BAB II KAJIAN PUSTAKA
1.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian reduplikasi bahasa Kulisusu belum pernah dilakukan. Hal ini berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang telah dilakukan, tidak diperoleh hasil kajian dimaksud. Kajian reduplikasi telah dilakukan pada bahasa daerah lainnya, yang pada kesempatan ini akan diuraikan. Reduplikasi bahasa Muna oleh Siti Mayana tahun 2008. Permasalahan yang dikaji adalah menjelaskan bentuk, jenis, dan makna. Hasil penelitian ini dikemukakan bahwa terdapat tiga bentuk reduplikasi, bentuk tersebut adalah bentuk ulang seluruhnya, bentuk ulang berimbuhan, dan pengulangan yang berkombinasi dengan imbuhan. Reduplikasi Bahasa Bugis Dialek Bone oleh Indah Lupy tahun 2008, permasalahan yang dikaji mengenai bagaimana sistem reduplikasi bahasa Bugis dialek Bone yang digunakan oleh masyarakat pesisir Pantai Amal Tarakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reduplikasi atau kata ulang dalam bahasa Bugis memiliki perbedaan dengan reduplikasi dalam bahasa Indonesia. Misalnya, Materu iko macai-cai padata yang artinya ‘kamu selalu marah-marah padaku’. Kata macai merupakan bentuk dasar bahasa yang berarti ‘marah’ jika kata tersebut direduplikasi akan menjadi macai-cai ‘marah-marah’. Bentuk macai–cai tersebut merupakan bentuk ulang dengan mengulang suku kata dari bentuk dasar. Reduplikasi Bahasa Bajo oleh Mayang Cikitasari tahun 2013, permasalahan yang dikaji mengenai bagaimana bentuk reduplikasi bahasa Bajo, kategori gramatikal reduplikasi bahasa Bajo, serta bagaimana makna bentuk reduplikasi bahasa Bajo sebagai proses reduplikasi. Hasil penelitian ini ditemukan
tiga bentuk reduplikasi bahasa Bajo yaitu reduplikasi seluruh,
reduplikasi sebagian, dan reduplikasi yang disertai afiks. Pengkategorian dilakukan berdasarkan bentuk reduplikasinya dan makna reduplikasi sebagai proses reduplikasi serta makna berdasarkan bentuk reduplikasi bahasa Bajo. Berdasarkan ketiga kajian di atas, maka diperoleh relevansi dengan penelitian ini bahwa ketiga peneliti mengkaji tentang reduplikasi bahasa daerah, akan tetapi permasalahan yang diangkat atau objek yang dipilih berbeda dengan peneliti lainnya.
2.2 Hakikat dan Fungsi Bahasa 2.2.1 Pengertian Bahasa Dalam bidang ilmu filsafat, beberapa penulis beranggapan bahwa bahasa adalah ekspresi eksternal dari pikiran yang universal. Dalam bidang psikologi, teori bahasa cenderung untuk dibedakan menjadi lima yaitu psikologi murni, psikologi terapan, psikologi sosial, psikologi pendidikan, dan psikologi anak.Bagi sebagian psikolog, bahasa adalah semacam simbol yang mengandung banyak fungsi bagi yang lain, bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang diciptakan oleh manusia. Bagi linguist, bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (language may be form and not matter); atau suatu sistem lambang bunyi yang arbiter; atau juga suatu sistem dari sekian sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dari sistem-sistem. Hakikat bahasa meliputi konsep tentang bahasa sebagai urutan bunyi sampai pada konsep bahasa sebagai segala sesuatu yang dapat dibicarakan, termasuk alat yang digunakan untuk membicarakannya.Bahasa dapat digambarkan bukan sebagai rangkaian bunyi saja, juga mengandung ide. Hal ini bisa meliputi atau tidak menyangkut pengertian tentang rangkaian bunyi. Bila menyangkut pengertian, dapat juga menyangkut hal yang diartikan tapi dapat juga tidak menyangkutkannya.
Suatu teori bahasa dapat didasarkan pada asumsi bahwa bahasa sebenarnya adalah (1) substansi, (2) bentuk, atau (3) substansi dan bentuk. 1) Bahasa sebagai substansi Bahasa dapat dianggap tersusun dari segala sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dirasakan, atau dipikir oleh manusia. Akan tetapi, ada perbedaan antara substansi benda-benda yang kita pikirkan atau kita bicarakan (daerah A- Isi), dan substansi yang kita gunakan untuk berbicara atau menulis, yaitu suatu yang dapat kita ucapkan atau lambang-lambang yang kita buat di atas kertas (daerah C –Ekspresi). 2) Bahasa sebagai Bentuk Teori-teori kebahasaan yang terkenal pada tengahan pertama abad 20 ini memandang bahasa bukan sebagai substansi tetapi sebgai bentuk. Bahasa tidak sama seperti pikiran atau benda-benda yang kita bicarakan; bahasa juga bukan bunyi atau gerak lidah yang kita gunakan untuk membicarakan benda-benda atau pikiran tadi. akan tetapi bahasa merupakan (1) suatu klasifikasi tentang pikiran dan benda-benda (bentuk-isi), (2) pengelompokan yang abstrak atau bayangan bunyi dan bentuk-bentuk bahasa (bentuk ekspresi), atau (3) pembentukan dari keduanya yaitu apa yang kita bicarakan dan bagaimana kita membicarakannya (isi dan ekspresi). 3) Bahasa sebagai Substansi dan Bentuk Dari teori-teori yang menganggap bahwa bahasa merupakan isi dan ekspresi maupun maupun sebagai bentuk dan substansi (ABCD), yang paling terkenal ialah dari Firth dan Pike. Tahun dihalaman buku 1983.Bagi Firth, bahasa yang merupakan suatu aktifitas manusia yang pokok,mesti mengikut sertakan pikiran dan ide-ide dari siapa yang menggunakannya. dan juga situasi dimana bahasa itu digunakan (daerah A) Suatu bahasa mengelompokkan dan mengabstrasikan
unsur-unsur
situasi
yang
mempunyai
hubungan
konstan
dengan
pembendaharaan kata dan gramatika; hal ini merupakan konteks, suatu istilah yang digunakan oleh Firth dan pengikut-pengikutnya yaitu isi (daerah B). Teori Pike sangat berbeda dengan yang disebutkan di atas. Pike menganggap bahasa dalam hubungannya dengan terpadu tentang tingkah laku manusia. Sebelum mengembangkan teorinya secara umum, Pike menyusun teori khusus untuk menentukan unsur-unsur di daerah ekspresi (CD), yaitu unsur fonetik di daerah C dan unsur fonemis dari daerah D. Unsur fonetis meliputi unsur varian yang tidak relevan dengan pemakain bahasa; unsur fonemis terbatas untuk yang relevan. Dalam memperluas perbedaan-perbedaan tersebut ke dalam daerah isi (AB) yang ini merupakan daerah tingkah laku manusia di mana di dalamnya terdapat bahasa, Pike membagi semua aktifitas menjadi unsur non relevan etik di daerah substansi (AC) dan unsur relevan dan diformalkan emik di daerah bentuk (BC). 2.2.2 Fungsi Bahasa W.F. Mackey dalam bukunya (analisis bahasa), bahwa bahasa mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Bahasa Sebagai Aktifitas Berbeda sekali dengan pendapat bahwa bahasa suatu pernyataan yang tersusun dari unsur-unsur pikiran atau tingkah laku, dari unit struktur atau komunikasi; ada juga pendapat lain tentang bahasa yaitu menganggapnya sebagai suatu aktifitas. Pendapat ini berhubungan erat dengan bagaimanakah bahasa itu berfungsi atau digunakan oleh manusia. Dari sini kita bisa membedakan bahasa sebagai (1) aktifitas jiwa, dan (2) aktivitas otak. a) Sebagai Aktifitas Jiwa Sebagai suatu aktifitas jiwa, bahasa dapat dianggap (i) baik sebagai gerak mental (ii) maupun sebagai stimulus respons. 1) Sebagai Gerak Mental
Studi tentang bahasa sebagai gerak mental psikomekanik. Prinsip utama dari teori ini adalah bahwa gerak mental yang ikut terjadi sewaktu bahasa digunakan tentu makan waktu seberapapun kecilnya. psikomekanis digunakan untuk mengetahui gerak-gerak mental tersebut dan untuk menyatakannya dengan mental, dalam rangka memperlihatkan proses mental yang terjadi dalam penggunaan bahasa. 2) Sebagai Stimulus Respons Ahli ahli psikologi maupun beberapa ahli bahasa tertentu telah berpendapat bahwa bahasa adalah respon verbal stimulasi dari luar. Bahasa dikatakan sebagai reaksi spontan seperti yang dimiliki oleh jenis hewan terhadap apa yang diterima, Sehingga bahasa itu seolah-olah sebagai suatu kesatuan gerak refleks yang ditimbulkan oleh stimulus. b) Bahasa Sebagai Aktivitas Otak Jika sebagian orang yang mempejari bahasa menganggap bahasa sebagai gerak jiwa, sebagian lagi menganggapnya sebagai aktivitas otak. Mereka menyelidiki gerak otak manusia tersebut sebagai aktifitas fisik. 1) Bahasa Sebagai Perubahan Sementara sebagian sarjana menganggap bahasa sebagai keadaan atau aktifitas, sarjanasarjana yang lain menganggapnya sebagai sesuatu yang secara terus-menerus berubah menurut waktu dan ruang. a) Perubahan Menurut Waktu Suatu teori mungkin mencakup variasi dalam bahasa selama beberapa tenggang waktu, baik dalam setiap individu, maupun dalam masyarakat dimanapun bahasa itu telah lama digunakan.
b) Menurut Ruang Variasi menurut ruang telah juga membawa perubahan bagi berbagai teori bahasa. Ahli bahasa telah menyelidiki perubahan menurut waktu dari suatu bahasa saja atau juga pada sekelompok bahasa yang mempunyai induk bahasa yang sama. Cabang ilmu pengetahuan yang membahas hal pertama disebut linguistik wilayah, sedang yang kedua disebut linguistik komparatif.
2.3 Reduplikasi 2.3.1 Pengertian Reduplikasi Ramlan (2001: 63) menyatakan bahwa proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Sedangkan Muslich (1990: 48) berpendapat bahwa proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. Verhaar (1995: 52) menyatakan bahwa reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulangi bentuk dasar atau sebagian dari bentuk dasar tersebut. Sejalan dengan itu Simatupang (1986: 16) mengatakan bahwa reduplikasi adalah proses morfemis yang mengubah bentuk kata yang dikenainya. Selanjutnya Alisyahbana (1986: 65) mendefinisikan kata ulang atau kata berulang yakni suatu kata yang terjadi dari pengulangan kata dasar. Menurut Chaer (2003: 182) reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Oleh karena itu lazim dibedakan adanya reduplikasi
penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak balik (dari dasar balik). Sementara itu Solichi (1996: 9) menyatakan proses reduplikasi yaitu pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut kata ulang, satuan yang diulang merupakan bentuk dasar. Secara umum pengertian reduplikasi yang dikemukakan oleh Kridalaksana (1993: 86) kata ulang atau reduplikasi adalah proses dan hasil pengulangan suatu bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal, misalnya rumah-rumah, tetamu, bolak-balik dan sebagainya. Berdasarkan beberapa pendapat mengenai definisi kata ulang tersebut, penulis memperoleh pemahaman bahwa reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak yang menghasilkan kata baru yang disebut kata ulang. 2.3.2 Ciri-ciri Reduplikasi Ciri reduplikasi adalah identitas gramatikal bentuk ulang yang berbeda dengan bentuk yang lainnya yang serupa. Hal ini perlu diketahui karena tidak semua bentuk ulang seperti biribiri, kupu-kupu, kura-kura dan lain-lain.Bentuk-bentuk seperti itu tidak dapat kita golongkan sebagai reduplikasi, tetapi semua itu merupakan bentuk dasar. Bentuk biri, kupu, dan kura tidak ada dalam pembendaharaan kata bahasa Indonesia serta tidak termasukdalam bentuk linguistik, karena untuk dapat mengetahui apakah satuan bahasa itu merupakan bentuk ulang atau bukan maka terlebih dahulu kita harus menentukan bentuk dasarnya. Dalam reduplikasi, yang dimaksud dengan bentuk dasar adalah bentuk linguistik yang diulang yang menjadi dasar dari proses pengulangan. Berdasarkan pengamatan para pakar bahasa, berikut ini adalah ciri-ciri untuk menentukan bentuk dasar reduplikasinya. 1) Kelas kata bentuk dasar reduplikasi sama dengan kelas reduplikasinya
Apabila suatu reduplikasi berkelas kata benda, bentuk dasarnyapun berkelas kata benda. Begitu juga, apabila reduplikasi itu berkelas kata kerja, bentuk dasar juga berkelas kata kerja. Lebih jelasnya, jenis reduplikasi, sama dengan bentuk dasarnya. Contoh: Reduplikasi
Bentuk Dasar
Gedung-gedung (nomina)
Gedung (nomina)
Sayur-sayuran (nomina)
Sayur (nomina)
Berlari-lari (verba)
Berlari (verba)
Pelan-pelan (adjektiva)
Pelan (adjektiva)
Besar-besar (adjektiva)
Besar (adjektiva)
Tiga-tiga (numeralia)
Tiga (numeralia)
Namun demikian, ada juga pengulangan yang mengubah golongan kata, ialah pengulangan dengan se-R-nya, misalnya: Tinggi
setinggi-tingginya
Luas
seluas-luasnya
Cepat
secepat-cepatnya Kata setinggi-tinginya, seluas-luasnya, dan secepat-cepatnya termasuk golongan kata
keterangan karena kata-kata tersebut secara dominan menduduki fungsi keterangan dalam suatu klausa, sedangkan bentuk dasarnya, ialah tinggi, luas, dan cepat termasuk golongan adjektiva. 2) Bentuk dasar reduplikasi biasa digunakan dalam bahasa Indonesia Jika reduplikasi digunakan dalam bahasa Indonesia, maka bentuk dasarnya seyogyanya ada dan digunakan dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini dapat digunakan dalam konteks kalimat dan ada dalam kenyataan berbahasa.
Contoh: Reduplikasi
Bentuk Dasar
Mengata-ngatakan
Mengatakan-bukan mengata Menyatukan, bukan menyatu (sebab
Menyatu-nyatukan tidak sama dengan kelas kata ulangnya) Melari-larikan
Melarikan, bukan melari
Mempertunjuk-tunjukan
Mempertunjukan, bukan mempertunjuk
Berdesak-desakan
Berdesakan-bukan berdesak
3) Arti bentuk dasar reduplikasi selalu berhubungan dengan arti reduplikasinya. Dalam menjawab tentang kata-kata yang diulang secara fonemis tetapi bukan merupakan hasil reduplikasi kita perhatikan ciri bentuk dasar yang ketiga ini.Berdasarkan ciri yang ketiga ini bentuk seperti undang-undang, alun-alun dapat ditentukan apakah bentuk tersebut merupakan reduplikasi atau bukan. Karena arti undang, tidak ada hubungannya dengan undang-undang, begitu pula dengan alun sehingga bentuk ini bukanlah reduplikasi. Kaitannya dengan hal tersebut, Ramlan (2001: 9) dalam uraian mengenai penentuan kata dasar bagi golongan, yaitu (1) pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata atau kelas kata, (2) bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bentuk reduplikasi dalam bahasa Indonesia tidak mengubah kelas kata pada tataran dalam arti leksikal dan berfungsi menghasilkan makna tertentu. Prinsip ini merupakan ciri reduplikasi dalam bahasa Indonesia. 2.3.3 Bentuk Reduplikasi
Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang bentuk-bentuk reduplikasi. Ramlan (1967: 22) membagi reduplikasi menjadi empat golongan, yaitu: 1) Reduplikasi seluruh, yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, 2) Reduplikasi sebagian, yaitu pengulangan sebagian dari bentuk dasar, 3) Reduplikasi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, dan 4) Reduplikasi dengan pembubuhan fonem. Setiap reduplikasi memiliki bentuk dasar yang diulang. Bentuk dasar tersebut merupakan bentuk dasar linguistik yang menjadi dasar dari setiap reduplikasi.Bentuk dasar dari satu reduplikasi merupakan bentuk linguistik maka bentuk dasar tersebut harus dapat dipakai dalam penggunaan bahasa sehari-hari dalam berbagai bentuk kata atau kalimat yang lain (Sulchan). Proses bentuk reduplikasi berafiks menurut Abdul Chaer (2008: 183-189). a. Akar berprefiks berAda dua macam pengulangan akar yang berprefiks ber-, yaitu: 1) Pada akar mula-mula diimbuhkan prefiks ber-, lalu dilakukan pengulangan sebagian dan yang diulang hanya akarnya saja. Contoh: - berlari-lari (dari ber + lari) - berteriak-teriak (dari ber + teriak) - berjalan-jalan (dari ber + jalan) Pada contoh diatas kata lari-lari, teriak-teriak, dan jalan-jalan berterima. 2) Pengulangan dilakukan serentak dengan pengimbuhan prefiks berContoh: - berhari-hari - bermeter-meter
- berliter-liter Pada contoh diatas kata hari-hari, meter-meter, dan liter-liter tidak berterima. b. Akar berkonfiks ber-an Akar berkonfiks ber-an seperti pada kata berlarian dan berkejaran direduplikasikan sebagian, yaitu hanya akarnya saja. Contoh: - berlari-larian (dari berlarian) - berkejar-kajaran (dari berkejaran) - berpeluk-pelukan (dari berpelukan) c. Akar berprefiks meAkar berprefiks me- seperti pada kata menembak dan menari direduplikasikan hanya akarnya saja. Ada dua macam cara 1) Bersifat progresif artinya pengulangan ke arah depan atau ke arah kanan. Contoh: - menembak-nembak (dasar menembak) - menari-nari (dasar menari) - mengulang-ulang (dasar mengulang) 2) Bersifat regresif artinya pengulangan ke arah belakang atau ke arah kiri. Contoh: - tembak-menembak (dasar menembak) - pukul-memukul (dasar memukul) - tendang-menendang (dasar menendang) d. Akar berkonfiks me-kan Akar berkonfiks me-kan seperti pada kata membedakan, membesarkan, dan melebihkan direduplikasikan hanya akarnya saja. Contoh: - membeda-bedakan (dari membedakan)
- membesar-besarkan (dari membesarkan) - melebih-lebihkan (dari melebihkan) e. Akar berklofiks me-i Akar berklofiks me-i seperti pada kata menulisi dan mengurangi direduplikasikan hanya akarnya saja. Contoh: - menulis-nulisi (dari menulisi) - mengurang-ngurangi (dari mengurangi) - melempar-lempari (dari melempari) f. Akar berprefiks peAkar berprefiks pe- seperti pada kata pemuda, pembina, dan pembaca direduplikasikan secara utuh. Contoh: - pemuda-pemuda - pembina-pembina - pembaca-pembaca Namun, kata pemuda, pembina, dan pembaca lebih sering dilakukan dengan memberikan adverbia para= para pemuda, para pembina, para pembaca. g. Akar berkonfiks pe-an Akar berkonfiks pe-an seperti pada kata pembangunan dan penjelasan direduplikasikan secara utuh. Contoh: - pembangunan-pembangunan - penjelasan-penjelasan - pembinaan-pembinaan
Bentuk-bentuk reduplikasi di atas boleh saja digunakan, tetapi akan lebih baik menggunakan adverbia semua=semua pembangunan,
seluruh=seluruh pembinaan,
dan
sebagian=sebagian penjelasan bila ingin menyatakan plural. h. Akar berkonfiks per-an Akar berkonfiks per-an seperti pada kata peraturan, perindustrian, dan perdebatan bila direduplikasikan haruslah secara utuh. Contoh: - peraturan-peraturan - perindustrian-perindustrian - perdebatan-perdebatan Bentuk-bentuk reduplikasi diatas boleh saja digunakan, tetapi akan lebih baik menggunakan adverbia semua= semua peraturanan, seluruh= seluruh perindustrian, dan sebagian= sebagian perdebatan daripada penggunaan bentuk reduplikasinya. i. Akar bersufiks –an Akar bersufiks –an ada dua cara pereduplikasiannya. 1) Mengulang secara utuh bentuk bersufiks –an. Contoh: - bangunan-bangunan - aturan-aturan - latihan-latihan 2) Mengulang akarnya sekaligus disertai dengan pengulangannya. Contoh: - obat-obatan - biji-bijian - batu-batuan
Ada satu cara lagi yang kurang produktif, yakni dengan mengulang sebagian (hanya suku perama dari akar). Contoh: bebatuan, tetumbuhan, pepohonan j. Akar berprefiks seAda dua cara mereduplikasikannya: 1) Diulang secara utuh Contoh: sedikit-sedikit, seorang-seorang, sekali-sekali 2) Hanya mengulang bentuk akarnya saja Contoh: sekali-kali, sebaik-baik, sepandai-pandai k. Akar berprefiks terAkar berprefiks ter- seperti pada kata terbawa, tersenyum, dan tertawa direduplikasikan hanya akarnya saja. Contoh: terbawa-bawa, tersenyum-senyum, tertawa-tawa l) Akar berkonfiks se-nya Akar berkonfiks se-nya seperti pada kata secepatnya, sebaiknya, dan sedapatnya direduplikasikan hanya akarnya saja. Contoh: secepat-cepatnya, sebaik-baiknya, sedapat-dapatnya
m. Akar berkonfiks ke-an
Akar berkonfiks ke-an seperti pada kata keraguan, kemerahan, dan kebiruan direduplikasikan hanya akarnya saja sedangkan konfiks ke-an yang melingkupi bentuk perulangan itu. Contoh: keragu-raguan, kemerah-merahan, kebiru-biruan Atas dasar uraian diatas, kemudian timbul pembagian bentuk reduplikasi yang dikemukakan oleh Muslich (199: 53). Ada empat macam bentuk reduplikasi, yaitu sebagai berikut: 1) Reduplikasi penuh, yaitu pengulangan bentuk dasar secara keseluruhan, tanpa kombinasi dengan afiks dan tanpa perubahan fonem. 2) Reduplikasi sebagian, yaitu pengulangan bentuk dasar secara sebagian tanpa perubahan fonem. 3) Reduplikasi dengan kombinasi afiks, yaitu pengulangan bentuk dasar, disertai bentuk dengan penambahan afiks, secara bersama-sama atau serentak bersama pula mendukung satu arti. 4) Reduplikasi dengan perubahan fonem, yaitu pengulangan bentuk dasar dengan disertai fonem perubahan fonem. Kata-kata seperti ikatan-ikatan (ikatan), menari-nari (menari), membagi-bagikan (membagikan) memperlihatkan bahwa masing-masing kata dapat dipulangkan pada bentuk yang sederhana yanmg disebut dasar.Selanjutrnya, kata yang menjadi dasar itu ada yang dapat pula dipulangkan pada bentuk yang lebih sederhana lagi yang juga merupakan dasar. Terlihat pula bahwa masing-masing kata merupakan proses pengulangan sebagian atau seluruh bentuk kata yang dianggap menjadi dasarnya. Proses yang menghasilkan kata-kata tersebut diatas disebut proses reduplikasi, yang selanjutnya dapat diperinci berdasarkan unsur dasar yang mengalami pengulangan (Simatupang, 1983 : 15).
Keraf (Zaini, 1984: 20) membagi bentuk pengulangan atau reduplikasi menjadi (1) perulangan suku awal, (2) pengulangan atas suku dasar, (3) kata, perulangan yang terjadi atas seluruh (4) perulangan dengan mendapat imbuhan Chaer (1993: 142-143) membagi kata ulang atau reduplikasi berdasarkan bentuknya sebagai berikut: a) Reduplikasi Penuh (dwilingga) Reduplikasi penuh adalah pengulangan bentuk dasar secara keseluruhan. Reduplikasi ini dapat diklasifikasikan lagi menjadi dua jenis, yaitu reduplikasi tanpa perubahan bunyi dan reduplikasi dengan perubahan bunyi. Reduplikasi tanpa perubahan bunyi disebut reduplikasi dwimurni, misalnya sekolah-sekolah, batu-batu, sedangkan yang disertai perubahan bunyi disebut reduplikasi dwiraka seperti: warna-warni, sayur- mayur (lihat Chaer, 1993: 143). b) Reduplikasi Paruh Reduplikasi paruh adalah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.Reduplikasi ini dibedakan atas tiga jenis, yaitu ulangan paruh awal (dwipurwa), ulangan tengah (dwimadya), dan ulangan paruh akhir (dwiwasma). Reduplikasi paruh awal adalah pengulangan awal bentuk dasarnya, misalnya :makanan, menjadi makan-makanan; minuman, menjadi minum-minuman. Reduplikasi paruh tengah adalah pengulangan bagian tengah bentuk dasarnya, misalnya: dimudahkan menjadi dimudah-mudahkan; berjauhan menjadi berjauh-
jauhan. Reduplikasi
paruh akhir adalah pengulangan bagian belakang bentuk dasarnya, misalnya pertama, menjadi pertama-tama, terbata menjadi terbata-bata (lihat Chaer 1993:142). c) Reduplikasi berafiks Reduplikasi berafiks adalah pengulangan bentuk dasar yang disertai penambahan afiks, baik prefix, misalnya (ada menjadi mengada-ngada) sufiks misalnya (buah menjadi buah-
buahan), infiks misalnya (gemilang, menjadi gelang-gemilang) maupun konfiks, misalnya biru (menjadi kebiru-biruan). Pengulangan ini terjadi bersama-sama dengan perubahan afiks yang mendukung satu fungsi (Chaer, 1993: 43). Alisyahbana (1986: 65) membagi bentuk kata ulang menjadi tiga bagian, yaitu: (1) perulangan murni, yaitu kata dasar yang diulang dengan tidak mendapat perubahan sedikitpun, (2) perulangan yang mendapat awalan, akhiran atau sisipan, (3) perulangan yang disertai perubahan bunyi atau huruf yang dikandung kata dasar. 2.3.4 Fungsi Reduplikasi Reduplikasi atau pengulangan pada umumnya tidak mempunyai fungsi mengubah golongan atau kelas kata seperti pada peristiwa afiks. Akan tetapi, ada juga reduplikasi tertentu yang dapat mengubah kelas kata. Reduplikasi atau pengulangan bentuk dasar dapat mengubah identitas kata disebut reduplikasi derivasional (Simatupang,1983: 52). Reduplikasi mempunyai tiga fungsi menurut Marsikan, (1982: 68) sebagai berikut: a) Pembentuk kata keterangan Contoh: minai lalu-laluno ingkai saleleikai mia ngkaea ‘Sejak dahulu kami keturunan orang kaya’ b) Pembentuk kata ganti tertentu Contoh: ungkude inao hapa-hapau boingkoo ‘Saya bukan siapa-siapa untukmu’ c) Pembentuk kata bilangan tak tentu Contoh: kadi sameha-sameha mia lumakono i pesta aiso. ‘Hanya sebagian-sebagian orang saja yang pergi di pesta itu’
2.3.5 Makna Reduplikasi Sebagaimana telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa antar fungsi dan arti reduplikasi sangat sukar untuk dipisahkan. Karena antara fungsi dan arti merupakan satu kesatuan yang kehadirannya selalu saling membutuhkan.Tetapi dalam kajian ini makna reduplikasi ditentukan dengan makna baru yang dihasilkan dari perulangan itu sendiri. Sebagai acuan dari analisis ini, maka akan digunakan teori yang relevan sebagaimana yang dikemukakan oleh Suwadji (1986: 77) bahwa proses perulangan itu menghasilkan bentukbentuk ulang yang maknanya beranekaragam sesuai dengan posisinya di dalam kalimat. Namun, keanekaragaman makna itu sebenarnya merupakan variasi dan makna pokok, yaitu makna penjamakkan, makna ketidaktentuan, dan makna penekanan. Makna di luar pokok itu dapat diperinci sebagai berikut: (1) makna kausatif, (2) makna menyerupai, (3) makna lebih, (4) makna terlanjur, (5) makna baru, (6) makna pekerjaan berulang-ulang, (7) makna sembarang, (8) makna menyerupai, (9) makna saling. Selanjutnya Keraf (1991: 51) bahwa proses perulangan itu juga menentukan makna perulangan itu sendiri. Adapun makna yang dapat didukung oleh bentuk ulang ialah (1) menyatakan bentuk tak, (2) menyatakan banyak dan bermacam-macam, (3) mengandung makna menyerupai atau tiruan dari sesuatu, (4) menyatakan agak, (5) menyatakan intensitas, (6) makna saling atau pekerjaan yang berbalasan, (7) makna konektif. Ramlan (2001 :15) bahwa proses perulangan menyatakan beberapa makna atau arti. Adapun makna yang muncul akibat dari proses reduplikasi menurut Ramlan adalah sebagai berikut: a) Menyatakan makna banyak Contoh:
1) Pulau-pulau yang ada di dekat perbatasan dengan Negara lain perlu diperhatikan oleh pemerintah. 2) Sepeda-sepeda itu tersimpan di gudang. Bentuk-bentuk perulangan diatas baik pulau-pulau atau sepeda-sepeda
mengandung makna
banyak. b) Menyatakan makna tak bersyarat Contoh: 1) jambu-jambu mentahpun dimakannya 2) ikan-ikan itu dipelihara di akuarium c) Menyatakan makna menyerupai dengan apa yang disebut pada bentuk dasarnya. Proses perulangan yang terjadi biasanya berkombinasi dengan pembubuhan
afiks-an
dan konfiks ke-an, maknanya menyerupai yang timbul karena proses. Contoh: 1) Anak-anakan : menyerupai anak 2) Kuda-kudaan : menyerupai kuda. d) Menyatakan perbuatan yang berulang Hasil perulangan yang dialami bentuk dasar ini menghasilkan makna perbuatan yang berulang-ulang seperti pada contoh berikut: 1) Bernyanyi-nyanyi : bernyanyi berkali-kali. 2) Berteriak-teriak : berteriak berkali-kali. e) Menyatakan perbuatan yang dilakukan dengan santai Contoh: 1) Orang membaca-baca majalah diruang tamu.
2) Sudah lama anak itu tidur-tiduran dilantai. f) Menyatakan makna perbuatan dilakukan kedua bela pihak atau saling Contoh: 1) Mereka caci-mencaci kejelekan masing-masing. 2) Kedua sahabat itu bersurat-suratan selama dua tahun. g) Menyatakan makna agak Contoh: 1) Keputih-putihan : agak putih 2) Kehitam-hitaman : agak hitam h) Menyatakan makna tingkat tinggi Contoh: 1) Sebaik-baiknya : sebaik mungkin. 2) Sepenuh-penuhnya : sepenuh mungkin. Dari berbagai jenis teori di atas tentang makna, penulis menggunakan teori makna elaborasi dari beberapa pakar, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lengkap mengenai makna dalam kajian tersebut.