BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Simulasi Simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011) adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja (dari kata simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah; dan simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura saja). Simulasi memiliki beberapa kelebihan, adapun kelebihan simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011) yaitu: 1.
Menyenangkan, sehingga siswa secara wajar terdorong untuk berpartisipasi.
2.
Menggalakkan guru untuk mengembangkan aktifitas simulasi.
3.
Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya.
4.
Menvisualkan hal-hal yang abstrak.
5.
Tidak memerlukan komunikasi yang pelik.
6.
Memungkinkan interaksi antar siswa.
7.
Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban, kurang cakap, dan kurang motivasi.
8.
Melatih berpikir kritis karena siswa terlibat dalam analisa proses, kemajuan simulasi. Simulasi juga memiliki kekurangan, adapun kekurangan simulasi menurut
Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011), adalah: 1.
Efektifitasnya dalam memajukan belajar belum dapat dilaporkan oleh riset.
2.
Validitas simulasi masih banyak diragukan orang.
3.
Menuntut imajinasi dari guru dan siswa. Menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011)
adanya kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan simulasi merupakan bekal bagi guru untuk selalu memepertimbangkan dalam penggunaan simulasi. Dengan adanya kekurangan-kekurangan yang dimiliki simulasi, bukan berarti 5
6
simulasi dapat ditinggalkan begitu saja. Simulasi dalam hal-hal tertentu akan sangat membantu terciptanya situasi yang menyenangkan dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Simulasi berarti tiruan atau perbuatan yang dilakukan dengan pura-pura. Simulasi dalam metode mengajar dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan suatu bahan pelajaran melalui perbuatan yang bersifat pura-pura, atau melalui proses tingkah laku imitasi, atau bermain peranan mengenahi suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan sebenarnya (Depag, 2002). Simulasi menurut Wina Sanjaya (2007) adalah berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Wina Sanjaya (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dengan menggunakan simulasi. Kelebihan simulasi antara lain: 1.
Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2.
Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.
3.
Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
4.
Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
5.
Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.
Kelemahan simulasi adalah: 1.
Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2.
Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3.
Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.
7
Berdasarkan beberapa pengertian simulasi menurut para ahli di atas penulis menyimpulkan bahwa simulasi adalah mengarahkan siswa untuk berpura-pura memerankan tokoh dan menyelesaikan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan nyata. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa simulasi adalah perbuatan dilakukan pura-pura atau seolah-olah berada dalam keadaan atau situasi yang nyata. Prinsip-prinsip simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011) adalah: 1.
Dilakukan oleh kelompok siswa, tiap kelompok mendapat kesempatan melaksanakan simulasi yang sama atau dapat juga berbeda.
2.
Semua siswa harus terlibat langsung menurut perananan masing-masing.
3.
Penentuan topik disesuaikan dengan tingkat kemampuan kelas, dibicarakan oleh siswa dan guru.
4.
Petunjuk simulasi harus diberikan terlebih dahulu.
5.
Dalam situasi seyogianya dapat dicapai tiga domain psikis.
6.
Dalam simulasi hendaknya digambarkan situasi yang lengkap.
7.
Hendaknya diusahakan terintegrasikannya beberapa ilmu.
Langkah-langkah Pelaksanaan Simulasi Para ahli merumuskan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam simulasi agar simulasi berhasil dengan baik, menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011), langkah-langkah simulasi yaitu: 1.
Penentuan topik dan tujuan dalam simulasi.
2.
Guru memberikan gambaran secara garis besar situasi yang akan disimulasikan.
3.
Guru memimpin pengorganisasian kelompok, peranan-peranan yang akan dimainkan, pengaturan alat, dan sebagainya.
4.
Pemilihan pemegang peran.
5.
Guru memberikan keterangan tentang peran yang akan dilakukan.
8
6.
Guru memberi kesempatan untuk mempersiapkan diri kepada kelompok dan pemegang peran.
7.
Menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi.
8.
Pelaksanaan simulasi.
9.
Evaluasi dan pemberian balikan.
10. Latihan ulang. Langkah-langkah simulasi menurut Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam pada Sekolah Umum, yaitu: 1.
Guru menentukan topik dan tujuan simulasi. Sebaiknya topik ditentukan oleh guru bersama pelajar.
2.
Guru memberi gambaran garis besar tentang situasi yang akan disimulasikan.
3.
Guru membentuk kelompok, peranan, ruangan, materi, dan alat yang diperlukan.
4.
Guru memilih pemain (pemegang peranan).
5.
Guru memberi penjelasan kepada kelompok dan pemain perananan tentang hal-hal yang harus dilakukan.
6.
Guru memberi kesempatan bertanya kepada pelajar mengenai hal-hal yang berkenaan dengan simulasi.
7.
Guru memberi kesempatan kepada kelompok dan pemain peranan untuk menyiapkan diri.
8.
Guru menetapkan waktu pelaksanaan simulasi.
9.
Pelajar melaksanakan simulasi, sementara guru mengawasi dan memberi saran untuk kelancaran simulasi.
10. Pelajar secara berkelompok mendiskusikan hasil simulasi. 11. Pelajar membuat kesimpulan hasil simulasi. Tahapan-tahapan simulasi menurut Menurut Joyce dan Weil (1980) dalam Wina Sanjaya (2007), adalah sebagai berikut : 1.
Tahap I : Orientasi a.
Menyediakan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang akan diintegrasikan dalam proses simulasi.
b.
Menjelaskan prinsip Simulasi dan permainan.
9
c. 2.
Memberikan gambaran teknis secara umum tentang proses simulasi.
Tahap II : Latihan bagi peserta a.
Membuat skenario yang berisi aturan, peranan, langkah, pencatatan, bentuk keputusan yang harus dibuat, dan tujuan yang akan dicapai.
3.
b.
Menugaskan para pemeran dalam simulasi
c.
Mencoba secara singkat suatu episode
Tahap III : Proses Simulasi a.
Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan tersebut.
b.
Memperoleh umpan balik dan evaluasi dari hasil pengamatan terhadap performan si pemeran.
4.
c.
Menjernihkan hal-hal yang miskonsepsional
d.
Melanjutkan permainan/simulasi
Tahap IV : Pemantapan a.
Memberikan ringkasan mengenai kejadian dan persepsi yang timbul selama simulasi.
b.
Memberikan ringkasan mengenai kesulitan-kesulitan dan wawasan para peserta.
c.
Menganalisis proses
d.
Membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata.
e.
Menghubungkan proses simulasi dengan isi pelajaran.
f.
Menilai dan merancang kembali simulasi.
Dari beberapa langkah-langkah simulasi menurut ahli, maka langkah-langkah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1.
Tahap persiapan a. Menyampaikan topik permasalahan b. Menjelaskan langkah-langkah simulasi c. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok d. Membagi pemegang peran
2.
Tahap Pelaksanaan simulasi a. Melaksanakan simulasi bersama kelompok masing-masing b. Memperoleh umpan balik dan evaluasi
10
c. Melanjutkan simulasi 3.
Tahap Penutup a. Memberikan ringkasan kejadian pada saat simulasi b. Menganalisis pelaksanaan simulasi c. Menghubungkan pelaksanaan simulasi dengan pelajaran d. Membandingkan simulasi dengan kehidupan nyata e. Memberikan latihan
2.1.2 Hasil Belajar Menurut Dimyati (dalam Nabisi, 1999) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan siswa, misalnya menanyakan materi yang belum dipahami, menjawab pertanyaan guru, dan menanggapi pertanyaan teman, melalui interaksi itulah siswa memperoleh hasil belajar, karena dengan berinteraksi guru memberikan penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa. Sedangkan Nana Sudjana (2008) mengemukakan penilaian hasil belajar mengisyaratkan bahwa hasil belajar sebagai objek yang menjadi sasaran penilaian. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan intruksional, karena rumusan tujuan intruksional menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuankemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya. Seiring dengan definisi-definisi hasil belajar menurut para ahli, Gagne (dalam Asep Heri Hernawan, 2009) mengelompokkan hasil belajar ke dalam lima kategori yaitu, informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Sedangkan Bloom, dkk (dalam Asep Heri Hernawan, 2009) menggolongkan hasil belajar menjadi tiga, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut
Hamalik (2002)
hasil
belajar
diartikan sebagai tingkat
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
11
materi pelajaran tertentu. Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh oleh siswa yakni faktor dari dalam diri siswaitu dan faktor datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis (Susianha, 2009). Dari beberapa pengertian hasil belajar, penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah bukti hasil usaha yang diperoleh pembelajar yang berguna untuk mengukur kemampuan pembelajar setelah selesai pembelajaran. Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain (Endang Poerwanti, dkk, 2008). Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: penggunaan angka atau skala tertentu, menurut suatu aturan atau formula tertentu. Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan
12
dengan cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang dihasilkan adalah data kuantitatif. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. 1. Tes Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugastugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspektertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes berasal dari bahasa Perancis yaitu “testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari material lain seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Kemudian diadopsi dalam psikologi dan pendidikan untuk menjelaskan sebuah instrumen yang dikembangkan untuk dapat melihat dan mengukur dan menemukan peserta tes yang memenuhi kriteria tertentu. Menurut Ebster’s Collegiate (dalam Arikunto, 1995), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki olehindividu atau kelompok. Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008), tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk, 2009). Dari beberapa definisi di atas peneliti
13
menyimpulkan, tes adalah sejumlah pertanyaan atau soal-soal yang harus dijawab, dilakukan dalam waktu tertentu dan memiliki tujuan tertentu guna mengukur kemampuan seseorang. Tes ada bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008) terdapat lima jenis-jenis tes, yaitu: 1. Jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggarannya a. Tes seleksi (selection test) Tes seleksi digunakan untuk memilih peserta guna diikutsertakan dalam kegiatan yang menuntut kemampuan tertentu. b. Tes penempatan (placement tes) Tes penempatan umumnya dilakukan menjelang dimulainya suatu program pengajaran dengan maksud untuk menempatkan seseorang pada kelompok yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. c. Tes hasil belajar (achivement tes) Hasil belajar yang diungkap lewat tes hasil belajar dapat mengacu pada hasil pengajaran secara keseluruhan pada akhir penyelenggaraan atau pada kurun waktu tertentu. d. Tes diagnostik (diagnostic test) Dirancang untuk menemukan kesulitan belajar yang sedang dihadapi siswa. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang sudah dipahami. 2. Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggarannya a. Tes masuk (entrance test) Diselenggarakan sebelum dan menjelang suatu program pengajaran dimulai. b. Tes formatif (formative test) Dilakukan pada saat program pengajaran sedang berlangsung (progress), tujuannya untuk memperoleh informasi tentang jalannya pengajaran sampai tahap tertentu. c. Tes Sumatif (summative tes) Diselenggarakan untuk mengetahui hasil pengajaran secara keseluruhan (total). Konsekuensi dari tes yang menekankan hasil pengajaran secara keseluruhan, maka item tes sumatif atau bahan cakupannya meliputi seluruh materi yang telah disampaikan. Tes sumatif diberikan di akhir suatu pelajaran atau akhir semester. d. Pra-tes dan post-tes Untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki seorang siswa di awal program pengajaran, kadang-kadang diselenggarakan pra-tes. Hasil pra-tes digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa pada awal program pengajaran. Kemajuan yang dicapai bisa dilihat dari perbandingan hasil pra-tes dengan hasil tes yang diselenggarakan di akhir program pengajaran (post-test).
14
3.
Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan a. Tes tertulis Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya, namun tes yang disampaikan secara lisan dan dikerjakan secara tertulis masih tergolong ke dalam jenis tes tertulis. b. Tes lisan Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki ramburambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain. c. Tes unjuk kerja Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
4.
Jenis tes berdasarkan cara penyusunan a. Tes buatan guru (Teacher-made test) Untuk melakukan tugas evaluasi seorang guru harus mengembangkan alat ukur, salah satunya yaitu tes. Tes yang dikembangkan sendiri oleh guru disebut tes buatan guru (teacher-made test) b. Tes terstandar (Standardized test) Tes terstandar adalah tes yang dikembangkan dengan mengikuti prosedur serta prinsip pengembangan tes secara ketat.
5.
Jenis tes berdasarkan bentuk jawaban a. Tes esei (Essay-type test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan. b. Tes jawaban pendek Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek , dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, katakata lepas, maupun angka-angka. c. Tes objektif Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia.
2. Non Tes Teknik non tes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes, yaitu: unjuk kerja
15
(performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas kelompok, laporan, ujian praktik dan portofolio.
2.1.3 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Pendidikan Kewarganegaraan terdiri dari dua kata, yaitu Pendidikan dan Kewarganegaraan. Pendidikan memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Pendidikan menurut UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1
mengatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajaran
dan
proses
pembelajaran
agar
siswa
secara
aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 2.
Menurut Hamid Darmadi (2010) pendidikan mengandung tujuan yang ingin
dicapai, yaitu membentuk kemampuan individu mengembangkan dirinya yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat
untuk
kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga masyarakat. 3.
Menurut John Dewey (dalam Tri Widiarto, 2007) pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Pendidikan Pancasila
yang
sekarang dikenal dengan Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn), berawal dari bahasa Latin Civis yang berarti warga negara, sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air, bawahan, kawula. Kemudian masuk dalam bahasa Inggris Civic artinya Warga negara atau Kewarganegaraan. Sedangkan pengertian Kewarganegaraaan menurut Hamid Darmadi (2010) adalah anggota dalam sebuah komunitas politik (negara), dan dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam politik. Azzumardi Azra (http://www.uin-malang.ac.id.) mengatakan “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan konstitusi
16
lembaga-lembaga demokrasi rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga negara serta
proses
demokrasi”.
Menurut
Merphin
Panjaitan
(http://www.uin-
malang.ac.id.) Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial. Berdasarkan beberapa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan di atas, penulis menyimpulkan “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang bertujuan untuk mendidik warga negara yang demokratis dan mampu memahami serta melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara”. Struktur Keilmuan PKn menurut Hamid Darmadi ( 2010), struktur keilmuan PKn mencakup tiga dimensi, yaitu: a.
b.
Civics knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) meliputi: 1.
Konsep-konsep tentang substansi demokrasi.
2.
Ketegangan-ketegangan pribadi yang memunculkan isu publik.
3.
Konstitusi dan lembaga-lembaga pemerintahan demokratis.
4.
Fungsi-fungsi lembaga demokratis.
5.
Praktik-praktik kewarganegaraan demokratis dan peranan warga negara.
6.
Konteks demokrasi budaya, sosial, politik, dan ekonomi.
Civics skill (keterampilan kewarganegaraan) meliputi: 1.
Keterampilan-keterampilan partisipatoris kewarganegaraan.
2.
Berinteraksi dengan sesama warga negara untuk meningkatkan kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.
3.
Memonitor isu-isu dan peristiwa-peristiwa publik.
4.
Mempengaruhi pengambilan keputusan tentang isu-isu publik.
5.
Melaksanakan keputusan kebijakan tentang isu-isu publik.
6.
Keterampilan-keterampilan kognitif kewarganegaraan demokratis.
7.
Mengenali dan mendeskripsikan gejala-gejala atau kejadian-kejadian dalam kehidupan politik dan kenegaraan.
8.
Menganalisa dan menjelaskan gejala/kejadian dalam kehidupan politik dan kenegaraan.
17
9.
Menilai, mengambil dan mempertahankan posisi terhadap peristiwa dan isu publik.
10. Membuat keputusan tentang isu publik. 11. Berpikir kritis tentang kondisi kehidupan politik dan kenegaraan. 12. Berpikir konstruktif tentang bagaimana memperbaiki kehidupan politik dan kenegaraan. c.
Civics virtues (kebijakan kewarganegaraan) meliputi: 1.
Memajukan kesejahteraan/kebaikan bersama.
2.
Mengakui kesamaan derajat dan martabat setiap orang.
3.
Menghargai dan melindungi hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang.
4.
Berpartisipasi secara efektif dan bertanggungjawab dalam kehidupan politik dan kenegaraan.
5.
Mengambil tanggung jawab untuk mewujudkan pemerintahan demokrasi.
6.
Menjadi pribadi yang mampu memerintah sendiri dengan menerapkan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan.
7.
Mendukung dan memelihara prinsip-prinsip dan praktik demokrasi. Dari struktur keilmuan di atas menunjukkan bahwa mata pelajaran PKn
merupakan bidang kajian interdisipliner, artinya keilmuan kewarganegaraan dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu, antara lain: ilmu politik, ilmu negara, ilmu tata negara, hukum, sejarah, ekonomi, moral, dan filsafat. Fungsi dan Tujuan mata pelajaran PKn di SD adalah untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter baik, serta setia kepada bangsa dan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta bertujuan: a.
Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
b.
Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
c.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
18
d.
Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(Kurikulum PKn: 2006).
Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a.
Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi : Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta Lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
b.
Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
c.
Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM
d.
Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan warga negara
e.
Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi
f.
Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
g.
Pancasila meliputi: Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-
19
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. h.
Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi. (Kurikulum PKn: 2006)
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PKn untuk Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Kelas V Semester 2 Stándar Kompetensi 3. Memahami kebebasan berorganisasi
Kompetensi Dasar 3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi 3.2 Menyebutkan contoh organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat 3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih organisasi di sekolah
4. Menghargai keputusan bersama
4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama 4.2 Mematuhi keputusan bersama
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan Fatimah, Siti (2010)
dengan judul
“Penerapan Metode Simulasi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn Di Kelas IV SDN Kemiri Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan”
menyatakan bahwa hasil observasi yang dilakukan menunjukkan
bahwa nilai rata-rata kelas pembelajaran PKn di SDN Kemiri adalah 56,25. Pada tahap pra tindakan nilai rata-rata 56,25, meningkat pada siklus I nilai rata-rata 64,11, dan meningkat lagi pada siklus II nilai rata-rata 75,89. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka peneliti menyimpulkan bahwa penerapan metode simulasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Kemiri
20
Puspo
Pasuruan
dalam
pembelajaran
ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/9918).
PKn
(http://karya-
Kelebihan
penelitian
penerapan metode simulasi adalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata pada siklus I dan II yang meningkat. Penelitian yang dilakukan Miftahurrohmah (2010) dalam skripsi yang berjudul “ Penerapan metode simulasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Dalam Pembelajaran PKn Di SDI AL-YASINI Ngabar Kraton Pasuruan”. Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan metode simulasi dalam pembelajaran PKn siswa kelas V SDI al-yasini dapat meningkatkan hasil belajar siswa, terbukti dari hasil yang diperoleh siswa dapat dilihat dari rata-rata hasil tes mulai dari pretes (62,72) dengan persentase (32%), meningkat siklus I (73,6) dengan persentase (48%), dan meningkat lagi siklus II (83,6) dengan persentase (88%)
yang
terus
mengalami
peningkatan.
ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/7030).
(http://karya-
Kelebihan
penelitian
penerapan pembelajaran menggunakan metode simulasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini ditunjukkan dengan rata-rata hasil belajar yang meningkat pada setiap siklus. Rusmiati, Reni (2009) dalam skripsi yang berjudul “Penerapan Metode Simulasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SDN Ngadiwono II Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode simulasi dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas III baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Hasil belajar sebelum penerapan metode simulasi dalam pembelajaran IPS memperoleh nilai rata-rata 50,00 sedangkan setelah penerapan metode
simulasi
pada
siklus
I
memperoleh
nilai
rata-rata
(http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/1811).
76,67.
Kelebihan
penelitian penerapan metode simulasi dalam pembelajaran PKn adalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa, terbukti nilai rata-rata yang meningkat. Subhan, Ahmad (2010) dalam skrpisi yang berjudul “Penerapan Metode Simulasi Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pkn Di Kelas IV MI Hubbul Wathon Pandaan Pasuruan”. Hasil penelitian
21
menunjukkan bahwa 1) penerapan simulasi dapat
dilaksanakan dalam
pembelajaran PKn dengan megikuti tahap-tahap yang telah ditulis dalam beberapa sumber buku yang dirujuk peneliti. 2) dengan menerapkan metode simulasi pada mata pelajaran PKn, dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal itu ditunjukkan dari hasil analisis rata-rata aktivitas belajar siswa secara keseluruhan terjadi peningkatan yaitu pada refleksi awal rata-rata aktivitas belajar siswa 45,2. Pada siklus I rata-rata aktivitas belajar siswa 63,6. Pada siklus 2 rata-rata aktivitas belajar siswa 74,3. Hasil tersebut menunjukkan siswa telah mencapai nilai di atas Kriteria
Ketuntasan
Minimal
(KKM)
yaitu
70.
(http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/10034). Kelebihan dari penelitian penerapan metode simulasi adalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata aktivitas belajar siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan. Sriwindartin, Wahyu Dyah (2007) dalam skripsi yang berjudul “Penerapan Metode Simulasi dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Kelas 5 SD Berita Hidup Malang”. Hasil penelitian menunjukkan penerapan metode simulasi pada pembelajaran IPS Kelas 5 pokok bahasan Perjuangan Melawan Penjajahan Belanda dan Jepang telah menghasilkan skor rata-rata hasil belajar siswa yaitu 68,43. Secara klasikal, sebanyak 85,71% siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Dengan demikian, hasil pengamatan menunjukkan bahwa penerapan metode simulasi secara empirik dapat menciptakan proses dan hasil belajar yang baik. (http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/3686). Kelebihan penerapan metode simulasi dalam pembelajaran IPS adalah hasil belajar siswa yang mencapai KKM mencapai 85,71%, ini lebih dari 75% standar keberhasilan belajar. Adapun kekurangannya dalam penelitian ini tidak mencantumkan variabel terikat pada judul skripsi, dan disebutkan mencapai ketuntasan belajar akan tetapi tidak dicantumkan KKMnya. Tindak lanjutnya adalah menambahkan kata “meningkatkan hasil belajar” pada judul skripsi, dan menuliskan KKM. Dari hasil penelitian yang diuraikan di atas, simulasi pada dasarnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara berkala. Hal itu menunjukkan adanya perubahan pada hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa yang
22
menyajikan materi pelajaran oleh guru dengan menggunakan simulasi. Tapi keraguan peneliti muncul apakah penggunaan simulasi pada sekali pelajaran itu menunjukkan perubahan yang signifikan karena yang dilakukan pada penelitian sebelumnya adalah dilakukannya pembelajaran secara bertahap (bersiklus) sampai benar-benar meningkat, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dan pengujian apakah terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar PKn siswa dengan menggunakan simulasi.
2.3.
Kerangka Berpikir Dari kajian teori yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa
penggunaan simulasi dalam pembelajaran akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam simulasi, pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat karena siswa mempraktikkan langsung, informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dimana kelas kontrol pembelajaran dilakukan seperti biasa guru kelas mengajar yaitu menggunakan metode ceramah, dan kelas eksperimen pembelajaran dilakukan dengan menggunakan simulasi. Adapun tahapan-tahapan yang dilalui dalam pembelajaran simulasi adalah Tahap persiapan yaitu menyampaikan topik permasalahan, menjelaskan langkah-langkah simulasi, membagi siswa menjadi beberapa kelompok, membagi pemegang peran. Tahap kedua pelaksanaan simulasi, yaitu melaksanakan simulasi bersama kelompok masing-masing, memperoleh umpan balik dan evaluasi, melanjutkan proses simulasi. Tahap ketiga penutup, yaitu memberikan ringkasan kejadian yang terjadi dalam simulasi, menganalisis pelaksanaan simulasi, menghubungkan pelaksanaan simulasi dengan pelajaran, membandingkan simulasi dengan kehidupan nyata, memberikan latihan
23
Dari tahapan-tahapan tersebut terlihat jelas bahwa siswa dituntut untuk aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa akan merasa lebih senang dan tertarik untuk belajar karena mereka mempraktikkan langsung materi yang dipelajari, sehingga secara langsung siswa memahami materi. Penilaian yang dilakukan oleh guru berupa penilaian hasil belajar. Penilaian hasil diperoleh dari tes formatif setelah selesai pembelajaran. Maka diharapkan dengan penggunaan simulasi akan ada pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar akan lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode ceramah. Penjelasan lebih rinci dijelaskan dalam gambar berikut ini:
24
GAMBAR 2.1: KERANGKA BERPIKIR Pembelajaran PKn “ Menghormati dan Menaati Keputusan Bersama”
Pembelajaran Menggunakan Simulasi
Pembelajaran Konvensional (Metode Ceramah) Tahap Persiapan Siswa pasif mendengarkan ceramah guru
Tes Formatif
a.
b. c. d.
Hasil Belajar < dari KKM
Partisipasi
Tahap Pelaksanaan simulasi a.
Kebersamaan b. c.
Tes Formatif
b. Penilaian Hasil
c. d.
Hasil Belajar ≥ dari KKM
Melaksanakan simulasi bersama kelompok masing-masing Pertemuan ke-1: pelaksaan simulasi musyawarah di kantor kelurahan Pertemuan ke-2: pelaksanaan simulasi musyawarah di kantor sekolah Pertemuan ke-3: simulasi voting pemilihan ketua kelas Memperoleh umpan balik Memberikan masukan atau saran terhadap pelaksanaan simulasi Melanjutkan simulasi Masing-masing kelompok melaksanakan simulasi sampai selesai
Tahap Penutup a.
Penilaian Proses
Menyampaikan topik permasalahan Pertemuan ke-1: musyawarah tentang persiapan pelaksanaan kerja bakti di lingkungan desa Pertemuan ke-2: musyawarah persiapan pelaksanaan piknik liburan sekolah Pertemuan ke-3: voting pemilihan ketua kelas pada awal tahun pelajaran Menjelaskan langkah-langkah simulasi Membagi siswa menjadi 2 kelompok Membagi pemegang peran Pertemuan ke-1: kepala desa, sekertaris desa, kaur, kadus Pertemuan ke-2: kepala sekolah, guru kelas 1 s.d 6, guru olahraga, guru agama Pertemuan ke-3: ketua panitia penyelenggara, sekertaris, saksi, calon ketua kelas, peserta pemilihan ketua kelas
e.
Memberikan ringkasan kejadian pada saat simulasi Memberikan pesan kesan pelaksanaan simulasi masing-masing kelompok Menganalisis pelaksanaan simulasi Memberikan kesimpulan pelaksanaan simulasi Menghubungkan pelaksanaan simulasi dengan pelajaran Menjelaskan materi pelajaran yang telah disimulasikan Membandingkan simulasi dengan kehidupan nyata Menunjukkan gambar pelaksanaan rapat di kantor kelurahan, sekolah, dan voting pemilihan keta kelas Memberikan latihan( tes formatif)
25
2.4. Hipotesis Tindakan Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh penggunaan simulasi yang signifikan terhadap hasil belajar PKn siswa kelas V MI Ma’arif Sraten Tuntang Semarang tahun 2011/2012.