BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Teori Keagenan Teori keagenan menyatakan bahwa apabila terdapat pemisahan antara pemilik
sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut akan selalu berusaha untuk memaksimalisasikan fungsi utilitasnya (Jensen & Meckling, 1976). Teori keagenan menurut Eisenhardt (1989) dalam Mahadwartha (2002) terdiri dari positive agency dan principal-agent research. Positive agency teory memfokuskan pembahasan mengenai hubungan antara pihak agen dengan principal. Principal agent research membahas mengenai semua hubungan atau konflik kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya dimana pihak yang satu tidak melaksanakan instruksi atau perintah pihak kedua. McColgan (2001) dalam Mahadwartha (2002) menyatakan bahwa dalam teori keagenan terdapat suatu karakteristik hubungan keagenan yang dapat didefinisikan sebagai suatu kontrak dimana satu pihak (prinsipal) mempekerjakan pihak lain (agen) untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama prinsipal. Dalam perkembangannya, terdapat suatu kecenderungan timbulnya masalah keagenan yang muncul sebagai akibat dari kemustahilan tercapainya perikatan secara sempurna bagi pihak agen dan prinsipal. Dimana munculnya masalah keagenan dijelaskan dalam beberapa faktor, sebagai berikut: 1
1. Moral hazard (MH) Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan besar (kompleksitas yang tinggi), dimana manajer cenderung untuk memanfaatkan insentif yang sesuai dengan kepentingannya atau berdasarkan keahliannya untuk bayaran yang diterima dari perusahaan dan kemungkinan hal tersebut tidak termasuk dalam kontrak. 2. Penahanan laba (Earning Retention) Masalah ini berkisar pada kecenderungan untuk melakukan investasi yang berlebihan oleh pihak manajemen melalui peningkatan dana pertumbuhan dengan tujuan untuk memperbesar kekuasaan, prestise, atau memperbesar kemampuan untuk mendominasi dewan komisaris, maupun penghargaan bagi dirinya, namun dapat menghancurkan kesejahteraan prinsipal. 3. Horizon waktu Konflik ini muncul sebagai akibat dari kondisi arus kas, dimana prinsipal lebih menekankan pada arus kas untuk masa depan yang kondisinya belum pasti, sedangkan manajemen cenderung menekankan kepada hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. 4. Penghindaran risiko manajerial Masalah ini muncul ketika ada batasan diversifikasi portofolio yang berhubungan dengan pendapatan manajerial atas kinerja yang dicapainya, sehingga manajer akan berusaha meminimalkan risiko saham perusahaan dari keputusan investasi yang meningkatkan risikonya. Misalnya manajemen lebih
2
senang dengan pendanaan ekuitas dan berusaha menghindari peminjaman utang karena mengalami kebangkrutan atau kegagalan. 2.2
Gender Womens’s Studies Encyclopedia menjelaskan bahwa gender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distintion) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat. Elaine Showalter (1989) dalam Umar (1999) mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya dan menekankan sebagai konsep analisis (an analytic concept) yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu. Menurut Mikklola (2005) gender didefinisikan sebagai suatu gambaran sifat, sikap dan perilaku laki-laki dan perempuan. Suatu kepribadian dan perilaku yang dibedakan atas tipe maskulin dan feminim. Feminim memiliki karakteristik seperti hangat dalam hubungan interpersonal, suka berafiliasi, kompromistik, sensitif, perasa, senang pada kehidupan kelompok sedangkan maskulin memiliki karakteristik kurang dapat mengekspresikan kehangatan, kurang responsive, suka mengambil resiko. Robbins dan Coulter (2005) dalam Gumilar (2009) menyatakan bahwa wanita dalam memimpin cenderung lebih demokratis atau partisipatif dibanding kaum pria. Wanita
juga
cenderung
mendorong
keikutsertaan,
berbagi
informasi
dan
kekuasaan,serta berusaha meningkatkan harga diri para bawahan. Mereka memimpin melalui semangat merangkul, keahlian, hubungan, dan keterampilan antar-pribadi.
3
Ciri khas kepemimpinan wanita tersebut dapat menimbulkan situasi kerja yang dapat mendorong pembentukan disiplin kerja karyawan dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Gumilar (2009) meneliti mengenai pengaruh hubungan antara persepsi hubungan anatara persepsi terhadap kepemimpinan wanita dengan disiplin kerja. Subjek dalam penelitian adalah karyawan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Ungaran. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan wanita dengan disiplin kerja. Hal ini berarti variabel persepsi terhadap kepemimpinan wanita dengan segala aspek yang ada didalamnya dapat dijadikan sebagai prediktor untuk mengukur disiplin kerja karyawan. Sudarmo (2010) menulis tentang gaya kepemimpinan perempuan bagi efektifitas organisasi, penelitian menggunakan metoda langsung dengan melakukan diskusi ke responden dan mengaitkan dengan penelitian terdahulu. Hasil peneltian mendukung argumen bahwa perempuan memiliki potensi dasar untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Antara perempuan dan laki-laki cenderung memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Perempuan cenderung lebih memiliki perilaku yang demokratis dan partisipatif yang mengacu pada kepemimpinan interaktif dan inspirasional berbeda dengan laki-laki yang cenderung lebih transaksional yakni gaya kepemimpinan yang mengarah pada prilaku directive dan assertive (cenderung agresif dan dogmatik). Sudarmo (2010) juga menyatakan untuk mencapai efektivitas seorang pemimpin juga ditentukan oleh kapasitas dalam memimpin.
4
Meyers–Levy (1986) mengembangkan kerangka teoritis untuk menjelaskan kajian tentang perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam memproses informasi. Kerangka teoritis ini mereka sebut dengan “selectivity hypothesis”. Perbedaaan yang didasarkan pada isu gender dalam pemrosesan informasi dan pembuatan keputusan didasarkan atas pendekatan yang berbeda yaitu bahwa laki-laki dan perempuan menggunakan pemrosesan inti informasi dalam memecahkan masalah dan membuat inti keputusan. Laki-laki pada umumnya dalam menyelesaikan masalah tidak menggunakan semua informasi yang tersedia, dan mereka juga tidak memproses informasi secara menyeluruh, sehingga dikatakan bahwa laki-laki cenderung melakukan pemrosesan informasi secara terbatas. Sedangkan perempuan dipandang sebagai pemroses informasi lebih detail, yang melakukan proses informasi pada sebagian besar inti informasi untuk pembuatan keputusan atau judgment. 2.3
Proporsi Gender Dewan Direksi Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) menjelaskan Direksi sebagai
organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya namun pelaksanaan
tugas
oleh
masing-masing
anggota
Direksi
tetap
merupakan
tanggungjawab bersama. Pelaksanaan tugas Direksi dapat berjalan secara efektif perlu dipenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut (KNKG, 2006):
5
1)
Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen. 2)
Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman
dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. 3)
Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar
dapat menghasilkan keuntungan dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan. 4)
Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bill et al., (2009) menguji pengaruh gender pada pengambilan keputusan pelaporan keuangan dalam konteks konservatisma akuntansi. Penelitian ini menggunakan sampel dari S&P 1.500 perusahaan dari tahun 1988 sampai tahun 2007. Penelitian Bill et al (2009)., mengidentifikasi pengaruh gender dalam konservatisma pelaporan keuangan dengan memeriksa perubahan konservatisma akuntansi dimana ada penggantian CFO baru dari laki-laki atau perempuan menjadi perempuan atau laki-laki.
Bill et al., (2009) menduga penggantian tersebut akan meningkatkan
(menurunkan) dalam konservatisma akuntansi perusahaan.
Hasil penelitian
membuktikan bahwa CFO perempuan cenderung melaporkan laporan keuangan perusahaan lebih konservatif, ini menunjukkan bahwa perempuan lebih hati-hati secara signifikan dalam mengakui laba dibandingkan rugi daripada laki-laki.
6
Beberapa penelitian mengenai gender telah dilakukan di berbagai negara. Carter et al., (2002) meneliti tentang hubungan corporate governance, board diversity, dan nilai perusahaan. Secara spesifik penelitian ini menguji pengaruh keragaman gender dan minoritas direktur terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan 638 perusahaan Fortune 1000 tahun 1997. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua aspek diversity yang diteliti berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Smith et al., (2005) meneliti tentang pengaruh keberadaan perempuan dalam jajaran manajemen puncak terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan 2.400 perusahaan Danish selama periode 1997-2001 sebagai sampel penelitian. Pengujian dengan ordinary least square (OLS) menunjukkan bahwa ketiga variabel independen tersebut berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan profit margin dan ROA. Carter et al., (2007) meneliti tentang pengaruh keragaman dewan direksi terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perusahaan yang terdaftar di Fortune 500 Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan data panel yang terdiri dari 2000 obervasi selama periode 1998-2002. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proporsi perempuan dalam dewan direksi dan direksi etnis minoritas berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. 2.4
Komite Audit Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good
corporate governance), BAPEPAM mewajibkan perusahaaan untuk memiliki komite
7
audit. Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain adalah pihak ekstern yang independen dan sekurang-kurangnya salah seorang memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan keuangan (KNKG, 2006). Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan (KNPG, 2006). Tugas komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan. Pelaksanaan tugas komite audit adalah menyediakan komunikasi formal antara dewan, manajemen, auditor eksternal dan auditor internal (KNKG, 2006). Adanya komunikasi formal antara komite audit, auditor internal, dan auditor eksternal akan menghasilkan proses audit internal dan eksternal dilakukan dengan baik. Proses audit internal dan eksternal yang baik akan meningkatkan akurasi laporan keuangan dan kemudian meningkatkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (Anderson et al., 2003). Beberapa penelitian mengenai hubungan antara komite audit dengan kualitas laporan keungan pada mulanya menguji pengaruh keberadaan komite audit terhadap kualitas laporan keuangan. DeFond dan Jiambalvo (1991) meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan perusahaan publik yang melaporkan laba tahunan lebih tinggi dari yang seharusnya untuk periode 1977-1988. Temuan adalah perusahaan tersebut tidak memiliki komite audit. McMulen (1996) menemukan komite audit berhubungan dengan lebih sedikit tuntutan hukum pemegang saham karena kecurangan, lebih 8
sedikit pelaporan kembali laba kuartalan, lebih sedikit tindakan ilegal, lebih sedikit pergantian auditor ketika terdapat selisih pendapat antara klien dan auditor. Hasil ini menujukan bahwa perusahaan dengan kesalahan pelaporan, pelanggaran dan indikator lain dari pelaporan keuangan yang tidak andal cenderung tidak memiliki komite audit. Komite audit mempunyai kemampuan untuk mengaitkan berbagai pihak yang ikut serta dalam proses pelaporan keuangan. 2.5.
Konservatisma Akuntansi Definisi konservatisma berdasarkan glossary dalam FASB Statement of Concept
No.2 adalah reaksi hati-hati (prudent reaction) menghadapi ketidakpastian untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko yang melekat pada situasi bisnis telah cukup dipertimbangkan. Konservatisma dapat didefinisikan sebagai tendensi yang dimiliki oleh seorang akuntan yang mensyaratkan tingkat verifikasi yang lebih tinggi untuk mengakui laba dibandingkan mengakui rugi (Basu, 1997). Konservatisma dalam akuntansi ini mengimplikasikan adanya persyaratan verifikasi yang asimetris antara pengakuan laba dan rugi. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat perbedaan dalam verifikasi yang disyaratkan untuk pengakuan laba versus pengakuan rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisma akuntansinya (Watts, 2003). Konsep konservatisma menyatakan bahwa dalam keadaan yang tidak pasti, manajemen akan menggunakan pilihan terhadap perlakuan atau tindakan akuntansi yang menggambarkan keadaan yang kurang mengguntungkan, yang berimplikasi
9
pada pengakuan rugi yang kemungkinan bakal terjadi dan tidak segera mengakui pendapatan ataupun laba yang kemungkinan akan terjadi di masa yang akan datang (Suwardjono, 2005). Penman dan Zhang (2002) menyatakan bahwa konservatisma merupakan praktik akuntansi yang mengurangi laba atau menurunkan nilai aktiva bersih ketika menghadapi kabar buruk (bad news), dan tidak menaikkan tingkat laba atau menaikkan nilai aktiva bersih ketika menanggapi kabar baik (good news). Definisi ini sepertinya sesuai dengan manajemen laba, karena manajemen laba dilakukan untuk meningkatkan atau menurunkan laba sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai manajemen, namun ada hal yang membedakan antara konservatisma akuntansi dengan manajemen laba yaitu pada kata “tidak meningkatkan laba dan menaikkan aktiva bersih” ketika menghadapi kabar baik dalam konservatisma akuntansi (Dewi, 2003). Disamping itu manajemen laba umumnya tidak memberikan perbedaan yang bersifat permanen pada peningkatan atau penurunan laba, sedangkan konservatisma akuntansi akan memberikan dampak yang permanen pada perbedaan laba yang dilaporkan. Contoh penerapan konservatisma yaitu: 1)
Pencadangan piutang ragu-ragu setiap periode yang berarti mengakui adanya kemungkinan piutang tak tertagih sehingga piutang dilaporkan lebih kecil setelah dikurangi cadangan tersebut.
2)
Penyusutan aktiva tetap yang membebankan lebih besar pada awal periode.
3)
Pengungkapan perkara contingency (seperti adanya perkara peradilan) dan kemungkinan beban yang timbul dalam laporan keuangan.
10
4)
Pengakuan pendapatan dicatat jika telah terdapat bukti nyata transaksi yang menyatakan perusahaan memang berhak atas pendapatan tersebut dan mengukur secara objektif.
2.6.
Manfaat Konservatisma Akuntansi Watts (2003) menyatakan penerapan akuntansi konservatif dapat memberikan
manfaat bagi perusahaan yaitu: 1) Membatasi manajer dalam berperilaku oportunistik. Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan informasi kepada investor tentang kinerja manajemen yang akan mempengaruhi keputusan investor dalam investasi dan keputusan dalam hal kesejahteraan manajemen. Dengan kondisi tersebut manajemen dapat mempengaruhi angka-angka dalam laporan keuangan untuk memaksimalkan kepentingannya. Prinsip konservatisma akuntansi dapat membatasi perilaku oportunistik dari manajemen. 2) Meningkatkan nilai perusahaan Konservasima dapat meningkatkan nilai perusahaan karena akan membatasi opportunistic payment kepada manajer (dalam bentuk bonus) dan juga kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. 3) Mengurangi potensi tuntutan hukum (litigation) Tuntutan hukum mendorong perkembangan konservatisma karena tuntutan hukum banyak muncul pada saat laba dan aktiva dicatat terlalu
11
tinggi. Karena adanya potensi tuntutan hukum akibat pencatatan yang overstatement, manajemen dan auditor terdorong untuk melaporkan laba dan aktiva yang konservatif 4) Menaati peraturan Peraturan yang dibuat oleh penyusun standar akuntansi juga memberikan intensif kepada perusahaan untuk menerapkan akuntansi konservatif seperti pengakuan secara historical cost ketika terjadi kenaikan harga sepanjang tahun atau menggunaan metoda comwill pada kondisi harga yang fluktuatif.
12