BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kondisi Umum Kota Cirebon Kota Cirebon merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat dan berada
di jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat. Kota Cirebon terletak pada 06º42’ LS 108º33’ BT bentang alamnya merupakan dataran pantai dengan ketinggian dari permukaan laut ± 0-5 meter, memanjang dari barat ke timur sepanjang ± 7 Km dan dari utara ke selatan sepanjang ± 11 Km (Bappeda Kota Cirebon 2003 dalam Supriadi 2012). Kota Cirebon dapat ditempuh melalui jalan darat sejauh 130 km dari arah Kota Bandung dan 258 km dari arah Kota Jakarta. Sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0-2000 dpl, sementara kemiringan lereng antara 0-40% dimana 0-3% merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25% daerah transmisi dan 25-40% merupakan pinggiran Secara geografis wilayah Kota Cirebon mempunyai luas wilayah 37,36 km2 dengan batas-batas sebagai berikut (Pemerintah Kota Cirebon 2009) :
Batas Utara
Batas Selatan : Kabupaten Cirebon
Batas Timur
: Kabupaten Cirebon
Batas Barat
: Laut Jawa
: Kabupaten Cirebon
Kota Cirebon memiliki luas daratan ± 37,36 km2 dan terbagi menjadi lima kecamatan, yaitu (Pemerintah Kota Cirebon 2009) : 1. Kecamatan Harjamukti
(17,62 km2)
2. Kecamatan Lemahwungkuk (6,51 km2) 3. Kecamatan Pekalipan
(1,57 km2)
4. Kecamatan Kesambi
(8,05 km2)
5. Kecamatan Kejaksan
(3,61 km2)
6
7
Kota Cirebon memiliki panjang garis pantai ± 7 Km dan luas wilayah perairan laut kurang lebih 51,86 Km2. Kecamatan Kejaksan dan Lemah Wungkuk adalah dua kecamatan yang berada di daerah pantai (Supriadi 2012). Sarana dan prasarana perikanan adalah salah satu faktor pendukung kegiatan perikanan. Fasilitas kegiatan penangkapan ikan yang ada di Cirebon yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) dan Pangkalan pendaratan Ikan (PPI). Kegiatan penangkapan ikan di Kota Cirebon di tunjang dengan adanya tiga fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan dan satu Pelabuhan Perikanan Nusantara, yaitu : 1. PPI Cangkol :
Kampung
Cangkol
Kelurahan
Lemahwungkuk
Kecamatan Lemah Wungkuk 2. PPI Pesisir
:
Kampung Pesisir Kelurahan Panjunan Kecamatan Lemah Wungkuk
3. PPI Kesenden :
Kampung Kesenden Kelurahan Kesenden Kecamatan Kejaksan
4. PPN Kejawanan : Kelurahan Pegambiran Kecamatan Lemah Wungkuk PPI Cangkol yang merupakan PPI yang diambil sebagai lokasi penelitian berada pada koordinat 06° 43’20,8” LS - 108° 34’ 35,1“ BT. PPI Cangkol memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dengan luas bangunan sebesar 175,20 m2 yang dibangun pada tanah dengan luas area 912 m2 (Supriadi 2012). PPI Cangkol juga dilengkapi dengan jembatan tempat berlabuhnya kapal-kapal nelayan dengan panjang ± 200 m. Pemanfaatan TPI ini masih kurang maksimal sehingga TPI ini kurang berfungsi dengan baik. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah nelayan di Cangkol yang terhitung sedikit jika dibandingkan dengan daerah pesisir yang lainnya. Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan JanuariMaret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus. Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Musim hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni-September (Pemerintah Kota Cirebon 2009).
8
2.2
Pancing Ulur (Hand line) Pancing ulur (hand line) adalah alat penangkap ikan jenis pancing yang
paling sederhana. Berdasarkan klasifikasi DKP tahun 2008, pancing ulur termasuk dalam klasifikasi alat tangkap hook and line. Struktur utamanya terdiri dari pancing, tali pancing dan pemberat atau umpan. Alat tangkap pancing ulur tersebar luas di Indonesia dan merupakan alat tangkap yang sering digunakan nelayan tradisional. Pancing ulur tidak banyak menggunakan alat bantu seperti alat tangkap pukat ikan dan pukat cincin, pengoperasiannya yang sederhana, ramah lingkungan dan dapat dioperasikan diberbagai jenis perairan. Pancing ulur juga relatif mudah dibuat dan umumnya para nelayan dengan skala kecil membuatnya sendiri. Ilustrasi konstruksi alat tangkap pancing ulur yang digunakan oleh para nelayan secara umum adalah seperti gambar di bawah ini :
Gambar 1. Konstruksi pancing ulur (Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan 2011)
9
Waktu pengoperasian pancing ulur dapat dilakukan baik pada siang hari ataupun malam hari. Daerah pengoperasiannya cukup terbuka dan beragam, dari perairan laut atau tawar, di tengah perairan atau di sisi perairan maupun disekitar permukaan sampai dengan dasar perairan (Kementrian Kelautan dan Perikanan 2011). a. Penggulung Tali Pancing Penggulung tali pancing umumnya terbuat dari kayu atau plastik, berbentuk bundar dan ukurannya disesuaikan dengan panjang tali pancing (Subani et al 1989). Penggulung ini bertujuan supaya pada saat pengoperasian tali tidak kusut. b. Mata Pancing Jumlah mata pancing pada satu tali pancing jumlahnya bervariasi, ada yang hanya satu mata pancing atau lebih. Mata pancing ini dapat menggunakan umpan hidup maupun umpan buatan. Dibawah ini adalah konstruksi pancing ulur dengan satu pancing atau tunggal dan banyak mata pancing.
Gambar 2. a) Pancing ulur dengan satu mata pancing; b) Pancing ulur dengan banyak mata pancing. (Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan 2011)
c. Tali Pancing Pada satu tali pancing dapat dirangkaikan 1 atau lebih mata pancing secara vertical. Tali penarik yang digunakan bernomor 50-150 dengan bahan
10
monofilament. Penggunaan jenis tali pancing juga sering disesuaikan dengan waktu peng operasian. Pancing ulur yang sering dioperasikan pada siang hari adalah pancing ulur dengan bahan monofilament dan pancing ulur yang dioperasikan pada malam hari terutama digunakan pancing yang tali ulurnya terbuat dari bahan multifilament. Ukuran tali pancing, besar mata pancing dan jumlah mata pancinng dalam satu tali pancing tergantung
jenis
dan
ukuran
ukan
yang
menjadi
target
penangkapan.Contohnya tali monofilament dengan diameter 1,5-2,5 mm dipasang mata pancing nomor 5-1. Berikut adalah gambar jenis mata pancing yang biasa digunakan pada pancing ulur.
Gambar 3. Mata pancing (Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan 2011)
d. Pemberat Pemberat diikatkan pada ujung tali pancing dan bertujuan untuk menjaga pancing tetap tegak di dalam air serta mempercepat turunnya tali pancing di dalam air. Pemasangan pemberat diatur sedemikian rupa sehingga daya tenggelamnya merata. Pemberat ini bisa terbuat dari timah, mur bekas bahkan batu.
2.3
Rumpon Subani
(1972)
dalam
Syafrialdi
(2012)
menyatakan
bahwa
cara
pengumpulan ikan dengan ikatan berupa benda terapung merupakan salah satu bentuk dari FAD (Fish Aggregating Device) yaitu metode, benda atau bangunan
11
yang dipakai sebagai sarana untuk penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-kan tersebut. Rumpon adalah alat bantu untuk menarik kelompok ikan untuk berkumpul sehingga ikan mudah ditangkap (Genisa 1998b). Rumpon adalah tempat berkumpulnya ikan di laut, untuk mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan. Rumpon adalah alat bantu penangkapan ikan yang berfungsi menarik perhatian ikan agar berkumpul disuatu tempat yang selanjutnya diadakan penangkapan (Syafrialdi 2012).
Gambar 4. Rumpon yang menggunakan daun lontar dan daun kelapa di Jeneponto Sulawesi Selatan (Arsyad 1999)
Penggunaan rumpon secara tradisional di Indonesia telah lama dilakukan terutama oleh nelayan dari Mamuju, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur Sedangkan penggunaan rumpon secara modern baru dimulai pada tahun 1980 oleh Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Desain rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara garis besar terdiri atas empat komponen utama yaitu : (1) pelampung (float), (2) tali (rope), (3) pemikat (atractor), dan (4) pemberat (sinker).
12
Menurut Syafrialdi (2012), rumpon terbagi menjadi beberapa jenis yaitu berdasarkan pemasangan rumpon, posisi rumpon, kemenetapan pemasangan dan tingkat teknologi. Berdasarkan pemasangannya rumpon terbagi tiga yaitu : 1.
rumpon perairan dangkal,
2.
rumpon perairan dasar, dan
3.
rumpon laut dalam.
Rumpon berdasarkan posisi pemasangannya yaitu : 1.
rumpon permukaan,
2.
rumpon lapisan tengah, dan
3.
rumpon dasar.
Rumpon berdasarkan kemenetapannya yaitu : 1. rumpon menetap, dan 2. rumpon yang dapat dipindahkan. Rumpon berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan yaitu: 1. rumpon tradisional, dan 2. rumpon modern. Fungsi Rumpon menurut Direktorat Jendral Perikanan (1995) dalam Syafrialdi (2012) sebagai alat bantu penangkapan ikan adalah : a. Sebagai tempat mengkonsentrasi ikan agar lebih mudah ditemukan gerombolan ikan dan menangkapanya. b. Sebagai tempat berlindung bagi ikan dari pemangsanya. c. Sebagai tempat berkumpulnya ikan. d. Sebagai tempat daerah penangkap ikan. e. Sebagai tempat mencari makan bagi ikan.berlindung jenis ikan tertentu dari serangan ikan predator. f. Sebagai tempat untuk memijah bagi ikan. g. Banyak ikan-ikan kecil dan plankton yang berkumpul disekitar umpon dimana .ikan dan plankton tersebut merupaka sumber makanan bagi ikan besar. h. Ada beberapa jenis ikan seperti tuna dan cakalang yang menjadi rumpon sebagai tempat untuk bermain sehingga nelayan dapat dengan mudah untuk menangkapnya.
13
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan, Perternakan dan Pertanian Kota Cirebon, ada 3 jenis rumpon dasar yang masih aktif digunakan oleh nelayan Cangkol yaitu rumpon bambu, ban dan beton (kubus). Rumpon yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumpon bambu. Rumpon bambu adalah rumpon yang paling banyak digunakan nelayan. Walaupun
rumpon
ini
tidak
bersifat
permanen,
namun
karena
biaya
pembuatannya yang terjangkau membuat banyak nelayan menggunakan rumpon bambu ini. Satu titik lokasi biasanya terdapat 4 – 10 unit rumpon bambu. Biaya pembuatan rumpon bambu dengan berukuran 1–2 meter sebanyak 7 - 12 unit adalah sekitar Rp. 600.000. Rumpon ini terbuat dari bambu, daun kelapa dan batu pemberat. Pembuatannya memerlukan 7-9 bambu berukuran ± 2 m, 2 bambu berukuran 40 cm, 4 bambu berukuran 50 cm, 4-8 buah daun kelapa dan 2 batu pemberat pada setiap ujungnya. Bambu yang dirangkai kedua ujungnya dilubangi supaya mengurangi daya apungnya ketika ditenggelamkan. Rumpon bambu yang biasa digunakan oleh nelayan Cangkol dapat dilihat pada Gambar 5.
a) b) Gambar 5. a) Rumpon bambu yang siap dipasang; b) rangkaian rumpon bambu dengan batu pemberat
Menurut para nelayan, rumpon bambu lebih cepat mengumpulkan ikan dibanding rumpon lainnya, terutama jika bambu yang digunakan adalah bambu hijau. Kurang dari satu minggu biasanya rumpon telah berisi ikan. Hal ini
14
disebabkan bahannya yang alami yaitu terbuat dari daun kelapa dan bambu yang cepat mengundang plankton sehingga cepat mengumpulkan ikan. Namun kelemahan dari bambu ini adalah mudah hancur jika terkena jaring tidak ramah lingkungan. Rumpon akan ikut terseret yang mengakibatkan hilangnya tempat berkumpulnya ikan yang juga tempat memancing bagi nelayan. Jika tidak terganggu dengan jaring tidak ramah lingkungan, rumpon ini dapat bertahan hingga dua tahun. Akan tetapi walaupun bisa bertahan hingga dua tahun, perawatan tetap dilakukan oleh para nelayan setiap tiga bulan sekali. Perawatan dilakukan dengan kembali menambahkan rumpon baru pada lokasi pemasangan rumpon. Hal ini mencegah ikan-ikan mencari tempat berkumpul lain dan supaya menambah ikan-ikan yang berkumpul di rumpon. Penentuan posisi rumpon dasar nelayan Cangkol dibantu dengan GPS Garmin type 12. GPS digunakan sebagai alat bantu atau alat penanda dalam peletakkan rumpon sehingga pada saat nelayan memancing/ mengambil ikan, nelayan dapat mengetahui posisi lokasi secara pasti dimana dahulu menaruh rumpon yang digunakan sebagai lokasi penangkapan ikan (fishing ground) (Supriadi 2012). 2.4
Hasil Tangkapan Pancing Ulur Ikan hasil tangkapan pancing ulur beragam, baik itu ikan demersal ataupun
pelagis. Hal ini karena pancing Ulur dioperasikan diberbagai jenis perairan, seperti disekitar pantai, di samudera, di perairan dangkal, diperairan dalam bahkan di perairan sekitar karang (Kementrian Kelautan dan Perikanan 2011). Jenis ikan yang tertangkap oleh pancing ulur diantaranya Kakap (Lutjanus sp.), banyar/kembung (Rastreliger kanagurta), tenggiri (Scomberomorus commersoni), tongkol (Thunnus sp.),
kerapu (Epinephelus sp), layur (Trichiurus lepturus),
cucut botol (Centrophorus squamosus), cucut martil (Sphyrna blochii), pari kembang (Ampotistius kuhlii), dan lain sebagainya (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat 2011). Selain itu, ukuran ikan yang tertangkap dengan pancing ulur juga memiliki ukuran ikan yang tidak seragam seperti tongkol (Thunnus sp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung (Rastreliger kanagurta),
15
layang (Decapterus russelli), bawal (Pampus chinensis), kakap (Lutjanus sp.), dan lain sebagainya. Seringkali ikan yang berukuran besar juga tertangkap seperti hiu (Carcharhinus longimanus), tuna (Thunnus sp, marlin dan lain sebagainya. Ikan-ikan hasil tangkapan pancing ulur di PPI Cangkol diantaranya kakap merah (Lutjanus campechanus), kerapu karang (Epinephelus fuscoguttatus), jenaha (Lutjanus russelli), talang-talang (Scomberoides tala), kwe (Caranx sexfasciatus), kambing, peperek (Leiognatus spp), gulamah (Argyrosomus amoyensis),
barakuda (Sphiraena sspp.), dll
(Supriadi 2011). Ikan yang
seringkali tertangkap oleh pancing ulur di pantai Cirebon adalah ikan kakap merah dan kerapu. 2.5
Fisiologi dan Tingkah Laku Ikan Fisiologi dan tingkah laku ikan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam usaha pengembangan teknologi penangkapan ikan. Pengetahuan mengenai natural behavior seperti distribusi, migrasi, schooling behavior serta hal yang lainnya pengetahuan yang menunjang kegiatan perikanan tangkap sehingga ikan-ikan mudah ditangkap (Purbayanto dkk 2010). Distribusi ikan di perairan dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi seperti suhu, intensitas cahaya, gelombang, dll. Migrasi ikan bervariasi terhadap hari maupun musim. Migrasi vertikal ikan biasanya lebih dipengaruhi oleh perubahan hari dan intensitas cahaya diperairan. Secara sistematis migrasi vertikal harian ikan terbagi menjadi enam kategori (Hela dan Laevastu 1961 dalam Hidayat 2000), yaitu : 1) Spesies pelagis yang berada sedikit di atas termoklin; mengadakan migrasi ke lapisan permukaan pada saat matahari terbenam; tersebar pada layer diantara permukaan dengan termoklin pada waktu malam hari; menyelam dan berada di atas termoklin bersamaan dengan terbitnya matahari. Contoh ikan yang memiliki pola migrasi harian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
16
Tabel 1. Ikan Pelagis yang Berada Di Atas Lapisan Termoklin No
Jenis
1. 2. 3. 4.
Lemuru (Sardinella sp) Layang (Decapterus russelli) Herring muda (Clupea sp) Teri (Stolephorus commersonii)
5.
Madidihang (Thunnus albacores)
Sumber Dwipongo (1982) dalam Fauziyah (2005) Genisa (1998a) Reid et al. (1999) Gunarso (1985) Hela & Laevastu (1970) dalam Nahumury (2001)
2) Spesies pelagis yang ada pada siang hari berada pada lapisan di bawah termoklin; mengadakan migrasi dengan menembus lapisan termoklin ke lapisan permukaan selama matahari terbenam; tersebar diantara permukaan dengan dasar pada waktu malam hari, dengan jumlah terbanyak waktu malam hari di atas lapisan termoklin; menembus lapisan termoklin menuju ke lapisan yang lebih dalam bila matahari terbit. Contohnya bigeye tuna (Thunnus obesus) (Howell 2010) dan ikan kembung (Rastreliger kanagurta) (Widyantoro 2009 dalam Perdanamiharja 2011). 3) Spesies pelagis yang pada siang hari berada pada lapisan di bawah termoklin; mengadakan migrasi di bawah lapisan termoklin selama matahari terbenam; tersebar diantara termoklin dengan dasar pada waktu malam hari; turun ke lapisan yang lebih dalam selama matahari terbit.. 4) Spesies demersal pada waktu siang hari berada di atas atau pada dasar perairan; mengadakan migrasi dan tersebar di dalam massa air di bawah (dan kadangkadang di atas) termoklin pada saat matahari terbenam; menuju ke dasar perairan pada saat matahari terbit. 5) Spesies yang tersebar di seluruh kolom perairan pada waktu siang hari tetapi akan turun ke dasar pada malam hari. Contohnya ikan layur (Trichiurus lepturus) (Wojciechowski 1972 dalam Ambarwati 2008). 6) Jenis pelagis, maupun, demersal yang tidak mempunyai migrasi harian yang jelas. Umumnya hampir semua jenis ikan pelagis akan naik ke permukaan sebelum matahari terbenam, menyebar di kolom perairan setelah matahari terbenam dan
17
turun kelapisan yang lebih dalam pada saat matahari terbit. Sedangkan untuk ikan demersal umunya akan berada di dasar perairan saat siang hari, naik dan menyebar di kolom perairan pada malam hari (Hidayat 2000). Menurut Blaxter dan Southward (1990) dalam Hidayat (2000) migrasi vertikal ikan juga ditentukan oleh ketersediaan
makanan, pasang surut dan
predator. Kebiasaan makanan dan interaksi antar jenis ikan dapat merupakan salah satu dasar bagi pengelolaan sumber daya ikan sebagai salah satu unsur dalam komunitas ikan tropis yang bersifat multispecies (Badrudin 2004). Setiap ikan memiliki waktu makan yang berlainan. Pemilihan waktu yang tepat dalam menangkap ikan terkait waktu makan ikan merupakan faktor yang mendukung keberhasilan kegiatan penangkapan ikan (Purbayanto dkk 2004). Ikan demersal adalah ikan yang hidup di dasar atau dekat dasar perairan, aktivitasnya rendah, gerak ruayanya tidak terlalu jauh, membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar dan umunya bersifat karnivora (Budiman 2006). Menurut Rounsefell, Everhart (1962) dan (Lowe-McConnell 1987) dalam Assir (2012) terdapat empat pola gerak ikan demersal, yaitu pergerakan mengikuti kondisi siang dan malam, pergerakan mengikuti kondisi pasang dan surut air laut, pergerakan secara acak dan pergerakan secara musiman saat melakukkan pemijahan. Pola pergerakan ikan karang yang mengikuti kondisi siang dan malam sesuai dengan sifat ikan demersal yang sebagian bersifat aktif pada siang hari (diurnal) dan sebagian bersifat aktif pada malam hari (nocturnal). Ikan-ikan yang aktif pada siang hari umumnya adalah ikan demersal pemakan hewan invertebrata, herbivora dan omnivora. Sedangkan ikan yang aktif di malam hari merupakan ikan piscivora dan pemakan krustacea. Suyedi (2001) dalam
Lee (2011)
menyatakan bahwa ikan pelagis umumnya bersifat filter feeder hal ini terlihat dengan adanya tapis insang yang banyak dan halus. Oleh karena itu migrasi harian ikan secara langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi oleh cahaya yang terkait dengan keberadaan fitoplankton, terutama bagi ikan filter feeder (Hidayat 2000). Beberapa ikan yang mencari makan dengan mengandalkan indera pembau dan perasa, sebagian besar aktif mencari makan dimalam hari. Ikan predator lainnya yang mencari makan dengan mengandalkan indera penglihatannya
18
kebanyakan aktif pada siang hari. Pada kebanyakan spesies ikan, rangsang kimiawi merupakan isyarat mencari makan , contoh hiu dogfish (Squalus sp) dan hiu putih (Charcarodon sp). Beberapa jenis ikan ada yang mencari makan bersama-sama selama musim memijah, seperti salmon (Salmo sp) dan Trout (Oncorhynchus sp). Stimuli untuk mencari makan pada ikan terdiri dari dua faktor, yaitu: a)
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi internal atau mendorong untuk
mencari makan termasuk perubahan waktu dalam satu hari, intensitas cahaya, waktu dan sifat alami makan terakhir, suhu, musim dan
perubahan internal
lainnya. b) Stimuli makanan yang dirasakan oleh indera penciuman, perasa, penglihatan, dan sistem linea lateralis. Banyak perubahan lingkungan perairan yang terjadi walaupun tidak terlalu kentara setiap waktu dari siang hingga malam atau ketika pasang surut, baik itu cahaya, suhu, salinitas, pH dan gelombang. Variasi salah satu atau kombinasi faktor-faktor tersebut dapat dibedakan oleh ikan dan dapat mempengaruhi aktivitas serta pola makan dari ikan-ikan tersebut (Lagler 1977).