BAB II KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka dimaksud untuk memberikan gambaran atau batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan teori. Dalam kajian pustaka akan dijabarkan beberapa istilah yang berkaitan pada penelitian yang dilaksanakan. Istilah -istilah yang menjadi rujukan dalam penelitian ini antara lain: pengertian cerita anak, penerjemahan, teknik penerjemahan, metode penerjemahan, ideologi penerjemahan. 2.1
Cerita Anak Cerita anak merupakan bagian dari dongeng yang memiliki arti sebagai
cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi, misalnya kejadian-kejadian aneh di jaman dahulu. Dongeng merupakan hasil karya sastra. Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Tarigan (1995:5) mengatakan bahwa buku anak-anak adalah buku yang menempatkan mata anak-anak sebagai pengamat utama, mata anak-anak sebagai fokusnya. Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak.
Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpuh dan bermula pada penyajian nilai dan himbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan. (Wahidin, 2009).
Perkembangan anak akan berjalan wajar dan sesuai dengan periodenya bila disugui bahan bacaan yang sesuai pula. Sastra yang akan dikonsumsikan bagi anak harus mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelitbelit, menggunakan setting yang ada di sekitar mereka atau ada di dunia mereka, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak (Puryanto, 2008:2).
Jenis sastra anak meliputi prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dan puisi dalam sastra anak sangat menonjol. Berdasarkan kehadiran tokoh utamanya, sastra anak dapat dibedakan atas tiga hal, yaitu: (1) sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama benda mati, (2) sastra anak yang mengetengahkan tokoh utamanya makhluk hidup selain manusia, (3) sastra anak yang menghadirkan tokoh utama yang berasal dari manusia itu sendiri (Wahidin, 2008).
2.2
Ciri Sastra Anak
Menurut Puryanto (2008:7) secara garis besar, ciri dan syarat sastra anak adalah cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia anak,
Universitas Sumatera Utara
tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.
Sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian sekarang ini, pembicaraan teoritis tentang folklor berkisar sekitar cerita (prosa) rakyat meliputi dongeng. Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada hakekatnya dongeng merupakan cerita prosa rakyat rekaan yang dianggap tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga cerita yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran. Dalam pikiran orang, dongeng sering dianggap sebagai cerita mengenai peri. Namun, kenyataannya banyak dongeng yang tidak menceritakan mengenai peri, melainkan isi cerita atau plotnya kadangkala berupa kisah atau pengalaman hidup yang dituangkan melalui cerita fiktif dengan tokoh binatang ataupun manusia yang memiliki sifat-sifat tertentu. 2.3
Jenis Dongeng Aarne dan Thompson (1964:19-20) dalam bukunya berjudul The Types of
the Folktale membagi jenis-jenis dongeng ke dalam empat golongan besar, yakni: 1.
Dongeng binatang Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi oleh binatang peliharaan
dan binatang liar, seperti binatang menyusui, burung, binatang melata (reptilia),
Universitas Sumatera Utara
ikan dan serangga. Binatang-binatang ini dalam cerita jenis ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. 2.
Dongeng biasa
Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka duka seseorang yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang menarik dan bermuatan moral. Dongeng klasik yang biasa diceritakan adalah seperti dongeng bawang putih dan bawang merah. Manfaat dari dongeng ini biasanya memiliki kisah retorika dalam cerita yang bisa ditemukan pada kehidupan sehari hari. Sebagai contoh rasa saling sayang menyanyangi antara sahabat, keluarga dan seluruh lingkungan yang ada. Dalam dongeng ini kecenderungan kemiripan dengan realita yang ada memang lebih besar daripada dongeng binatang/fabel.
3.
Lelucon dan anekdot Lelucon dan anekdot adalah dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan
rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan tawa bagi orang yang mendengarnya maupun yang menceritakannya, seperti dongeng sikabayan (Jawa Barat) yang lugu dan penuh dengan akal dalam kehidupannya sehari hari. Manfaat dongeng ini selain hiburan bisa juga disisipkan nilai nilai moral yang ada dari tokoh didalamnya, dan pendongeng dalam hal ini harus bisa mengolahnya sedemikian rupa sehingga dongeng tersebut tidak hanya memiliki manfaat sebagai hiburan saja.
Universitas Sumatera Utara
Dari deskripsi pembagian folklor menurut Danandjaya di atas, berdasarkan ciri bahasa dan struktur generiknya, fabel dapat diklasifikasikan ke dalam folklor lisan berbentuk dongeng. Sedangkan menurut Aarne dan Thompson, fabel dapat diklasifikasikan ke dalam animal tales. Penulis sendiri cenderung sependapat dengan pengklasifikasian yang dilakukan Aarne dan Thompson (dalam Danandjaya,2002:86) yang memasukkan fabel ke dalam animal tales. 2.4
Genre Naratif Sinar (2003: 70) mengatakan “genre naratif adalah tulisan kreatif dan
imaginatif yang tujuannya untuk memberikan kesenangan, yaitu untuk mendapatkan perhatian pembaca dan memupuk imajinasi pembaca terhadap cerita. Narasi juga mempunyai nilai pengajaran dan informasi serta merupakan perwujudan refleksi pengarang terhadap pengalaman-pengalamannya”. Selanjutnya Sinar (2003: 71) melanjutkan jenis-jenis narasi adalah mitos, legenda, cerita peri, misteri, advonturir, roman, horor, hero, parabel, fabel, dan kisah moral. Dari pembahasan Sinar di atas, cerita fabel termasuk ke dalam genre naratif. Sebagaimana pendapat Sinar di atas bahwasanya teks-teks naratif (fabel) tidak hanya berfungsi sebagai teks cerita biasa yang pada umumnya berorientasi menghibur,tetapi juga memiliki kekuatan tersendiri yang mampu berperan ganda, yaitu sebagai bahan bacaan menarik tentang kisah-kisah tertentu dan sebagai media efektif dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan dan sikap dalam pergaulan sesama manusia.
Universitas Sumatera Utara
Pada hakikatnya jenis cerita ini mengusung tema yang sama yaitu membawa nilai-nilai moralitas. Fabel menggunakan karakter binatang sebagai tokoh sentral alur cerita. Nilai-nilai moralitas tergambar pada karakter cerita tersebut. Menurut Hann, eHow Contributor, mengatakan fabel adalah literatur rakyat yang pada dasarnya termasuk ke dalam tradisi tuturan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sedangkan mengenai tujuan utama penceritaan fabel, Hann menambahkan “They were originally used in a didactic sense: storytelling to teach a lesson (as opposed to entertain)”.Artinya, fabel digunakan untuk mengajarkan nilai-nilai pelajaran didaktik di samping sebagai sarana hiburan. (http://www.ehow.com/about_6612445_difference-between-fable-parable.html, diakses 20 April 2012). Knapp dan Watkins (2005: 220—221) dalam buku Genre, Text, Grammar: Technologies for Teaching and Assessing Writing, mengatakan We cannot say that narrative is simply about entertaining a reading audience, although it generally always does so. Narrative also has a powerful social role beyond that of being a medium for entertainment. Narrative is also a powerful medium for changing social opinions and attitudes.Think about the way that some soap operas and television dramas use narrative to raise topical social issues and present their complexities and different perspectives in ways that are not possible in news reports and current affairs programs.
Dari ungkapan Knapp dan Watkins di atas, dapat ditarik suatu simpulan bahwasanya teks naratif tidak sekedar berfungsi sebagai media hiburan bagi pembaca tetapi jauh dari itu, teks naratif (termasuk fabel) memiliki kekuatan untuk mengubah opini dan sikap sosial suatu komunitas terhadap sesuatu hal.
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat memahami lebih jauh, kiranya perlu dijelaskan secara lebih detil mengenai teks fabel. 2.5
Fabel Kata fabel dalam kamus The Penguin Dictionary of Literary Terms and
Literary Theory (1999: 320) berasal dari kata latin ‘fabula’ yang berarti discourse (wacana) atau story (cerita). Dalam kamus tersebut fabel diartikan sebagai a short narrative in prose or verse which points a moral. Non-human creatures or inanimate things are normally the characters. The presentation of human beings as animals is the characteristic of the literary fable and is unlike the fable that still flourishes among primitive peoples. Artinya, fabel diartikan sebagai cerita pendek naratif berbentuk prosa atau sajak yang mengandung pesan moral. Tokoh karakter ceritanya bukan manusia atau bukan benda mati tetapi menggunakan binatang sebagai tokoh sentral yang memerankan tingkah laku seperti manusia. Dalam kamus Cambridge Learner’s Dictionary 2nd edition versi digital, produksi Cambridge University Press tahun 2004 versi 2.0 disebutkan kata fabel diartikan sebagai a short, traditional story, usually involving animals, which is intended to show people how to behave. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 404), istilah fabel diartikan sebagai “Cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang, biasanya berisi pendidikan moral dan budi pekerti”.
Universitas Sumatera Utara
Selain pengertian fabel di atas, terdapat beberapa pengertian lainnya yang secara umum hampir sama maknanya, di antaranya adalah fabel diartikan sebagai
short
tales
personification--to
that teach
use
animals
morals
and
or
inanimate ethics
to
objects--through people
(http:
//www.ehow.com/about_6612445_difference-between-fable-parable.html, diakses tanggal 20 April 2012). Fabel memiliki ciri-ciri bahasa di antaranya simple description, short, simple sentences, careful choice of vocabulary, the story is very brief, main characters are usually animals and are characterized quickly with a few broad strokes, one animal/character usually displays the vice or foible being critiqued. This foible is what brings embarrassment or a downfall to the character and this conclusion leads directly to the moral, which follows the fable and is stated in one sentence. (diakses pada tanggal 20 April 2012, laman http://teacher.scholastic.com /reading/bestpractices/comprehension/genrechart.pdf , hal. 144-145). 2.6
Manfaat Dongeng Sampai saat ini kegiatan mendongeng sudah banyak ditinggalkan oleh para
orangtua, karena dianggap merepotkan dan membuat mereka semakin lelah setelah seharian bekerja. Padahal sebenarnya mendongeng merupakan kegiatan positif yang bisa mengeratkan hubungan ibu dan anak. Mendongeng sebenarnya bukanlah kegiatan untuk menidurkan anak, tapi lebih berfungsi untuk meningkatkan kedekatan ibu dan anak, dan mengembangkan kemampuan otak anak.
Universitas Sumatera Utara
Mendongeng juga membantu perkembangan psikologis dan kecerdasan emosional anak, serta beberapa manfaat lain berikut ini:
Pertama, anak akan memvisualisasikan latar, tokoh dan keseluruhan situasi yang terjadi dalam sebuah dongeng, sehingga daya kreatifitasnya dalam berimajinasi akan senantiasa dipicu. Dari sini maka jika dongeng diberikan dengan kontinuitas yang relatif stabil maka daya kreasi anak pun akan semakin terpicu untuk lebih kreatif lagi. Dengan kata lain dongeng bisa mengasah daya fikir dan imajinasi anak.
Kedua, metode penyampaian pesan moral yang efektif. Mengintip keberhasilan orang tua dalam menyampaikan pesan moral atau wejangan melalui dongeng memang sudah menjadi sebuah alasan dongeng kembali digalakkan. Dalam hal ini, nasihat atau pesan pesan moral yang disampaikan orang tua kepada anaknya, akan lebih cepat diresapi dan diterima oleh pendengar (anak anak) melalui dongeng. Kemasan cerita yang dipilih memang menjadi salah satu penentu muatan moral yang disampaikan.
Ketiga, menumbuhkan minat baca. Anak usia pra-sekolah yang kerap kali mendengarkan dongeng, akan terpancing untuk mencari dan membaca cerita yang telah didengarnya tersebut ketika dia telah bisa membaca. Dari sini diharapkan anak yang diawali dengan membaca dongeng tersebut akan terpancing untuk membaca buku/tulisan yang lebih variatif seperti sains, sosial budaya, agama dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Keempat, dongeng menjadi sebuah jembatan spiritual yang mengarah pada kedekatan emosional antara pendongeng dan penyimaknya. Dalam hal ini orang tua sebagai pendongeng akan mendapat nilai plus dari anaknya, sehingga kedekatan emosional itu menjadi sebuah manfaat yang secara tidak langsung diperoleh dari aktifitas mendongeng. Tak dapat dipungkiri penulis sebagai contohnya merasakan begitu hangatnya seorang ibu waktu dulu menceritakan dongeng, sehingga pada saat ini sosok ibu menjadi seorang yang angat dirindukan.
Kelima, memicu daya kreatifitas dan memancing wawasan luas bagi orang tua. Daya kreatifitas berfikir anak yang telah diberikan dongeng, bisa memicu dan menimbulkan rasa keingin-tahuan yang begitu banyak. Maka orang tua senantiasa dituntut untuk mencari jawaban atas semua pertanyaannya. Selain itu orang tua juga akan diasah kreatifitasnya dalam penyampaian jawaban, karena baik kosakata maupun kejadian yang berlangsung tidak bisa diterima/dimengerti oleh anak pada beragam usianya. Sehingga orang tua akan mengalami perkembangan wawasan dan kreatifitas yang drastis.
2.7
Pengertian Terjemahan
Pengertian terjemahan menurut Munday (2001:5)adalah peralihan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dalam bentuk teks tulis. “...as changing of an original written text in the original verbal language into a written text in a different verbal language”.
Universitas Sumatera Utara
Translation is the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL). (Catford, 1969:20) “Terjemahan adalah penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan padanan materi tekstual dalam bahasa lain (bahasa sasaran)”. Sementara Savory (1969:13) mengungkapkanTranslation is made possibly by an equivalence of thought that lies behind its different verbal expressions. Nida dan Taber (1969:12) mengatakan : “Terjemahan itu mungkin dibuat dengan kesamaan ide yang ada dibalik ungkapan verbalnya yang berbeda”.Translation consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style. Disisi lain Newmark, 1981:7) mengungkapkan “Terjemahan adalah menghasilkan padanan natural yang paling dekat dari pesan bahasa sumber ke dalam bahasa penerima, pertama dari segi makna dan kedua dari segi gaya. “Translation is a craft consisting in the attempt to replace a written message and/or statement in one language by the same message and/or statement in another language”. “Terjemahan yaitu suatu keahlian yang meliputi usaha mengganti pesan atau pernyataan tertulis dalam suatu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain”. Roger T. Bell (1993:5), menyatakan bahwa translating the definition of translation according to Dubois, states that,“Translation is the expression in another language (or target language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic and stylistic equivalences.”.Bell (1993:5), menerjemahkan pengertian terjemahan menurut Dubois, menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
“terjemahan adalah ekspresi dari bahasa sumber dari apa yang diekspresikan dari bahasa sasaran, dengan mempertahankan padanan semantik dan stilistiknya”. Di sisi lain Venuti(1991:1) mengatakan: “I see translation as the attempt to produce a text so transparent that it does not seem to be translated”. “Saya memahami terjemahan sebagai sebuah usaha untuk menghasilkan suatu teks yang transparan sehingga teks tersebut tidak kelihatan sebagai terjemahan”. (http://www.englishindo.com/2011/01/definisi-terjemahan.html)
Berdasarkan definisi terjemahan diatas, terlihat adanya kesepakatan bahwa penerjemahan adalah suatu pekerjaan yang menyangkut keterkaitan antara dua bahasa atau lebih (multy-language) yang menekankan suatu kesamaan, yakni ekuivalensi. Dalam penerjemahan, yang kemudian terjadi adalah transfer makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, dengan keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan produk (Nababan:2010). Sementara, Larsson (1984:3) mendefenisikan penerjemahan sebagai pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran melalui tiga langkah yakni: 1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal,situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber; 2) menganalisa teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya; dan 3) mengungkapkan kembali makna yang sama dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran. Pada sisi lain Bell (1991) memberikan satu tabel yang berisikan tahapantahapan dalam proses terjemahan yang sudah lazim dilakukan oleh para
Universitas Sumatera Utara
penerjemah dalam menghasilkan satu terjemahan.Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa dalam proses penerjemahan, pertama sekali penerjemah dihadapkan pada sebuah teks bahasa sumber. Selanjutnya,penerjemah melakukan analisis terhadap aspek semantikyang diungkapkan melalui satuan-satuan lingual (kata,frasa,klausa dan kalimat), untuk memahami makna yang terkandung dalam teks bahasa sumber. Tahapan berikutnya melakukan proses sintesa. Analisis tersebut bertujuan untuk mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya. Apabila penerjemah sudah dapat memahami makna tersebut, dia kemudian mensintesakannya. Selanjutnya, dia mengalihkannya ke dalam bahasa sasaran. Hasil pensintesaan itu berupa teks bahasa sasaran.
Source Language Text
Memory Analysis Analysis
Semantic Representation
Synthesis Synthesis
Target Language Text
Gambar 2.1. Proses Penerjemahan menurut Bell (1991:21)
Universitas Sumatera Utara
2.8
Kompleksitas Penerjemahan Penerjemahan adalah suatu pekerjaan yang komplek dan bukan merupakan
sesuatu yang sederhana. Hal ini dikarenakan banyak hal yang memiliki keterkaitan dengan penerjemahan antara lain budaya. Hal ini senada dengan ucapan Hatim (2001:10), bahwa dalam proses penerjemahan tidak hanya menyangkut kosa kata dan tata bahasa semata, melainkan juga melibatkan unsurunsur budaya. (A translation work is a multy-faceted activity; it is not a simple matter of vocabulary and grammar only but that it can never be separated from the culture). Seorang penerjemah disamping memiliki kemahiran dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran, harus juga memiliki keluwesan, dan memiliki wawasan yang luas mengenai berbagai displin ilmu dari bahasa sasaran. Hal ini menunjukkan bahwa proses penerjemahan mengharuskan penerjemah memiliki profesionalisme dalam kerja dan hal ini mutlak. Seorang yang profesional harus memiliki beberapa kompetensi, yakni: 1) Kompetensi dalam dua bahasa (ideal bilingual competence) 2) Memiliki keahlian (expertise) dalam pengetahuan dasar genre teks serta terampil menyimpulkan (inference), dan 3) Kompetensi dalam komunikasi (Bell, 1991:38-41)
Keahlian dan kompetensi yang dimiliki oleh seorang penerjemah merupakan penanda bahwa penerjamah ideal akan berhasil dalam melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
dan menerapkan teknik-teknik dan yang lainya dalam melakukan tugasnya dengan baik dan benar.
2.9
Ekuivalensi dalam Penerjemahan Bahasa sasaran adalah bahasa yang menjadi hasil dari suatu terjemahan,
hasil terjemahan idealnya merupakan hasil yang memiliki ekuivalensi dengan kebahasa sasaran, dan memiliki kebaikan hasil terjemahan. Hasil terjemahan yang baik harus memiliki keakuratan pesan dari bahasa sumber, memiliki keterbacaan dan keberterimaan produk. Kebaikan ekuivalensi itu terletak pada tataran kata, frasa, gramatikal, tekstual sampai pada tataran pragmatik. Mona Baker (1992:24) menyatakan bahwa keseluruhan tataran tersebut digunakan dengan syarat bahwa meskipun ekuivalensi dapat dipraktikkan, hal itu tetap dipengaruhi oleh berbagai faktor linguistik dan budaya; karena itu sifatnya adalah relatif. “It is used here with the proviso that although equivalance can usually be obtained to some extent, it is influenced by a variety of linguistic and cultural factors and is therefore always relative”. Sementara itu Mary Snell dan Hornby (1998:86). tidak menggunakan istilah ekuivalen melainkan istilah paralel teks. Hasil terjemahan diperoleh dari teks lain; teks paralel, yang merupakan hasil dari dua teks independen dari sisi linguistik dan berasal dari situasi yang sangat identik. “A translation is always derived from another text. Parallel texts are two linguistically independent product arising from identical situation”. Ekuivalen dan paralel merupakan terminologi
yang
bersinomin
yakni
keduanya
memiliki
tugas
untuk
Universitas Sumatera Utara
menyampaikan pesan yang dikandung oleh bahasa sumber dapat sampai kepada pembaca melalui bahasa sasaran. Ketidak-akuratan dalam penerjemahan ditandai oleh ketidak-ekuivalenan atau ketidak-paralelan antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran, yang akhirnya hasil tersebut adalah produk terjemahan yang tidak baik sebab baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran tidak mengandung ide yang sama. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Halliday (2001:16) “That translation equivalance is define in ideational terms; if a text doesnot match its source text idetionally, it does not quality as a translation, so the question whether it is a good translation does not arise”.
2.10
Teknik Penerjemahan
Di dalam Collins English Dictionary, technique is a practical method, skill, or art applied to a particular task. (Teknik adalah suatu metode, keahlian atau seni praktis yang tugas diterapkan pada suatu tugas tertentu). Ada dua hal yang penting pada definisi tersebut yakni: 1) teknik sebagai hal yang bersifat praktis dan 2) teknik di berlakukan terhadap tugas tertentu; dan dalam hal ini tugas
penerjemahan
yang
secara
langsung
berkaitan
dengan
masalah
penerjemahan dan pemecahannya. ( Machali, 2000:77) Sementara
itu
Molina
Albir
(2002:509)
mendefinisikan
teknik
penerjemahan sebagai prosedur untuk menganalisa dan mengklarifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada
Universitas Sumatera Utara
berbagai satuan lingual. Berikut ini akan dikemukakan teknik penerjemahan menurut Molina dan Albir 2.10.1
Adaptasi
Teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan mengganti unsur-unsur budaya yang ada BSu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun unsur budaya pada BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik padanan budaya,contoh: frasa as white as snow dapat dipadankan dengan seputih kapas, karena kapas dikenal baik di Indonesia, tidak demikian halnya dengan salju, karena salju tidak dikenal dalam bahasa sasaran.
2.10.2
Amplifikasi
Teknik penerjemahan dengan mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam BSu. Teknik ini sama dengan eksplisitasi, penambahan, parafrasa eksklifatif. Catatan kaki merupakan bagian dari amplifikasi. Teknik reduksi adalah kebalikan dari teknik ini, contoh: Idul Fitri dapat diparafrasekan menjadi hari raya umat Islam.
2.10.3
Peminjaman
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) tanpa penyesuaian atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing)
Universitas Sumatera Utara
dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa menjadi tolok ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan, contoh dari pure borrowing adalah Mixer yang diterjemahkan menjadi Mixer, sedangkan contoh naturalized borrowing adalah mixer yang diterjemahkan menjadi Mikser.
2.10.4
Kalke
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menerjemahkan frasa atau kata BSu secara literal. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation), contoh: Directorate General diterjemahkan menjadi Direktorat Jendral.
2.10.5
Kompensasi
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan pada bagian lain dari teks terjemahan. Hal ini dilakukan karena pengaruh stilistik (gaya) pada BSu tidak bisa di terapkan pada BSa. Teknik ini sama dengan teknik konsepsi, contoh: A pair of scissors diterjemahkan menjadi sebuah gunting.
2.10.6
Deskripsi
Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya, contoh: Capati diterjemahkan menjadi roti panggang yang merupakan makanan utama pengganti nasi bagi orang India.
Universitas Sumatera Utara
2.10.7
Kreasi Diskursif
Teknik penerjemahan dengan penggunaan padanan yang keluar konteks. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian calon pembaca. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan judul buku atau judul film. Teknik ini serupa dengan teknik proposal, contoh: The Godfather diterjemahkan menjadi Sang Godfather.
2.10.8
Padanan Lazim
Teknik dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim baik berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari. Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah, contoh: Snack lebih dikenal daripada kudapan, handphone lebih dikenal daripada telepon genggam.
2.10.9
Generalisasi
Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation), contoh: Penthouse, Mansion diterjemahkan menjadi tempat tinggal.
2.10.10 Amplifikasi Linguistik
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menambahkan unsur-unsur linguistik dalam BSa. Teknik ini lazim diterapkan pada pengalihbahasaan
Universitas Sumatera Utara
konsekutif dan sulih suara, contoh: no way diterjemahkan menjadi De ninguna de las maneras dalam bahasa Spanyol.
2.10.11
Kompresi Linguistik
Teknik yang dilakukan dengan mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini lazim digunakan pada pengalihbahasaan simultan dan penerjemahan teks film.
Contoh: Yes so what? Diterjemahkan menjadi Y? Dalam bahasa spanyol
2.10.12 Penerjemahan Harfiah
Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah tidak mengaitkan dengan konteks, contoh: killing two birds with one stone diterjemahkan menjadi membunuh dua burung dengan satu batu.
2.10.13 Modulasi
Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan BSu. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural, contoh:Nobody doesn’t like it diterjemahkan menjadi semua orang menyukainya.
2.10.14 Partikularisasi
Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini
Universitas Sumatera Utara
merupakan kebalikan dari teknik generalisasi, contoh:air transportation diterjemahkan menjadi pesawat.
2.10.15 Reduksi
Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena penghilangan tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata lain, mengimplisitkan informasi yang eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik amplifikasi, contoh: SBY the president of republic of Indonesia diterjemahkan menjadi SBY.
2.10.16 Subsitusi
Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau isyarat), contoh: Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih.
2.10.17 Transposisi
Teknik penerjemahan dimana penerjemah melakukan perubahan kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Seperti kata menjadi frasa, contoh: adept diterjemahkan menjadi sangat terampil.
2.10.18 Variasi
Teknik dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik (intonasi, isyarat) yang berdampak pada variasi linguistik: perubahan tona tekstual, gaya
Universitas Sumatera Utara
bahasa, dialek sosial, dialek geografis. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan naskah drama.
2.11
Metode Penerjemahan
Molina dan Albir (2002:507-508) menyatakan bahwa,“Translation method refers to the way of a particular translation process that is carried out in terms of the translator’s objective, i’e., a global option that affects the whole texts”. Dari referensi tersebut kita menyimpulkan bahwa metode penerjemahan lebih kepada sebuah cara yang digunakan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan sesuai dengan tujuannya, sehingga metode penerjemahan sangat mempengaruhi hasil terjemahan. Artinya hasil terjemahan teks sangat ditentukan oleh metode penerjemahan yang dipakai oleh penerjemah itu sendiri karena maksud, tujuan dan kehendak penerjemah akan mempengaruhi hasil terjemahan teks secara keseluruhan. Hal lain yang menjadi pertimbangan dalam penerjemahan adalah dua model penekanan yang bersifat teknis dari dua sisi, yakni penekanan pada bahasa sumber (source Language Emphasis) dan penekanan pada bahasa sasaran (Target Language Emphasis).
. . . .
SL Emphasis Word-for-word translation Literal translation Faithful translation .Semantic translation
TL Emphasis Adaptation Free translation Idiomatic translation Communicative translation
Diagram 2.1 : Diagram V Metode Penerjemahan (Newmark, 1998:45)
Universitas Sumatera Utara
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa terjemahan dapat diklasifikasikan dalam dua kategori besar dan masing-masing kategori memiliki empat metode. Kategori pertama terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sumber, dalam hal ini penerjemahan berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual penulis, meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantik yakni hambatan bentuk dan makna. Kategori kedua, terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sasaran. Dalam hal ini penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan oleh penulis asli terhadap pembaca versi bahasa sasaran. Dilihat dari orientasinya terhadap bahasa sumber, terjemahan dapat diklasifikasikan dalam: 2.11.1
Penerjemahan Kata-demi-kata Penerjemahan kata-demi-kata. Metode penerjemahan ini sangat terikat
pada tataran kata, sehingga penerjemah sangat mempertahankan susunan kata. Biasanya, penerjemah hanya mencari padanan kata Bsu dalam Bsa sehingga susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat Bsu. Setiap kata diterjemahkan satu-satu berdasarkan makna umum atau di luar konteks, sedangkan kata-kata yang berkaitan dengan budaya diterjemahkan secara harfiah. Metode terjemahan ini memang terkadang bahkan menghasilkan hasil terjemahan yang ambigu. Umumnya metode ini hanya pada saat penerjemah menerjemahkan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme teks Bsu. Biasanya metode ini digunakan pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan
Universitas Sumatera Utara
dan juga digunakan untuk penerjemahan tujuan khusus, akan tetapi biasanya tidak lazim digunakan untuk penerjemahan yang umum. Karena hasilnya akan rancu dan kadang maknanya sering kabur. contoh hasil terjemahan kata-demi-kata 1. BSu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing that. BSa : Lihat, kecil anak, kamu semua harus tidak melakukan ini. terjemahannya rancu dan janggal karena susunan frase “kecil anak” tidak berterima dalam tatabahasa Indonesia dan makna frase “harus tidak” itu kurang tepat. Seharusnya kedua frase tersebut menjadi “anak kecil” dan “seharusnya tidak”. Demikian pula dengan kata “that” yang sebaiknya diterjemahkan menjadi “itu” bukan “ini”. Sehingga alternatif terjemahan dari kalimat tersebut menjadi: ‘Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak melakukan itu.’ 1. BSu : I like that clever student. BSa : Saya menyukai itu pintar anak.’ seharusnya: ”Saya menyukai anak pintar itu.” 2. BSu : Lina will go to Bandung tomorrow. BSa : Lina akan pergi ke Bandung besok. 3. BSu : Agus bought me a fan. BSa : Agus membelikan saya sebuah kipas.
Universitas Sumatera Utara
Hasil terjemahan kalimat ini masih bisa berterima karena susunannya tidak terlalu jauh berbeda dengan bahasa kita. Tetapi tidak semua. teks bisa diterjemahkan dengan cara word for word. 2.11.2
Penerjemahan Harfiah Penerjemahan harfiah berada di antara penerjemahan kata-demi-kata dan
penerjemahan bebas. Dalam proses penerjemahannya, penerjamah mencari konstruksi gramatikal BSu yang sepadan atau dekat dengan BSa. Contoh: 1. BSu : Look, little guy, you-all shouldn’t be doing that. BSa : Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak berbuat seperti itu. 2. BSu : It’s raining cats and dogs. BSa : Hujan kucing dan anjing. Terjemahannya masih terasa janggal sebaiknya diterjemahkan “Hujan lebat” atau “Hujan deras”. 1. BSu : His hearth is in the right place. BSa : Hatinya berada di tempat yang benar. sebaiknya diterjemahkan menjadi “Hatinya tenteram”. 2. BSu : The Sooner or the later the weather will change. BSa : Lebih cepat atau lebih lambat cuaca akan berubah. sebaiknya diterjemahkan menjadi “Cepat atau lambat cuacanya akan berubah”.
Universitas Sumatera Utara
2.11.3
Penerjemahan Setia Dalam penerjemahan setia, penerjemah berupaya mereproduksi makna
kontekstual dari teks asli dengan tepat dalam batasan-batasan struktur gramatikal teks sasaran. Di sini kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan, tetapi penyimpangan tata bahasa dan pilihan kata masih tetap ada atau dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan TSu, sehingga hasil terjemahan kadang-kadang masih terasa kaku dan seringkali asing. Contoh: 1. BSu : Ben is too well aware that he is naughty. BSa : Ben menyadari terlalu baik bahwa ia nakal. Sebaiknya diterjemakan menjadi “ Ben benar benar menyadari bahwa ia nakal 1. BSu : I have quite a few friends. BSa : Saya mempunyai samasekali tidak banyak teman. Sebaiknya diterjemahkan menjadi “Teman-teman saya tidak sedikit” karena terjemahan quite a few tidak sedikit 2.11.4
Penerjemahan Semantis Penerjemahan semantis biasanya lebih luwes daripada penerjemahan setia.
Penerjemahan setia lebih kaku dan tidak kompromi dengan kaidah BSa atau lebih terikat dengan BSu, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel dengan
Universitas Sumatera Utara
BSa. Penerjemahan semantis biasanya mempertimbangkan unsur estetika teks Bsu dengan cara mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Contoh: 1. BSa :He is a book-worm. BSu :Dia (laki-laki) adalah seorang yang suka sekali membaca. Frase book-worm diterjemahkan secara fleksibel sesuai dengan konteks budaya dan batasan fungsional yang berterima dalam BSa. Tetapi terjemahan di atas kurang tepat dan seharusnya diterjemahkan menjadi: ’Dia seorang kutu buku’. 2.11.5
Penerjemahan Adaptasi Adaptasi oleh Newmark (1988:46) disebut dengan metode penerjemahan
yang paling bebas (the freest form of translation) dan paling dekat dengan BSa. Istilah ”saduran” dapat diterima di sini, asalkan penyadurannya tidak mengorbankan tema, karakter atau alur dalam TSu. Memang
penerjemahan
adaptasi
ini
banyak
digunakan
untuk
menerjemahkan puisi dan drama. Di sini terjadi peralihan budaya BSa ke BSu dan teks asliditulis kembali serta diadaptasikan ke dalam TSa. Jika seorang penyair menyadur atau mengadaptasi sebuah naskah drama untuk dimainkan, maka ia harus tetap mempertahankan semua karakter dalam naskah asli dan alur cerita juga tetap dipertahankan, namun dialog TSu sudah disadur dan disesuaikan dengan budaya
Universitas Sumatera Utara
BSa. Berikut adalah contoh lirik lagu dari sebuah yang disadur dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia (http://anotherfool.wordpress.com): 1. BSu: Hey Jude, don’t make it bad Take a sad song and make it better Remember to let her into your heart Then you can start to make it better (Hey Jude-The Beatles, 196) 2. BSa: Kasih, dimanakah Mengapa kau tinggalkan aku Ingatlah-ingatlah kau padaku Janji setiamu tak kan kulupa. 2.11.6
Penerjemahan Bebas Penerjemahan
bebas
merupakan
penerjemahan
yang
lebih
mengutamakanisi dari pada bentuk teks BSu. Biasanya metode ini berbentuk parafrase yang lebih panjangdaripada bentuk aslinya, dimaksudkan agar isi atau pesan lebih jelas diterima oleh penggunaBSa. Terjemahannya bersifat bertele-tele dan panjang lebar, bahkan hasil terjemahannyatampak seperti bukan terjemahan (Newmark, 1988:46; Machali, 2003:53). Soemarno(2001:33-37) memberi contoh sebagai berikut: 1. BSu : The flowers in the garden. BSa : Bunga-bunga yang tumbuh di kebun. 2. BSu : How they live on what he makes? BSa : Bagaimana mereka dapat hidup dengan penghasilannya? Dalam contoh nomor 1 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt up (langsir ke atas), karena dari frase preposisi in the garden menjadi klausa ’yang tumbuh di kebun’. Sedangkan pada nomor 2 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt
Universitas Sumatera Utara
down (langsir ke bawah), karenaklausa on what he makes menjadi frase ’dengan penghasilannya’. Contoh-contoh lainnya adalah: 3. BSu : Tatik is growing with happiness. BSa : Tati, hatinya berbunga-bunga. 4. BSu :Look, little guy, you-all shouldn’t be doing this. BSa : Dengar nak, mengapa kamu semua melakukan hal-hal seperti ini.
Ini tidak baik.
Berikut adalah sebuah contoh terjemahan bebas yang tampak sangat ekstrim yangdikemukakan oleh Moentaha (2006:52): 5. BSu : I kissed her. BSa : Saya telah mencetak sebuah ciuman pada bibirnya yang merah. Terjemahan di atas tampak lebih radikal, sekalipun tetap mempertahankan isi atau pesan.Padahal terjemahannya bisa saja menjadi ’Saya telah menciumnya’.
2.11.7
Penerjemahan Idiomatik Larson dalam Choliludin (2006:23) mengatakan bahwa terjemahan
idiomatik
menggunakan bentuk alamiah dalam teks BSa-nya, sesuai dengan
konstruksi gramatikalnya dan pilihan leksikalnya. Terjemahan yang benar-benar idiomatik tidak tampak seperti hasil terjemahan. Hasil terjemahannya seolah-olah seperti hasil tulisan langsung dari penutur asli. Maka seorang penerjemah yang baik akan mencoba menerjemahkan teks secara idiomatik. Newmark (1988:47) menambahkan bahwa penerjemahan idiomatik mereproduksi pesan dalam teks
Universitas Sumatera Utara
BSa dengan ungkapan yang lebih alamiah dan akrab daripada teks BSu.Choliludin (2006:222-225) memberi beberapa contoh terjemahan idiomatik sebagai berikut: 1. BSu : Salina!, Excuse me, Salina! BSa : Salina!, Permisi, Salina! 2. BSu : I can relate to that. BSa : Aku mengerti maksudnya. 3. BSu : You’re cheery mood. BSa : Kamu kelihatan ceria. 4. BSu : Tell me, I am not in a cage now. BSa : Ayo, berilah aku semangat bahwa aku orang bebas. 5. BSu : Excuse me? BSa : Maaf, apa maksud Anda? 2.11.8
Penerjemahan Komunikatif Menurut Newmark (1988:47), penerjemahan komunikatif berupaya untuk
menerjemahkan makna kontekstual dalam teks BSu, baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya, agar dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Machali (2000:55)menambahkan bahwa metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu
mimbar pembaca dan tujuan penerjemahan. Contoh dari
metode penerjemahan ini adalah penerjemahan kata spine dalam frase. ‘thorns spines in old reef sediments.’http://english314jtw.blogspot.com/2010/04/metode-terjemahan.html
Universitas Sumatera Utara
2.12
Ideologi Penerjemahan
2.12.1
Pengertian Ideologi Menurut Eagleton dalam Koruobi (2008) ideologi adalah ide dan
keyakinan yang digunakan untuk melegitimasi kepentingan kelompok berkuasa melalui distorsi dan disimulasi. Pandangan seperti ini merupakan bagian dari kajian post colonialism. Sebuah pendekatan kultural terhadap kajian relasi kesusastraan dan penerjemahan mengambil peran di dalamnya (Hatim dan Munday, 2004:106). Meskipun ideologi sering dipahami secara sempit, sebagai bagian dari relasi kekuasaan yang diperebutkan, ideologi bisa juga dipandang dalam pengertian yang lebih positif sebagai alat untuk merebut kekuasaan dari pihak lawan. Dalam bidang kajian bahasa, budaya dan penerjemahan, pengertian ideologi bisa diperluas di luar konteks politik dan difinisikan secara bebas politik sebagai seperangkan ide yang mengatur kehidupan manusia yang membantu kita memahami hubungan kita dengan lingkungan kita (Karuobi, 2008:5). Sementara menurut Hoed (2003) ideologi adalah suatu prinsip yang dipercayai kebenarannya dalam sebuah komunitas dalam masyarakat. Sedangkan menurut Hatim dan Mason (1997) ideologi adalah asumsi, keyakinan dan sistem nilai yang dimiliki secara kolektif oleh sebuah masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah harus mengetahui untuk siapa (audience design) dan untuk tujuan apa (needs analysis) dia menerjemahkan satu terjemahan. Proses ini merupakan salah satu proses yang tidak dapat diabaikan dalam menerjemahkan karena merupakan proses awal dalam menentukan metode penerjemahan yang akan dan harus digunakan. Setelah
mengetahui
audience
designdan
needs
analysis
seorang
penerjemah harus mengetahui langkah-langkah penerjemahan yang biasa disebut sebagai prosedur penerjemahan (Hoed, 2006:67). Penerjemahan merupakan reproduksi pesan yang terkandung dalam Bsa. Hoed (2006:67) mengutip pernyataan Basnett dan Lefevere bahwa apapun tujuannya, setiap reproduksi selalu dibayangi oleh ideologi tertentu. Ideologi dalam penerjemahan adalah prinsip atau keyakinan tentang betul-salah dan baikburuk dalam penerjemahan, yakni terjemahan seperti apa yang terbaik bagi masyarakat pembaca Bsa atau terjemahan seperti apa yang cocok dan disukai masyarakat tertentu. Ideologi yang digunakan penerjemah merupakan tarik-menarik antara dua kutub yang berlawanan, antara yang berorientasi pada BSu dan yang berorientasi pada BSu dan yang berorientasi pada BSa (Venuti dalam Hoed, 2006:84), yang oleh
Venuti
dikemukakan
dengan
istilah
foreignizing
translation
dan
domesticating translation. Berikut ini akan diuraikan mengenai kedua hal tersebut dengan berlandaskan pada paparan Hoed (2006:83-90). 2.12.2
Penerjemahan Foreignisasi
Universitas Sumatera Utara
Penerjemahan Foreignisasi adalah ideologi terjemahan yang berorientasi pada BSu, yakni bahwa penerjemahan yang betul, berterima, dan baik adalah yang sesuai selera dan harapan pembaca, penerbit, yang menginginkan kehadiran kebudayaan asing bermanfaat bagi masyarakat. Penerjemah sepenuhnya berada di bawah kendali penulis BSu. Disini yang menonjol adalah suatu aspek kebudayaan asing yang diungkapkan dalam bahasa pembaca. Sejalan dengan Diagram-V dari newmark, metode yang dipilih biasanya juga metode yang berorientasi pada BSu, yaitu cenderung menggunakan jenis penerjemahan setia dan penerjemahan semantik. Sejalan dengan ideologi ini, sebagai ilustrasi seorang penerjemah tidak menerjemahkan kata-kata Mr, Mrs, Mom, Dad dan sejumlah kata asing lainnya dalam penerjemahan dari bahasa Inggris dengan alasan sapaan seperti itu tidak lagi asing bagi pembaca Indonesia, hal ini merupakan ciri bahwa penerjemah tersebut penganut ideologi terjemahan forenisasi. Alasan lain yang dapat dikemukakan adalah agar anak-anak memperoleh pengetahuan kebudayaan asing lain. 2.12.3
Penerjemahan Domestikasi Terjemahan domestikasi adalah ideologi penerjemahan yang berorientasi
pada BSa. Ideologi ini meyakini bahwa penerjemah yang betul, berterima, dan baik adalah sesuai dengan selera dan harapan pembaca yang menginginkan teks terjemahan yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat BSa. Intinya, suatu terjemahan diharapkan tidak terasa seperti terjemahan. Terjemahan harus menjadi
Universitas Sumatera Utara
bagian dari tradisi tulisan dalam BSa. Oleh karena itu, penerjemah menentukan apa yang diperlukan agar terjemahannya tidak dirasakan sebagai karya asing bagi pembacanya. Sejalan dengan Diagram-V dari Newmark, biasanya metode yang dipilih pun adalah metode yang berorientasi pada BSa seperti adaptasi, penerjemahan idiomatik, dan penerjemahan komunikatif. Bagi penganut ideologi domestikasi, kata-kata asing seperti Mr, Mrs, Uncle, Aunt dan sebagainya harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar keseluruhan terjemahan hadir sebagai bagian dari bahasa Indonesia sehingga berterima di kalangan pembaca BSa. Ia akan berusaha memperkenalkan kebudayaan Indonesia pada dunia luar karena baginya penerjemahan yang betul adalah yang berterima dalam BSa dan tidak menghadirkan sesuatu yang asing. Pada beberapa teks terjemahan novel atau bentuk karya prosa lain, upaya lokalisasi dilakukan antara lain dengan melokalisasi nama-nama tokoh cerita dengan penggunaan nama dengan pengucapan yang lebih mudah diucapkan pembaca. Pada novel Romeo dan Juliet, misalnya, pada versi bahasa Indonesia diganti dengan Romi dan Yuli. Perubahan ini tentu dimaksudkan tidak saja agar pembaca Indonesia lebih mudah mengucapkannya, tapi juga agar tokoh-tokoh tersebut terasa lebih dekat dengan kultur pembaca Indonesia. Kecenderungan ini sudah dikemukakan pula oleh pakar penerjemahan, Nida dan Taber dalam Hoed (2006:84) yang secara tegas mengemukakan bahwa penerjemahan yang baik berorientasi pada keberterimaan dalam bahasa
Universitas Sumatera Utara
pembacanya. Kedua pakar ini dipandang sebagai pendukung ideologi yang berorientasi pada kebudayaan BSa atau domestication. Kedua ideologi ini merupakan salah satu masalah pilihan dalam terjemahan, merupakan penentuan cara pandangan dan hal ini merupakan tahap yang cukup penting dalam penerjemahan. Memilih ideologi penerjemahan foreignisasi atau domestikasi
bukanlah merupakan suatu kesalahan, karena
keduanya mewakili aspirasi yang ada dan telah disepakati di kalangan masyarakat dan tentu saja disesuaikan dengan need dan audience analysis. 2.13
Alasan Pemilihan Teori Terjemahan Padapenelitian ini, peneliti menggunakan teori Molina dan Albir, hal ini
dikarenakan Molina dan Albir membagi teori mereka dalam uraian yang sangat terperinci dan jelas. Hal itu dapat dilihat dari 18 poin yang berbeda dalam menjelaskan
uraian
terjemahan.
Sehingga
kita
akan
dengan
mudah
mengklarifikasikan tiap-tiap kalimat yang akan diteliti. Pada metode, peneliti menggunakan diagram V milik Newmark yang telah membagi terjemahan menjadi dua kategori. Kategori pertama berorintasi pada bahasa sumber. Kategori kedua berorientasi pada bahasa sasaran. Sementara pemilihan ideologi peneliti bersumber pada teori yang dipaparkan oleh Venuti. Venuti begitu juga dengan Newmark telah membagi ideologi dengan istilah terjemahan forenisasi dan terjemahan domestikasi. Dimana forenisasi beroreintasi pada bahasa sumber dan terjemahan domestikasi berorientasi pada bahas sasaran. Dari
kesamaan orientasi pada bahasa sumber
Universitas Sumatera Utara
dan bahasa sasaran, hal ini sangat memudahkan peneliti dalam menganalisa data yang ada.
Dari pemilihan ketiga teori diatas akan memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitiannya, dikarenakan walaupun berbeda penemuan teori tetapi mereka saling berhubungan satu sama lain. Sehingga dapat dikatakan jika teknik penerjemahan berada pada tataran mikro, metode penerjemahan berada pada tataran makro, maka ideologi penerjemahan berada pada tataran super makro. Maksudnya, ideologi penerjemahan tidak bisa dilihat dari contoh per contoh kasus, tetapi pada tataran yang lebih luas lagi yaitu prinsip si penerjemah dalam menerjemahkan. Namun, meskipun terletak pada tataran yang sangat luas, ideologi masih dapat diidentifikasi, dapat dievaluasi pada penerapan teknik yang digunakan, kemudian dianalisis metodenya, lalu bagian ideologinya.
2.14
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Kajian yang relevan dengan penelitian yang dapat menjadi acuan dalam
penulisan tesis ini adalah Analisis Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan Buku “Asal Usul Elite Minangkabau Modern: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad ke XIX/XX” yang ditulis oleh : Havid Ardi, mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2010. Dalam tesisnya, ia mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik,metode, dan ideologi penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap kualitas terjemahan dari aspek keakuratan (accuracy), keberterimaan
(acceptability)
serta
keterbacaan
(readability)
terjemahan.
Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut
Universitas Sumatera Utara
merupakan penelitian holistik yang melibatkan 3 (tiga) jenis sumber data. Sumber data pertama adalah dokumen yang berupa buku sumber dan produk terjemahannya sebagai sumber data objektif. Sumber data kedua, diperoleh dari informan yang memberikan informasi mengenai keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan hasil terjemahan sebagai data afektif. Sumber data ketiga adalah para penerjemah dan editor ahli sebagai sumber data genetik. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
terdapat
18
jenis
teknik
penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam 285 data, antara lain : amplikasi 122 (16,69%), harfiah 86 (11,76%), padanan lazim 84 (11,49%), modulasi 73 (9,99%), peminjaman murni 71 (9,71%), reduksi/implisitasi 61 (8,34%), adaptasi 57 (7,80%), penambahan 37 (5,06%), transposisi 27 (3,69%), generalisasi 22 (3,01%), kalke 19 (2,60%), inversi 16 (2,19%), partikulasi 15 (2,05%), penghilangan 15 (2,05%), kreasi diskursif 10 (1,37%), deskripsi 9 (1,23%), peminjaman murni 6 (0,82%) dan koreksi 1 (0,14%). Metode yang digunakan metode komunikatif dengan ideoligi domestikasi. Kualitas terjemahan cukup baik dengan rata-rata skor keakuratan terjemahan 3,33, keberterimaan 3,55 dan keterbacaan 3,5. Pada kajian yang relevan pertama menganalisis produk terjemahan yang memiliki kesamaan dengan yang saya lakukan baik itu dalam teknik penerjemahan, metode penerjemahan dan juga ideologi penerjemahan tetapi Havid Ardi juga menganalisi kualitas terjemahan. Dan perbedaan lain adalah sumber data, Havid mengambil sejarah budaya sebagai sumber data dan penelitian
Universitas Sumatera Utara
yang saya lakukan adalah sumber data yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai agama. Pada penelitian kedua yang dilakukan oleh Sulaiman Ahmadpada tahun 2011,mengkaji penerjemahan istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris, Provinsi Sumatera Utara,dengan Tesis yang berjudul “Analisis Terjemahan Istilah-Istilah Budaya pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara” dengan tujuan mengidentifikasi teknik penerjemahan yang digunakan dalam terjemahan istilahistilah budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yaitu bahasa Inggris dan mengidentifikasi pergeseran (shift) yang terjadi pada terjemahan istilah-istilah budaya dimaksud. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptifkualitatif. Data yang digunakan adalah terjemahan istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris Provinsi Sumatera Utara, yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Dari hasil penelitian ini ditemukan sebanyak 1 data (1,49%), makanan sebanyak 13 data (19,40%), benda budaya/artefak sebanyak 2 data (2,98%), pakaian sebanyak 4 data (5,97%), bangunan sebanyak 6 data (8,96%), transportasi sebanyak 1 data (1,49%), bahasa sebanyak 4 data (5,97%), sosial budaya sebanyak 13 data (19,40%), kemasyarakatan sebanyak 8 istilah budaya (11,94%), agama sebanyak 3 data (4,48%), dan seni sebanyak 12 data (17,91%). Teknik terjemahan yang digunakan Penerjemahan Deskripsi sebanyak 25 (37,31%), Peminjaman sebanyak 21 (31,34%), Calque sebanyak 12 (17,91%), Generalisasi 6 (8,96%), Literal sebanyak 2 (2,99%) dan Couplet sebanyak 1
Universitas Sumatera Utara
(1,49%). Terdapat 44 pergeseran (shift) pada terjemahan istilah-istilah budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa Inggris. Pergeseran (shift) tersebut terdiri atas pergeseran unit (unit shift) sebanyak 28 (63,63%), pergeseran struktur (structural shift) sebanyak 13 (29,55%), dan pergeseran dalam (intra-system shift) sebanyak 3 (6,82%). Penelitian yang dilakukan oleh Sulaiman Ahmad menganalisis sumber data brosur pariwisata sumatera utara. Sulaiman Ahmad menggunakan teknik penerjemahan yang sama tetapi beliau tidak meneruskan penelitiannya pada metode dan ideologi penerjemahan melainkan pada pergeseran yang terjadi pada terjemahan brosur pariwisata. Melihat kondisi inilah maka peneliti mencoba melakukan suatu yang berbeda dengan penelitian yang relevan. Diharapkan hal ini menambah khasanah dalam penelitian terjemahan. Penelitian ketiga Tesis dengan judul “Analisis Penerjemahan dan Pemaknaan Istilah Teknis: Studi Kasus pada Terjemahan Dokumen Kontrak” yang dilakukan oleh Roswani Siregar mahasiswa pasca sarjana Universitas Sumatera Utara tahun 2009. Ada enam dokumen kontrak (sebagai produk terjemahan) sebagai sumber data dalam analisis ini. Dapat diidentifikasi bahwa istilah teknis yang digunakan dalam dokumen ini adalah istilah yang berkaitan dalam bidang ekonomi (akuntansi, manajemen, dan keuangan). Dalam membaca sebuah teks sebagai produk terjemahan, dapat ditemukan berbagai masalah dalam memahami isi teks tersebut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya adanya perbedaan budaya antara penulis dan pembaca
Universitas Sumatera Utara
teks tersebut, yang berakibat pada perbedaan pandangan pada konsep kata yang dimaksudkan oleh penulis. Para penerjemah biasa memilih dua metode penerjemahan, yaitu terjemahan harafiah (literal) yang terdiri atas peminjaman, terjemahan harfiah, dan terjemahan wajib yang terdiri atas transposisi, modulasi, kesepadanan, dan penyesuaian. Oleh sebab itu, dalam menganalisis produk terjemahan penulis berfokus pada analisis metode yang disebutkan di atas. Untuk mendapatkan makna istilah atau kosa kata yang terdapat pada bahasa sumber (BS) dan bahasa target (BT). Dari hasil analisis yang dilakukan dalam tesis ini memperlihatkan kompleksitas pemahaman tentang prosedur dan metode penerjemahan yang perlu untuk dipahami. Hal-hal yang berkaitan dengan cara identifikasi ialah, penerapan metode penerjemahan yang meliputi banyak hal, seperti misalnya proses peminjaman, calque, terjemahan harafiah, transposisi, modulasi, kesepadanan, penyesuaian, pergeseran struktur, unit, dan kelas, intrasistem dan juga sistem penyerapan istilah asing, sangat perlu untuk diperhatikan. Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa adanya kesamaan dalam melaksanakan analisis penelitian yang berkisar pada metode penerjemahan, tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Roswani Siregar, metode penerjamahan dianalisis dengan menggunakan teknik penerjemahan, seperti penggunaan teknik kalke, transposisi, modulasi dan lainnya. Sehingga peneliti berasumsi bahwa telah terjadi kesalahan peletakan makna teknik penerjemahan dan makna metode
Universitas Sumatera Utara
penerjemahan. Hal ini memberikan satu masukan kepada peneliti untuk berhatihati dalam menerapkan perbedaan antara metode dan teknik penerjemahan. Pada sisi lain dalam penelitian terdahulu Roswani melakukan yang berbeda dengan yang saya lakukan, yaitu pergeseran dalam penerjamahan. Tesis berjudul “Penerjemahan Teks Marpokat Haroan Boru dalam Perkawinan Adat Mandailing dari Bahasa Mandailing ke dalam Bahasa Inggris” yang dilakukan oleh Dian Fazdilah Nasution pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara tahun 2011 merupakan penelitian yang keempat yang peneliti jadikan sebagai hasil kajian yang relevan. Penelitian ini bertujuan, pertama, untuk mengetahui proses dan hasil terjemahan dari teks percakapan marpokat haroan boru dalam perkawinan
adat Mandailing. Kedua, untuk
mengetahui dan menerapkan teknik terjemahan yang tepat pada teks yang terikat dengan budaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif- kualitatif. Data penelitian ini adalah teks marpokat haroan boru ini tertulis dalam BM (bahasa Mandailing) dan berbentuk prosa (21 paragraf) dan pantun (2 pantun). Data yang terdiri dari percakapan antara suhut, dan dalihan na tolu dalam marpokat haroan boru dalam perkawinan adat Mandailing diambill dari buku yang ditulis oleh H. Pandapotan Nasution yang diterbitkan tahun 2005 oleh FORKALA Prov. Sumatera Utara sebagai sumber data. Penelitian ini menekankan pada penerjemahan makna bukan bentuk. Sebelum proses penerjemahan dilakukan, peneliti melakukan analisis kontrastif dan kajian lintas budaya, hal ini dilakukan untuk mengetahui sistem kelinguistikan dan budaya kedua bahasa. Ditemukan bahwa bahasa Mandailing dan bahasa Inggris memiliki lebih banyak perbedaan
Universitas Sumatera Utara
daripada persamaannya seperti sistem pronominal, struktur frasa, pola kalimat, komponen makna, polisemi, sinonim, dan antonim, makna generik dan spesifik, metafora, idiom dan eufimisme. Juga ditemukan perbedaan yang luas pada budaya kedua bahasa meliputi agama dan kepercayaan, keluarga dan perkawinan, tipe masyarakat, ketimpangan gender, pemakaian bahasa dan sopan santun sosial. Teks ini menerapkan beberapa teknik penerjemahan diantaranya teknik penambahan, pengurangan, penyetaraan struktural, generalisasi, penerjemahan makna, penerjemahan literal dan parfrasa. Penerjemahan teks ini melalui beberapa proses tahapan yaitu analisis struktur teks, transfer, penulisan draf pertama, analisis draf pertama dan penulisan draf kedua, evaluasi draf kedua, penulisan draf ketiga, reevaluasi dan penulisan draf akhir. Pada penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Dian Fadilah Nasution, beliau melakukan penelitian yang berdasarkan proses penerjemahan yaitu teks marpokat haraon dalam pernikahan adat mandailin, tetapi beliau tetap menggunakan teknik penerjemahan dalam melaksanakan penelitiannya khususnya teknik penerjemahan yang berkaitan dengan budaya, hal ini juga memiliki kesamaan dari nilai yang dianalisis yaitu budaya. Tetapi perbedaan yang ada pada cara penelitian yaitu analisis produk terjemahan dengan proses terjemahan.
Pada penelitian yang kelima. “Analisis Teknik, Metode, Ideologi dan Kualitas Terjemahan Cerita Anak Serial Erlangga for Kids. Penelitian ini adalah Tesis yang dilakukan olehNovalinda. S pada Program Magister Linguistik Penerjemahan Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2010. Penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
adalah tentang jenis-jenis teknik penerjemahan, metode penerjemahan, ideologi penerjemahan dan kualitas terjemahan. Tujuan dari penelitian ini adalah: petama untuk mengidentifikasi teknik-teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan cerita anak, kemudian menganalisis metode dan ideologinya. Tujuan kedua adalah untuk mengidentifikasi dampak penerapan teknik-teknik penerjemahan pada kualitas terjemahan cerita anak yang dilihat berdasarkan keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan. Tujuan terakhir adalah mengidentifikasi
teknik
mana
yang
memiliki
tingkat
keakuratan
dan
keberterimaan paling tinggi.
Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Sumber data penelitian ini adalah buku cerita anak yang berupa bilingual book dan juga para informan. Dari data tersebut diidentifikasi teknikteknik penerjemahannya, kemudian berdasarkan teknik penerjemahan yang digunakan dapat disimpulkan metode penelitian dan ideologi penerjemahannya. Untuk menilai keakuratan dan keberterimaan data tersebut dinilai oleh tiga orang rater yang sudah terbiasa dengan bidang penerjemahan dan Bahasa Indonesia, sedangkan untuk keterbacaan penulis meminta lima orang anak yang duduk di kelas
3 Hasil
penelitian
dan menunjukkan
4 bahwa
sekolah terdapat
dasar. sepuluh
teknik
penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan yaitu literal sebanyak 253 data dari 388 data atau 65 %, transposisi sebanyak 58 data atau 15%, reduksi sebanyak 27 data atau 7%, Amplifikasi sebanyak 21 data atau 5,4%, modulasi sebanyak 9 data atau 2,3 %, adaptasi sebanyak 10 data atau 2,6%,
Universitas Sumatera Utara
pure borrowing 4 data atau 1 %, kreasi diskursif 1 data atau 0,25%, padanan tetap yang 3 data atau 0,7% dan generalisasi 1 buah data atau 0,25%. Terdapat banyak data yang diterjemahkan menggunakan lebih dari 1 teknik. Berdasarkan mayoritas teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dapat ditarik simpulan bahwa metode
penerjemahannya
adalah
metode
penerjemahan
literal
dengan
kecenderungan mempertahankan bentuk bahasa sumber atau ideologi foriegnisasi. Penerapan teknik penerjemahan juga berdampak terhadap kualitas terjemahan yaitu adanya terjemahan yang sudah akurat, kurang akurat dan tidak akurat. Untuk tingkat keberterimaan pun demikian menghasilkan terjemahan yang berterima, kurang berterima dan tidak berterima. Hal ini dibuktikan bahwa dari 388 data sebanyak 287 data (73,9%) termasuk kategori terjemahan yang akurat, sebanyak 88 data (22,6%) dikategorikan terjemahan kurang akurat dan sebanyak 14 data (3,6%) termasuk kategori tidak akurat. Sementara untuk tingkat keberterimaan sebanyak 326 data (84%) masuk kategori terjemahan berterima, 52 data (13,4%) termasuk kategori terjemahan kurang berterima dan sebanyak 10 data (2,57%) termasuk kategori terjemahan tidak berterima. Untuk tingkat keterbacaan pada umumnya terbaca hanya teknik peminjamanlah yang punya tingkat keterbacaan rendah.
Untuk penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Novalinda memiliki kesamaan yang sangat kuat, dikarenakan teknik, metode, dan ideologi penerjemahan yang digunakan adalah sama dan sumber data yang ada juga sama yaitu cerita anak. Peneliti memiliki tujuan yang berbeda pada sumber data, dimana latar belakang cerita anak memiliki perbedaan, Novalinda berlatarbelakang cerita
Universitas Sumatera Utara
anak umum dan yang menjadi sumber data yang saya lakukan adalah sumber data cerita anak yang berlatarbelakang agama. Secara sepintas kelihatan penelitian ini memiliki kesamaan yang besar tetapi bila ditilik lebih jauh maka akan didapati perbedaan yang cukup jauh, hal ini dikarenakan makna-makna agama memiliki kekhususan yang memang harus dicermati secara khusus. Dalam istilah agama banyak didapati istilah yang tidak dapat diterjemahkan dan harus dilakukan teknik penerjemahan peminjaman murni yang tidak melakukan perubahan pada saat melakukan proses terjemahan. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut dari apa yang telah dilakukan oleh Novalinda.
Secara global peneliti merangkumkan satu kesimpulan dengan penelitian yang relevan di bawah ini.
Dari kajian yang relevan, yang pertama menganalisa tentang metode dan kualitas terjemahan daribuku yang berjudul ”Analisis Teknik Penrjemahan dan Kualitas Terjemahan Buku “Asal Usul Elite Minangkabau Modern: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad ke XIX/XX”. Tesis tahun 2010. Yang kedua Tesis yang dilakukan oleh Sulaiman Ahmad pada tahun 2011 yang berjudul “Analisis Terjemahan Istilah-Istilah Budaya pada brosur Pariwisata berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara” yang mengidentifikasi teknik penerjemahan yang digunakan dalam terjemahan istilah-istilah budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yaitu bahasa Inggris, dan mengidentifikasi pergeseran (shift) yang terjadi pada terjemahan istilah-istilah budaya dimaksud. Penelitian ketiga
Universitas Sumatera Utara
merupakan Tesis yang berjudul Analisis Penerjemahan dan Pemaknaan Istilah Teknis : Studi Kasus pada Terjemahan Dokumen Kontrak yang dilakukan oleh Roswani Siregar pada tahun 2009 yang diidentifikasi bahwa istilah teknis yang digunakan dalam dokumen ini adalah istilah yang berkaitan dalam bidang ekonomi (akuntansi, manajemen, dan keuangan). Sedangkan yang keempat adalah penelitian yang berjudul “Penerjemahan Teks Marpokat Haroan Boru dalam Perkawinan Adat Mandailing dari Bahasa Mandailing ke dalam Bahasa Inggris” yang dilakukan oleh Dian Fazdilah Nasution pada tahun 2011. Tesis ini bertujuan, pertama, untuk mengetahui proses dan hasil terjemahan dari teks percakapan marpokat haroan boru dalam perkawinan
adat Mandailing. Kedua, untuk
mengetahui dan menerapkan teknik terjemahan yang tepat pada teks yang terikat dengan budaya. Dapat disimpulkan bahwa keempat penelitian yang relevan ini berkisar tentang penggunaan teknik terjemahan, pergeseran yang terjadi dan juga meneliti proses terjemahan dan data yang menjadi sumber penelitian masih berkisar pada buku sejarah, budaya, dan kontrak kerja. Sedangkan penelitian kelima adalah penelitian yang berjudul Analisis Teknik, Metode, Ideologi dan Kualitas Terjemahan Cerita Anak Serial Erlangga for Kids pada tahun 2010 yang dilakukan terhadap cerita anak yang memiliki kesamaan dengan sumber data dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan, perbedaannya terletak pada karakteristik sumber data, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh saudari Novalinda memakai buku cerita anak berkerakteristik umum sementara penelitian yang peneliti lakukan adalah cerita anak yang berkarakter agama. Dikarenakan
Universitas Sumatera Utara
latar belakang tersebut dan peneliti belum menemukan penelitian cerita anak tentang agama. Peneliti berharap hasil penelitian ini akan menambah cakupan tentang teknik dan metode juga ideologi terjemahan yang belum dijumpai terutama penelitian yang berkaitan dengan cerita anak yang berisikan tentang agama.
Universitas Sumatera Utara