BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Pelayanan Berkaitan dengan pelayanan, ada dua istilah yang perlu diketahui, yaitu melayani dan pelayanan. Pengertian melayani adalah “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang”. Sedangkan pengertian pelayanan adalah “usaha melayani kebutuhan orang lain” (Kamus Besar bahasa Indonesia, 1995). Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen (Customer/yang dilayani), yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Norman dalam (Sutopo,dkk, 2006:8) mengenai karakteristik tentang pelayanan, yakni sebagai berikut: 1) Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi; 2) Pelayanan itu kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang sifatnya adalah tindakan sosial; 3) Produksi dan konsumsi dari pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya kejadian bersamaan dan terjadi di tempat yang sama. Karakteristik di atas dapat menjadi dasar bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik. Pengertian yang lebih luas juga disampaikan oleh Daviddow dan Utal (Sutopo,dkk, 2006:9) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan (whatever anhances customer satisfaction). 6
2
Keputusan Menteri Negara Pemberdayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan public yaitu segala kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Gonroos (dalam Sutopo,dkk, 2006:14) Pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Core Service Core service adalah pelayanan yang ditawarkan kepada pelanggan, yang merupakan produk utamanya. Misalnya untuk hotel adalah penyediaan kamar dan untuk penerbangan adalah transportasi udara. Perusahaan mungkin mempunyai
beberapa
core
service,
misalnya
perusahaan
penerbangan
menawarkan penerbangan dalam negeri dan penerbangan luar negeri. b. Facilitating Service facilitating
service
adalah
fasilitas
pelayanan
tambahan
kepada
pelanggan, misalnya pelayanan “front office” pada hotel atau pelayanan “check in” pada transportasi udara. Facilitating service ini merupakan pelayanan tambahan tetapi sifatnya wajib.
3
c. Supporting service Seperti pada facilitating service, supporting service merupakan pelayanan tambahan (pendukung) untuk meningkatkan nilai pelayanan atau untuk membedakan dengan pelayanan-pelayanan dari pihak “pesaingnya”. Misalnya hotel Restoran pada suatu hotel. Supporting adalah pelayanan tambahan tetapi tidak wajib dan disediakan untuk meningkatkan daya saing. (Sutopo,dkk, 2006:15) Janji pelayanan (service offering) pelayanan merupakan suatu proses yaitu interaksi antara pelanggan dan pemberi pelayanan. Pelayanan meliputi berbagai
bentuk. Supaya berbagai bentuk pelayanan tersebut diketahui dan
menarik perhatian pelanggan untuk memilikinya, maka pelayanan tersebut perlu ditawarkan kepada pelanggan. Pelayanan yang ditawarkan merupakan ”janji” dari pemberi pelayanan kepada pelanggan yang wajib diketahui, agar pelanggan puas. Berdasarkan fungsi pemerintah dalam melakukan pelayanan umum (public) terdapat tiga fungsi pelayanan, yaitu environmental service, development service, protective service. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah juga dapat dibedakan berdasarkan siapa yang dapat menikmati atau memperoleh dampak layanan, baik seorang individu maupun kelompok kolektif. Untuk itu perlu disampaikan bahwa konsep barang layanan pada dasarnya terdiri dari jenis barang layanan privat dan barang layanan yang dinikmati secara kolektif.
4
Kaitannya Hubungan dengan Pelanggan Pegawai wajib: 1) memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada pelanggan; 2) menghindari untuk bersikap diskriminatif atau melakukan tindakan yang dapat berakibat menghalangi, mempersulit atau merugikan pelanggan; 3) berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan terhadap pelanggan namun tegas; 4) membuka diri, menunjukkan sikap simpatik dan bersedia menampung berbagai kritik, protes, keluhan, dan keberatan tersebut; 5) bersikap netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serla tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan; 6) menghindari diri menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; 7) menolak melakukan penyimpangan prosedur dan menolak pemberian hadiah atau imbalan dalam bentuk apapun dan pihak manapun yang diketahui atau patut diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan pegawai; 8) menghindari untuk bertindak selaku perantara untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi pemerintah; 9) mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan diri sendiri atau golongan; 10) menghindari melakukan kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
5
11) menghindari melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya; dan 12) menghindari kegiatan usaha, menjadi pegawai, direksi, komisaris atau memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang Iingkup tugas kedinasan. (Sutopo,dkk, 2006:16) B. Pelayanan Prima di Instansi Pemerintah Daerah Sebelum membahas lebih mendalam tentang pengertian pelayanan prima maka penulis ketengahkan dasar maupun landasan hukum pelaksanaan pelayanan prima sebagai berikut: 1.
Instruksi Presiden RI No. 1/1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Pelanggan;
2.
UU No. 8 / 1974 tentang Pokok Kepegawaian RI;
3.
Peraturan Pemerintah No. 30/1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
4.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 / 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelaksanaan Umum. Pelayanan prima merupakan terjemahan dari istilah “Excellent Service”
yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik dan atau pelayanan yang terbaik. Disebut sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Apabila instansi pelayanan sudah memiliki Standar Pelayanan, maka pelayanan tersebut menjadi sangat baik atau terbaik atau akan menjadi prima, karena mampu
6
memuaskan pihak yang dilayani (pelanggan). Jadi pelayanan prima dalam hal ini sesuai dengan harapan pelanggan. (Sutopo,dkk, 2006:11) Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, kesejahteraan pelanggan sangat tergantung pada kemampuan mereka mendapat akses dan kemampuan untuk dapat menggunakan pelayanan publik. Akan tetapi permintaan akan pelayanan tersebut biasanya jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk dapat memenuhinya. Desentralisasi adalah suatu paham yang mencoba menggugat kelemahankelemahan yang ada pada diskursus sentralisasi. Pemusatan segala urusan publik hanya kepada negara, dengan jargon idealnya Walfare State, dalam realitasnya hanyalah sebatas retorika. Sebab, urusan pelayanan publik yang demikian kompleks, mustahil dapat diurus “secara borongan” oleh institusi negara. Pelayanan prima pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh pelanggan, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik (public reform) yang dialami negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan pelanggan akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
7
Upaya meningkatkan kualitas pelayanan tidak hanya ditempuh melalui keputusan-keputusan sebagaimana tersebut di atas, tetapi juga melalui peningkatan kemampuan aparat dalam memberikan pelayanan. Upaya ini dilakukan dengan cara memberikan berbagai materi mengenai manajemen pelayanan dalam diklat-diklat struktural pada berbagai tingkatan. Tuntutan reformasi yang bergulir sejak tahun 1997, bersamaan dengan arus globalisasi yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi perbaikan ekonomi, mendorong pemerintah untuk kembali memahami arti pentingnya suatu kualitas pelayanan serta pentingnya dilakukan perbaikan mutu pelayanan. Perbaikan pelayanan pemerintah ini, tidak saja ditujukan untuk memberi iklim kondusif bagi dunia usaha nasional namun juga meningkatkan daya tarik arus investasi ke Indonesia karena kredibilitas dan kemudahan yang meningkat. Penyediaan pelayanan pemerintah yang berkualitas, akan memacu potensi sosial ekonomi pelanggan yang merupakan bagian dari demokratisasi ekonomi. Penyedian pelayanan publik yang bermutu merupakan salah satu alat untuk mengembalikan kepercayaan pelanggan kepada pemerintah yang semakin berkurang, akibat krisis ekonomi yang terus menerus berkelanjutan pada saat ini. Hal tersebut menjadikan pemberian pelayanan publik yang berkualitas kepada pelanggan menjadi semakin penting untuk dilaksanakan. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang / kelompok orang atau institusi tertentu untuk memberikan
8
kemudahan dan bantuan kepada pelanggan dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Miftah Thoha, 1991). Sedangkan Handayaningrat (1988), membedakan antara pelayanan pelanggan yaitu aktivitas yang dilakukan untuk memberikan jasa-jasa dan kemudahan-kemudahan kepada pelanggan. Sedangkan satu lagi, adalah pelayanan umum (public service) yaitu pelayanan yang diberikan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektivitas dan penghematan dengan melayani kepentingan umum di bidang produksi atau distribusi yang bergerak di bidang jasa-jasa vital. Keputusan Men.PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 di atas dipertegas dengan Keputusan Men.PAN Nomor: 25/ KEP/M.PAN/2/2004, di mana terdapat 14 unsur yang “relevan, valid, dan reliabel” sebagai dasar pengukuran kualitas pelayanan publik dalam rangka pencapaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), yakni: a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; b. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya);
9
d. Kedisiplinan
petugas
pelayanan,
yaitu
kesungguhan
petugas
dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; e. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; f. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; g. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; h. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; i. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; j. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; k. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; l. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
sesuai
10
m. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; n. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resikoresiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Jika dilihat dari segi dimensi-dimensi pelayanan dapat dibagi dalam beberapa jenis, misalnya Chitwood (dalam Frederickson, 1988) menyebutkan apabila pelayanan publik dikaitkan dengan keadilan, maka bisa dibagi ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu : 1) Pelayanan yang sama bagi semua. Misalnya pendidikan yang diwajibkan bagi penduduk usia muda. 2) Pelayanan yang sama secara proporsional bagi semua, yaitu distribusi pelayanan
yang didasarkan atas suatu ciri tertentu yang berhubungan
dengan kebutuhan. Misalnya jumlah polisi yang ditugaskan untuk berpratoli dalam wilayah tertentu berbeda-beda berdasarkan angka kriminalitas. 3) Pelayanan-pelayanan yang tidak sama bagi individu-individu bersesuaian dengan perbedaan yang relevan. Ada beberapa kriteria mengapa pelayanan itu tidak sama antara lain: satu, pelayanan yang diberikan berdasarkan kemampuan untuk membayar dari penerima pelayanan. Dua, penyediaan pelayanan-pelayanan atas dasar kebutuhan-kebutuhan.
11
Berkembangnya ragam pelayanan publik dan kian tingginya tuntutan pelayanan publik yang lebih efisien, cepat, fleksibel, berbiaya rendah serta memuaskan, akan menjadikan negara pada posisi “kewalahan” manakala masih tetap memaksakan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang “paling syah” dalam memberikan pelayanan. Bahkan jika ia tetap menempatkan diri sebagai agen tunggal dalam memberikan pelayanan. Bahkan jika ia tetap menempatkan diri sebagai agen tunggal dalam memberikan pelayanan, pastilah akan berada pada posisi “payah”. Karena itu, mengurus sesuatu yang semestinya tidak perlu diurus, haruslah ditinggalkan oleh negara; agar lebih berkonsentrasi pada urusan-urusan yang lebih strategis dan krusial. Karena itu, konsep desentralisasi sebenarnya bermaksud untuk mengurangi beban negara yang berlebihan dan tidak semestinya. Ia merekomendasikan berbagai hak, wewenang, tugas dan tanggungjawab dengan pelanggan (baik terorganisir maupun tidak) dalam mengurusi dan memberikan pelayanan publik agar tidak semakin “kepayahan”. Bahkan ia memberikan rekomendasi agar rakyat diperbolehkan mengurusi dirinya sendiri; dan tidak serba menyerahkan segala urusannya kepada negara. Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan palanggan atau pelanggan serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan. Pelayanan prima pada sektor publik didasarkan pada aksioma bahwa “pelayanan adalah pemberdayaan”. Kalau pada sector bisnis atau swasta tentunya pelayanan selalu bertujuan atau berorientasi profite
12
atau keuntungan perusahaan. Pelayanan prima sektor publik tidaklah mencari untung, tetapi memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan secara sangat baik atau terbaik. (Sutopo,dkk, 2006:15) Dalam hal memberdayakan pelanggan ini, pelayanan yang diberikan tidaklah bertujuan selain mencari untung, juga menjadikan pelanggan justru terbebani atau terperdayakan dengan pelayanan dari pemerintahan yang diterimanya. Untuk itu pelayanan prima sektor publik yang dilakukan oleh pemerintah selain memenuhi kebutuhan hajat hidup pelanggannya, sudah barang tentu adalah untuk memberdayakan bukan memperdayakan, serta membangun kepercayaan pelanggan kepada pemerintahannya. Salah satu krisis sampai saat ini adalah buruknya kepercayaan pelanggan terhadap aparatur pemerintah terutama di sektor pelayanan publik. Sehingga munculnya sikap, anggapan dan penilaian terhadap pemerintahan. Adapun pelayanan prima akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada pelanggan sebagai pelanggan dan sebagai acuan untuk pengembangan penyusunan standar pelayanan. Baik pelayan, pelanggan atau stakeholder dalam kegiatan pelayanan, akan memiliki acuan mengenai mengapa, kapan, dengan siapa, dimana dan bagaimana pelayanan mesti dilakukan. (Sutopo,dkk, 2006:17)
13
C. Standar Pelayanan Prima Pelayanan kepada pelanggan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan kepada pelanggan sebagai pelanggan dan sebagai acuan untuk mengembangkan penyusunan standar pelayanan. Baik pelayan dalam hal Pegawai Negeri Sipil, Pelanggan (Pelanggan) atau stakeholder dalam kegiatan pelayanan, akan memiliki acuan mengenai mengapa, kapan dengan siapa, dimana dan bagaimana pelayanan mestinya dilakukan. Adapun Standar Pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. dalam standar pelayanan ini juga terdapat baku mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan. Pelanggan sebagai pengguna jasa pelayanan juga dapat mengetahui dengan pasti hak dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar pelayanan juga dapat membantu meningkatkan pelayanan. Dengan demikian, pelanggan dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu unit.
14
Adapun beberapa standar pelayanan prima diataranya: (Sutopo,dkk, 2006:21) 1. Pelayanan Mengacu Kepuasan Pelanggan Menurut (Sutopo,dkk, 2006:29) Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Oleh karena itu, maka tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pelanggan, maka pelanggan dapat merasakan hal-hal sebagai berikut: a) Kalau kinerjanya dibawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa; b) Kalau kinerjanya sesuai harapan, pelanggan akan merasa puas; c) Kalau kinerjanya melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Bagi aparatur, pelayanan yang perlu mendapat perhatian adalah orang yang sangat puas akan mempunyai ikatan emosional dengan suatu produk, dan ini menyebabkan loyalitas pelanggan menjadi tinggi. Oleh karena itu, aparatur pelayanan dihadapkan pada tantangan membangun budaya organisasi, yaitu agar semua orang yang berada di lingkungan organisasi bertujuan memuaskan pelanggan. Pelayanan Prima adalah pelayanan yang memuaskan pelanggan. Salah satu indikator adanya kepuasan pelanggan adalah tidak adanya keluhan dari pelanggan. Akan tetapi, didalam praktek, keluhan-keluhan pelanggan ini akan selalu ada. Organisasi pemberi pelayanan wajib menanggapi dan menghadapi
15
keluhan pelanggan tersebut untuk kepentingan dan kepuasan pelanggan. Untuk itu, pemberi pelayanan perlu mengetahui sumbersumber keluhan pelanggan dan mengetahui caracara mengatasi keluhan pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama pelayanan prima. Oleh karena itu setiap aparatur pelayanan berkewajiban untuk berupaya memuaskan pelanggannya. Kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila aparatur pelayanan mengetahui siapa pelanggannya, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Dengan mengetahui siapa pelanggannya, maka aparatur pelayan akan dapat mengidentifikasi apa keinginan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila keinginan atau harapan pelanggan dapat terpenuhi. Mengenai mutu, Tjiptono (1997) menyatakan bahwa sedikitnya ada tiga level (tingkat) harapan pelanggan, yaitu: 1) Harapan pelanggan yang paling sederhana dan berbentuk asumsi “must have” atau “take it for granted”. 2) Pada level kedua, kepuasan pelanggan dicerminkan dalam pemenuhan persyaratan dan atau spesifikasi tertentu. 3) Pada level ketiga ini pelanggan menuntut suatu kesenangan (delightfulness) atau jasa yang demikian bagusnya, sehingga membuat pelanggan tertarik. 2. Kecepatan dan Ketepatan Pelayanan Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan disini terkait dengan waktu tunggu dan waktu
16
proses. Dalam hal ini Tanggungjawab dari para petugas pelayanan, yang meliputi pelayanan sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya apabila terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan. (Bachrudin. 28 Desember 2011) 3. Etika dalam Pelayanan Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Terutama bagi mereka yang berinteraksi dengan pelanggan eksternal. Dampak tidak diterapkan etika dalam pelayanan adalah keluhan pelanggan yang timbul karena sikap negatif petugas pelayanan pada saat melayani pelanggan. Hal ini dapat dirasakan oleh pelanggan melalui sikap tidak peduli dari petugas pelayanan terhadap pelanggan. Sikap pelayanan prima berarti pengabdian yang tulus terhadap bidang kerja dan yang paling utama adalah kebanggaan atas pekerjaan. Sikap dapat menggambarkan instansi/organisasi anda. perwakilan instansi/organisasi baik secara
langsung
maupun
tidak
langsung.
Pelanggan
akan
menilai
instansi/organisasi dari kesan pertama mereka dalam berinteraksi dengan orangorang yang terlibat dalam instansi/organisasi tersebut. (Sutopo,dkk, 2006:37)
.