkinkan
jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu serta memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa. 12.
Kesempatan Berprestasi Apabila terbuka kesempatan dalam berprstasi, akan menimbulakan
dorongan psikologis
untuk meningkatkan
potensi
yang dimiliki untuk
meningkatkan produktivitas. Sedangkan menurut pendapat Sri Haryani (2002:104), yang dirangkum penulis bahwa variabel yang mempengaruhi produktivitas dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu: 1.
Variabel yang berasal dari karyawan
a.
Bersifat Fisikal, meliputi: -
Gizi, berguna untuk mendukung aktivitas fisik mapupun mental, sehingga orang tidak akan cepat lelah dalam bekerja dan mampu berpikir secara optimal.
-
Kesehatan,
merupakan
faktor
penting
dalam
meningkatkan
produktivitas karyawan, yang mencakup kesehatan fisik dan mental,
42
karena secara umum orang yang sehat akan mampu bekerja dengan lebih baik dibanding orang yang tidak sehat. b.
Bersifat Psikologikal, meliputi: -
Motivasi. Masing-masing individu mendorong dirinya sendiri untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, orang yang bekerja dengan motovasi yang lebih tinggi, akan menghasilkan produktivitas yang tinggi pula.
-
Sikap. Sikap seseorang akan tercermin dari prestasi kerjanya, sikap yang positif terhadap pekerjaan ditunjukan dengan kesediaan yang lebih besar untuk berusaha agar apa yang dikerjakan berhasil dan untuk bertanggung jawab terhadap apa yang ditugaskan kepadanya. Sementara sikap yang negatif ditunjukkan dengan adanya sikap yang pasif, dimana hanya mengerjakan seperti apa yang diperintahkan, menyukai pengarahan, dan apabila memungkinkan akan menghindar dari tanggung jawab.
c.
Keterampilan. Meliputi: -
Bakat. Orang yang bekerja sesuai dengan bakatnya akan mempunyai produktivitas yang relatif lebih tinggi dibanding mereka yang kurang berbakat.
-
Pendidikan. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memungkinkan dirinya untuk bekerja lebih produktif dibanding yang pendidikannya lebih rendah. Karyawan yang memiliki pendidikan
43
lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas, kematangan dalam berfikir, dan bekerja dengan lebih baik. -
Latihan. Latihan dimaksudkan untuk membentuk dan meningkatkan keterampilan dalam bekerja.
2.
Variabel yang berasal dari perusahaan.
a.
Lingkungan Kerja. Dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik terdiri dari pencahayaan, sirkulasi udara, tersediannya fasilitas kamar dan WC, tersedianya fasilitas olah raga, serta fasilitas ibadah. Sedangkan lingkungan non fisik misalnya rasa perkawanan diantara karyawan, hubungan antara karyawan dengan manajer, dan persaingan yang sehat. Lingkungan fisik yang baik akan mendukung peningkatan produktivitas.
b.
Kemampuan Manajemen. Kemampuan manajerial seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap produktivitas. Dalam hal ini pemimpin akan bertugas untuk mengarahkan kegiatan karyawan, sehingga mengarah ke pencapaian tujuan perusahaan. Dengan pemimpin yang efektif tujuan perusahaan lebih mudah tercapai.
c.
Kebijakan Perusahaan dalam Produktivitas. Adanya kebijakan perusahaan dalam
bidang
produktivitas
akan
menggerakan
seluruh
anggota
perusahaan baik karyawan maupun manajer untuk berusaha mencapai produktivitas yang lebih tinggi.
44
3.
Variabel yang Berasal dari Lingkungan Eksternal, yang meliputi:
a.
Teknologi. Secara umum teknologi akan membantu meyelesaikan tugastugas dengan lebih cepat dan lebih banyak, selain itu dapat membantu meyelesaikan pekerjaan manusia dengan lebih baik.
b.
Kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap produktivitas. Kebijakan secara langsung meliputi kebijakan dalam bidang pendidikan dan latihan. Sedangkan kebijakan tidak langsung adalah kebijakan dalam bidang investasi, perizinan, dan fiskal.
c.
Kondisi
ekonomi.
Kondisi
secara
umum
dapat
mempengaruhi
produktivitas. Kondisi krisis seperti yang terjadi pada tahun 1997-1999 berdampak pada penurunan produktivitas sehingga secara nasional produktivitas juga menurun. 5.
Strategi untuk meningkatkan Produktivitas Kerja Pada dasarnya semua perusahaan menginginkan mempunyai produktivitas
yang tinggi. Namun dalam kasus-kasus tertentu atau waktu-waktu tertentu perusahaan mandapati bahwa produktivitas perusahaannya relatif rendah. Menghadapi situasi seperti ini manajemen perusahaan akan mencari strategi untuk meningkatkan produktivitas. Menurut Randall yang dikutip oleh Sri Haryani (2002:109-114) mengemukakan
bahwa
”Program
yang
ditujukan
untuk
meningkatkan
produktivitas, dikelompokan menjadi tiga, yaitu yang menekankan pada desain ulang lingkungan kerja dan program yang memfokuskan pada peningkatan
45
partisipasi
karyawan,
serta
intervensi
pemerintah
dalam
meningkatkan
produktivitas”. Berikut adalah rangkuman mengenai penjelasan program peningkatan produktivitas: 1.
Desain ulang lingkungan kerja. Produktivitas
banyak
dipengaruhi
oleh
variabel-variabel
yang
berhubungan dengan lingkungan kerja. Oleh karena itu perusahaan harus menjamin bahwa pekerjaan didesain untuk memaksimumkan produktivitas. Beberapa strategi desain ulang lingkungan kerja adalah: a.
Work site redesign (ergonomik), merupakan suatu kegiatan untuk mendesain pekerjaan dan peralatan sehingga sesuai dengan kemampuan fisik manusia.
b.
Robotik, penggunaan robot-robot di perusahaan dimaksudkan untuk menggantikan tenaga manusia. Keunggulan penggunaan robot yaitu menurunkan biaya tenaga kerja dan dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas.
c.
Otomasi pekerjaan kantor. Dengan otomatisasi pekerjaan kantor diharapkan tugas-tugas dapat segera diselesaikan, sehingga produktivitas meningkat.
d.
Mengubah desain pekerjaan
(job design). Pengubahan desain kerja
dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas melalui peningkatan motivasi dan kepuasan karyawan. Disamping itu pengubahan desain kerja juga dimaksudkan untuk menghilangkan kejenuhan/kebosanan dalam
46
bekerja. Pengubahan desain kerja dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu: rotasi kerja, pengkayaan pekerjaan, dan pemekaran pekerjaan. e.
Pengaturan kerja alternatif. Pengaturan kerja alternatif yang paling populer adalah flextime, perusahaan memberikan kebebasan kepada karyawan dalam hal waktu masuk kerja dan waktu pulang kerja, namun tetap harus memenuhi jam kerja yang telah ditetapkan.
2.
Peningkatan partisipasi karyawan Peningkatan partisipasi karyawan dapat meningkatkan produktivitas
melalui peningkatan motivasi dan kepuasan. Dengan meningkatnya motivasi dan kepuasan, maka karyawan akan lebih besar kesediaannya dalam mencapai tujuan perusahaan. Peningkatan partisipasi karyawan dilakukan dengan beberapa cara, seperti: dalam pengambilan keputusan, dalam mengidentifikasikan masalah, dan untuk memberikan saran-saran. 3.
Intervensi pemerintah Intervensi pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dilakukan dengan
mengeluarkan kebijakan dan program-program, yaitu: a.
Kebijakan, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam upaya meningkatkan produktivitas diantaranya adalah kebijkan pendidikan, anggaran dalam bidang pendidikan, investasi, dan perizinan.
b.
Program-program. Program pemerintah dalam upaya meningkatkan produktivitas adalah dengan mendirikan balai-balai latihan sperti: balai latihan kerja, Multi Media Training Centre, dan transmigrasi.
47
R. Bruce Mcafee dan William Poffenberger dalam bukunya Productivity Strategies Enchancing Employee Job Performance menyatakan bahwa strategistrategi untuk meningkatkan produktivitas karyawan adalah sebagai berikut: 1.
Menggunakan penguatan dan pembentukan positif Satu arah untuk memperbaiki kinerja karyawan yaitu dengan memberikan
penghargaan perilaku yang diinginkan tetapi bukan perilaku yang tidak menyenangkan. Kapan, bagaimana, dan seberapa sering seorang karyawan harus dihadiahi adalah satu bagian integral dari pendekatan ini. 2.
Menggunakan disiplin dan hukuman efektif Pendekatan ini untuk meningkatkan produktivitas karyawan menekankan
pentingnya mempunyai dan memanfaatkan prosedur kedisiplinan efektif. Bagaimana dan kapan untuk disiplin seorang karyawan agar benar-benar memperbaiki kinerjanya dan juga menghindari efek samping yang tidak diinginkan merupakan tujuan dari pendekatan ini. 3.
Memperlakukan orang-orang secara adil Strategi
ini
untuk
meningkatkan
produktivitas
karyawan
merekomendasikan bahwa para manajer memperlakukan karyawan mereka secara adil atau meyakinkan karyawan mereka secara adil atau meyakinkan karyawan bahwa pada kenyataannya mereka menerima perlakuan yang adil. Apa yang dimaksud dengan memperlakukan secara adil merupakan komponen-komponen penting dari strategi ini.
48
4.
Memuaskan kebutuhan karyawan Salah satu strategi penambahan produktivitas terbaik yang dikenal dan
yang paling tua untuk menentukan apa yang dibutuhkan karyawan adalah untuk membuat pemuasan kebutuhan tersedia. Pendekatan ini memerlukan satu pemahaman kebutuhan-kebutuhan dasar manusia dan cara orang-orang yang berbeda di dalam kekuatan kebutuhan-kebutuhan mereka. 5.
Mengatur pekerjaan yang berhubungan dengan sasaran Pendekatan ini membantah bahwa menentukan mengukur sasaran sulit
untuk karyawan atau membiarkan karyawan untuk membuat sasaran bagi diri mereka dapat mengakibatkan produktivitas karyawan lebih tinggi. 6.
Merestrukturisasi pekerjaan Pendekatan ini merekomendasikan bahwa pekerjaan tersusun atau
dirancang sedemikian rupa sehingga mereka meyediakan karyawan dengan rasa pemenuhan prestasi, dan tanggung jawab. 7.
Ganjaran berdasarkan kinerja Seseorang penyelia yang menggunakan pendekatan ganjaran karyawan
berdasarkan pada kualitas dan kuantitas pekerjaan mereka. Bagi bawahan, produktivitas yang lebih tinggi berarti semakin besar ganjaran. Para manajer yang menggunakan pendekatan ini menyadari bahwa senioritas dan pendidikan didalam dirinya bukanlah ukuran-ukuran yang tepat sebagai dasar pemberian ganjaran. Pada dasarnya upaya-upaya peningkatan produktivitas perusahaan harus dimulai dari produktivitas individu (karyawan) yang ada dalam perusahaan, sehingga manajemen industri yang ingin meningkatkan produktivitas individu
49
(karyawan), sebelum memperhatikan produktivitas dari sumber-sumber daya lain seperti: material, energi, modal, mesin, peralatan, informasi, dan lain-lain. Vincent Gaspersz (2000:71) mengemukakan karakteristik umum dari individu atau karyawan yang produktif biasanya ditandai dengan beberapa hal berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Secara terus menerus selalu mencari berbagai gagasan dan cara penyelesaian tugas yang lebih baik. Selalu memberikan saran-saran untuk perbaikan secara sukarela Menggunakan waktu secara efekif dan efisien Selalu melakukan perencanaan dengan menyertakan jadwal waktu Selalu bersikap positif terhadap pekerjaannya Dapat berperan sebagai anggota tim kerja sama dengan baik, sebagimana juga menjadi pemimpin tim kerja sama dengan baik. Dapat memotovasi diri melalui dorongan dari dalam diri sendiri Memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap pekerjaannya serta mau menerapkannya dalam pekerjaan itu. Mau menerima ide-ide atau saran-saran yang dianggap lebih baik dari orang lain. Hubungan antar pribadi dengan semua tingkatan manajemen dalam organisasi berlangsung baik. Sangat menyadari dan mempedulikan masalah pemborosan dan inefisiesnsi dalam penggunaan sumber-sumber daya. Mempunyai tingkat kehadiran yang baik Seringkali melampaui standar-standar yang telah ditetapkan Selalu mampu mempelajari Sesutu hal baru dengan cepat.
Indikator
produktivitas
menurut
Sedarmayanti
(2001:79)
yang
dikembangkan dan dimodifikasi dari pemikiran yang disampaikan oleh Gilmore dan Erich Fromm tentang individu yang produktif, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tindakan konstruktif. Percaya pada diri sendiri. Bertanggung Jawab. Mmemiliki rasa cinta terhadap pekerjaan. Mempunyai pandangan ke depan. Mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah. Mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya (kreatif, imaginative, dan inovatif).
50
8.
Memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya.
Selanjutnya Sedarmayanti (2001:80) mengutip dari A. Dale Timpe mengungkapkan
tentang ciri umum pegawai yang produktif adalah sebagai
berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9.
Cerdas dan dapat belajar dengan cepat. Kompeten secara professional/teknis selalu memperdalam pengetahuan dalam bidangnya. Kreatif dan inovatif, memperlihatkan kecerdikan dan keanekaragaman. Memahami pekerjaan Belajar dengan cerdik, menggunakan logika, menggorganisasikan pekerjaan dengan efisien, tidak mudah macet dalam bekerja. Selalu mempertahankan kinerja rancangan, mutu, kehandalan, pemeliharaan keamanan, mudah dibuat, produktivitas, biaya, dan jadwal. Selalu mencari perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti menyempurnakan. Dianggap bernilai oleh pengawasnya. Memiliki catatan prestasi yang berhasil Selalu meningkatkan diri.
Jadi, produktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kekuatannya dan menunjukan segenap potensi dan kreativitas yang ada pada dirinya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai serta untuk perbaikan dimasa yang akan datang. 2.4
Kerangka Pemikiran Suatu perusahaan maupun organisasi dikatakan maju atau berhasil apabila
organisasi tersebut memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, seperti yang dikemukakan Sondang P. Siagian (2002:27): ”Organisasi yang berhasil ialah organisasi yang tingkat efektivitas dan produktivitasnya semakin lama semakin tinggi, sehingga dengan demikian tujuan dan berbagai sasaran dapat tercapai dengan memuaskan”.
51
Perkembangan dan pertumbuhan suatu perusahaan tergantung dari peran Sumber Daya Manusia yang tersedia di perusahaan, karyawan yang merupakan Sumber Daya Manusia merupakan salah satu asset terpenting yang dimiliki perusahaan. Malayu S.P. Hasibuan (2003:12) menyatakan: ”Karyawan adalah asset (kekayaan) utama setiap perusahaan, karena tanpa keikutsertaan mereka, aktivitas perusahaan tidak akan terjadi, karyawan berperan aktif dalam menetapkan rencana, sistem, proses, dan tujuan yang ingin dicapai”. Salah satu tujuan
yang
ingin
dicapai
setiap
perusahaan
adalah
mempertahankan
keberlangsungan hidup perusahaan dan mampu tumbuh dan berkembang secara terus menerus, sehingga perusahaan memiliki produktivitas yang tinggi pula. Untuk mencapai tujuan tersebut penting bagi perusahaan untuk memperhatikan produktivitas kerja karyawannya. Mengingat bahwa karyawan merupakan salah satu asset terpenting yang dimiliki
perusahaan
guna mencapai
tujuan
perusahaan
yaitu
memiliki
produktivitas yang tinggi, maka perusahaan perlu untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawannya dengan cara memperhatikan kebutuhan para karyawannya. Seperti yang diungkapkan oleh Malayu S.P. Hasibuan (2003:79) bahwa
”Suatu
organisasi
dapat
ditingkatkan
produktivitasnya
dengan
memperlakukan manusia sebagai manusia, dalam hal ini organisasi atau perusahaan harus memperhatikan kebutuhan para karyawan agar perusahaan dapat meningkat produktivitasnya”. Menurut C. Arygris (Malayu Hasibuan, 2003:80), menyebutkan tiga macam kebutuhan karyawan, yaitu ”Badaniah, keamanan, dan perwujudan diri,
52
bila kebutuhan-kebutuhan karyawan tersebut baik, maka produktivitas juga akan meningkat”. Produktivitas kerja seseorang tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Produktivitas kerja merupakan suatu akibat dari sumber tertentu. Untuk itulah perusahaan membutuhkan suatu program yang dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Salah satunya yaitu dengan melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, sehingga para karyawan akan bekerja dengan konsentrasi penuh dan kerugian akibat kecelakaan kerja dapat diminimalisir. Menurut Louis Allen (Danggur Konradus, 2006:105) menyatakan, ”Minimizing loss is as much as improvement maximizing of profit”. Yang artinya, mengurangi kerugian (akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja) sama dengan meningkatkan keuntungan. Peter Drucker (Danggur Konradus, 2006:105), megatakan ”The first duty of business is to survive and the guilding principle of business is not maximizing of profit, it is avoidance of loss. Dalam hal ini Drucker menggaris bawahi, bahwa prinsip utama perusahaan bukan meningkatkan keuntungan, tetapi menghindari kerugian”. Marihot Tua Effendi (2007:312), memiliki pendapat bahwa: ”Keselamatan dan Kesehatan Kerja tentu saja mudah dipahami sebagai suatu aspek penting dalam usaha meningkatkan kesejahteraan, produktivitas kerja, sehingga menjadi suatu kewajiban dari perusahaan untuk meningkatkannya. Sebab, bilamana dilihat dari sasaran-sasaran Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai filosofi dalam melakukan berbagai programnya, yaitu sasaran organisasi, individu, soaial, dan fungsional, peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja dari aspek
53
organisasi akan dapat meningkatkan produktivitas pegawai, mengurangi biaya-biaya akibat keselamatan kerja dan mengurangi kesalahan”. Pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan akan mencegah terjadinya gangguan akibat kecelakaan kerja seperti hilangnya hari kerja yang seharusnya digunakan perusahaan untuk kegiatan produksi, hal ini jelas akan merugikan perusahaan. Charles E. Summer, Jr (Taliziduhu Ndraha, 2002:46) menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah sebagai berikut: Suprasarana • Kebijakan Pemerintah • Hubungan Industrial Karyawan • Pendidikan • Etos Kerja • Motivasi Kerja • Sikap Mental • Kondisi Fisik
Peningkatan Produktivitas
•
• • •
Keselamatan Kerja • Kesehatan Kerja • Sarana Produksi
Upah/Gaji Jaminan Sosial Security
•
Kesejahteraan
Lingkungan Kerja
Sarana Penunjang Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja Charles E. Summer, Jr (Taliziduhu Ndraha, 2002:46)
54
Dari gambar tersebut terlihat bahwa lingkungan kerja yang memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja dapat mempengaruhi karyawan dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan itu sendiri. Berdasarkan Maslow’s Need Hierarchy Theory (Stephen P. Robbins, 2003:209), bahwa di dalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan, yaitu: 1. 2. 3. 4.
5.
Psikologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan, (pakaian dan perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lain. Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. Sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan persahabatan. Penghargaan: mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, dan faktor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian. Aktualisasi: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.
Dari uraian diatas sangatlah jelas bahwa salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan rasa aman, yakni kebutuhan akan keamanan dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan suatu pekerjaan. Selanjutnya Malayu S.P Hasibuan (2003:225) mengungkapkan bahwa kebutuhan keamanan dan keselamatan mengarah pada dua bentuk, yaitu: 1. 2.
Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja. Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja.
Berdasarkan uraian teori produktivitas dan motovasi diatas, menerangkan bahwa karyawan membutuhkan perhatian akan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja. Pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
55
merupakan salah satu faktor yang dapat memenuhi kebutuhan karyawan. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2000:530), menyatakan bahwa ”Keselamatan Kerja merupakan kondisi dimana kesehatan dan kesejahteraan fisik karyawan dilindungi., sedangkan kesehatan kerja merupakan perlindungan yang mencakup kesejahteraan fisik, mental dan emosional para karyawan dimana mereka bekerja”. Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2002:259-262) menyatakan bahwa program K3 yang efektif biasanya terdiri dari:1) Tanggung jawab dan komitmen perusahaan, 2) Kebijakan dan disiplin keselamatan kerja, 3) Komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja, 4) Komite keselamatan kerja, 5) Inspeksi, penyelidikan keselamatan kerja dan riset, dan 6) Evaluasi terhadap usaha-usaha keselamatan kerja. Dan selanjutnya dijadikan indikator Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penelitian ini. Menurut Sedarmayanti (2001:72) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas adalah: 1) Motivasi kerja, 2) Disiplin kerja, 3) Kerjasama, 4) Antusias, 5) Inisiatif, 6) Tanggung Jawab, 7) Kreatifitas, dan 8) Keterampilan, yang selanjutnya dijadikan indikator Produktivitas Kerja Karyawan pada penelitian ini.
56
X
Y
Gambar 2.3 Paradigma Penelitian Keterangan: X
= Pelaksanaaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Variabel Bebas)
Y
= Produktivitas Kerja Karyawan (Varibel Terikat) = Arah yang menunjukan pengaruh variabel X terhadap Y
Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (X)
Produktivitas Kerja Karyawan (Y)
1. Tanggung jawab dan komitmen perusahaan 2. Kebijakan dan disiplin keselamatan kerja 3. Komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja 4. Komite keselamatan kerja 5. Inspeksi, penyelidikan keselamatan kerja dan riset 6. Evaluasi terhadap usaha-usaha keselamatan kerja (Robert L. Mathis dan John H. Jackson, 2002:259-262)
1. Motivasi kerja 2. Disiplin kerja 3. Kerjasama 4. Antusias 5. Inisiatif 6. Tanggung Jawab 7. Kreatifitas 8. Keterampilan (Sedarmayanti,2001:72)
Gambar 2.4 Model Kerangka Berfikir
57
2.5
Hipotesis Suharsimi Arikunto (2002:22): ”Kebenaran sementara yang ditentukan
oleh peneliti, tetapi masih harus dibuktikan atau dites atau dijui kebenarannya.” Sudjana (2002:219): ”Asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya.” Sugiono (2007:82): ”Jawaban sementara terhadap rumusan penelitian.” Dari pengertian diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah ”Pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan.”