BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Mutakhir Penelitian mengenai jaringan listrik mikro ini telah banyak dilakukan,
namun untuk daerah Bali sendiri belum ada penelitian mengenai jaringan listrik mikro ini. Hasil yang diperoleh dari beberapa penelitian menunjukkan perbedaan wilayah mempengaruhi presentase penggunaan pembangkit listrik terbarukan. Penelitian – penelitian tersebut masih terpusat pada pengembangan jaringan jaringan listrik mikro untuk wilayah yang tidak dapat terjangkau oleh jaringan untillity yaitu PLN. Penelitian mengenai jaringan pembangkit terbarukan untuk gedung perkantoran atau lingkungan pendidikan yang membentuk sebuah jaringan listrik mikro masih sangat terbatas. Penelitian dalam skripsi ini akan mendesain suatu jaringan listrik mikro (mikrogrid) dengan memanfaatkan PLTS dan generator set yang terdapat di Jurusan Teknik Elektro Universitas Udayana yang akan dipararelkan dengan jaringan PLN, sehingga dapat meminimalkan penggunaan listrik dari PLN. Rencana penambahan kapasitas PLTD di wilayah Indonesia Timur dan barat memerlukan bahan bakar minyak sebanyak 60,85 juta liter per tahun dengan asumsi harga per liternya sebesar 9500 sehingga anggaran yang harus dikeluarkan hanya untuk membeli bahan bakar sebesar 578 milyar rupiah pertahun. Penelitian ini memberi solusi dengan pembangunan Pembangkit Listrik Hybrid yang dapat digunakan sebagai pengganti PLTD. Pembangkit Listrik Hybrid pada penelitian ini berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu atau Angin (PLTB). Pemasangan PLTS dan PLTB akan menghemat kebutuhan BBM sebesar 15,2 juta liter pertahun atau menghemat biaya bahan bakar sebesar 144 milyar rupiah per tahun dengan asusmsi PLTS dan PLTB menanggung 25% beban yang terpasang dan kualitas ketersediaan pasokan energi listrik yang lebih terjamin (Nurrohim, 2012). Pengujian tanpa beban dan berbeban untuk mengetahui mengenai kinerja PLTS dan PLTB yang memasok jaringan listrik mikro arus searah menunjukkan
6
7
PLTS dan PLTB mengalami penurunan tegangan sebesar 9,4% dan 8,4% dari tegangan DC nominal 12V pada saat dibebani 80% dari beban nominal 100W. Hal ini disebabkan adanya impedansi dari baterai sebesar 1,8 ohm. Beban yang terpasang pada jaringan listrik mikro arus searah memperoleh pasokan daya dari PLTS dan PLTB yang masing-masing dilengkapi baterai dengan kapasitas sama 12V, 45Ah. Pada kondisi tanpa beban, PLTS dan PLTB mengisi baterai, sedangkan pada kondisi berbeban, arus yang dihasilkan kedua pembangkit mengalir ke beban, dengan pembagian pasokan daya ke beban tergantung muatan baterai masing-masing. Pembangkit dengan baterai bermuatan besar memasok daya lebih besar dibanding pembangkit dengan baterai bermuatan lebih kecil. Penelitian ini menunjukkan peletakan sel surya 12V,80W kearah timur pada bulan Juni 2010 menghasilkan arus rata – rata terbesar yaitu 1,954 A dan mengisi baterai 12V, 45Ah selama 23 jam lebih cepat dibanding kearah lain (Isdawimah, dkk, 2010). Penggunaan Pembangkit Listrik Hybrid memerlukan sebuah skema kontrol yang digunakan untuk mengatur sistem tiga fasa hybrid photofoltaic (PV)-diesel microgrid pada daerah terisolasi tanpa menggunakan penyimpan energi (energy storage) yang bertujuan untuk menjaga daya yang dihasilkan Photovoltaic yang dihubungkan dengan diesel tetap stabil. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan mengkontrol inverter Pulse With Modulation (PWM) yang menghubungkan antara PV dengan sistem. Skema kontrol tersebut diharapkan mampu menghasilkan daya yang baik dengan dimodelkan berdasarkan beragam kondisi. Hasil
penelitian ini
menunjukkan
perbedaan tingkat
intensitas
cahaya
mempengaruhi daya yang dihasilhan oleh PV. Semakin besar tingkat intensitas cahaya matahari (W/m2) maka semakin tinggi nilai daya maksimum yang dihasilkan oleh PV. Pada pengujian PV yang telah dilakukan maka didapatkan hasil yang berbeda antara pengujian dan spesifikasi dari pabrik sebesar 99.65 %. PV digunakan sebagai pembangkit yang dihubungkan dengan generator, maka biaya operasional dari generator dapat ditekan sehingga lebih menghemat biaya. Baterai sebagai back up dari PV tidak digunakan mengingat biaya untuk pengadaan dan perawatan baterai sendiri mahal. Beban dan radiasi matahari yang
8
berubah-ubah dapat mempengaruhi supply daya dari PV ke beban (Pratama, dkk, 2012). Pembuatan model jaringan mikro di pulau St.Martin, Bangladesh yang berkoordinat antara 20o 34’ – 20o 39’ LU dan 92o 18’ – 92o 21’ BT dengan menggunakan sumber daya PV module, turbin angin, generator set berbahan bakar biogas dan baterai sebagai media penyimpanan dengan melayani 650 unit rumah tangga. HOMER digunakan untuk analisis sensitivitas dampak yang ditimbulkan dari jaringan mikro yang akan dibangun. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan energi terbarukan sebagai sumber daya dapat mengurangi efek rumah kaca dari emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik konvensional. Sistem jaringan mikro yang dibangun menghasilkan hanya 12.000 kg CO2, 32,2 kg CO dan 23,8 kg SO2 per tahun. Hasil ini lebih kecil dibandingkan emisi dari efek rumah kaca. Sistem ini direncanakan hanya akan menghasilkan CO2 sebesar 10.469 kg/tahun yang lebih kecil dari generator set. Biaya energi yang dihasilkan sistem sebesar 35,26 BDT/KWh untuk tahap instalasi dan direncanakan akan menurun sampai berkisar 7,56 BDT/KWh untuk tahun - tahun berikutnya. Sistem ini memberikan kinerja yang lebih baik karena jika PV module atau turbin angin tidak dapat bekerja, masih terdapat generator set yang akan memasok daya (Ruhul, dkk, 2014). Optimal Rural Microgrid Energy Management Using HOMER menjelaskan mengenai perancangan model jaringan mikro yang terdiri dari PV module, subsistem energi angin, mikrohidro, biogas dan baterai sebagai media penyimpanan. Penelitian dilakukan disebuah desa terpencil dengan koordinat 30 o 32’ LU dan 76o 39’ BT yang terdiri dari sekitar 400 orang penduduk dan 200 ekor hewan ternak yang terdiri dari sapi, unggas, babi dan lain – lain. Penelitian ini bertujuan untuk memaksimalkan output energi dari sumber daya energi didistribusikan (DERs) dengan optimasi menggunakan software HOMER. Hasil simulasi menunjukkan sistem PV module, hidro, biogas dari tanaman menggunakan baterai dan konverter memiliki nilai NPC yang terendah yaitu $ 146.987 dan harga listriknya sebesar $ 0,108 per KWh. Sistem dengan sumber
9
daya energi didistribusikan (DERs) dapat diterapkan dimasyarakat pedesaan dengan biaya yang efektif (Gerry dan Sonia, 2013). Penelitian mengenai jaringan listrik mikro di Indonesia salah satunya dilakukan di Desa Pinolosian yang terletak di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Provinsi Sulawesi Utara, yang memiliki jumlah penduduk mencapai 1165 jiwa dengan konsumsi energi listrik sebesar 1246,572 kWh/hari. Penelitian ini membahas mengenai perencanaan Pembangkit Listrik Hybrid yang terdiri dari PLTS dan Pembangkit Listrik Mikrohidro dengan menggunakan simulasi software HOMER. Hasil dari penelitian ini menunjukkan daya yang dihasilkan PV sebesar 19.080 kWh/tahun dan daya yang dihasilkan Microhydro sebesar 566.868 kWh/tahun sehingga jumlah daya yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di desa Pinolosian sebesar 450.774 kWh/tahun. Hasil simulasi ini mengacu pada NPC (Net Present Cost), biaya modal awal dan biaya operasional (Kanata dan Buhohang, 2014). Optimum Management And Control Of Smart Microgrid With Renewable DG menjelaskan mengenai pengelolaan dan pengontrolan energi listrik dalam satu atau sekelompok rumah yang membentuk sebuah jaringan mikro berdasarkan manajemen permintaan. Optimalisasi pada penelitian ini dilakukan dengan menerapkan analisis sensitifitas terhadap pengelolaan sumber daya dan unit DG berdasarkan fungsi biaya. Sumber daya seperti PV module, turbin angin dan lain – lain dimodelkan dalam software HOMER dan dicari biaya operasi, biaya pergantian dan pemeliharaannya. Penelitian ini menggunakan 3 jenis simulasi berdasarkan sumber daya yang digunakan. Simulasi tersebut antara lain penggunaan jaringan mikro yang tidak terhubung dengan grid. Simulasi ini menggunakan sumber daya dari PV module dan turbin angin. Simulasi kedua merupakan pengembangan dari simulasi pertama, generator set ditambahkan pada sistem. Simulasi ketiga dengan menghubungkan sistem pada simulasi kedua dengan grid. Hasil simulasi menunjukkan pengaruh masing – masing sumber daya yang digunakan dalam melayani permintaan energi dan biaya keseluruhan sistem. Kehandalan sistem ini sangat baik meskipun biaya instalasi sistem masih sangat
10
tinggi terutama untuk turbin angin, namun untuk beberapa tahun berikutnya akan lebih hemat (Amirkhanloo dan Ghafouri, 2014). 2.2
Jaringan Listrik Mikro Jaringan listrik mikro adalah jaringan listrik dengan kapasitas pasokan daya
yang relatif kecil, biasanya hanya 1 MW sehingga jaringan ini hanya bekerja pada tingkat distribusi tegangan menengah dan rendah. Jaringan ini terdiri dari beberapa pembangkit listrik lokal seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Mikrohidro, Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan generator diesel/solar. Terdapat 2 jenis sistem jaringan mikro berdasarkan sambungan jaringan listrik ke grid, yaitu (Isdawimah, dkk, 2010) : 1. Sistem jaringan mikro off-grid Jaringan ini tidak terhubung dengan grid. Pasokan daya sistem jaringan ini sepenuhnya bergantung pada kemampuan pembangkit – pembangkit dalam menghasilkan daya dan cadangan energi yang tersimpan pada media penyimpanan yang digunakan. Sistem ini banyak digunakan untuk lokasi terpencil yang tidak dapat diakses oleh jaringan listrik milik PLN. 2. Sistem jaringan mikro on-grid Jaringan ini terhubung dengan grid atau jaringan listrik utama seperti jaringan listrik milik PLN seperti gambar 2.1. Kelebihan dari sistem jaringan ini adalah ketika pasokan daya dari pembangkit – pembangkit lokal (PLTS atau PLTB) yang digunakan kurang dapat dibantu oleh pasokan daya dari jaringan listrik utama sehingga kontinyuitas daya tetap terjaga sedangkan jika terjadi kelebihan pasokan daya yang dihasilkan oleh pembangkit – pembangkit lokal dapat dijual ke jaringan utility. Jaringan mikro terdiri dari beberapa teknologi dasar untuk beroperasi, yaitu (Glover, dkk, 2011) : 1.
Distributed Generation Unit Distributed Generation (DG) merupakan sumber pembangkit listrik seperti PV module, turbin angin, biomasa, generator diesel. Unit ini
11
didukung dengan alat untuk mengkonversikan energi, hal ini karena kebanyakan dari daya yang dibangkitkan oleh pemabngkit listrik yang digunakan memiliki tegangan/arus DC (direct current) sehingga harus dikonversikan dengan inverter menjadi tegangan/arus AC (alternating current) bila ingin dipararelkan dengan jaringan untillity seperti jaringan PLN. Konverter dapat digunakan jika daya yang dibangkitkan ingin disimpan dimedia penyimpanan seperti baterai karena daya yang dibangkitkan oleh generator diesel berupa tegangan/arus AC sehingga harus dikonversikan menjadi tegangan/arus DC agar dapat disimpan pada media penyimpanan. 2.
Distributed Storage Unit Distributed Storage (DS) merupakan media penyimpanan yang diperlukan oleh sebuah jaringan mikro. Fungsi dari distributed storage adalah untuk menjaga kestabilan dan keandalan dari unit distributed generation meskipun terjadi fluktuasi beban, menjaga kontinyuitas pasokan daya listrik ke beban meskipun cuaca mendung (untuk PLTS) atau berkurangnya kecepatan angin (untuk PLTB), mampu memasok daya listrik sementara ketika generator diesel sedang diperbaiki, mampu meredam ketika terjadi lonjakan permintaan listrik, menangani gangguan sesaat. Media penyimpanan ini dapat berupa baterai, aki, superkapasitor.
3.
Interconnection Switch Interconnection Switch merupakan sakelar penghubung antar unit pada jaringan mikro dan menghubungkan jaringan mikro dengan jaringan untillity (jaringan PLN).
4.
Control System Sistem pengontrolan digunakan untuk menjaga tegangan/arus, frekuensi, amplitudo dan bentuk gelombang dari daya yang dibangkitkan oleh pembangkit listrik sama dengan jaringan untillity dan dalam mempararelkan pembangkit listrik. Sistem pengontrolan akan bekerja sesuai pengaturan yang dilakukan sebelumnya. Sistem pengontrolan berfungsi sebagai salah media pengaman pada jaringan mikro.
12
Gambar 2.1 Konsep arsitektur jaringan mikro sumber : CPES, 2010
Gambar 2.1, menunjukkan selain beban dapat memperoleh pasokan listrik dari grid yang lebih besar (national smart grid), melalui konsep jaringan mikro, beban-beban tersebut juga dapat dipasok dari local generation (pembangkit lokal). Pusat pembangkit tidak terpusat lagi namun tersebar, konsep ini selanjunya disebut sebagai distributed generation. Normalnya generator yang terdistribusi berkapasitas lebih kecil dari 50 MW. Generator langsung terhubung ke sistem distribusi pada tegangan 230 V/ 415 V (220/380 V untuk sistem Indonesia). Berbeda dengan sistem kelistrikan konvensional, dimana pembangkit terpusat di suatu tempat dan jauh dari pusat beban dan dibutuhkan transmisi panjang untuk mengrimkan daya dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban, sistem generator terdistribusi ini tidak membutuhkan perencanaan pusat pembangkit yang terpusat. Generator terdistribusi sumber energi dan konsumen berada dekat satu sama lain, sehingga rugi-rugi transmisi dan distribusi menjadi berkurang. Penggunaan jaringan mikro memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut antara lain : 1. Komunitas
dalam
grid
tersebut
dapat
mengatur
pembangkitan
dan
pendistribusian dan koneksinya ke untillity grid sebagai suatu entitas tunggal.
13
2. Dapat mengisolasi sistemnya dari jaringan listrik secara lebih luas menjadi sebuah sistem yang terpisah (as an island). 3. Mengurangi rugi-rugi jaringan karena lebih banyaknya sistem pembangkitan lokal sehingga mengurangi transmisi daya listrik dan rugi-ruginya. 4. Keseimbangan antara pasokan energi dan permintaan kebutuhan listrik menjadi lebih baik dibandingkan jaringan listrik dalam skala besar. 5. Kepedulian akan pemanfaatan energi menjadi lebih baik. 2.2.1 Perancangan jaringan mikro Perancangan jaringan mikro memerlukan perencanaan yang baik, untuk mendapatkan kualiltas daya yang baik. Tahapan dalam perancangan jaringan mikro, antara lain (IEEE 1547.4) : 1. Mengidentifikasi kebutuhan beban 2. Pengklasifikasian beban 3. Pengklasifikasian sumber daya alam 4. Evaluasi Pembangkitan dengan kebutuhan beban 5. Pengembangan sistem manajemen energi 6. Penentuan peralatan dan spesifikasi 2.2.2 Penerapan listrik mikro di Indonesia Penerapan konsep sistem jaringan mikro di Indonesia telah banyak berkembang, terutama untuk daerah – daerah di Indonesia yang belum terhubung jaringan listrik milik PLN. Perkembangan ini didominasi di daerah timur Indonesia yang daerahnya berupa pegunungan dan hutan, dimana untuk membangun jaringan listrik PLN masih sangat sulit. Beberapa faktor yang mendukung penerapan jaringan mikro di Indonesia antara lain : 1. Meningkatnya perekonomian di Indonesia menyebabkan meningkatnya kebutuhan terhadap energi listrik. 2. Masih banyak daerah di Indonesia yang belum mendapat pelayanan dari jaringan listrik PLN.
14
3. Harga bahan bakar yang semakin mahal dan ketersediaannya yang semakin menipis. 4. Alam Indonesia mendukung untuk penerapan konsep pembangkitan listrik melalui energi terbarukan, seperti: photo voltaic, solar thermal energy, energi pasang surut air laut, energi angin, energi biomass, dll. 5. Lingkungan yang semakin rusak karena ekploitasi sumber bahan bakar fosil seperti batubara. Penerapan jaringan mikro di Indonesia masih terkendala beberapa tantangan. Tantangan tersebut antara lain : 1. Dukungan pemerintah yang kurang dalam mengembangkan sumber energi terbarukan. 2. Masih tingginya biaya untuk penerapan pembangkit dengan energi terbarukan, sehingga pembangunan PLTU masih menjadi pilihan menarik. 3. Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan isu emisi CO 2, padahal saat ini terutama di negara maju, berlomba-lomba untuk mengurangi emisi gas buang CO2 oleh pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil. 2.3
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
2.3.1 Potensi PLTS di Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki iklim tropis, sehingga potensi energi mataharinya sangat tinggi. Berdasarkan data penyinaran matahari di Indonesia dapat diklasikfikasikan sebagai berikut, untuk Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari, sehingga potensi matahari rata – rata Indonesia yaitu sebesar 4,8 kWh/m2/hari seperti yang ditunjukkan tabel 2.1.
15
Tabel 2.1 Intensitas radiasi matahari di Indonesia No
Kota
Provinsi
Radiasi rata-rata (kWh/m²)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Banda Aceh Palembang Menggala Rawasragi Jakarta Bandung Lembang Citius, Tangerang Darmaga, Bogor Serpong, Tangerang Semarang Surabaya Kenteng, Yokyakarta Denpasar Pontianak Banjarbaru Banjarmasin Samarinda Menado Palu Kupang Waingapu, Sumba Timur Maumere
Aceh Sumatera Selatan Lampung Lampung Jakarta Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Yokyakarta Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Timur
4.1 4.95 5.23 4.13 4.19 4.15 5.15 4.32 2.56 4.45 5.49 4.3 4.5 5.26 4.55 4.8 4.57 4.17 4.91 5.51 5.12 5.75 5.7
Sumber: Rahardjo, 2008
Potensi ini cukup digunakan sebagai alasan utama dalam pengembangan PLTS di Indonesia. Indonesia tergolong wilayah yang memiliki intensistas penyinaran matahari yang tinggi dan stabil sepanjang tahun, sehingga PV module mendapatkan daya yang optimal. PLN sangat kesulitan dalam membangun jaringan listrik untuk beberapa wilayah di Indonesia karena kontur wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau – pulau, pegunungan dan hutam rimba yang sangat lebat, sehingga pengembangan PLTS ini sangat cocok untuk mengatasi permasalahan hal tersebut. 2.3.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) off-grid PLTS tipe ini merupakan sistem PLTS yang tidak terhubung dengan jaringan atau berdiri sendiri (stand alone system). Sistem ini biasanya menggunakan pola pemasangan yang tersebar (distributed) dan kapasitas
16
pembangkitannya relatif kecil. Sistem ini menggunakan media penyimpanan seperti baterai untuk menjaga ketersediaan pasokan listrik ketika malam hari maupun ketika intensitas penyinaran matahari menurun. Sistem ini kebanyakan digunakan untuk wilayah yang tidak dapat dijangkau oleh jaringan listrik utama seperti jaringan listrik PLN. Jenis beban listrik yang dicatu seperti penerangan dan beban listrik yang relatif kecil. Sistem ini dapat digunakan untuk keperluan yang lebih luas seperti telekomunikasi, penerangan jalan, stasiun transmisi untuk observasi gempa dan lain-lain. Gambar 2.2 menunjukkan PLTS tipe off-grid (IFC, 2012).
Gambar 2.2 PLTS tipe off-grid Sumber : ABB QT10, 2010
2.3.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on-grid PLTS tipe ini merupakan sistem PLTS yang terhubung dengan jaringan listrik utama seperti jaringan listrik PLN seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.3.
17
Gambar 2.3 PLTS tipe on-grid Sumber : ABB QT10, 2010
Sistem ini dapat menggunakan media penyimpanan seperti baterai dan tanpa menggunakan media penyimpanan. Fungsi baterai pada sistem PLTS on-grid selain sebagai media penyimpanan yang dapat digunakan sebagai pemasok tenaga listrik ketika jaringan mengalami kegagalan untuk periode tertentu, dapat juga digunakan sebagai pemasok tenaga listrik ke jaringan listrik utama yaitu jaringan listrik PLN ketika ada kelebihan daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTS. Sistem ini memiliki 2 tipe berdasarkan aplikasinya dilapangan, yaitu (IFC, 2012) : 1. PLTS on-grid tipe terdistribusi PLTS pada sistem ini diaplikasikan sangat dekat dengan beban listrik seperti pemasangan PLTS di atap gedung atau rumah. Setiap gedung atau rumah memiliki PLTS sebagai salah satu sumber listriknya seperti gambar 2.4. Keuntungan dari sistem ini adalah rugi-rugi listrik penyaluran dari PLTS lebih kecil daripada rugi-rugi listrik dari jaringan untillity (jaringan PLN) karena letak PLTS yang berada dekat dengan area konsumen (beban listrik).
18
Gambar 2.4 Aplikasi PLTS on-grid tipe terdistribusi dengan pemasangan PV module di atap rumah Sumber : ABB QT10, 2010
2. PLTS on-grid tipe terpusat PLTS pada sistem ini sama seperti pembangkit listrik konvensional yang letak pembangkitnya berada di satu area yang sama. Keuntungan dari sistem ini adalah pengawasan pada sistem lebih baik karena berada dalam satu area dan rugi – rugi daya pada pembangkitan lebih kecil daripada sistem tipe distribusi. 2.3.4 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hybrid PLTS tipe ini merupakan PLTS yang terhubung dengan pembangkit listrik lain seperti PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu), mikrohidro atau generator set seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.5. Tujuan dari tipe ini adalah untuk meningkatkan kehandalan dari sistem sehingga kontinyuitas dalam pemasokan daya listrik dapat tetap terjaga.
19
Gambar 2.5 Contoh PLTS hybrid dengan PLTS dan PLTD sebagai sumber pembangkit Sumber : LEN, 2011
2.3.5 Komponen – komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Pembangkit listrik tenaga surya pada dasarnya merupakan rangkain PV module yang membentuk suatu PV array, baik terhubung seri maupun pararel. Komponen – komponen pembangkit listrik tenaga surya antara lain (ABB QT10, 2010) : 1. Sel Surya Sel surya tersusun dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan yang berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangkan lapisan bawahnya bermuatan positif. Silicon adalah bahan semikonduktor yang paling umum digunakan untuk sel surya. Apabila permukaan sel surya dikenai cahaya maka dihasilkan pasangan elektron dan hole. Elektron akan meninggalkan sel surya dan akan mengalir pada rangkaian luar sehingga timbul arus listrik. Arus listrik yang dihasilkan oleh sel surya dapat dimanfaatkan langsung atau disimpan dulu dalam baterai untuk digunakan kemudian. Gambar 2.6 menunjukkan contoh sel surya.
20
Gambar. 2.6 Contoh sel surya Sumber : SHARP, 2011
2.
Photovoltaic Module Rangkaian dari beberapa sel surya dinamakan PV module (Photovoltaic Module). Hubungan antara sel surya dengan PV module ditunjukkan oleh gambar 2.7.
Gambar 2.7 Hubungan sel surya, PV module dan array Sumber : ETAP, 2015
Terdapat 3 jenis PV module berdasarkan jenis dan bentuk sususnan atom – atom penyusunnya, yaitu monokrisntal, polikristal dan amorphous. Monokristal merupakan PV module yang paling efisien dengan nilai efesiensi
21
sekitar 14% - 17%. Kelemahan dari PV module jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh), sehingga efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan serta harganya yang relatif lebih mahal. Pada tabel 2.2 dibawah akan diperlihatkan karakteristik nilai efisiensi, kelebihan dan kekurangan dari berbagai jenis sel surya Tabel 2.2 Karakteristik teknologi sel surya
Sumber: ABB QT10, 2010
3.
Charger Controller Charger controller adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk mengatur pengisian arus searah dari PV module ke baterai dan mengatur penyaluran arus dari baterai ke peralatan listrik (beban). Charger controller mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian dari PV module berhenti.
22
4.
Baterai Baterai adalah komponen PLTS yang berfungsi menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh PV module pada siang hari, untuk kemudian dipergunakan pada malam hari dan pada saat cuaca mendung. Baterai yang dipergunakan pada PLTS mengalami proses siklus mengisi (charging) dan mengosongkan (discharging), tergantung pada ada atau tidaknya matahari. Selama ada sinar matahari, PV module akan menghasilkan energi listrik. Apabila energi listrik yang dihasilkan tersebut melebihi kebutuhan bebannya, maka energi listrik tersebut akan segera dipergunakan untuk mengisi baterai. Proses pengisian dan pengosongan disebut satu siklus baterai.
5. Inverter Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct current) yang dihasilkan PV array menjadi arus dan tegangan listrik AC (alternating current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz. Pemilihan inverter yang tepat untuk aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan beban dan tergantung pada apakah inverter akan menjadi bagian dari sistem yang terhubung ke jaringan listrik atau sistem yang berdiri sendiri. 2.3.6 Prinsip kerja PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah suatu teknologi pembangkit yang mengkonversikan energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini terjadi pada PV module yang terdiri dari sel surya. Sel surya merupakan lapisanlapisan tipis dari silicon (Si) murni dan bahan semikondukator lainnya. Bahan tersebut mendapat energi foton, akan mengeksitasi elektron dari ikatan atomnya menjadi elektron yang bergerak bebas dan akhirnya akan mengeluarkan tegangan listrik arus searah. Rangkaian sel – sel surya yang biasanya digunakan adalah rangkaian kombinasi seri-pararel, untuk mendapatkan daya keluaran dua kali lebih besar dari daya keluaran sel surya dengan tegangan yang konstan. Setiap modul biasanya terdiri dari 10 – 36 unit sel. Pembangunan PLTS menggunakan beberapa rangkaian modul yang disebut susunan modul (array) yang jumlahnya
23
disesuaikan dengan luas lahan dan modal yang dimiliki. Semakin banyak array yang terpasang semakin besar daya yang dapat dibangkitkan. 2.3.7 Energi yang dibangkitkan Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi besaran daya yang dapat dibangkitkan oleh PV module yaitu intensitas cahaya dan temperature PV module. Besarnya intensitas cahaya matahari per hari yang diterima PV module akan mempengaruhi energi harian yang mampu dibangkitkan PV module per harinya, dengan menggunakan persamaan berikut produksi energi harian PV module dapat diketahui (Utomo,2009) : Emodul = Pout × Ph/hari ………………………………………………. (2.1) dimana: Emodul = Produksi energi harian PV module (Wh) Pout
= Daya output PV module (W)
Ph/hari = Peak hour per day (Hour) Peak Hour per Day adalah peredaran matahari dalam 1 tahun untuk wilayah Bali yang di rata-ratakan dalam tiap-tiap 3 bulan pada periode edar matahari dari kuartal 1 sampai 4. Karena dalam 1 tahun terjadi 4 kali perubahan peredaran bumi mengelilingi matahari (Mario, 2009). Peak Hour per Day untuk daerah Bali dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut: Tabel 2.3 Peak hour per day rata-rata daerah Bali
Kuartal
Energi Matahari (MJ/m²)
Peak Hour per Day (Hour)
Kuartal I
20
5,55
Kuartal II
15
4,16
Kuartal III
20
5,55
Kuartal IV
15
4,16
Rata-rata Peak Hour per Day Sumber: Mario, 2009
4,85 Ph/day
24
Komponen semikonduktor seperti diode sensitif terhadap perubahan temperatur, begitu pula dengan sel surya. Secara umum, sebuah PV module dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur yang diterimanya tetap normal pada temperatur 25oC. Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi sel surya akan sangat membantu terhadap pendinginan temperatur permukaan sel surya sehingga temperatur dapat terjaga dikisaran 25oC. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal pada PV module akan melemahkan tegangan (Voc) yang dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur PV module 1oC (dari 25oC) akan mengakibatkan berkurang sekitar 0,5% pada total tenaga (daya) yang dihasilkan. Tidak semua energi matahari yang menyinari PV module dapat dikonversikan 100% menjadi energi listrik. PV module pada kenyataannya hanya mengkonversikan energi matahari kurang dari 20% menjadi energi listrik, sementara sisanya akan terbuang sebagai panas. Hal ini sangat mempengaruhi nilai efesiensi PV module. Efisiensi PV module didefinisikan sebagai irradiance yang diterima oleh permukaan sel surya. Nilai efisiensi ini selalu dihitung pada kondisi standar (irradiance = 1000 W/m2) AM 1,5 dan temperature 250 C). Efesiensi PV module dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Diputra. 2008) : ……………………………………………………. (2.2) dimana: ƞ
= Efisiensi PV module
Pout = Daya keluaran PV module Pin
= Intensitas radiasi matahari × luas area PV module
2.4
Generator Set Generator set merupakan salah satu jenis pembangkit listrik bertenaga diesel
atau berbahan bakar solar yang berkapasitas kecil hingga sedang. Generator set biasanya digunakan sebagai pembangkit listrik cadangan yang terdapat pada sisi konsumen seperti lingkungan industri, perkantoran, rumah sakit dan lingkungan yang membutuhkan kestabilan pasokan daya. Generator set terdiri dari 2 bagian
25
utama yaitu, motor diesel atau motor bakar sebagai penggerak mula (prime mover) dan generator. Penggerak mula (prime mover) berfungsi sebagai penghasil energi mekanik (prime mover). Energi mekanik ini dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar diesel atau solar sehingga motor ini sering disebut dengan motor diesel atau motor bakar.
Bagian generator pada generator set
memiliki konstruksi yang sama dengan generator – generator lainnya. Terdiri dari 2 bagian utama yaitu rotor dan stator, serta cara kerjanya sama dengan generator – generator lainnya yaitu mengubah energi mekanik pada motor diesel atau motor bakar menjadi energi listrik dengan memanfaatkan medan magnet. Ukuran dari generator beragam, sesuai dengan daya listrik yang ingin dibangkitkan seperti pada gambar 2.8 merupakan jenis generator set skala kecil yang biasanya digunakan dilingkungan rumah tanggga maupun rumah took dengan kapasitas daya sekitar 1 KW hingga 6,5 KW dan gambar 2.9 merupakan jenis generator set yang biasanya terdapat pada lingkungan perumahan, perkantoran maupun kegiatan – kegiatan yang membutuhkan tambahan daya listrik.
Gambar 2.8 Jenis generator set skala kecil Sumber : Honda, 2011
26
Gambar 2.9 Jenis generator set yang terdapat di lingkungan perkantoran dan perumahan Sumber : Yamagen, t.t
2.4.1 Cara kerja generator set Generator set biasanya digunakan sebagai pembangkit listrik cadangan ketika terjadi pemadaman listrik oleh PLN. Generator set dapat bekerja secara manual maupun otomatis tergantung dari peralatan transfer yang digunakan. Generator set tidak dapat langsung dibebani ketika terjadi pemadaman, hal ini karena generator set membutuhkan beberapa detik hingga siap untuk beroperasi. Generator set juga tidak dapat langsung berhenti beroperasi ketika listrik sudah mengalir kembali, karena generator set membutuhkan waktu untuk cooling down hingga benar – benar berhenti beroperasi. Cara kerja dari generator set tidak berbeda dengan cara kerja dari generator – generator yang terdapat pada pusat pembangkit listrik yang memiliki ukuran generator yang besar. Motor diesel atau motor bakar pada generator set akan berputar
dan
menghasilkan energi mekanik. Energi mekanik ini timbul akibat pembakaran bahan bakar diesel / solar yang terjadi didalam ruang pembakaran pada motor. Pembakaran ini mengakibatkan piston pada motor bekerja dan kerja dari piston ini menggerakkan poros dari motor. Poros motor yang terhubung dengan poros generator mengakibatkan poros generator akan ikut berputar. Poros generator
27
merupakan bagian rotor dari generator. Putaran rotor ini akan menghasilkan perbedaan fluksi antara bagian rotor dan stator pada generator. Perbedaan fluksi ini menimbulkan arus dan tegangan yang akan akan disalurkan ke jaringan. Beban listrik yang harus dipasok oleh generator set harus sesuai dengan kapasitas dari generator set tersebut. Hal ini karena jika bebannya melebihi dari kapasitas generator set maka generator akan berhenti bekerja dan yang paling parah adalah terjadinya kerusakan pada generator. Syarat – syarat yang wajib dilaksanakan untuk mempararelkan generator set dengan jala – jala listrik milik PLN dalam keadaan on – grid atau mempararelkan generator set dengan generator set lainnya adalah sebagai berikut : 1.
Nilai efektif tegangan antar generator set atau jala – jala PLN harus sama
2.
Frekuensi antar generator set atau jala – jala PLN harus sama
3.
Urutan fasanya, sudut fasa dan polaritasnya harus sama
2.5
Inverter Inverter merupakan suatu alat yang memiliki fungsi merubah arus listrik
searah (direct current) menjadi listrik arus bolak balik (alternating current). Inverter merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah jaringan mikro. Hal ini karena peran inverter dalam jaringan mikro adalah sebagai pengkondisi tenaga listrik dan sistem kontrol dari pembangkit listrik yang digunakan dalam jaringan mikro. Pembangkit listrik yang digunakan dalam jaringan mikro seperti PLTS dan PLTB menghasilkan arus listrik searah (direct current) sehingga diperlukan sebuah inverter untuk mengubahnya kedalam bentuk aruh bolak – balik (alternating current). Komponen semikonduktor daya yang digunakan dapat berupa SCR, transistor, MOSFET yang beroperasi sebagai sakelar dan pengubah Inverter dapat disebut sebagai inverter catu tegangan (voltage inverter) bila tegangan masukan selalu diatur konstan dan disebut sebagai inverter catu arus (current inverter) bila arus masukan selalu diatur konstan. Inverter dapat disebut pula variable dc linked inverter bila tegangan masukan dapat diatur atau diubah – ubah. Pengkonversian tegangan DC menjadi tegangan AC pada inverter lebih banyak menggunakan rangkaian modulasi lebar pulsa atau PWM (Pulse Width
28
Modulation). Penggunaan teknik PWM dapat menghasilkan frekuensi yang baik sesuai dengan nilai rms dari bentuk gelombang keluaran pada saat pengaturan. . Terdapat 2 jenis inverter, yaitu inverter satu fasa yang biasanya digunakan pada sistem dengan beban listrik yang relatif kecil dan inverter tiga fasa untuk sistem yang terhubung dengan jaringan untillity (jaringan PLN) seperti yang ditunjukkan gambar 2.10 dan 2.11 (Sujanarko,2010).
Gambar 2.10 Rangkaian inverter satu fasa Sumber : ABB QT, 2010
Gambar 2.11 Rangkaian inverter tiga fasa Sumber : Jung, 2005
2.5.1 Inverter tiga fasa Jenis inverter tiga fasa yang banyak digunakan adalah jenis inverter jembatan atau bridge inverter seperti gambar 2.11 sebelumnya. Terdapat tiga sisi
29
sakelar yaitu sakelar S1 dan S4, S3 dan S6, S5 dan S2. Masing – masing sisi sakelar tidak boleh bekerja secara serempak/simultan, karena akan mengakibatkan tejadinya hubungan singkatpada rangkaian. Kondisi on dan off dari kedua sisi sakelar ditentukan dengan teknik modulasi, yaitu membandingkan antara sinyal modulasi (tegangan bolak-balik luaran yang diharapkan) dengan sinyal pembawa dengan bentuk gelombang gigi-gergaji. Inverter
harus
mampu
menghasilkan
amplitudo,
frekuensi
dan
tegangan/arus yang sama dengan jaringan PLN sehingga jaringan mikro dapat sinkronisasi dengan jaringan PLN pada saat pengoperasian pararel. Inverter yang menghasilkan karakteristik daya listrik yang tidak sinkron dengan jaringan PLN akan mengakibatkan ketidakstabilan bahkan dapat mengakibatkan kegagalan. Karakteristik inverter untuk jaringan mikro off-grid dan on-grid memiliki perbedaan, yaitu (Setiawan, 2014). : 1. Inverter untuk jaringan mikro off-grid harus mampu mensuplai tegangan AC yang konstan pada variasi dari pembangkit listrik dan tuntutan beban yang dilayani. 2. Inverter untuk jaringan on-grid mampu menghasilkan tegangan yang sama persis dengan tegangan jaringan pada waktu yang sama dan mengoptimalkan keluaran energi yang dibangkitkan oleh pembangkit listrik. 2.5.2 Konfigurasi inverter terpusat Konfigurasi tipe ini relative murah, karena inverter yang terpasang biasanya hanya satu inverter terpusat untuk string pembangkit tenaga listrik yang dihubungkan secara seri dan pararel. Kelemahan dari konfigurasi ini adalah kurangnya kehandalan sistem ini, karena jika inveter mengalami kerusakan akan mempengaruhi operasi keseluruhan sistem. Contoh dari konfigurasi ini dapat dilihat pada gambar 2.12.
30
Gambar 2.12 Konfigurasi inverter terpusat Sumber : PLN, 2014
2.5.3 Konfigurasi inverter individual string Konfigurasi rangkaian ini berupa rangkaian seri tunggal dan string, dimana satu inverter untuk satu string. Keuntungan dari konfigurasi ini adalah inverter memiliki kemampuan pelacakan titik daya maksimum atau Maximum Power Point Tracking (MPPT) secara terpisah dari setiap string. Kelemahan dari konfigurasi ini diperlukannya banyak inverter dalam sistem. Contoh dari konfigurasi ini dapat dilihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Konfigurasi inverter individual string Sumber : PLN, 2014
2.5.4 Konfigurasi inverter multi-string Konfigurasi menggunakan MPPT yang terpisah (menggunakan DC/DC konverter) terhubung ke inverter yang disalurkan ke sistem distribusi. Konfigurasi
31
ini memungkinkan untuk mengoptimalkan efesiensi pengoperasian setiap string secara terpisah dan integrasi berbagai orientasi pembangkit untuk memaksimalkan produksi energi. Contoh dari konfigurasi ini dapat dilihat pada gambar 2.14.
Gambar 2.14 Konfigurasi inverter multi-string Sumber : PLN, 2014
2.5.5 Konfigurasi inverter modul AC Konfigurasi ini menggunakan inverter dan MPPT yang tersambung pada masing – masing pembangkit sehingga masing – masing – masing pembangkit memiliki inverter dan MPPT sendiri. Keuntungan dari konfigurasi ini terletak pada desainnya uyang fleksibel sehingga mudah untuk menambahkan inverter guna meningkatkan kapasitas pembangkit listrik, produksi energi menjadi meningkat dengan mengurangi kerugian energi dan ketidaksesuain inverter dan meningkatkan keandalan. Kelemahan dari konfiguarsi ini adalah diperlukan biaya tambahan untuk inverter dan pemeliharaan yang relative komplek. Contoh dari konfigurasi ini dapat dilihat pada gambar 2.15.
32
Gambar 2.15 Konfigurasi inverter modul AC Sumber : PLN, 2014
2.6
Automatic Transfer Switch (ATS) – Atomatic Main Failure (AMF) Automatic Transfer Switch (ATS) merupakan suatu alat yang digunakan
untuk memindahkan secara otomatis distribusi daya listrik dari jaringan listrik PLN ke generator set untuk memasok daya listrik pada suatu jaringan listrik. ATS merupakan pengembangan dari Change Over Switch yang sistem kerjanya masih manual. Penggunaan ATS lebih banyak digunakan ketika jaringan listrik PLN gagal memasok daya listrik atau mengalami pemadaman sehingga generator set digunakan sebagai pemasok daya cadangan untuk menjaga kontinuitas pasokan daya ke beban. ATS akan secara otomatis memindahkan distribusi daya listrik dari generator set ke jaringan listrik PLN, jika jaringan listrik PLN sudah kembali bekerja secara normal. Proses menghidupkan dan mematikan generator set dapat dilakukan secara otomatis dengan menggunakan panel Atomatic Main Failure (AMF) tanpa bantuan operator. Fungsi AMF juga untuk melindungi generator set dari pemakaian yang berlebihan dan perlindungan terhadap tegangan maupun frekuensi generator set apabila melebihi parameter yang digunakan. ATS akan melepas distribusi listrik dari genset ke beban dan selanjutnya AMF akan
33
menghentikan kerja generator set. Penggunaan ATS dan AMF dapat membantu kontinuitas pasokan daya ketika jaringan listrik PLN padam. Gambar 2.16 menunjukkan contoh dari panel ATS-AMF. Penggunaan ATS dan AMF memiliki beberapa keuntungan, yaitu sebagai berikut : 1. Waktu yang diperlukan untuk memindahkan distribusi daya listrik dari PLN ke generator set relatif lebih singkat. 2. Proses pemanasan generator set dapat dilakukan secara otomatis sehingga dapat memperpanjang usia kerja dari generator set. 3. Meningkatkan keamanan dan kenyamanan. 4. Mengurangi biaya operasional karena tidak diperlukannya operator atau teknisi dalam mengoperasikan generator set. 2.6.1 Komponen – komponen Automatic Transfer Switch (ATS) – Atomatic Main Failure (AMF) 1. Relay Relay merupakan suatu alat yang menggunakan gaya elektromagnetik untuk menutup atau membuka kontak saklar. Relay juga berfungsi sebagai pengaman. 2. Selector Switch Selector
Switch
merupakan
suatu
alat
yang
digunakan
untuk
memilih.menyambungkan rangkaian sesuai dengan yang ditunjuk oleh tangkai selector. Tipe selector switch yang banyak digunakan yaitu 2 posisi (ON-PFF) dan 3 posisi (ON-OFF-ON). 3. Kontaktor Kontaktor merupakan suatu komponen yang berfungsi sebagai penyambung dan pemutus rangkaian. 4. MCB (Miniatur Circuit Breaker) MCB merupakan sekering yang digunakan sebagai sistem pengaman peralatan listrik dari gangguan arus hubung singkat dan beban lebih.
34
5. MCCB (Moulded Case Circuit Breaker) MCCB memiliki peranan yang sama dengan MC yaitu sebagai sakering yang digunakan sebagai pengaman peralatan listrik dari gangguan arus hubung singkat dengan rating arus yang relatif lebih tinggi. 6. Current Transformer (CT) Current Transformer pada ATS-AMF digunakan untuk memperoleh arus pengukuran dan pengamanan yang bekerja pada rating tegangan rendah. Jenis CT yang biasanya digunakan adalah Low Voltage Current. 7. PLC (Programmable Logic Controller) PLC merupakan salah satu sistem kontrol yang biasanya digunakan dalam mengontrol kerja komponen-komponen di dalam ATS sehingga dapat bekerja otomatis.
PLC
merupakan
pengontrol
berbasis
mikroprosesor
yang
memanfaatkan memori yang dapat diprogram untuk menyimpan perintahperintah untuk mengontrol suatu peralatan. 2.7 Aturan Penyambungan Pembangkit Listrik Energi Terbarukan ke Sistem Distribusi PLN Salah satu jenis jaringan mikro yang ada adalah jaringan on-grid, yaitu jaringan mikro yang terhubung dengan jaringan untillity seperti jaringan PLN. Terdapat beberapa aturan yang harus diperhatikan untuk menghubungkan jaringan mikro dengan jaringan milik PLN, hal ini karena jaringan mikro yang tidak didesain dan dioperasikan dengan baik, dapat mempengaruhi keselamatan, keandalan dan kualitas daya listrik pada sistem distribusi PLN. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu (PLN,2014) : 1. Sinkronisasi Pengoperasian jaringan mikro harus secara pararel dengan sistem distribusi PLN tanpa menyebabkan fluktuasi tegangan di titik sambungan. Toleransi yang diberikan adalah maksimal ± 5% dari tegangan sistem distribusi PLN. Batas parameter untuk sinkronisasi ditunjukkan oleh tabel 2.4.
35
Tabel 2.4 Batas Parameter untuk Sinkronisasi Penyambungan
Sumber : IEEE 1547 – 5.1.1B
2. Pengaturan tegangan Toleransi perbedaan tegangan dengan sistem distribusi PLN adalah +5% dan 10%. Jaringan mikro tidak diperbolehkankan secara aktif ikut mengatur tegangan pada titik sambungan ketika sedang pararel dengan sistem distribusi PLN yang dapat menyebabkan gangguan sehingga tegangan layanan konsumen lain tidak memenuhi toleransi tersebut. 3. Frekuensi Jaringan mikro harus mampu beroperasi dengan output maksimum dalam rentang frekuensi 47,5 sampai 51 Hz, untuk PLTB dan PLTS rentang frekuensinya 49 sampai 51 Hz (SPLN No. D3.022-2:2012) 4. Faktor daya Setiap generator pada jaringan mikro harus mampu beroperasi dalam rentang faktor daya dari 0,9 leading sampai dengan 0,85 lagging.