BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tipe Kepribadian 1. Definisi Tipe Kepribadian Tipe kepribadian merupakan sikap yang khas dari individu dalam berperilaku dan merupakan segala yang mengarah ke luar atau kedalam dirinya sehingga dapat dibedakan dengan individu lain. Kepribadian seseorang menurut Jung (dalam Loekmono,2003) terdiri dari sembilan sistem yang berlainan tetapi terkait satu dengan lainnya, dan salah satu sistem itu adalah sikap Ekstrovert – Introvert. Kedua sikap ini terwujud dalam diri semua individu. Jung (dalam Suryabrata, 1983) membedakan tipe kepribadian menjadi 2 jenis yaitu Ektraversion dan Intraversion, kedua tipe kepribadian tesebut mengacu pada sejauh mana orientasi dasar seseorang diarahkan ke luar (dunia luar) atau ke dalam diri individu. Apabila orientasi terhadap segala sesuatu ditentukan oleh faktor – faktor objektif faktor – faktor luar, maka orang yang demikian itu dikatakan mempunyai orientasi ekstrovert. Sebalikanya orang yang mempunyai tipe dan orientasi introvers, yaitu orang yang dalam menghadapi sesuatu faktor – faktor yang berpengaruh adalah faktor subjektif, yaitu faktor yang berasal dari dunia batin sendiri. Individu Ekstrovert dan Introvert memiliki perbedaan dalam sikap mereka terhadap dunia, baik dalam hal rasional dan non rasional. Kedua sikap
11
yang berlawanan ini ada dalam kepribadian seseorang tetapi salah satu dari keduanya yang lebih dominan. Setiap individu tidak ada yang murni memiliki satu tipe kepribadian Ekstrovert atau murni tipe kepribadian Introvert, meskipun demikian individu dapat dikelompokan ke dalam salah satu dari bentuk tipe kepribadian tersebut. Seseorang dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kepribadian ini berdasarkan pada jenis sikap yang lebih dominan dan lebih berpengaruh pada dirinya.
2. Tipe kepribadian Ekstrovert Ekstrovert adalah suatu kecenderungan sikap yang mengarahkan kepribadian lebih cenderung ke luar dari pada ke dalam diri sendiri. Jung (dalam Suryabrata, 1983) mengatakan bahwa ekstrovert adalah kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh dunia objektif, orientasinya terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya lebih banyak ditentukan oleh lingkungan. Jung (Suryabrata, 1983) menyatakan bahwa dimensi orang ekstovert dalam perilaku aktual digambarkan sebagai orang yang terbuka, periang,
suka bergaul dengan orang lain, cenderung berinteraksi dengan
masyarakat dan tidak sensitif, menghadapi kehidupan sehari kurang serius, tidak menyukai keteraturan, agresif, kurang bertanggungjawab, optimis, implusif bersifat praktis dan penuh motif-motif yang dikoordinasi oleh kejadian-kejadian eksternal.
12
Seorang Ekstrovert bersikap positif terhadap lingkungannya. Bahaya bagi individu ektrovert adalah apabila ikatan kepada dunia luar itu terlampau kuat, sehingga ia tenggelam ke dalam dunia objektif, kehilangan dirinya atau asing terhadap dunia subjektifnya sendiri. Kecenderungan semacam itu membuat seorang Ekstrovert menjadi kurang sensitif atau peka terhadap dirinya sendiri Jung (dalam Suryabrata, 1983) percaya bahwa perbedaan tipe kepribadian manusia dimulai sejak kecil, tanda awal dari perilaku ekstrovert seorang anak adalah kecepatannya dalam beradaptasi dengan ketakutannya. Seorang Ekstrovert sangat berani, Kadang ia mengarah pada sikap ekstrem sampai pada tahap resiko. Segala sesuatu hal yang tidak diketahui selalu memikat perhatiannya. Individu Ekstrovert
adalah individu yang suka
diperhatikan, suka menganjurkan, berlebihan dipengaruhi orang lain, suka bercerita yang kadang mengaburkan kebenaran dan suka menjadi pusat perhatian.
3. Tipe kepribadian Introvert Introvert adalah suatu sikap atau orientasi ke dalam diri sendiri. Menurut Jung (dalam Suryabrata, 1983) gambaran individu yang termasuk kecenderungan introvert adalah memperlihatkan kecenderungan bersifat diam, introspektif dan reflektif, suka sibuk dengan diri sendiri, suka melamun, tidak suka bergaul dengan orang lain, sering terlalu serius, jiwanya tertutup, mudah 13
tersinggung, acuh tak acuh, teguh dalam pendirian, kemampuan kognitif relatif tinggi, teliti tapi lambat dalam bekerja, penuh pertimbangan sebelum bertindak, penuh jawaban dan taat pada norma sosial dan agama. Secara singkat individu introvert adalah individu yang cenderung menarik diri dari kontak sosial. Minat dan perhatiannya lebih terfokus pada pikiran
dan
pengalamannya
sendiri.
Jung
(dalam,Suryabrata,
2000)
menguraikan perilaku introvert sebagai orang pendiam, menjauhkan diri dari kejadian-kejadian luar, tidak mau terlibat dengan dunia objektif, tidak senang berada di tengah orang banyak, merasa kesepian dan kehilangan di tengah orang banyak. Ia melakukan sesuatu menurut caranya sendiri, menutup diri terhadap pengaruh dunia luar (Naisaban, 2003). Seorang Introvert memiliki penyesuain dengan batinnya sendiri dengan baik. Bahaya Introvert ini adalah ketika jarak dengan dunia objektif terlalu jauh, sehingga akan lepas dari dunia objektifnya, yang membuatnya terasing dan kurang mampu menerima dengan baik dunia objektifnya. Dapat disimpulkan bahwa individu dengan kecenderungan Introvert yang Ekstrem akan merasa asing dengan dunia luar dan menjadikannya individu yang anti – sosial. Seorang introvert dalam perilaku aktual digambarkan sebagai orang yang pendiam, suka menjauhkan diri dari pergaulan, mudah murung, cenderung
menghindari
masyarakat
dan
sensitif
menghadapi
kritik,
introspektif, menanggapi kehidupan sehari - hari secara lebih serius, menyukai 14
keteraturan, jarang agresif, dapat dipercaya, pesimis, depresif, hati hati, rendah diri, mudah melamun, cenderung mempertahankan dirinya, kaku, tegas,egois, lambat tetapi teliti, bersifat damai dan pasif. Salah satu tanda introvert pada diri seorang anak adalah reflektif, bijaksana, tenggang rasa, pemalu, bahkan takut pada objek baru.
4. Karakteristik kepribadian Ekstrovert dan Introvert Dua dimensi sikap tipe kepribadian adalah Ekstrovert dan Introvert. Ekstrovert ditandai dengan mudah bergaul, terbuka, dan mudah mengadakan hubungan dengan orang lain. Sedangkan introvert ditandai dengan sukar bergaul, tertutup, dan sukar mengadakan hubungan dengan orang lain. Karakteristik ekstrovert ditandai oleh sosiabilitas, bersahabat, aktif berbicara, impulsif, menyenangkan, aktif dan spontan, sedangkan introvert ditandai dengan hal-hal kebalikannya. Individu dengan kecenderungan Ekstrovert tampak lebih bersemangat, mudah bergaul dan terkesan impusif dalam menampilkan tingkah laku. Sedangkan individu yang cenderung Introvert akan lebih memeperhatikan pikiran, suasana hati serta reaksi – reaksi dalam diri mereka. Hal ini yang membuat individu Introvert cenderung pemalu, memiliki control diri yang kuat, dan memiliki keterpakuan terhadap hal – hal yang terjadi dalam diri mereka. Lebih jelasnya lagi penjabarkan komponen tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert (dalam Schultz, 1994) meliputi aktivias (activity), 15
kesukaan bergaul (sociability), keberanian mengambil resiko (risk taking), penurutan
dorongan
kata
hati
(impulsiveness),
pernyataan
perasaan
(ekspressiveness), kedalaman berpikir (reflectiveness), dan tanggung jawab (responsibility) seperti yang dapat dilihat pada table 2.1 berikut Tabel 2.1 Indikator Tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert Karakteristik Aktivitas (activity)
Kesukaan bergaul (sociability)
Keberanian mengambil resiko (risk taking)
Penurutan dorongan kata hati (impulsiveness)
Ekstrovert
Introvert
memiliki aktivitas tinggi, umumnya aktif dan energik, menyukai aktivitas fisik menyukai kegiatan sosial, suka mencari teman, pesta, mudah bergaul, dan merasa senang berada di keramaian.
cenderung tidak aktif secara fisik, lesu, mudah letih, santai dan lebih menyukai hari libur yang tenang lebih menyukai beberapa teman khusus saja, menyenangi kegiatan yang menyendiri seperti membaca, merasa sukar mencari hal – hal yang hendak dibicarakan dengan orang lain dan cenderung menarik diri dari kontak – kontak sosial.
menyukai kegiatan yang memberikan tantangan yang baik dengan hanya sedikit menghiraukan konsekuensi yang mungkin merugikan dan berani mengambil resiko. cenderung bertindak tanpa dipikirkan terlebih dahulu/spontan, membuat keputusan terburu – buru, gegabah dan tidak
menyukai keakraban dan hal – hal yang di rasa aman serta tidak menyukai mengambil resiko.
mempertimbangkan berbagai masalah dengan sangat hati – hati dan banyak pertimbangan sebelum membuat 16
berpendirian tetap.
Pernyataan perasaan (ekspressiveness)
Kedalaman berpikir ( reflectiveness)
Tanggung jawab (responsibility)
cenderung lebih memperlihatkan emosinya kearah luar dan secara terbuka seperti kemarahan, ketakutan, kecintaan dan kebencian. dalam berkerja lebih tertarik untuk melakukan berbagai hal daripada memikirkan hal – hal tersebut. Kepribadian ekstrovert cenderung memiliki pola piker terarah dan praktis. cenderung terlambat, tidak menepati janji, serta kurang bertanggung jawab dan tidak konsisten.
keputusan, teratur, merencanakan kehidupan mereka lebih dahulu dan berfikir sebelum bicara. sangat pantai menguasai diri, tenang, tidak memihak, dan pada umumnya terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaan. memiliki pola pikir yang bersifat teorits, cenderung tertarik pada ide – ide, diskusi, spekulasi, mereka suka berpikir dan instropeksi. cenderung berhati – hati, teliti, sungguh – sungguh, konsisten dan bertanggung jawab.
5. Pengukuran Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Ektrovert dan Introvert merupakan dua tipe kepribadian manusia yang berbeda, seorang Ekstrovert terkesan lebih terbuka dan Seorang Introvert yang terkesan tertutup. Dalam memahami ini sering kali terjebak dalam stikma yang menyatakan bahwa seorang yang bertipe kepribadian Ekstrovert lebih baik dari seorang dengan tipe kepribadian Introvert, Padahal kedua karakter ini memiliki kelebihan dan kekurangnya masing – masing. Dalam hal 17
pergaulan individu Ektrovert memiliki banyak keuntungan tersendiri, individu Ekstrovert mudah bergaul sehingga mempunyai banyak teman sedang individu Introvert kebalikannya. Individu introvert sering kali disibukan dengan dirinya sendiri dan kurang peka terhadap lingkungannya, dan pada akhirnya lingkungannya juga tidak dapat menerima individu Introvert dengan baik. Seorang individu dengan tipe kepribadian Ekstrovert dapat berubah menjadi seorang yang Introvert, dan begitu pula sebaliknya karena sikap seseorang tidak bersifat permanen melainkan dinamis, artinya dapat berubah sewaktu-waktu. Kepribadian dibentuk bukan oleh diri sendiri melainkan oleh beberapa faktor seperti lingkungan sekitar, mood, teman, situasi sosial dan lain sebagainya. Namun untuk perubahannya tidak dapat sekaligus dengan tiba – tiba melainkan membutuhkan proses dan waktu. Kadar Ekstrovert dan Introvert masing – masing
individu juga
berbeda – beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Misalnya individu A dan B bisa saja sama-sama seorang introvert. Namun individu A memiliki kadar Ekstrovert 55% sedangkan B 70%. Semakin tinggi persentasenya maka sifat khas dari masing-masing tipe kepribadian itu akan semakin muncul dominan. Kadar tersebut bisa berubah seiring waktu. Menurut Jung (dalam Suryabrata,2000) berpendapat bahwa Ekstrovert dan Introvert merupakan dua kutub dalam satu skala. Kebanyakan individu akan berada di tengah – tengah skala itu dan hanya sedikit orang – orang yang benar – benar murni Ekstrovert 18
atau Introvert, artinya setiap individu memiliki kecenderungan Ekstrovert dan Introvert dalam dirinya. Untuk mengukur tipe kepribadian seseorang apakah Ekstrovert atau Introvert dapat dilakukan dengan metode tes. Tes kepribadian (personality test) adalah tes yang digunakan untuk mengukur kepribadian seseorang. Dalam tes kepribadian tidak ada tipe yang bersifat negatif dan tidak ada pula yang bersifat positif. Pengambilan keputusan terhadap hasil berdasarkan pengukuran aspek – aspek yang diukur dan hasilnya bersifat kuantitatif. Pengukuran tipe keprribadian bersifat kompleks dan sangat tergantung pada aspek yang diukur.
6. Tipe Kepribadian Korban Bullying Pepler dan Craig (1988) mengidentifikasi beberapa faktor yang terkait dengan korban bullying. Secara internal, anak yang rentan menjadi korban bullying biasanya memiliki temperamen pencemas, cenderung tidak menyukai situasi sosial (social withdrawal), secara garis besar Pepler dan Craig (1988) menyimpulkan bahwa karakteristik tipe kepribadian korban Bullying adalah mereka yang lebih cenderung Introvert dari pada Ekstrovert, karena seseorang yang bertipe kepribadian Introvert cenderung pendiam, atau tidak banyak bicara, menutup diri dan lemah sehingga lebih berpeluang untuk menjadi korban Bullying.
19
Korban Bullying tidak hanya mereka yang mempunyai kepribadian tertutup dan pasif terhadap dunia luar, tetapi juga mereka dengan kepribadian yang terbuka dan aktif juga menjadi korban Bullying. Siswa yang cenderung memiliki kepribadian terbuka dan aktif bisa menjadi korban Bullying dari teman sebayanya. Mereka yang aktif dan terbuka cenderung berpotensi menjadi korban Bullying (Wiyani, 2012). Baik kepribadian Ekstrovert atau Introvert keduanya memiliki potensi yang sama untuk menjadi korban Bullying, karena Bullying bisa menimpa siapa saja. B. BULLYING 1. Definisi Bullying Sejarah bullying dimulai sejak ratusan ribu tahun yang lalu saat manusia Neandrethal digantikan oleh homo sapiens yang lebih kuat dan lebih berkembang. Tema utama yang terekam dari sejarah – sejarah mengenai bullying adalah perilaku ekploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak sengaja namun secara sengaja dengan suatu tujuan. Sekalipun bullying telah menjadi masalah selama berabad – abad, bullying tidak mendapat perhatian sampai tahun 1970. Adalah Profesor Dan Olweus (1931) dari Skandivania seorang ilmuan pertama yang mengfokuskan diri pada topik bullying dan mengkotribusikan data ilmiahnya pada literarur bullying. Bukan itu saja Olweus juga menunjukkan bahwa bullying disekolah dapat direduksi secara signifikan.
20
Bullying berasal dari bahasa inggris (Bully) yang berarti menggertak atau menggangu. Olweus (1994) menjelaskan Bullying yaitu tindakan negatif yang dilakukan seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang – ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Bullying adalah perilaku yang disengaja yang mengakibatkan orang lain terganggu baik dengan kekerasan verbal, serangan fisik, maupun pemaksaan dengan cara – cara halus seperti manipulasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan secara sadar yang dilakukan untuk menyakiti orang lain, yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain, termasuk juga tindakan yang direncanakan maupun spontan, bersifat nyata atau hampir tidak ketara. School Bullying termasuk dalam tindakan kekerasan yang merugikan orang lain, bullying bisa dilakukan secara individual maupun kelompok, bullying yang dilakukan oleh kelompok disebut mobbing. Bulying di sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja, baik antar teman, antar siswa, antar geng disekolah, kakak kelas ke adik kelas, pada saat perpeloncoan atau biasa disebut hazing dan bahkan guru kepada siswa. Bullying merupakan perilaku tidak normal, tidak sehat, dan secara sosial tidak bisa diterima (Wiyani, 2012). Bullying jika dilakukan secara berulang kali pada akhirnya akan menimbulkan dampak serius dan fatal. Lokasi terjadinya perilaku bullying disekolah mulai dari ruang kelas, toilet, kantin, halaman, pintu gerbang, bahkan di luar pagar sekolah (Astuti, 21
2008). Akibatnya sekolah bukan lagi tempat yang menyenangkan bagi siswa, tetapi justru menjadi tempat yang menakutkan dan membuat trauma bagi siswa. Dapat disimpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang atau kelompok orang secara berulang kali yang menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban) baik secara fisik maupun mental.
2. Penyebab terjadinya Bullying di sekolah Bullying disekolah dapat terjadi karena adanya superioritas dalam diri siswa. Hal senada juga diungkapkan oleh Coloroso (2007) bahwa bullying adalah arogansi yang terwujud dalam tindakan. Pada umumnya siswa melakukan tindakan Bullying karena merasa tertekan, terancam, terhina, dendam dan lain sebagainya. Bullying disekolah dapat terjadi karena beberapa faktor dan diantaranya dikemukakan oleh Olweus (1994) antara lain sebagai berikut : a. Kurangnya perhatian Kurangnya keterlibatan orang tua terhadap anak membuat anak kurang perhatian sehingga anak mencari perhatian dari orang lain. Dan itu menyebabkan anak menjadi selalu ingin diperhatikan sekalipun ia harus melakukan kekerasan.
22
b. Faktor gender Banyak dari mereka yang mendidik anak laki – lakinya bahwa laki-laki itu harus kuat dan tidak boleh kalah dalam persaingan, tapi tidak memberi contoh dari hal-hal yang diajarkan tersebut sehingga anak salah dalam memahami kuat itu sebagaimana mestinya, dan pada akhirnya anak menjadi suka berkelahi dan berperilaku yang kurang baik dengan tujuan ingin diakui sebagai laki-laki. Selain itu, anak menjadi berperilaku agresif secara fisik dan membuat anak menjadi sering dimusuhi. Akibat dari dimusuhi, akhirnya anak jadi sering berkelahi karena ingin membalas dendam. c. Adegan kekerasan dalam berbagai media Berbagai media seperti game, televisi, dan film sering menampilkan tayangan kekerasan. Anak meniru perilaku dalam game dan film – film yang mereka tonton, umunya mereka meniru gerekan, dan kata – kata. Media memiliki peranan peran penting dalam pembentukan cara berfikir dan perilaku anak. Anak yang terbiasa menonton adegan – adegan kekerasan di media akan berperilaku agresif dan menggunakan agresi untuk memecahkan masalah. Maka dari itu, orang tua harus mendampingi dan mengawasi anak saat bermain game maupun menonton film dan orang tua harus memperingatkan anak untuk tidak meniru adegan-adegan yang
23
berhubungan dengan kekerasan, sebab anak cenderung meniru pada apa yang ia tonton dan ia mainkan d. Masalah keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan yang palimg dengan anak. Seringnya terjadi percekcokan antara ayah dan ibu yang dilakukan di depan anak, serta orang tua yang sering memarahi anaknya menyebabkan emosional anak tidak stabil dan menjadi agresif sehingga anak cenderung mencari pelampiasan dengan melakukan tindakan – tindakan kekerasan terhadap anak lain. Anak cenderung meniru perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari – hari. e. Faktor lingkungan social Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab perilaku bullying. Salah satu faktor lingkungan sosial yang menyebabkan perilaku bullying adalah faktor kemiskinan, mereka yang berbuat kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika dilingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswa. Begitu pula sebaliknya faktor ekonomi keluarga yang berada dapat menyebabkan perilaku bullying, siswa yang berlatar belakang keluarga dengan ekonomi berada merasa mempunyai kekuasaan untuk menindas siswa dari latar belakang ekonomi keluarga yang rendah.
24
f. Kecenderungan permusuhan Biasanya, anak yang pernah mengalami kekerasan khususnya dari orang tua lebih cenderung 'balas dendam' pada temannya di luar rumah. Selain orang tua faktor senioritas juga salah satu faktor penyebab terjadinya bullying. Siswa yang di Bullying kakak kelasnya akan cenderung melakukan balas dendam kepada adik kelasnya. Hal tersebut yang menjadikan perilaku Bullying sebagai suatu tradisi. g. Riwayat berkelahi Kadang
berkelahi
untuk
membuktikan
kekuatan
bisa
menjadikan seseorang ketagihan untuk tetap melakukannya. Bisa jadi karena mereka senang karena memperoleh pujian oleh banyak orang. Astuti (2008) mencirikan sekolah yang pada umumnya mudah terdapat kasus bullying, yaitu antara lain : a. Sekolah yang di dalamnya terdapat perilaku deskriminatif baik di kalangan guru maupun siswa b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan petugas sekolah c. Terdapat kesenjangan ekonomi yang besar antara siswa yang kaya dan miskin d. Adanya pola kedisiplinan yang sangat kaku ataupun terlalu lemah Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten. 3. Kategori Bullying Olweus dalam Coloroso, (2006) membagi kategori bullying kedalam lima frekuensi katergori yaitu :
25
a. Bullying kategori low (rendah) : biasanya melibatkan periode yang singkat yaitu 1 kali dalam satu bulan, tindakan dapat meliputi ejekan, pemberian julukan yang buruk dan pengucilan sewaktu – waktu. Bullying dalam kategori ini biasanya menyebalkan dan tidak menyenangkan serta dapat bereskalasi menjadi bentuk bullying yang lebih serius. b. Bullying kategori infrequent (kadang – kadang) : pada kategori ini seseorang mengalami bentuk Bullying dalam frekuensi ringan antara 2 kali dalam satu bulan, dapat berupa dijauhi teman sebaya, digunjing dan diganggu. c. Bullying kategori intermediate (menengah) : seseorang yang mengalami tindak bullying dengan frekuensi antara 3 – 4 kali dalam satu bulan adalah mereka yang mengalami tindak Bullying dalam bentuk fisik dan psikologis sehingga mengakibatkan rendahnya harga diri dan mengakibatkan depresi. d. Bullying kategori frequent (sering) : terjadi saat seseorang mengalami bentuk pelecehan dan penghianatan yang sistematik dan meyakitkan dengan frekuensi yang sering yaitu antara 5 sampai 6
kali dalam satu bulan.
Tindakan dapat meliputi ejekan yang kejam, pengucilan yang berkelanjutan, dan beberapa ancaman serta ancaman fisik yang halus seperti mendorong, menjegal, mencubit,menjambak dan lain sebagainya. e. Bullying kategori constantly (selalu) : melibatkan intimidasi dan tekanan yang kejam dan intens, terutama saat hal tersebut terjadi berulang kali (lebih dari 7 kali dalam satu bulan dan sangat menimbulkan stress bagi korbannya. 26
Bullying dalam kategori ini sering kali melibatkan serangan fisik yang cukup ekstrim seperti memukul, menendang, melukai fisik dan sebagainya, namun bisa juga melibatkan aksi non – fisik seperti pengasingan total, fitnah yang kejam serta sarkasme yang berlebihan.
4. Proses dan siklus bullying Proses dan siklus dimana bullying dimulai dan berkembang dapat diilustrasikan dalam serangkaian diagram. Siklus atau proses bullying dimulai saat terdapat anak yang relatif lemah dan rentan terhadap serangan orang lain. Menurut penelitian, biasanya anak semacam ini Introvert, secara fisik lebih lemah dibanding anak-anak lain, cemas, terisolir dan dijadikan objek olokolok. Selanjutnya, muncul seorang anak atau sekelompok anak yang lebih kuat dan menempatkan korban kedalam situasi bullying. Situasi bullying ini biasanya dimulai dengan olok-olok dan ejekan, dan hal tersebut bisa tidak berlanjut dan bisa juga berkembang menuju tingkat yang lebih tinggi. Beberapa anak mulai ikut serta menjadi pelaku bullying dan korban mulai mengalami kekerasan verbal, tekanan dan dalam kasus yang ekstrim ia bisa saja mengalami serangan fisik. Periode penolakan ini bisa beralih menjadi periode dimana korban menjadi terisolir. Jika korban memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia terganggu atau ia menyerah, maka hal tersebut merupakan bukti bahwa si pelaku berhasil. Pelaku memperoleh rasa senang dan puas atas dominasinya. Jika ada 27
pembenaran, pengakuan atau penguatan dari orang lain (bystanders), maka secara perlahan empati si pelaku akan menghilang dan bullying akan berlanjut menjadi bentuk yang lebih intens dan lebih ekstrem. Bagi korban hal ini merupakan pengalaman yang akan menghantui dirinya selama berbulanbulan, bahkan bertahun-tahun. Siklus bullying dapat terhenti ketika ada korban yang berusaha mencari pertolongan atau mencari cara untuk melepaskan diri menghindar dari pelaku bullying, ada yang menemukan cara tersebut dan ada juga yang tidak. Cara-cara yang ditempuh bisa dengan melarikan diri, melawan balik, bersikap dingin seakan tidak terjadi apa-apa, ataupun mencari bantuan dengan melapor pada orang dewasa. Korban yang menemukan cara untuk lepas dari situasi bullying disebut korban yang resisten. Ada juga korban yang menjadi resisten karena memperoleh pertolongan dari pihak lain, dan hal ini juga dapat mendobrak siklus bullying.
5. Bentuk dan jenis bullying Olweus (1994) merumuskan adanya tiga unsur dasar dalam Bullying, yaitu bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan terjadi ketidakseimbangan antara pihak yang terlibat. Coloroso (2006) juga mengatakan Bullying akan selalu mengantung tiga elemen yaitu kekuatan yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti dan ancaman akan dilakukan agresi. Sehingga seseorang dianggap korban bullying jika dihadapkan pada 28
tindakan negatif oleh seseorang atau lebih yang dilakukan berulang – ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu bullying juga melibatakan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbanya berada pada suatu keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Coloroso, 2006). Beberapa macam tindakan bullying menurut Olweus (1994) adalah sebagai berikut : a.
Bullying Psikologis yaitu berupa tindakan seperti menfitnah, mempermalukan, menakut – nakuti, menghina, melecehkan, mengucilkan, mencibir dan lain sebagainya. b. Bullying Fisik yaitu perbuatan yang melukai fisik seperti menendang, memukul, mendorong dengan sengaja, menempeleng, menjewer, mencubit, memalak, mencakar dan lain sebagaianya. c. Bullying Verbal yaitu perilaku seperti mengancam, meledek, menghina, name calling, merendahkan, sarkasme dan lain lain. d. Bullying Non Verbal yaitu perilaku seperti melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan muka merendahkan, mencibir, meneror dan mengabaikan 6. Tanda – tanda korban Bullying Korban bullying bukanlah sekedar pelaku pasif dalam situasi Bullying. Korban bullying turut berperan dan memelihara situasi bullying dengan bersikap diam. Seorang korban umumnya tidak berbuat apa – apa dan membiarkan perilaku bullying terjadi padanya, karena ia tidak mempunyai keberanian atau kekuatan untuk membela diri atau melawan. Olweus dalam Coloroso (2006) mengungapkan tanda – tanda untuk mendeteksi terjadinya pada korban antara lain :
29
1. Tanda Fisik a. Sering membolos, kabur dari rumah dan lain sebagainya b. Memotong, membakar, merusak barangnya sendiri atau sembarang barang c. Sering pusing, tidak bisa tidur, tidak sehat atau sakit d. Sering minta uang tambahan e. Enggan berangkat kesekolah f. Melukai diri 2. Tanda Intelektual a. Sulit bicara, atau kadang bicara namun kurang nyambung b. Sering lupa c. Kurang perhatian dikelas atau pada orang lain d. Tidak mengerjakan tugas 3. Tanda Emosional a. Diam, sering merenung b. Marah, gusar, teriak tak jelas c. Merusak sesuatu d. Perilaku yang berubah secara tiba-tiba e. Tidak percaya diri 4. a. b. c.
Tanda sosial Menghindar atau tidak mau bertemu teman atau orang lain Berperilaku tidak menyenangkan atau aneh pada orang lain Menyakiti orang lain
7. Korban Bullying Olweus (2007) mendefinisikan victim (korban bullying) yaitu anak yang sering menjadi target dari perilaku agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya sedikit memperlihatkan pertahanan melakukan perlawanannya. Korban bullying menunjukkan fungsi sosial yang buruk. Menurut Olweus dalam Coyne, Seigne & Randall (2000) korban bullying lebih menunjukkan depresi, cemas dan cenderung merasa tidak aman dibandingkan dengan anak lainnya, memperlihatkan harga diri yang rendah, dan biasanya bersikap hati –
30
hati, sensitif dan pendiam. Jika dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak menjadi korban Bullying. Karakteristik umum dari korban bullying adalah korban cendurung berhati – hati, sensitif, dan umumnya mereka adalah anak – anak yang merasa kurang percaya diri atau merasa tidak aman ketika bergaul dengan teman sebayanya, mereka sering sangat terisolasi secara sosial dan juga kesepian. Menurut Olweus, (1994) anak yang menjadi korban bullying secara fisik lebih lemah dari rekan – rekan mereka. Olweus, (1994) menyebutkan beberapa karakteristik korban bullying, anak yang rentan menjadi korban bullying
adalah anak yang baru di
lingkungan itu, anak termuda di sekolah, anak yang pernah mengalami trauma, anak penurut, anak yang perilakunya dianggap menganggu oleh anak lain, anak yang tidak mau berkelahi, anak yang pemalu, anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (miskin) atau kaya, anak yang ras suku etnisnya dianggap inferior oleh penindas, anak yang agamanya dianggap inferior oleh penindasnya, anak yang cerdas dan berbakat, anak yang gemuk atau kurus, anak yang memiliki ciri fisik yang berbeda dengan orang lain, dan anak dengan ketidak cakapan mental atau fisik. Apabila anak telah menjadi korban Bullying, anak tersebut tidak akan memberitahukan kepada orang lain secara terus terang, beberapa alas an mengapa korban bullying enggan melaporkan perilaku Bullying tersebut diungkap oleh Olweus (1994) antara lain karena korban merasa malu 31
mengakui karena pernah ditindas, takut akan aksi balas dendam apabila memberitahukan kepada orang lain, korban berpikin bahwa tidak ada orang yang mampu member pertolongan, dan mereka berpikir kalau tidak akan orang yang mau menolong mereka.
8. Cara Mengatasi Bullying Untuk mencegah dan mengatasi bullying di sekolah diperlukan kebijakan yang bersifat menyeluruh di sekolah, sebuah kebijakan yang melibatkan seluruh komponen dari guru sampai siswa, dari kepala sekolah sampai orang tua murid, kerja sama antara guru, orang tua dan masyarakat maupun pihak lain yang terkait seperti kepolisian, aparat hukum dan lain sebagainya. Salah satu cara yang bisa dilakukan sekolah adalah membuat program anti Bullying di sekolah. Menurut Huneck seorang ahli intervensi bullying yang berkerja di Jakarta International School, menyatakan bahwa bullying akan terus terjadi kalangan pelajar di lingkungan sekolah apabila tidak ada tindakan kongkrit dari guru, kepala sekolah, orang tua siswa maupun pihak terkait untuk mengatasi tindakan tersebut (Wiyani, 2012). Adapun cara untuk mengatasi bullying di sekolah adalah dengan membuat program dan kegiatan anti - bullying di sekolah antara lain : a. Menanamkan pengertian kepada siswa bahwa rasa aman adalah hak dan milik semua orang.
32
b. Menyadarkan semua pihak di sekolah bahwa tindakan bullying dalam bentuk apapun tidak dapat ditolerir. c. Membantu siswa membentuk lingkaran orang yang mereka percayai. d. Mengoptimalkan mata pelajaran budi pekerti e. Menciptakan suasana yang aman dan nyaman di sekolah. Kegiatan yang dapat dilakukan selama program – program tersebut antara lain : a. Brainstorming dan diskusi b. Kegiatan menggunakan lembar kerja c. Membuat gambar, kolase, poster mengenai pencegahan Bullying. d. Bermain drama Untuk memutus mata rantai pelaku dan budaya bullying, pihak sekolah harus bertindak tegas dan membuat peraturan mengenai tindakan Bullying yang wajib untuk dipatuhi siswa. Peraturan yang dibuat secara tidak langsung akan mempengaruhi budaya sekolah.
C. Penelitian Yang Relevan Van Cleave (2000) dalam penelitianya kepada 60 orang Irlandia yang menjadi korban Bullying di tempat kerja menggunakan Comprehensive measure personality based on five factor model, menemukan tidak ada perbedaan tipe kepribadian, korban lebih Ekstrovet dan Independent dari pada control sample dari non – victim. Hal senada juga didapatkan oleh Sesar (2009) dalam penelitiannya pada 372 pada anak usia 10 – 14 tahun (mean age 12.3±1.6 years) dengan alat ukur completed a School Relationship Questionnaire (SRQ) dan the Junior Eysenck Personality Questionnaire (EPQ Junior), didapatkan hasil victims 33
memiliki level yang tinggi pada extraversion (F(3.323) = 3.105, p <0.05), sedangkan Bullies memiliki level yang tinggi pada neuroticism (F (3.325) = 20.390, p<0.001). Varita (1996) dalam survei yang dilakukannya di Irlandia, melaporkan korban Bullying lebih tinggi pada neuroticms dari pada yang non – korban, yang berarti tidak ada perbedaan tipe kepribadian pada korban Bullying.
D. Hipotesis Hipotesis komparatif adalah pernyataan yang menunjukkan dugaan nilai dalam satu variabel atau lebih pada sampel
yang berbeda
(Sugiyono,2010). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho :
Tidak ada perbedaan yang signifikan tipe kerpribadian
Ekstrovert dan Introvert dalam Frekuensi terkena Bullying pada siswa SMA Negeri 3 Salatiga. Ha : Ada perbedaan yang signifikan tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert dalam Frekuensi terkena Bullying pada siswa SMA Negeri 3 Salatiga.
34