perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1) Kebudayaan Manusia dilengkapi dengan Anugerah yang tidak diberikan kepada makhluk lain, yaitu akal. Fisik binatang dirancang dengan perlengkapan dan ciri khas khusus agar dapat bertahan hidup ditempat tertentu. Hal ini menyebabkan binatang hanya dapat hidup dalam kondisi habitat tertentu. Secara fisik manusia jauh lebih sempurna, meski secara psikologis baik manusia maupun binatang memiliki insting dan naluri yang sama. Namun, akal menjadikan manusia mampu beradaptasi dengan keadaan apapun untuk bertahan hidup, meskipun fisik mereka lebih lemah dari binatang. Akal memberikan kesempatan pada manusia untuk sesuai dengan pilihannya (Setjoatmojo, 1982). Sebagai homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, dan karsa, manusia menciptakan tata kehidupan unik yang menandai eksistensinya sebagai manusia budaya. Budi, daya, serta ditopang oleh kemampuan berpikir, merasa dan berbuat, manusia mengembangkan pola dasar kehidupannya dengan cara memberikan penilaian, penafsiran dan prediksi terhadap alam lingkungan. Penilaiannya terhadap kebudayaan dan unsur kehidupan merupakan inti dari kehidupan itu sendiri (Setjoatmojo, 1982). Setjoatmojo juga menambahkan bahwa hasrat membuat manusia mencipta dan berkarya, lebih dan lebih. Awalnya karya manusia hanya berkutat pada kebutuhan makan dan tempat tinggal. Hasrat untuk memudahkan hidup sehari-hari membawa mereka beranjak dari kehidupan berburu-meramu dan nomaden, menjadi ternak-tani dan menetap. Akal dan pengalaman membawa manusia untuk menemukan ciptaan dan kreasi guna mempermudah hidup mereka. Awalnya ciptaan manusia hanya sebatas commit to user kehidupan sehari-hari. Hasrat untuk mencari jatidiri dan keluar dari
7
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kejenuhan, membawa mereka pada sebuah usaha untuk menemukan keyakinan, warisan leluhur serta hiburan. Terciptalah upacara, sistem pemujaan dan kesenian. Koentjaraningrat
mengatakan
bahwa
kebudayaan
adalah
keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat ini, kebudayaan diperoleh dari proses belajar yang dilakukan manusia dalam kehidupan masyarakat. Adanya kebudayaan merupakan suatu usaha manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan
sehari-hari,
disamping
diciptakan
sebagai
alat
untuk
mempertahankan dan sekaligus mencapai kesempurnaan hidup manusia (Koentjaraningrat, 1990). Hal serupa juga diungkapkan oleh Djoko Widagdho, yang mengemukakan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang konkrit maupun abstrak (Widagdho, 2010).Menurut Edward Burnett (1871) dalam Tri Prasetyo, kebudayaan (culture) adalah keseluruhan yang komplek, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Tri Prasetyo, 1991). Pengertian kebudayaan yang tedapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimulai dari kata dasar budaya yang berarti pikiran atau akal budi. Imbuhan ‘ke—an’ dapat diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Dilihat dari sisi anthropologi berarti keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkunan serta pengalamannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1984). Uraian-uraian tersebut memberikan kesimpulan bahwa manusia dan kebudayaan berkaitan erat satu sama lain. Kebudayaan lahir dari usahacommit to user manusia membentuk kebudayaan usaha cipta, rasa, karya manusia. Sementara
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bukan hanya dalam satu masa melainkan dari masa kemasa, karena umur manusia terbatas. Sehingga dibutuhkan lebih dari satu generasi untuk membentuk kebudayaan tersebut. Dari definisi para pakar tersebut, meski sepintas terlihat banyak perbedaan diksi yang dipilih, akan tetapi intinya tetap sama, yaitu mengakui ciptaan atau karya manusia. Akal menjadikan manusia mampu berkembang jauh melampaui makhluk lain. Dengan akal inilah manusia mengasah budi dan etika. Dengan akal manusia diberi pilihan untuk menjadi lebih baik dari binatang. Dengan akal manusia berlaku bukan hanya dengan pertimbangan insting dan naluri semata. Dengan Anugerah akal manusia bertahan hidup dan mengalami perkembangan dalam berbagai hal. Dengan akal manusia mampu belajar serta memecahkan permasalahan, memberikan solusi dan pembelajaran di kemudian hari. Manusia juga berusaha meninggalkan jejak, membuktikan eksistensi diri dari masa ke masa. Perkembangan kehidupan ini nantinya melahirkan kebudayaan. Kebudayaan harus diwariskan terus menerus agar ia tak mati. Sebaliknya, manusia harus mau belajar dan memahami budaya agar mampu melestarikannya. Hal ini dikarenakan budaya atau kebudayaan bukanlah benda mati yang dapat diwariskan dengan berpindah tangan. Melainkan diperlukan usaha dan keseriusan untuk memperolehnya. Selain itu, kebudayaan juga bukan hanya diteruskan secara vertikal, melainkan juga horisontal. Hal ini dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Kumpulan individu beserta aturan dan tata tertibnya disebut masyarakat. Dalam masyarakat, pengalaman yang dimiliki anggota masyarakat akan diajarkan pada anggota yang lain, termasuk juga pengetahuan dan kepandaiannya untuk kemudian disusun dan diatur bersama. Inilah dasar dari pelestarian kebudayaan tersebut.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Unsur-unsur Kebudayaan Kebudayaan sebagai suatu sistem memiliki unsur-unsur yang besar maupun kecil dan merupakan satu rangkaian yang bulat serta menyeluruh atau bersifat universal. Adapun unsur-unsur kebudayaan bersifat universal yang diklasifikasikan Koentjaraningrat (1990), antara lain sebagai berikut: 1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, dan sebagainya) Sistem ini merupakan bagian kebudayaan yang paling dinamis dan mudah berubah. Sebagaimana telah dijelaskan diawal, bahwa manusia selalu berusaha untuk memudahkan kehidupannya. Sehingga mereka selalu membuat ciptaan dan karya. Inilah yang membuat teknologi terus berkembang. 2) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (Pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya) Telah menjadi naluri sekaligus kebutuhan akal manusia untuk mencari cara agar dapat bertahan hidup. Karena itu manusia harus bergerak, melakukan sesuatu untuk kelangsungan hidupnya. Manusia kemudian menemukan banyak cara untuk memperoleh hasil yang berguna bagi kehidupannya.
Cara-cara
inilah
yang
kemudian
dikenal
dalam
penggolongan profesi atau mata pencaharian. 3) Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya) Estetika atau rasa keindahan merupakan dasar dari seni atau kesenian. Seni berperan sebagai alat untuk menggambarkan cita-cita, nilai, harapan, kisah, pelajaran dari masyarakat. Semua itu diekspresikan melalui banyak media dan tak terhitung jumlahnya. Seni juga menjadi ajang eksistensi masyarakat setempat, sebuah bentuk konkrit yang selama ini selalu menjadi rujukan dari kata budaya itu sendiri. 4) Bahasa (lisan maupun tulisan) Bahasa muncul sesuai kodrat manusia yang membutuhkan sarana untuk to usermenjadi media komunikasi utama berkomunikasi satu samacommit lain. Bahasa
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan bersifat sangat kompleks. Berdasar region penggunaannya, bahasa terbagi atas bahasa yang dipakai dalam keluarga, pergaulan dan nasional. Bahasa juga memegang peranan penting karena menjadi alat untuk mengemukakan buah pikiran, gagasan, perasaan, pengalaman dan ilmu pengetahuan. 5) Sistem pengetahuan Sistem pengetahuan yang dimaksud adalah tentang sisi kebudayaan itu sendiri. Bagaimana ia berkembang dan sejauh mana ia berkembang seiring dengan pola kehidupan masyarakat serta sistem berfikirnya. 6) Sistem masyarakat Meliputi pembahasan perkembangan pranata-pranata sosial melalui sudut pandang
aspek-aspek
kebudayaan,
serta
faktor-faktor
yang
mempengaruhi bentuk-bentuk organisasi sosial. Diantaranya adasistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan, sistem pendidikan, dll. 7) Sistem Religi atau upacara keagamaan Religi menuruk Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti melakukan sesuatu secara berulangkali untuk bersatu padu. Dalam hal kebudayaan, religi membahas peranan agama, keyakinan, tata upacara, sistem pemujaan serta pengaruhnya terhadap masyarakat. Istilah universal dalam kebudayaan menunjukkan bahwa unsurunsur tersebut di atas bersifat universal. Artinya seluruh unsur itu selalu ada di dalam kebudayaan. Penjabaran 7 unsur diatas diurutkan mulai dari unsur yang paling mudah berubah hingga unsur yang paling sulit dirubah atau terpengaruhi oleh kebudayaan lain. Ketujuh unsur tersebut masih dapat terpecah menjadi sub-sub unsur yang lebih kompleks dan rumit untuk dijabarkan.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Perubahan Kebudayaan Segala yang ada dalam kehidupan ini pasti berubah dan tidak ada yang kekal, kecuali perubahan itu sendiri. Pada kehidupan bermasyarakat dan berbudaya tentunya juga mengalami perubahan. Keberlangsungan warisan budaya dalam masyarakat berlangsung dengan lahirnya generasi-generasi anggota masyarakat yang baru. Generasi-generasi muda ini kemudian dididik dan dilatih agar dapat melanjutkan nilai-nilai dan aturan budaya yang telah dikembangkan dan dilakukan oleh para pendahulunya. Tahapan inilah yang menjamin keberlangsungan dan regenerasi budaya (Koentjoroningrat, 1990). Perubahan kebudayaan dalam masyarakat dapat terjadi karena faktor internal maupun eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh masyarakat itu sendiri. Misalnya: Dinamika pertumbuhan penduduk, perkembangan teknologi; serta perbedaan persepsi dan interpretasi, baik antar individu maupun antar kelompok masyarakat dalam memahami, menerima dan menjalani kenudayaan. Sementara faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar masyarakat itu. Misalnya: Terjadinya peperangan atau bencana alam. Dengan demikian perubahan dan dinamika kebudayaan menjadi sesuatu yang mutlak terjadi dalam perkembangan masyarakat yang berbudaya (Widagdho, 2010). Proses pewarisan budaya tidak selama berjalan sesuai harapan. Dalam perjalanannya, terjadi banyak perombakan. Sehingga budaya dan nilai-nilai warisan leluhur beserta semua unsur-unsur kebudayaan yang ada saat ini bisa jadi berbeda dengan yang ada dahulu. Hal ini disebabkan, meskipun dididik dan dilatih untuk melestarikan kebudayaan, generasi yang baru memiliki interpretasi, persepsi, pemahaman serta keputusan sendiri terhadap kebudayaan tersebut. Mereka memiliki kewajiban untuk menjalani sekaligus memiliki hak untuk menentukan bagaimana mereka akan menjalaninya. Karena itu, dalam setiap generasi selalu ada perubahanperubahan yang terjadi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
2) Wayang Wahyu a. Definisi dan asal-usul wayang Akar kata dari wayang adalah ”yang”. Akar kata ini bervariasi dengan yung, yong, antara lain terdapat dalam kata ”layang–terbang‟, doyong–miring‟, tidak stabil, royong–selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain, poyang-payingan-berjalan sempoyongan, tidak tenang, dan sebagainya. Selanjutnya diartikan sebagai ”tidak stabil, tidak pasti, tidak tenang, terbang, bergerak kian-kemari.‟ Jadi, wayang dalam bahasa Jawa mengandung pengertian berjalan kian-kemari, tidak tetap, sayup-sayup (bagi substansi bayang-bayang). Oleh karena itu, boneka-boneka yang digunakan dalam pertunjukkan itu berbayang atau memberi bayang-bayang maka dinamakan wayang (Sri Mulyono, 1982). Baik sejarawan maupun budayawan memiliki argumentasi masing-masing terkait asal-usul wayang. R. Pischel dalam tulisannya Das Altindische Schattenspiel mencoba melacak pertunjukan wayang di India. George Jacob dalam sebuah artikelnya Das Chinesische Schattentheater menjelaskan tentang tradisi wayang di Mongolia. Sementara W.H. Rassers, seorang sarjana Belanda berargumentasi bahwa pertunjukan wayang adalah asli Jawa. Rassers menjelaskan dalam sebuah bab berjudul On the Origin of The Javanese Theatre dari bukunya Panji, the Culture Hero,bahwa pertunjukan wayang Jawa berkembang setapak demi setapak dari sebuah upacara inisiasi yang telah ada pada masa prasejarah. Istilah-istilah teknis dalam pertunjukan wayang seperti kelir, blencong, dan kecrek merupakan istilah asli Jawa (Soedarsono, 2002). Awayang atau hawayang pada waktu itu berarti bergaul dengan wayang, atau mempertunjukkan wayang. Lama kelamaan wayang menjadi nama dari pertunjukan bayang-bayang atau pentas bayang-bayang. Jadi, pengertian wayang akhirnya menyebar luas sehingga berarti ’pertunjukan pentas atau pentas dalam arti umum’. Menurut S. Haryanto wayang dapat dibagi menjadi 8 jenis yang commit to user terdiri dari beberapa ragam, yaitu:
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Wayang Beber Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan Wayang Beber karena berupa lembaran lembaran (beberan). Lakon yang dimainkan diambil dari kisahkisah cerita rakyat Panji. 2) Wayang Purwa Wayang Purwa merupakan wayang kulit yang selama ini dikenal oleh masyarakat Jawa pada umumnya. Dimainkan dengan media kulit binatang yang telah dikeringkan dan diukir sedemikian rupa. Ceritanya berasal dari kisah epic Ramayana dan Mahabarata. 3) Wayang Madya Wayang Madya disebut juga sebagai wayang peralihan. Wayang ini merupakan penghubung antara wayang kulit purwa dan Wayang Gedhog. Kisahnya berkisar pada cerita rakyat dan elit bangsawan yang berlangsung setelah masa ramayana dan mahabarata. 4) Wayang Gedog Wayang Gedog atau Wayang Panji adalah wayang yang memakai cerita dari serat Panji. Bentuk wayangnya hampir sama dengan wayang purwa. Tokoh-tokoh kesatria selalu memakai tekes dan rapekan. Dilengkapi dengan beberapa tambahan tokoh yang tak ada di lakon ramayana dan mahabarata. Serta beberapa ikon lain pada ukiran wayang yang membedakannya dari jenis wayang lain. 5) Wayang Menak Wayang
Menak atau
disebut
juga Wayang
Golek.
Wayang
Menak merupakan wayang berbentuk boneka kayu yang diyakini muncul pertama kali di daerah Kudus. Uniknya wayang ini mengambil ceritacerita peradaban Islam yang bersumber dari kitab menak dari persia. 6) Wayang Babad Merupakan wayang kreasi baru yang berasal dari bali. Ceritanya diambil commit to user dari sejaran Bali atau Babad.
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
7) Wayang Modern Ketika wayang-wayang Purwa, Madya, dan Gedog sudah tidak sesuai lagi untuk keperluan khusus maka guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat akan sarana komunikasi sosial dengan media wayang sehingga diciptakanlah wayang baru yang dapat melengkapi faktor-faktor komunikasi tersebut, antara lain Wayang Wahana, Wahyu, Pancasila, Kancil, dan Sandosa. 8) Wayang Topeng Wayang Topeng adalah wayang yang dimainkan oleh orang dengan menggunakan topeng yang menutupi wajah. Ia dimainkan dengan menggunakan iringan musik dantari-tarian. Berawal dari simbolisasi roh leluhur yang terukir pada wajah topeng yang dipakai, Wayang Topeng selain untuk pertunjukan hiburan juga sangat berkaitan dengan hal-hal magis (Haryanto, 1988). Wayang Wahyu masuk dalam kategori wayang modern atauwayang kontemporer, yaitu semua jenis wayang yang muncul pada abad ke-XX ini. Selain Wayang Wahyu pada abad ini muncul beberapa jenis wayang diantaranya wayang Kancil, Pancasila, Suluh, Ukur, Dipanegara, dan Sandosa (Banis Ismaun, 1989). b. Fungsi Wayang Seperti halnya bentuk kesenian tradisional lain, wayang pada mulanya ditujukan untuk memenuhi fungsi religi atau keagamaan. Wayang merupakan sarana untuk menghormati nenek moyang. Bayangan yang tercipta melalui ukiran kulit binatang yang disorot cahaya, dianggap sebagai perwujudan kedatangan roh nenek moyang. Wayang biasa dipentaskan pada malam hari, karena pada saat ini diyakini roh nenek moyang tengah mengembara. Sementara orang yang melakukan upacara ini disebut sebagai Syaman (Koentjaraningrat, 1954). Kemunculan bentuk-bentuk wayang baru yang memang dirancang untuk kebutuhan khusus, membuktikan adanya usaha untuk memudahkan commit to usermelalui media wayang. Wayang komunikasi dan penyampaian nilai-nilai
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
yang terdapat dalam satu kothak merupakan pengejawantahan dari jiwa manusia. Watak yang berbeda-beda bukan hanya digambarkan dalam satu figur wayang. Tetapi tidak jarang figur-figur wayang berpadu dalam berbagai watak manusia (Sri Mulyono, 1982). Wayang kemudian menjadi sarana hiburan. Di Jawa khususnya, kesenian wayang telah mendarah daging dengan kehidupan orang Jawa selama berabad-abad. Wayang juga dikenal di berbagai kalangan. Terlepas dari keadaan saat ini dimana wayang kulit purwa mulai jarang dilirik oleh generasi muda, wayang tetap menjadi primadona pertunjukan tradisional di Jawa. Pagelaran wayang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, kapan saja, dimana saja dan untuk siapa saja. Wayang berfungsi sebagai media komunikasi, media hiburan, penyebar dakwah dan ajaran kemanusiaan, wayang juga menjadi media pemahaman akan dunia politik. Dengan demikian, pemanfaatan wayang bersifat fleksibel. Selanjutnya wayang berkembang sebagai salah satu karya seni yang dijadikan media untuk menanamkan nilai-nilai luhur. Lakon atau kisah yang dimainkan, merupakan manifestasi dari pencarian nilai-nilai dan pelajaran kehidupan. Karena mengandung berbagai macam nilai etis dan ajaran kehidupan dari berbagai sistem filsafat dan agama, wayang layak menjadi media pendidikan watak atau karakter. Nilai yang diajarkan melalui media wayang tidak bersifat dogmatis, tidak pula berwujud doktrin-doktrin. Melainkan hanya penggalan kisah yang mengandung ajaran nilai, sementara interpretasi, persepsi, penafsiran, penilaian dan pemahaman akan ajaran tersebut diserahkan kepada pribadi penonton. c. Wayang Wahyu Sejarah Wayang Wahyu berawal dari gagasan seorang Broeder FIC bernama Timotheus L. Wignyosoebroto, FIC. Tepat tanggal 13 Oktober 1957, beliau menyaksikan pementasan wayang di gedung HBS (Himpunan Budaya Surakarta) yang dilakonkan oleh dalang M.M Atmowiyono (Guru SGB Negeri II Surakarta) dengan mengambil lakon ‘Dawud mendapat to user Wahyu Kraton’. Kisah inicommit diambil dari Kitab Suci Perjanjian Lama
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
yangmashyur, yaitu ‘David versus Goliath’. Adapun tokoh wayang yang dipakai adalah Bambang Wijanarko menggantikan tokoh Dawud atau David, sedangkan Kumbokarno memerankan tokoh Goliat (Yayasan Wayang Wahyu, 1975). Mulai dari pertunjukan malam itu, muncullah gagasan untuk membuat jenis wayang baru sebagai sarana komunikasi dan penyebar sabda Tuhan. Bersama dengan Bp. M.M Atmowiyono, R. Roesradi Wijoyosawarno, dan J. Soetarmo, Bruder Thimotheus mulai serius memikirkan dan berkehendak untuk merealisasikan pembuatan wayang yang mewakili gagasan Katolik. Mereka berempat sebagai pendiri utama ditambah A.P Soeradi, R. Ng Th. Martosoedirjo sebagai pendiri bersepakat untuk: 1) Membuat wayang corak baru, dibuat dari kulit berbentuk manusia digambar miring, berwajah/ praupan serta perwatakan orang-orang yang menjadi peranan dalam suatu lakon/ cerita. 2) Membuat lakon yang sumbernya dari Kitab Suci Perjanjian Lama atau Baru yang didalamnya tertulis Wahyu / Firman Tuhan. Dasar-dasar pemikiran serta tujuan yang menguatkan dorongan untuk menciptakan Wayang Wahyu ini adalah: 1) Menyadari bahwa setiap warga negara Indonesia berkewajiban turut serta mewujudkan kebudayaan nasional yang dapat menjadi ciri khas, dasar dan terciptanya kepribadian bangsa Indonesia yang luhur berlandaskan Pancasila yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Kuasa. 2) Menciptakan wayang baru dengan cerita yang bersumber dari Alkitab, berarti sambil mengadakan hiburan / berekreasi mengenal / menyebarkan wahyu-wahyu Tuhan kepada masyarakat yang akan dapat membuka jalan ke arah hidup beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa secara lebih konkret. 3) Usaha ini juga akan memperbanyak perbendaharaan corak wayang dalam dunia pewayangan atau seni pedalangan disamping wayang-wayang yang commit to user sudah ada dan hidup berkembang di Tanah Air.
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Usaha ini merupakan suatu bukti pengabdian kepada negara, bangsa dan agama dalam bidang pembangunan mental – spiritual (Yayasan Wayang Wahyu, 2010). Tanggal 22 Februari 1960 menjadi awal lahirnya Wayang Wahyu. Saat itu pementasan perdana Wayang Wahyu dipentaskan di gedung SKKP Susteran Purbayan Surakarta dan dihadiri oleh para Romo, Suster, Bruder dan beberapa ahli kebudayaan Kodya Surakarta. Pementasan perdana ini ternyata mendapat respon positif dan tanggapan yang bagus dari masyarakat, sehingga Wayang Wahyu terus dikembangkan dan disempurnakan. 3.
Pendidikan Karakter a. Definisi Pendidikan Karakter Sebelum memahami tentang pendidikan karakter perlu dijabarkan lebih dahulu tentang karakter. Menurut Suyanto, karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun Negara (Suyanto, 2009). Helen G. Douglas, sebagaimana dikutip oleh Muchlas Samani dan Hariyanto,
mengungkapkan
bahwa
karakter
bukanlah
sesuatu yang
diwariskan, melainkan dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Hilangnya karakter merupakan akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk. Melalui inpres no.10 tahun 2010, dimulai sebuah usaha untuk melakukan pendidikan karakter (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2011). Karakter yang mulia adalah jika individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung Jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, to user bersemangat, dinamis, commit hemat/efisien, menghargai waktu,
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu jugamemiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, individu juga diharapkan mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Untuk membentuk karakteristik watak individu yang positif inilah, muncul usaha merancang pendidikan yang tidak lagi berpusat pada intelegensi saja. Melainkan juga pada pengembangan moral dan etika yang disebut sebagai pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within(hal.94)”. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah atau lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Nilai-nilai karakter yang berusaha ditanamkan melalui pendidikan karakter diantaranya: commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Religius Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya. 2) Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain 3) Bertanggung Jawab Sikap
dan
perilaku
seseorang
untuk
melaksanakan
tugas
dan
kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME. 4) Bergaya hidup sehat Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. 5) Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 6) Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. 7) Percaya diri Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. 8) Berjiwa wirausaha Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan commit to user operasinya.
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
9) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. 10) Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 11) Ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 12) Cinta ilmu Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan. 13) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. 14) Patuh pada aturan-aturan sosial Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum 15) Menghargai karya dan prestasi orang lain Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. 16) Santun Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. 17) Demokratis Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain: commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
18) Peduli sosial dan lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 19) Nilai kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 20) Nasionalis Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. 21) Menghargai keberagaman Sikap memberikan respek/ hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
b. Konsep pendidikan karakter melalui Wayang Wahyu Menurut Lickona, sebagaimana dikutip oleh Doni A, Koesoema, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Gambar dibawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga hal tersebut:
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.1: Keterkaitan antara komponen moral dalam rangka pembentukan karakter/watak. sumber: (Muzhoffar Akhwan. 2011. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya dalam Pembelajaran di Sekolah/Madrasah.) Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakteradalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti (2011). Pembentukan karakter sendiri tidak hanya terbatas pada komponen moral saja. Komponen etika juga mempengaruhi bentuk dari karakter atau watak. Berdasar pada bagan keterkaitan komponen moral Lickona tersebut, maka keterkaitan antara komponen moral dan etika terhadap pembentukan karakter atau watak, dapat digambarkan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
Gambar 1.2: Keterkaitan komponen moral dan etika dalam Wayang Wahyu terhadap pembentukan watak dan karakter Gambar ini menjelaskan bahwa pembentukan karakter atau watak melalui Wayang Wahyu sebagai media pendidikan, didukung oleh konsep, sikap dan perilaku moral yang terdapat dalam lakon-lakon Wayang Wahyu yang dipentaskan. Hal ini menjadi satu faktor pendukung Wayang Wahyu sebagai media pendidikan karakter. Karakter utama yang ingin dikembangkan melalui Wayang Wahyu diantaranya adalah agar terbentuk karakter yang mampu menghargai sesama serta menghargai keberagaman dan perbedaan. Selain itu juga melalui Wayang Wahyu dapat diperoleh nilai-nilai karakter religius, kasih sayang, keingintahuan, kecintaan terhadap ilmu, kesadaran akan hak-hak serta kewajiban diri sendiri dan orang lain, saling menghormati dan lain sebagainya. 4. Lakon a. Pengertian Lakon Kata lakon sessungguhnya berasal dari bahasa Jawa ‘lakon’ yang berarti laku atau kisah yang direncanakan. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Lakon memiliki pengertian peristiwa atau karangan yang disampaikan kembali dengan commit tindak to user tanduk, melalui benda perantara
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
hidup (manusia) atau sesuatu (boneka, wayang) sebagai pemain. Lakon juga berarti peran utama, atau karangan yang berupa cerita sandiwara, dengan gaya percakapan langsung (KBBI, 1982). Dalam dunia pedalangan pengertian Lakon sangat tergantung dengan konteks pembicaraannya. Lakon dapat diartikan alur cerita, atau judul cerita, atau dapat diartikan sebagai tokoh utama dalam cerita. Selain itu lakon merupakan salah satu kosakata bahasa Jawa, yang berasal dari kata laku yang artinya perjalanan atau cerita atau rentetan peristiwa (Kuwato dalam Murtiyoso, 2004). Lakon-lakon pewayangan yang begitu banyak dipergelarkan dewasa ini, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu: Lakon wayang yang disebut pakem; Lakon wayang yang disebut carangan; Lakon wayang yang disebut gubahan; Lakon wayang yang disebut karangan. Perinciannya sebagai berikut: 1) Lakon pakem: yang disebut lakon-lakon pakem itu sebagian besar ceriteranya mengambil dari sumber-sumber ceritera dari perpustakaan wayang, misalnya :lakon Bale Sigala-gala, pandawa dadu, baratayuda, rama gandrung, subali lena, anoman duta, brubuh ngalengka dll. 2) Lakon carangan: Lakon carangan, merupakan lakon yang digubah dari lakon pokok, yang kenudian dikembangkan sendiri. Bahkan bisa diurai lagi, menjadi cerita-cerita yang lain lagi. Carangan itu hanya garis pokoknya saja yang bersumber pada perpustakaan wayang, diberi tambahan atau bumbu-bumbu berupa carangan (carang dalam bahasa Jawa berarti dahan), seperti lakon-lakon :babad alas mertani, partakrama, aji narantaka, abimanyu lahir dll. 3) Lakon gubahan: yang disebut gubahan itu ialah lakon yang tidak bersumber pada buku-buku ceritera wayang, tetapi hanya menggunakan nama dan negara-negara dari tokoh-tokoh yang termuat dalam buku-buku ceritera wayang, misalnya lakon-lakon: irawan Bagna, gambiranom, dewa amral, dewa katong dsb. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Lakon karangan: yang disebut lakon karangan itu ialah suatu lakon yang sama sekali lepas dari ceritera wayang yang terdapat dalam buku-buku sumber ceritera wayang, misalnya lakon-lakon : praja binangun, linggarjati, dsb. Dalam lakon praja binangun tersebut diketengahkan nama tokoh-tokoh wayang seperti :ratadahana (Jendral Spoor), Kala Miyara (Meiyer), Dewi Saptawulan (Juliana), Bumiandap (Nederland) dsb. Sementara pagelaran wayang biasanya dikenal melalui judul lakon. Judul lakon adalah suatu nama untuk menunjuk rentetan peristiwa tertentu. Fungsinya sebagai pembatas atau pembeda antara satu kelompok peristiwa, dengan kelompok peristiwa yang lain. Hal ini tampak jelas apabila judul lakon itu merupakan suatu bagian dari cerita besar, misalnya, cerita perang Baratayudha. Peristiwa kepergian Kresna ke Hastina sebagai duta dibatasi dalam judul Kresna Duta. Peristiwa tampilnya Bisma ke medan perang sampai gugur, dibatasi dengan judul Bisma Gugur, begitu seterusnya. Dapat disimpulkan dari uraian tersebut, lakon wayang adalah perjalanan cerita wayang atau rentetan peristiwa wayang. Perjalanan cerita wayang ini berhubungan dengan tokoh-tokoh yang ditampilkan sebagai pelaku dalam pertunjukan sebuah lakon. Kemudian di dalam sebuah cerita wayang akan muncul permasalahan, konflik-konflik dan penyelesaiannya ini terbentang dari awal sampai akhir pertunjukan, mulai dari jejer sampai dengan tancep kayon. Kelompok unit-unit yang lebih kecil yang disebut adegan. Unit adegan yang satu dengan adegan yang lain, saling terkait, baik langsung maupun yang tidak langsung membentuk satu sistem yang disebut lakon. Perbedaan mendasar antara wayang purwa dengan Wayang Wahyu bukan hanya terletak pada tokoh-tokohnya, melainkan juga pada lakonnya. Lakon dalam Wayang Wahyu sama sekali tidak menyentuh dunia mahabarata dan ramayana. Sumber lakon wayang diambil dari kisah-kisah dalam kitab perjanjian lama dan perjanjian baru. Karena itu Wayang Wahyu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
menjadi sebuah perwujudan akulturasi dan perpaduan dari berbagai budaya yang berbeda. b. Lakon Yusup Kinasih Berbeda dengan wayang kulit purwa yang telah memiliki banyak sekali lakon, baik lakon pakem, carangan, gubahan, maupun karangan, Wayang Wahyu tidak demikian. Karena baru berdiri pada tahun 1960an, semua lakon yang telah dipentaskan, umumnya merupakan lakon baru. Hampir semua lakon merupakan lakon karangan. Lakon-lakon tersebut merupakan hasil cipta karya dan interpretasi dari penulis naskah Wayang Wahyu, berkolaborasi dengan dalang yang akan mementaskan lakon. Dengan demikian, naskah lakon biasanya baru dibuat atau dilatihkan selama kurun waktu tertentu sebelum pementasan Wayang Wahyu. Beberapa lakon yang telah dibuat serta dipentaskan, di antaranya adalah: 1) Yusup Sang Pinunjul 2) Saulus Mertobat 3) HaNa CaRaKa Nabi Eliya 4) Banjaran Musa 5) Pralaya Mukti 6) Brayat Minulya 7) Brayat Minulya II 8) Yusup Kinasih Telah disebutkan sebelumnya bahwa melalui lakon yang dipentaskan, nilai-nilai dan ajaran serta etika disampaikan pada penonton. Karena itu penting bagi penulis naskah untuk menanamkan nilai-nilai karakter tersebut dalam karya yang ia tulis. Begitu pula dengan dalang. Dalang berperan untuk menghidupkan kisah yang tertuang dalam lembaran tersebut agar menjadi lebih hidup. Lakon Yusup Kinasihmerupakan lakon baru yang digubah berdasarkan lakon Yusup Sang pinunjul. Lakon ini dipentaskan pada momen commit to user Bantul, Jogjakarta. Sama seperti ulang tahun emas Paroki Gereja Pugeran,
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
lakon Yusup Sang Pinunjul, lakon ini dibagi dalam tiga babak dan dimainkan oleh 3 orang dalang secara berurutan. Durasi pentas 3-4 jam. Yusup Kinasih mengisahkan tentang kehidupan Nabi Yusuf. Yusuf atau Yosef adalah putra yakub yang terlahir dengan keistimewaan, tetapi selalu mendapat cobaab di sepanjang hidupnya. Mulai dari dirinya dan adiknya yang ditinggal mati sang ibu saat masih kecil, disingkirkan oleh saudara-saudara tirinya karena rasa iri, dijual dan menjadi budak di Mesir, difitnah dan dipenjara, hingga akhirnya memperoleh kejayaan setelah mampu menafsirkan mimpi Fir’aun. Kisah nabi Yusuf bukan hanya terdapat di Alkitab, melainkan juda dalam kitab Al Quran. Sehingga lakon ini lebih memiliki sifat universal jika dibandingkan dengan lakon-lakon lainnya. Melalui lakon ini, pertunjukan wayang berusaha menampilkan nilai-nilai dan memberikan wejangan pada para penontonnya. Hal itu disisipkan dalam percakapanpercakan tokoh yang ada didalamnya. 5. Pembelajaran Sejarah Isjoni mengatakan bahwa Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur – unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Duffy dan Roehler (1989) dalam Isjoni, mengatakan pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum (Isjoni, 2007). Kata sejarah berasal dari “Syajarah” yakni berasal dari bahasa Arab yang berarti pohon. Kata ini masuk ke Indonesia sesudah terjadi akulturasi antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam. Selain itu, kata sejarah juga berasal dari bahasa Inggris yakni history yang artinya masa lampau umat manusia ( Rustam E.Tamburaka, 2002). Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Pembelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam commit tobangsa user yang bermartabat serta dalam pembentukan watak dan peradaban
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hal ini karena pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik. Tujuan dari pelaksanaan pendidikan sejarah dalam kurikulum 2006 seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut, a. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. b. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. c. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. d. Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang, e. Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir
Kebudayaan
Kesenian
Sistem Masyarakat
Wayang Kulit
Pendidikan
Wayang Wahyu
Pendidikan Karakter
Nilai-nilai rohani, moral,etika& Keberagaman
Nilai- nilai Karakter
Wayang Wahyu Sebagai media Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah Gambar 2.3: Kerangka berfikir commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan : Kebudayaan merupakan keseluruhan kehidupan manusia yang komplek, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. terdapat 7 unsur
kebudayaan,
2
diantaranya
kemasyarakatan.Kesenian
melahirkan
adalah seni
kesenian
budaya
dan
sistem
sementara
sistem
kemasyarakatan melahirkan sistem pendidikan sebagai hasil kebudayaan. Salah satu kesenian yang dihasilkan adalah wayang kulit. Wayang kulit sendiri telah terbagi menjadi berbagai macam bentuk dan genre baru. Pembagiannya didasarkan pada perbedaan cerita yang diangkat. Salah satunya adalah Wayang Wahyu yang masuk kategori wayang khusus karena mengangkat kisah-kisah dari Alkitab, baik itu kitab perjanjian lama maupun perjanjian baru. Pada Wayang Wahyu, bukan hanya pertunjukan seni saja yang dapat dinikmati. Tetapi juga nilai-nilai kerohanian dan multikultural. Disisi lain, pendidikan sebagai hasil kebudayaan juga melahirkan paradigma baru yaitu pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Sehingga terbentuklah generasi yang berkarakter dan berbudi pekerti. Ada banyak nilai-nilai karakter yang ditanamkan, diantaranya nilai religius, toleransi dan keberagaman.Wayang Wahyu merupakan produk dari unsur kebudayaan yang berupa kesenian. Sementara pendidikan karakter merupakan turunan dari sistem pendidikan. Dengan demikian baik pendidikan karakter maupun Wayang Wahyu merupakan produk dari kebudayaan itu sendiri. Nilai-nilai yang terkandung dalam Wayang Wahyu tersebut apabila dikelola dengan baik dapat disinergikan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan melalui pendidikan karakter. Sehingga Wayang Wahyu dapat dikembangkan sebagai media pendidikan karakter. Tujuan akhir dari penelitian ini sendiri adalah supaya penerapan Wayang Wahyu sebagai media pendidikan karakter, dapat diaplikasikan dalam pembelajaran sejarah. commit to user