BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat IPA Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sedangkan disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar (SD) berupa mata pelajaran yang mulai di ajarkan pada jenjang kelas tinggi. IPA sebagai cara mencari tahu tentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. Pendidikan IPA di SD dan MI diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan di dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.2 Ruang Lingkup IPA di SD Ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pengajaran IPA diharapakan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan didalam kehidupan sehari hari. Proses pelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman
langsung
untuk
mengembangkan
kompetensi
agar
menjelajah dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri untuk menumbuhkan kemampuan
5
6
fisik, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu Pendididikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, menyebutkan bahwa Ruang Lingkup Pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: 1. 2. 3. 4.
Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan tumbuhan, serta kesehatan. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas. Energi dan perubahanya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
2.1.3 Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam berasal dari kata sains yang bearti alam (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus ilmu pengetahuan alam atau sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains merupakan pengetahuan dan proses.
Sedangkan Kuslan Stone
menyebutkan bahwa sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Menurut Abdullah (1998: 18), “IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan cara melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan yang lain”. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode
7
ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan. 2.1.4 Prinsip dan Tujuan Pembelajaran IPA Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran IPA diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar (Slavin, 1994). Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. 2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beraneka ragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. 3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Selain prinsip di atas, pembelajaran IPA juga memiliki beberapa tujuan pembelajaran bagi peserta didik. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan MI oleh Refandi (2006: 37) bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI diantaranya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Pendapat lain (Bernal, 1998: 3) juga menyebutkan bahwa Tujuan pembelajaran IPA bagi peserta didik agar peserta didik memiliki
8
kemampuan sebagi berikut : 1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Berdasarkan beberapa tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar sains tidak hanya menimbun pengetahuan, tetapi harus dikembangkan serta diaplikasikan ke dalam bentuk yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 2.2 Model Pembelajaran 2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Menurut Nana Sudjana (1989), “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum. (Joyce, 1992: 4). Menurut Soekamto, (2000: 10) mengemukakan “Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi
9
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Belajar adalah proses aktif siswa dalam membangun atau memproduksi pengetahuan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dan yang akan dipelajari. Menurut Cory (1986), menyebutkan “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja di kelola untuk memungkinkan Ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subyek khusus dari pendidikan”. Udin. S.Winaputra 2008, Fontana (1981) mengartikan bahwa “Belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman”. Bower dan Hilgrad (1981), bahwa “Belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tidak disebabkan oleh insting, kematangan, atau kelelahan, dan kebiasaan”. Berdasarkan
beberapa
pendapat
Ahli
mengenai
model
pembelajaran di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah suatu proses belajar yang tersusun secara sistematis sehingga tercipta perubahan perilaku individu yang baik dan menciptakan pembelajaran yang aktif di dalam kelas yaitu antara guru dan siswa terjadi umpan balik sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu atau memfasilitasi siswa dalam mempelajari atau mengalami suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.
10
2.3 Pembelajaran Role Playing 2.3.1 Pengertian Role Playing Istilah role playing dalam metode merupakan dua istilah ganda bagi metode pembelajaran role playing maupun metode bermain peran, karena tergolong dalam model pembelajaran simulasi, sehingga di dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dan silih berganti. Metode simulasi (Role Playing) adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial (Sudjana, 2009: 89). Pada metode role playing ini, proses pembelajaran ditekankan pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi, baik guru maupun siswa. Kedua istilah ini (role playing dan bermain peran), kadang-kadang juga disebut metode dramatisasi. Hanya bedanya, kedua metode tersebut tidak disiapkan terlebih dahulu naskahnya. Dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, kemampuan berbicara siswa dapat direkayasa untuk ditingkatkan melalui metode pembelajaran role playing, karena role playing efektif dalam memberikan pemahaman konsep secara luas kepada siswa melalui pengimitasian tokoh tertentu yang di setting dalam situasi tertentu. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa sosial siswa terhadap lingkungan dan orang di sekitarnya. Menurut Alhafidzh (2010: 1), metode role playing memiliki peran penting dalam proses pembelajaran, dan dapat digunakan apabila: 1. Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang. 2. Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan. 3. Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan. 4. Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam masyarakat kelak. 5. Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi
11
terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 6. Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga amat berguna bagi kehidupannya dan masa depannya kelak, terutama yang berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang diperankan. 2.3.2 Fungsi Role Playing Lee (1986:147) menjelaskan bahwa ”Role-playing bermanfaat untuk membantu membawa pembelajaran IPA ke dalam kehidupan dan memberikan pengalaman nyata kepada pembelajaran menggunakan bermain peran melalui pelestarian dan pemeliharaan alam”. Role-playing dalam kegiatan kelas III untuk tujuan dapat dilaksanakan untuk menambah pemahaman terhadap apa yang dipelajarinya, misalnya dalam kelas III (tiga) untuk melestarikan dan memelihara alam di sekolah. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan siswa untuk mengetahui cara melestarikan dan memelihara alam di sekolah sekaligus menambah keterampilan dalam bermain peran. Selain itu, role-playing dapat pula digunakan untuk menambah kesadaran sosial terhadap orang lain, yaitu terutama kepada guru, pembelajaran yang lain dan komponen pembelajaran yang lain (Amato, 2003: 124). Amato (2003: 214) menambahkan pula bahwa “Melalui kegiatan role-playing pembelajaran dapat menggali kemampuan dirinya, memiliki rasa empati terhadap orang lain, dan menggunakan pengalaman pribadinya agar dapat melakukan tindakan-tindakan yang hebat”. Role-playing dapat pula menambah kemampuan pembelajaran, menguasai aspek-aspek komunikasi nonverbal, meningkatkan kemampuan kerjasama antar pelajar, dan meningkatkan kecakapan ranah afektif.
12
2.2.3 Kekurangan dan Kelebihan Role Playing a. Kekurangan Menurut Wahab (2007: 109) kelemahan model role playing antara lain: 1. Jika siswa tidak dipersiapkan secara baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh- sungguh. 2. Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung. 3. Bermain peran tidak selamanya menuju ke arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkan. 4. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik, khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya. 5. Bermain peran membutuhkan waktu yang banyak/lama. 6. Untuk lancarnya bermain perannya, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal hingga berkerjasama dengan baik. Senada dengan Wahab, Mujimin (2007: 86) mengemukakan kelemahan model role playing terletak pada: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Role playing dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang/ banyak. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid, dan tidak semua guru memilikinya. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu. Apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini. Pada pelajaran agama masalah keimanan, sulit disajikan melalui model role playing dan bermain peran ini. Strategi pelaksanaan pembelajaran role playing.
Berdasarkan pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa kekurangan role playing antara lain: 1. Bermain peran ini memerlukan waktu yang lama. 2. Memerlukan kreativitas yang tinggi dari guru maupun siswa. 3. Jika pelaksanaan bermain peran atau role playing gagal maka akan menimbulkan kesan yang kurang baik dan pelaksanaan pembelajaran dianggap gagal.
13
b. Kelebihan Kelebihan dari model pembelajaran role playing antara lain: 1. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama. 2. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. 3. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi waktu yang berbeda. 4. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan. 5. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Dengan mempunyai kelebihan dan kekurangan pada pembelajaran role playing sebagai guru yang baik, guru harus mampu mengatasi beberapa kelemahan pada pembelajaran role playing sehingga guru dapat memberikan pengalaman nyata kepada pembelajaran dan memberikan keterampilan kepada anak dalam bermain peran, sehingga kelebihan pada pembelajaran role playing ini lebih menonjol daripada kekurangannya. 2.2.4 Tahap Pelaksanaan Role Playing dalam Pembelajaran Wahab (2007: 114) bahwa bermain peran, ada tiga tahap yang harus dilaksanakan guru, yaitu: 1. Tahap persiapan a. Persiapan untuk bermain peran: b. Memilih Pemain a) Pilih secara sukarela, jangan dipaksa. b) Sebisa mungkin pilih pemain yang dapat mengenali peran yang akan dibawakannya. c) Hindari pemain yang ditunjuk sendiri oleh siswa. d) Pilih beberapa pemain agar seorang tidak memainkan dua peran sekaligus. e) Hindari siswa membawakan peran yang dengan kehidupan sebenarnya. c. Mempersiapkan Penonton a) Harus yakin bahwa pemirsa mengetahui keadaan dari tujuan bermain peran. b) Arahkan mereka bagaimana seharusnya berperilaku.
14
d. Persiapan para pemain a) Biarkan siswa agar mempersiapkannya dengan sedikit mungkin campur tangan guru. b) Sebelum bermain setiap pemain harus memahami betul apa yang dilakukannya. c) Permainan harus lancar, dan sebaiknya ada kata pembuka, tetapi hindari melatih kembali saat sudah siap bermain. d) Siapkan tempat dengan baik. 2. Pelaksanaan 1. Upayakan agar singkat, bagi pemula lima menit sudah cukup dan bermain sampai habis, jangan diinterupsi. 2. Biarkan agar spontanitas menjadi kunci utamanya. 3. Jangan menilai aktingnya, bahasanya dan lain-lain. 4. Biarkan siswa bermain bebas dari angka dan tingkatan. 5. Jika terjadi kemacetan hal yang dapat dilakukan misalnya: a. Dibimbing dengan pertanyaan. b. Mencari orang lain untuk peranan tersebut. c. Menghentikan dan melangkah ke tindak lanjut. 6. Jika pemain tersesat lakukan: a. Rumuskan kembali keadaan dan masalah. b. Simpulkan apa yang sudah dilakukan. c. Hentikan dan arahkan kembali. d. Mulai kembali dengan penjelasan singkat. 3. Tindak Lanjut 1. Diskusi tindak lanjut dapat memberi pengaruh yang besar terhadap sikap dan pengetahuan siswa. 2. Diskusi juga dapat menganalisis, menafsirkan, memberi jalan keluar atau merekreasi. 3. Di dalam diskusi sebaiknya dinilai apa yang telah dilaksanakan. 4. Melakukan bermain peran kembali. 5. Kadang-kadang memainkan kembali dapat memberi pemahaman yang lebih baik. Sedangkan Sudrajat (2010: 1) mengemukakan strategi penerapan role playing sebagai berikut: 1. Bila role playing baru ditetapkan dalam pengajaran, maka hendaknya guru menerangkannya terlebih dahulu teknik pelaksanaanya, dan menentukan diantara siswa yang tepat untuk memerankan lakon tertentu, secara sederhana dimainkan di depan kelas. 2. Menerapkan situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga diceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan dipentaskan tersebut. 3. Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa.
15
4. Setelah role playing itu dalam puncak klimaks, maka guru dapat menghentikan jalannya drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum, sehingga penonton ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai role playing yang dimainkan. Role playing dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu. 5. Guru dan siswa dapat memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan jalannya role playing untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya. Tahap pelaksanaan role playing menurut saya yang harus dilakukan pertama-tama harus melalui tahap persiapan yang mana tahap persiapan itu dipersiapkan untuk memilih peran, mempersiapkan penonton kemudian juga mempersiapkan para pemain, yang kedua yaitu tahap pelaksanaannya dan yang ketiga ada tindak lanjutnya antara guru dengan murid. 2.2.5 Penerapan Role Playing dalam Proses Belajar Mengajar IPA a. Kegiatan Awal 1.
Siswa memberikan salam kepada guru
2.
Apersepsi: siswa menjawab pertanya jawab dari guru: 1. Siapa yang mempunyai kebun bunga dirumah? 2.
3.
Bagaimana cara pelestarian dan perawatan kebunnya ?
Siswa mendengar penjelasan dari guru bahwa pada pembelajaran hari ini mereka akan belajar bermain peran yaitu tentang pelestarian dan pemeliharaan alam di sekolah.
4.
Siswa mendengarkan penjelasan dari guru tentang tujuan, manfaat, dan teknik bermain dalam pembelajaran role playing atau bermain peran.
b. Kegiatan Inti Ekspolarasi 1.
Siswa menyebutkan contoh pelestarian dan pemeliharaan alam di sekolah.
2. Siswa berada pada kelompoknya masing- masing. 3.
Siswa melakokan drama yang sudah dipersiapkan dengan perannya masing- masing melalui bermain peran:
16
4.
Masing- masing kelompok mengamati skenario yang sedang diperagakan
5.
Masing-masing kelompok diberikan lembar kerja untuk membahas atau memberi penilaian atas penampilan masing- masing kelompok
6.
Siswa melakukan diskusi untuk membicarakan hasil kegiatan yang sudah terlaksana Elaborasi
1.
Masing- masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
2.
Siswa memberikan masukan dan pendapat mengenai penampilan dari kelompok yang melakukan bermain peran. Konfirmasi
1. Siswa diberi motivasi oleh guru agar lebih aktif lagi dalam belajar melalui bermain peran. 2. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami melalui model pembelajaran role playing atau bermain peran. 3. Siswa bersama dengan guru membuat rangkuman mengenai pelestarian dan pemeliharaan alam di sekolah melalui bermain peran. c. Kegiatan Akhir 1. Siswa
diberi penguatan oleh guru mengenai pelestarian dan
perawatan di sekolah alam melalui bermain peran. 2. Siswa mengerjakan evaluasi. 3. Siswa mengucapkan salam penutup. 2.4 Pengertian Hasil Belajar Uzer Usman (1997), berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku individu sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungan sehingga mampu berinteraksi dengan baik dengan lingkungan. Mulyana (1999), menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar mengajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan belajar mengajar yang terprogram
17
dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional. Tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Mudhofir (1996), menyatakan bahwa secara garis besar yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (a) factor internal yang bersumber dari diri manusia, yang meliputi faktor biologis dan psikologis dan (b) faktor eksternal yang bersumber dari luar manusia yang meliputi faktor manusia dan faktor non manusia, seperti alam, benda, hewan dan lingkungan fisik. Ada dua cara mengukur pencapaian belajar siswa, yaitu: (a) norm referenced evaluation (NRE) atau Penilaian Acuan Norma (PAN), Dengan cara penilaian ini tiap siswa dituntut untuk dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan sebelum siswa melakukan kegiatan belajar, sehingga pencapaian hasil belajar siswa dapat dilihat dengan penguasaan belajar tuntas. Nana Sujana (2000), menyatakan bahwa ada 3 ranah (domainss hasil belajar yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif. Ranah kognitif merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan berfikir, kemampuan memperoleh pengetahuan,
pengenalan,
pemahaman,
konseptualisasi,
penentuan,
dan
penalaran. Ranah psikomotorik merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan, kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik. Sedangkan ranah afektif merupakan aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajad penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Jadi hasil belajar merupakan perubahan yang diperoleh setelah terjadinya proses belajar mengajar yang dapat dinilai melalui bentuk tes Ujian Akhir Semester (UAS) dan Ujian Akhir Nasional (UANAS). Menurut saya hasil belajar siswa itu tidak hanya diukur dari nilai akademis saja, tetapi sikap siswa juga harus dinilai karena sebagai guru yang baik, guru itu tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik karakter siswa. 2.4.1 Pentingnya Hasil Belajar Oemar Hamalik (2010: 159) mengemukakan hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang
18
tersebut. Perubahan yang dimaksud tidak hanya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian dan penghargaan diri pada individu tersebut. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil berciri sebagai berikut. 1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa. 2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. 3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainnya. 4. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Hasil belajar adalah kemampuan berbicara siswa melalui dramatisasi yang dapat memberikan pemahaman konsep secara luas kepada siswa melalui pengimitasian tokoh tertentu yang di setting dalam situasi tertentu yang mana dapat meningkatkan rasa sosial siswa terhadap lingkungan dan orang di sekitarnya. 2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2003:56-72) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor-faktor jasmaniah, psikologi, minat, motivasi dan cara belajar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari peserta didik yang sedang belajar. Faktor dari dalam ini meliputi kondisi fisiologis dan kondisi psikologi. Kondisi fisiologis adalah keadaan jasmani dari seseorang yang sedang belajar, keadaan jasmani dapat dikatakan sebagai latar belakang aktivitas
belajar.
Sedangkan
kondisi
psikologis
yang
dapat
19
mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif. Faktor ekstern yaitu faktorfaktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Salah satu faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor sekolah, yang mencakup metoda mengajar, kurikulum, relasi guru siswa, sarana, dan sebagainya. Clark dalam Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2001:39) mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan menurut Sardiman (2007:39-47), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor intern (dari dalam) diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa. Berkaitan dengan faktor dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal siswa antara lain kemampuan yang dimiliki siswa tentang materi yang akan disampaikan, sedangkan faktor eksternal antara lain strategi pembelajaran yang digunakan guru di dalam proses belajar mengajar. 2.4.3 Pengukuran Hasil Belajar IPA Melalui pembelajaran IPA dengan materi Pelestarian dan Pemanfaatan Alam melalui pembelajaran role playing siswa: 1. Menambah pengetahuan untuk mengetahui cara melestarikan dan memelihara alam tidak hanya di sekolah tetapi juga di lingkungan masyarakat.
20
2. Menambah kesadaran sosial terhadap lingkungan di sekitar dalam menjaga kelestarian alam dan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 3. Mengembangkan sikap positif adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA pada materi pelestarian dan pemeliharaan alam dengan teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 2.5 Kajian Hasil Penelitian Relevan Adapun hasil penelitian yang relevan yang mendekati judul penelitian ini adalah: 1. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wibowo (2011) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Dengan Penerapan Metode Pembelajaran Role Playing Dan True Or False Pada Siswa Kelas IV SD N II Boto”, yaitu pengetahuan kognitif siswa meningkat dari siklus I yang hanya 54,78 menjadi 78,78 pada siklus II. Penelitian dilakukan dengan penilaian kognitif dan afektif dalam setiap siklusnya. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata-rata kognitif siswa pada siklus I sebesar 54,78 meningkat pada siklus II menjadi 78,78 dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 94,60; sedangkan nilai rata-rata afektif pada siklus I sebesar 11,08 (termasuk kategori cukup berminat), pada siklus II sebesar 14,13 (termasuk kategori cukup berminat), dan pada siklus III meningkat menjadi 16 (termasuk kategori berminat). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode pembelajaran Role Playing dan True or False dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada kelas IV SD N II Boto, Jatiroto, Wonogiri tahun ajaran 2011/2012. 2. Penelitian yang dilakukan Djariyo Mudzanatun (2012) dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Semester I SD N Wonokerto 1 Karangtengah Demak Tahun Ajaran 2011/2012”. Hal ini dapat dilihat pada
21
persentase motivasi belajar pada siklus I sebesar 59,39 % dan pada siklus II naik menjadi 75,11 %, persentase kreativitas belajar pada siklus I sebesar 60,54 % dan pada siklus II naik menjadi 71,32 %, sedangkan aktivitas belajar naik dari 64,21 % pada siklus I menjadi 75,43 % pada siklus II. Hal ini juga ditunjukkan dengan siswa yang tuntas belajar atau yang mendapat nilai ≥ 7 sebanyak 11 siswa, ketuntasan belajar klasikal hanya 31,43 %, sedangkan nilai rata-rata kelas hanya mencapai 5,57 kemudian pada siklus II meningkat dengan banyaknya siswa yang tuntas belajar secara klasikal mencapai 77,14 % sedangkan nilai rata-rata kelas mencapai 7,27. Dengan demikian penerapan model pembelajaran IPA dengan model Role Playing pada siklus II dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan yaitu 7,0 dibandingkan dengan siklus I yang tidak menerapkan model Role Playing. Model Role Playing pada Pembelajaran IPA dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa yang ditunjukkan dengan persentase keaktifan pada siklus I sebesar 46,88 % naik menjadi 71,88 % pada siklus II. Dari dua penelitian di atas membuktikan bahwa pembelajaran role playing dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin melakukan penelitian lagi dengan menggunakan cara pembelajaran yang sama. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang dilakukan kali ini dengan penelitian-penelitian terdahulu. Penulis berasumsi bahwa perbedaan subyek didik, merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi hasil belajar. Situasi sekolah yang berbeda, fasilitas yang berbeda, tantangan masyarakat yang berbeda, demikian juga pola asuh dari orangtua yang berbeda karena budaya yang berbeda tentu berkontribusi terhadap prestasi belajar siswa juga. Karena itu, dengan memilih subyek penelitian yaitu siswa kelas III SDN Blotongan 02 Salatiga, peneliti bermaksud melihat peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran role playing. Artinya, jika pembelajaran ini berhasil, maka pembelajaran ini akan menjadi rujukan bagi sekolah bersangkutan, maupun sekolah yang berbeda, karena terbukti teruji pada sekolah yang tentu saja memiliki situasi yang berbeda-beda.
22
2.6 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah dengan penerapan model pembelajaran yang interaktif dan maksimal, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu pemikiran peneliti bahwa pembelajaran yang menggunakan model role playing, siswa akan lebih mudah memahami konsep, materi yang disampaikan guru sehingga hasil belajar siswa dapat tercapai secara maksimal. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang dilaksanakan oleh guru dapat memenuhi target kurikulum yang telah ditetapkan perlu dilaksanakan secara efektif dan efesien. Agar kegiatan pembelajaran secara efektif dapat berlangsung, maka guru perlu mengelola kegiatan pembelajaran yang efektif. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan model pembelajaran role playing yang tepat untuk setiap materi pembelajaran yang diajarkan dalam kelas. Setelah guru mengajarkan kepada siswa tentang bermain peran melalui siklus I kemudian di refleksi dan dilanjutkan pada siklus II, maka akan menghasilkan hasil belajar dari murid. Dari hasil belajar murid tersebut, lalu akan di analisis. Kemudian dari hasil analisis itu akan di temukan hasil peningkatan pengetahuan murid dan akan direkomendasikan untuk pelaksanaan proses belajar mengajar pada materi yang sama. 2.7
Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada siswa kelas 3 SDN Blotongan 02 Salatiga. Cara yang digunakan pada pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III pada mata pelajaran IPA SDN Blotongan 02 Salatiga semester II tahun pelajaran 2012/2013.