6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika Realistik a. Hakekat Pembelajaran Matematika Realistik Menurut Suryanto (Supinah, 2008) materi pelajaran matematika harus dipandang sebagai aktivitas manusia bukan sebagai hasil yang siap pakai. Pembelajaran matematika yang didasarkan pandangan bahwa matematika merupakan hasil yang siap pakai akan cenderung menuntut siswa mereproduksi materi yang disajikan. Akibatnya, siswa dalam pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa yang disampaikan guru. Lain halnya apabila matematika dipandang sebagai aktivitas manusia. Pembelajaran yang didasarkan pandangan ini lebih mengarahkan siswa pada kegiatan reinvention (penemuan kembali) dan reconstruction (konstruksi kembali). Siswa dalam hal ini diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk melakukan reinvention dan reconstruction dengan cara mereka sendiri. Suatu prinsip utama pembelajaran realistik adalah siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar melalui praktik yang mereka alami sendiri. Penggunaan istilah "realistic" dalam Pembelajaran Matematika Realistik tidak selalu diartikan bahwa dalam pembelajarannya matematika harus dikaitkan dengan dunia nyata dalam arti sehari-hari. Ismail (2008), realistik dalam Pembelajaran matematika realistik juga dapat diartikan bahwa matematika harus bersifat riil bagi siswa. Artinya bahwa matematika yang pada dasarnya abstrak dibuat nyata dalam benak siswa (dapat dibayangkan oleh siswa). Penekanannya adalah membuat sesuatu menjadi nyata dalam pikiran. Menurut Suryanto (Supinah, 2008), dunia nyata dalam arti seharihari dan dunia yang dapat dibayangkan siswa ini disebut "dunia nyata siswa". Dunia nyata siswa inilah yang menjadi starting point (titik awal
6
7
atau titik tolak) dalam pengembangan konsep-konsep atau gagasangagasan matematika dalam pembelajaran matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik ini sejalan dengan pandangan konstruktivis yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika pada dasarnya adalah membantu siswa untuk membangun konsep atau prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui internalisasi. Internalisasi yang dimaksud adalah proses penemuan kembali dan rekonstruksi kembali. Penemuan kembali dan rekonstruksi kembali ini diusahakan dengan bantuan guru melalui perjumpaan siswa dengan masalah dan situasi dunia nyata mereka. Menurut Hadi (Hartono, Y., 2008), mengatakan bahwa Pembelajaran matematika realistik merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual dan situasi kehidupan nyata untuk memperoleh dan mengaplikasikan konsep matematika. Masalah kontekstual ini bukan berarti masalah yang selalu konkret dapat dilihat oleh mata, tetapi termasuk hal-hal yang mudah dibayangkan oleh siswa melalui media pembelajaran atau model. Pembelajaran matematika realistik, pembelajaran matematika lebih ditekankan pada aktivitas, yaitu aktivitas pematematikaan. Menurut Treffers (Hartono, Y., 2008) ada dua jenis pematematikaan, yaitu: 1) Pematematikaan horisontal Pematematikaan horisontal ini berkaitan dengan pengkaitan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Contohnya adalah pengidentifikasian, perumusan, penvisualisasian atau merumuskan masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematika. 2) Pematematikaan vertikal Pematematikaan vertikal ini berkaitan dengan pengorganisasian kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Contohnya adalah menghaluskan dan memperbaiki model, menggunakan model yang berbeda, memadukan dan mengkombinasikan beberapa model, membuktikan keteraturan, merumuskan konsep matematika yang baru dan mengeneralisasikan.
8
Dilihat
dari
penjelasan
pematematikaan
horisontal
dan
pematematikaan vertikal, pematematikaan horisontal lebih menekankan dari pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Ini artinya pengalaman atau pengetahuan siswa yang telah dimiliki menjadi faktor penting dalam pembelajaran matematika realistik. Dengan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya siswa dapat merumuskan masalah dengan cara yang berbedabeda dan siswa dapat mentransformasikan atau menghubungkan masalah dunia nyata ke dalam matematika. Sedangkan pematematikaan vertikal lebih menekankan pada pengorganisasian kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang abstrak menjadi lebih konkrit.
Dalam
pengorganisasian
kembali
tersebut
siswa
dapat
menggunakan model atau sumber belajar yang berbeda-beda sebagai alat bantu sehingga dengan penggunaan model pengorganisasian kembali dari matematika yang abstrak menjadi lebih konkrit. Dalam
pembelajaran
matematika
realistik,
pematematikaan
horisontal dan vertikal digunakan dalam proses belajar mengajar. Kedua jenis pematematikaan ini mendapat perhatian seimbang, karena kedua pematematikaan ini mempunyai nilai sama. Dengan adanya pembelajaran dengan kegiatan reinvention dan reconstruction siswa aktif dan kreatif karena
siswa
melakukan
atau
mengalami
sendiri.
Pembelajaran
matematika realistik lebih ditekankan pada masalah yang kontekstual atau real dalam arti yang bisa dibayangkan oleh siswa. Ditinjau dari tujuan mata pelajaran matematika dalam permendiknas tentang standar isi 2006 dapat disimpulkan pembelajaran matematika realistik adalah salah satu pembelajaran yang sesuai dengan tujuan tersebut. Permendiknas tentang standar isi 2006 mengamanatkan bahwa, dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (konstektual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Dalam
9
pembelajaran matematika realistik, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata yang dinyatakan oleh De Lange sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit.
Kemudian
siswa
dapat
mengaplikasikan
konsep-konsep
matematika ke bidang baru dari dunia nyata. Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari dan penerapan matematika dalam sehari-hari. Pembelajaran Matematika Realistik, dimulai dari hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa yang sifatnya konkret. Dengan begitu siswa akan tertarik dalam pembelajaran sehingga terjadi pembelajaran yang aktif dan kreatif karena siswa tahu hal apa yang mereka pelajari dan dapat mereka bayangkan. Dengan demikian siswa tidak lagi dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Dengan kata lain kreativitas siswa dapat meningkat. Dari penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik adalah suatu pembelajaran yang menempatkan realitas dan masalah kontekstual sesuai dengan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika formalnya melalui media pembelajaran atau model.
b. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik Dalam Pembelajaran matematika realistik terdapat beberapa prinsip yang harus dipenuhi. Gravemeijer (Supinah, 2008) mengemukakan tiga prinsip pokok Pembelajaran
matematika realistik. Ketiga prinsip itu
adalah sebagai berikut: 1) Penemuan terbimbing dan matematisasi progresif (Guided Reinvention and Progressive Mathematizing)
10
Dalam menyajikan materi, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsepkonsep matematika itu pertama kali ditemukan. Proses yang sama ini bukan berarti mutlak sama, melainkan lebih ditekankan pada proses yang hampir mendekati sama ketika matematika itu ditemukan. Hal ini dilakukan dengan memberikan masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan matematisasi. Proses belajar ini diatur sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep atau hasil. 2) Fenomena yang bersifat mendidik (Didactical Phenomenology) Prinsip ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika pada siswa. Hal ini dengan memperhatikan dua aspek yaitu kecocokan aplikasi masalah kontekstual dalam pembelajaran dan kecocokan dampak dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari masalah kontekstual tersebut. Dengan demikian, masalah kontekstual yang dipilih harus dapat membantu siswa menjembatani setapak demi setapak proses pematematikaan siswa. 3) Model dikembangkan sendiri (Self Developed Models) Masalah matematika yang multisolusi memungkinkan siswa mengembangkan model mereka sendiri untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini tentu saja memungkinkan munculnya berbagai model buatan siswa. Prinsip ini dapat menjembatani antara pengetahuan informal dan pengetahuan matematika formal serta konkret dan abstrak. Sehingga siswa nantinya dapat mengembangkan model yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari. Dari uraian di atas pembelajaran
matematika realistik pada
hakikatnya siswa belajar sendiri dari masalah kontekstual. Tetapi perlu diingat siswa SD dalam berfikir atau bertindak masih perlu bimbingan dari guru agar siswa sesuai dengan apa yang diharapkan dalam pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran matematika realistik ini siswa diharapkan dapat memecahkan masalah untuk menemukan sendiri ide atau gagasan ke dalam bentuk matematika dengan bimbingan dari guru. Pembelajaran matematika realistik, guru menggunakan masalah kontekstual. Oleh karena itu penyampaian topik-topik dalam pembelajaran, seorang guru
harus
memperhatikan aplikasi dan dampak dalam pemilihan masalah kontekstual
11
yang akan disampaikan. Dengan memperhatikan aplikasi masalah dengan dampaknya,
siwa
diharapkan
bisa
lebih
mudah
dalam
proses
pematimatikaan dalam pemecahan masalah saat proses belajar maupun dalam kegiatan sehari-hari. Model yang dikembangkan siswa merupakan jawaban dari siswa berupa simbolik secara informal dalam memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran yang bersifat abstrak tetapi bisa dibayangkan oleh siswa menjadi konkrit. Kesimpulan atas suatu masalah sesuai dengan pemikiran siswa sendiri-sendiri sehingga siswa jika dalam kehidupan sehari-hari menemukan masalah yang berhubungan dengan apa yang
telah
ia
pelajari
khususnya
yang
berhubungan
dengan
pematematikaan dapat membuat model untuk memecahkan sendiri sesuai pengalaman yang ia peroleh. Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa proses generalisasi dan formalisasi model-model itu akhirnya menjadi sebuah model yang dibenarkan dalam matematika. Matematika diperoleh berdasarkan intuisi, coba-coba, dugaan, pengujian, kemudian ditingkatkan berupa algoritma, konsep maupun rumus-rumus.
c. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Menurut Ismail (2008), terdapat lima karakteristik pembelajaran matematika realistik. Kelima karakteristik tersebut adalah sebagai berikut: 1) Menggunakan Konteks Pembelajaran menggunakan masalah kontekstual. Kontekstual yang dimaksud adalah lingkungan siswa yang nyata. Di dalam matematika hal itu tidak selalu diartikan “konkret”, tetapi dapat juga yang telah dipahami siswa atau dapat dibayangkan siswa. 2) Menggunakan Model Dalam pembelajaran matematika sering kali ditempuh melalui waktu yang panjang serta bergerak dari berbagai tingkat abstraksi. Dalam abstraksi itu perlu menggunakan model. Model yang digunakan dapat bermacam-macam, dapat konkrit berupa benda, gambar, dan skema. 3) Menggunakan Kontribusi Siswa Dalam pembelajaran perlu sekali memperhatikan sumbangan atau kontribusi siswa yang mungkin berupa
12
ide, gagasan ataupun aneka jawab/cara. Kontribusi siswa itu dapat menyumbang kepada kontruksi atau produksi yang perlu dilakukan atau dihasilkan sehubungan dengan pemecahan masalah kontekstual. 4) Interaktivitas Dalam pembelajaran jelas perlu sekali memerlukan adanya interaksi, baik antara siswa dengan guru yang bertindak sebagai fasilitator. Interaksi itu juga mungkin terjadi antara siswa dengan sarana atau antara siswa dengan lingkngan. Bentuk interaksi itu bermacam-macam, misalnya diskusi, negoisasi, memberi penjelasan atau komunikasi. 5) Keterkaitan Antartopik Dalam pembelajaran matematika perlu disadari bahwa matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur dengan ketat konsistensinya. Keterkaitan antartopik, konsep, operasi sangat kuat sehingga sangat dimungkinkan adanya integrasi antartopik. Dari karakteristik pembelajaran disampaikan
Ismail
(2008),
matematika realistik yang
belajar
matematika
adalah
belajar
menggunakan konteks melalui masalah kontekstual artinya masalah dari lingkungan siswa yang nyata atau yang dapat dibayangkan oleh siswa. Dalam pemecahan masalah kontekstual itu diperlukan suatu pemodelan untuk memudahkan siswa dalam belajar. Model itu dapat berupa benda, gambar, dan skema. Dalam pembelajaran matematika realistik juga memperhatikan kontribusi ide atau gagasan dari siswa. Dari semua itu terciptalah subuah interaksi yang mungkin dilakukan antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran matematika juga dapat mengaitkan antara topik yang satu dengan yang lain, sehingga matematika menjadi ilmu yang terstruktur. Berdasarkan
uraian
beberapa
karakteristik
menyimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran
di atas,
peneliti
matematika realistik
meliputi: (1) Pembelajaran menggunakan masalah kontekstual, (2) siswa mengkonstruksi sendiri melalui model atau alat peraga, (3) hasil pemecahan masalah adalah kontribusi dari siswa, (4) siswa belajar dalam interaksi sosial, dan (5) adanya keterkaitan topik.
13
d. Langkah–Langkah Pembelajaran Matematika Realistik Supinah (2008)
menjelaskan
langkah-langkah
pembelajaran
matematika realistik adalah sebagai berikut: 1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang riil bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna. 2) Permasalahan yang diberikan harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut. 3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan. 4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran. Dari langkah-langkah pembelajaran matematika realistik menurut Supinah (2008) di atas dijelaskan bahwa pembelajaran matematika itu dimulai dengan pemberian masalah riil yang disesuaikan dengan pengalaman siswa. Permasalah yang diberikan harus sesuai dengan materi dan tujuan yang diharapkan. Dengan pemberian masalah siswa dituntut mengembangkan atau menciptakan model simbolik secara informal artinya dari masalah yang diberikan siswa diharapkan dapat membuat suatu gagasan sesuai dengan pengetahuan yang akhirnya disimpulkan berupa kalimat matematis atau matematika formal. Dengan siswa membuat gagasan sendiri, pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif karena siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, tidak hanya menyampaikan tetapi siswa juga memahami dan menanggapi jawaban siswa lain. Zulkardi (Hartono, Y., 2008), langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat dijelaskan sebagai berikut:
14
1) Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benarbenar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya. 2) Pembukaan Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri. 3) Proses pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum. 4) Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal. Dari uraian di atas yaitu langkah-langkah pembelajaran matematika realistik menurut Zulkardi (Hartono, Y., 2008) dapat dilihat bahwa lebih jelas karena langkah-langkah dijelaskan secara sistematis yaitu sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang ada di dalam kurikulum yaitu RPP. Dalam teori tersebut langkah-langkah Pembelajaran matematika realistik dimulai dari kegiatan awal yaitu melalui persiapan dan pembukaan, kegiatan inti yaitu saat kegiatan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika
realistik
terjadi
sedangkan
penutup
berisi penarikan
kesimpulan dan pemberian soal evaluasi. Permendiknas No. 41 tahun 2007, kegiatan pembelajaran terdiri dari tiga kegiatan yaitu: 1) Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk
15
membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. 2) Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 3) Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. Dari permendiknas No. 41 tahun 2007 dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran ada tiga langkah, yaitu dimulai dari kegiatan pendahuluan yang
ditujukan
untuk
membangkitkan
motivasi
siswa
kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan inti yang berisi tentang kegiatan atau aktivitas pembelajaran dan diakhiri dengan kegiatan penutup sebagai akhir dari aktivitas pembelajaran yang berisi kesimpulan, umpan balik, dan tindak lanjut. Dari penjelasan di atas tersebut, peneliti menyimpulkan langkahlangkah pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut ini. 1) Kegiatan Pendahuluan a. Apersepsi: mengingat kembali materi sebelumnya b. Menyampaikan tujuan pembelajaran c. Menyampaikan pokok materi yang akan dipelajari
2) Kegiatan Inti a. Eksplorasi 1. Guru membentuk siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 5 orang
16
2. Siswa bergabung dengan kelompok masing-masing 3. Guru
memberikan
tugas
berupa
pertanyaan
yang
berhubungan dengan dunia nyata atau kontekstual. Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini adalah karakteristik pertama yaitu pembelajaran menggunakan masalah kontekstual 4. Guru meminta siswa memahami masalah tersebut secara kelompok. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menanyakan masalah atau soal yang belum dipahami
dan
guru
hanya
memberikan
petunjuk
seperlunya. Karakteristik yang muncul dari kegiatan ini adalah siswa belajar dalam interaksi sosial 5. Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dalam kelompok
dengan
pengetahuan
awal
pemanfaatan
model
caranya yang atau
sendiri
dimilikinya alat
berdasarkan dan
peraga,
dengan sehingga
dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa atau kelompok
yang
satu
dengan
yang
lainnya.
Guru
mengamati, memotivasi, dan memberikan bimbingan. Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini adalah karakteristik kedua dan kelima yaitu siswa mengkontruksi sendiri melalui model atau peraga dan karakteristik adanya keterkaitan antartopik
b. Elaborasi Membandingkan jawaban Guru menunjuk siswa atau perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi. Guru sebagai fasilitator dan
17
moderator mengarahkan siswa dan membimbing siswa dalam menyampaikan ide dari hasil diskusi. Siswa atau kelompok lain memberikan tanggapan dari hasil kelompok penyaji. Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini adalah karakteristik ketiga dan karakteristik keempat yaitu hasil pemecahan masalah adalah kontribusi dari siswa dan karakteristik siswa belajar dalam interaksi sosial
c. Konfirmasi 1. Guru memberikan penguatan atau umpan balik berupa pujian atas diskusi yang siswa lakukan 2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum jelas. Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini adalah adanya interaksi
3) Kegiatan Penutup a. Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep atau prinsip dari materi yang dipelajari. Karakteristik yang muncul dari kegiatan ini adalah hasil pemecahan masalah adalah kontribusi dari siswa b. Guru dan siswa melakukan refleksi dari pembelajaran yang telah dilakukan c. Sebagai tindak lanjut, guru memberikan evaluasi berupa soal-soal.
2.1.2 Matematika a. Hakikat Matematika Permendiknas (2006) Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai
disiplin
dan
memajukan
daya
pikir
manusia.
18
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Dari uraian di atas matematika terlihat memiliki peran penting dalam memajukan daya pikir manusia sehingga matematika perlu diberikan sejak dini setidaknya mulai dari sekolah dasar sehingga siswa mempunyai bekal kemampuan berpikir yang logis dan kreatif. Dari itu siswa mampu bersaing dikehidupan yang akan siswa temui sehingga siswa mampu bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah. Dari itu peneliti menyimpulkan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang mampu membuat siswa berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan memiliki kemampuan untuk bekerjasama.
b. Matematika Sekolah Dasar Permendiknas tentang standar isi (2006) bahan kajian inti matematika di Sekolah Dasar (SD) mencakup bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data. Penekanan diberikan pada penguasaan bilangan termasuk berhitung. Menurut peneliti, seorang guru dalam mengajar matematika perlu mengetahui dan memahami objek yang akan diajarkan, karena pelajaran matematika sangat perlu untuk dipahami dan diketahui oleh siswa sejak dini. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk membuat siswa memahami dan mengetahui pelajaran matematika pada siswa adalah
19
dengan mengajarkan objek langsung dalam pengajaran matematika. Setiap objek langsung dalam pengajaran matematika memiliki tingkat kesulitan yang menuntut kemampuan kognitif yang berbeda, maka dalam pembelajaran matematika perlu strategi mengajar tersendiri yang sesuai dengan objek langsung yang diajarkan. Hanya dengan memahami fakta, konsep, dan prinsip yang dipelajari maka siswa akan memiliki keterampilan operasional dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Dari uraian di atas tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika di SD guru harus memilih strategi yang tepat sesuai dengan tingkat kognitif dan materi yang diajarkan yaitu mencakup materi pembelajaran matematika SD yakni tentang bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data.
c. Proses Pembelajaran Matematika Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja
oleh
pendidik
untuk
menyampaikan
ilmu
pengetahuan,
mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal (Sugihartono, 2007). Pembelajaran perlu
memberdayakan potensi peserta didik
untuk
menguasai kompetensi yang diharapkan (Sanjaya, 2010). Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari (Sugandi, 2006). Peristiwa pembelajaran merupakan proses interaksi mempengaruhi si belajar sehingga memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan sebelumnya (Trianto, 2010). Menurut Isjoni (2010), pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.
20
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakuan kegiatan belajar. Dari uraian di atas bahwa pembelajaran itu menunjukan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Proses pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa perlakuan guru. Guru merancang pembelajaran dengan sedemikian rupa untuk mempermudah siswa untuk belajar. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan kondisi yang memudahkan siswa untuk belajar dan memperdayakan potensinya sehingga dapat menguasai kompetensi dengan hasil optimal. Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru dalam mengajarkan matematika pada peserta didiknya yang didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut (Suyitno, 2004). Pembelajaran matematika mengoptimalkan keberadaan para siswa sebagai pembelajar. Standar isi (Permendiknas, 2006) matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Mata
pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data (Permendiknas, 2006). Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD ini yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari (Heruman, 2010).
21
Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran matematika yang telah disampaikan di atas, dapat dilihat pengertian pembelajaran semuannya merujuk pada pembelajaran merupakan usaha menciptakan kondisi untuk mempermudah peserta didik untuk belajar secara optimal. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menciptakan suasana atau memberi layanan agar siswa belajar. Sesuai dengan standar isi bahwa matematika membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Matematika terlihat memiliki peran penting dalam memajukan daya pikir manusia sehingga matematika perlu diberikan sejak dini setidaknya mulai dari sekolah dasar sehingga siswa mempunyai bekal kemampuan berpikir yang logis dan kreatif yang bertujuan untuk menggunakan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu upaya yang dilakukan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran matematika sehingga dapat mempermudah siswa dalam belajar. Guru lebih berperan sebagai pembimbing daripada sebagai pemberi tahu. Dengan bimbingan guru, siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Dalam pembelajaran matematika SD mencakup materi yakni tentang bilangan, geometri dan pengukuran dan pengolahan data.
2.1.3 Bangun Datar a. Pengertian Bangun Datar Dikutip dari laporan PTK Tugimin (2008), bangun datar adalah bagian dari bidang datar yang dibatasi oleh garis-garis lurus atau lengkung. Bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun yang rata yang mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menegaskan bahwa bangun datar merupakan bangun dua demensi yang hanya memiliki panjang dan lebar, yang dibatasi oleh garis lurus atau lengkung.
22
b. Jenis Bangun Datar dan Sifat-Sifatnya Tugimin (2008), bangun datar di kelas V SD terdiri atas persegi panjang, persegi, segitiga, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, layanglayang, dan lingkaran. Uraian lebih lanjut tentang sifat-sifat bangun datar adalah sebagai berikut: 1) Persegi mempunyai 4 sisi yang sama panjang dan 4 sudut yang sama besar, yaitu sudut siku-siku. Diagonalnya sama panjang dan saling memotong sama panjang sehingga membagi dua sama panjang. 2) Persegi panjang panjang mempunyai dua pasang sisi yang sama panjang dan 4 sudut yang sama besar, yaitu sudut sikusiku. Diagonalnya sama panjang dan saling memotong sama panjang sehingga membagi dua sama panjang. 3) Segitiga memiliki berbagai jenis, yaitu segitiga sama sisi, segitiga sama kaki, segitiga siku-siku, segitiga sembarang, dan segitiga lancip. Segi tiga memiliki 3 sudut dan 3 buah sisi. 4) Trapesium memiliki sepasang sisi yang sejajar. Jumlah besar sudut yang berdekatan diantara sisi sejajar pada trapesium adalah 1800. 5) Jajargenjang memiliki sisi yang berhadapan sejajar sama panjang,
sudut
yang
berhadapan
sama
besar.
Kedua
diagonalnya saling membagi sama panjang. 6) Belah ketupat memiliki empat sisi sama panjang, kedua diagonalnya merupakan sumbu simetri, sudut yang berhadapan sama besar, diagonalnya saling berpotongan tegak lurus. 7) Layang-layang mempunyai satu sumbu simetri, memiliki dua pasang sisi yang sama panjang, terdapat sepasang sudut yang berhadapan yang sama besar. 8) Lingkaran memiliki sebuah titik pusat, memiliki garis tengah yang panjangnya dua kali jari-jari, banyak sumbu simetri lingkaran tidak terbatas.
23
Dari uraian di halaman sebelumnya, peneliti menyimpulkan bangun datar yang dipelajari terdiri dari persegi, persegi panjang, segitiga, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan lingkaran yang memiliki sifat sendiri-sendiri yang menjadi kekhasan dari setiap bangun datar.
2.1.4 Kreativitas a. Pengertian Kreativitas Kreativitas adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungan (Munandar, 2004). Slameto (2003) menyatakan kreativitas berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Sugihartono (2007), kreativitas merupakan salah satu kemampuan mental yang unik pada manusia. Chandra (Sugihartono, 2007) mengartikan kreativitas sebagai kemampuan
mental yang khas pada
manusia
yang
melahirkan
pengungkapan yang unik, berbeda, original, baru, indah, efisisen dan tepat guna. Kreativitas dapat dipahami sebagai temuan mengenai hal baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada sehingga timbul kemampuan mental yang khas pada diri manusia. Kemampuan mental yang khas dapat melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, baru, indah, efisien dan tepat guna. Dari paparan di atas, peneliti menyimpulkan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda, efisien dan tepat guna yang merupakan hasil interaksi antara individu dan lingkungan.
b. Pengertian Anak Kreatif Anak kreatif yaitu anak yang mampu memperdayakan pikirannya untuk menghasilkan gagasan baru, memecahkan masalah dan ide yang mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan. Individu kreatif dengan sendirinya memiliki motivasi dalam dirinya atau motivasi intrinsik yang
24
kuat untuk menghasilkan ide atau karya dalam memuaskan diri bukan karena tekanan dari luar. Anak kreatif memuaskan rasa keingintahuannya melalui berbagai cara seperti bereksplorasi, bereksperimen dan banyak mengajukan pertanyaan pada orang lain. Anak kreatif dan cerdas tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan perlu pengarahan salah satunya dengan memberi kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas anak. Anak usia awal sekolah masih memiliki daya kreativitas yang kurang. Ini dapat dilihat dari kegiatan anak dalam kehidupan sehari-hari dimana anak cepat mengatakan tidak bisa dan sulit dalam memecahkan masalah dalam belajar khususnya belajar tentang matematika. Pengetahuan dan pengalaman yang dialami anak akan lebih bermakna dan akan bertahan lama jika dapat diperoleh secara langsung, untuk itu diperlukan berbagai macam kegiatan melalui eksperimen dan eksplorasi sehingga anak dapat terpuaskan akan rasa ingintahunya. Dari paparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa anak kreatif adalah anak yang mampu memperdayakan pikirannya serta motivasi untuk menghasilkan ide atau gagasan baru melalui berbagai cara dengan suatu pengarahan tertentu.
c. Indikator Kreativitas Krutetski (Munandar, 2004) menyatakan kreativitas identik dengan keterbakatan matematik. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kreativitas dalam pemecahan masalah matematik merupakan kemampuan dalam merumuskan masalah matematik secara bebas, bersifat penemuan, dan baru. Ide-ide ini sejalan dengan ide-ide seperti flesibilitas dan kelancaran dalam membuat asosiasi baru dan menghasilkan jawaban divergen yang berkaitan dengan kreativitas secara umum. Menurut Aisyah (Suharta, 2003), untuk menjadi individu kreatif, dibutuhkan kemampuan berpikir yang mengalir lancar, bebas, dan ide yang orisinal yang didapat dari alam pikirannya sendiri. Berpikir kreatif
25
juga menuntut yang bersangkutan memiliki banyak gagasan. Agar anak bisa berpikir kreatif, ia haruslah bisa bersikap terbuka dan fleksibel dalam mengemukakan gagasan. Makin
banyak
ide yang dicetuskannya
menandakan makin kreatif si anak. Tabel 2.1 Indikator Kreativitas Matematis Pengertian Berpikir Lancar 1. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau jawaban. 2. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Berpikir Luwes 1. Menghasilkan jawaban, gagasan, atau pertanyaan yang bervariasi. 2. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda.
Berpikir Orisinil 1. Mampu melahirkan ungkapan baru dan unik. 2. Memikirkan cara-cara yang tak lazim untuk mengungkapkan diri
Berpikir Terperinci (Elaboration) 1. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk. 2. Menambah atau merinci detail-detail suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
Perilaku a. Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan. b. Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah.
a. Memberikan penafsiran bermacam-mcam terhadap gambar, cerita, atau masalah. b. Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbedabeda. c. Jika diberi suatu masalah, menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda. a. Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru. b. Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menyelesaikan yang baru. c. Lebih senang mensintesis daripada menganalisis sesuatu. a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkahlangkah yang terperinci. b. Mengembangkan atau memperkaya gagasan oranglain.
Dengan berpikir secara lancar, luwes, orisinil, dan terperinci tumbuhlah kreativitas siswa. Berpikir lancar artinya siswa mampu mengajukan atau menjawab pertanyaan dengan gagasan-gagasan yang
26
baru sehingga siswa mampu belajar lebih cepat. Berpikir luwes artinya siswa mampu menghasilkan gagasan baik berupa pertanyaan atau jawaban yang bervariasi. Siswa tidak hanya menyelesaikan masalah dengan melihat satu
sudut
pandang
saja,
melainkan
siswa
mengaitkan
atau
menghubungkan masalah ke dalam bidang atau sudut pandang yang lain. Misalnya saja dalam belajar matematika tentang penjumlahan siswa bisa mengintegrasikan atau menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari, sebagai contoh penjumlahan dikaitkan ketika terjadi jual beli di warung atau di pasar. Sehingga siswa tidak hanya belajar dari satu sumber bahkan hanya terfokus oleh buku, melainkan siswa bisa mengintegrasikan dengan sudut pandang yang berbeda. Dengan pemikiran siswa seperti itu, siswa lebih kritis karena banyak memiliki alternatif atau strategi yang banyak. Dengan kritisnya siswa tersebut, biasanya dalam diskusi terkadang ia mempunyai posisi yang bertentangan dengan siswa lain. Tetapi dengan pemikiran yang kritis itu pula siswa mampu mengubah arah berpikir secara spontan. Dalam berpikir orisinil siswa lebih menghubungkan antara cara lama dengan berusaha memikirkan cara atau ide baru. Setelah siswa membaca atau mendengar gagasan, siswa berusaha untuk menemukan atau menyelesaikan masalah dengan ide yang baru sehingga siswa terlihat lebih senang mensintesis atau memadukan daripada menganalisis. Berpikir terperinci artinya siswa mampu mencari arti lebih mendalam terhadap pemecahan masalah dengan langkah-langkah terperinci. Siswa lebih memperkaya gagasan dari oarng lain. Siswa mengkaji atau menganalisis antara gagasan yang satu dengan yang lainnya sehingga siswa mampu memberikan gagasan yang mantap dan sempurna, karena siswa yang berpikir terperinci tidak puas dengan penampilan yang sederhana. Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kreativitas matematis adalah kemampuan menemukan dan menyelesaikan soal-soal atau masalah matematis yang indikatorindikatornya meliputi: (1) kelancaran adalah kemampuan mengemukakan
27
ide, jawaban, pertanyaan dan penyelesaian masalah, (2) keluwesan adalah kemampuan untuk menemukan atau menghasilkan berbagai macam ide, jawaban atau pernyataan yang bervariasi, (3) original adalah kemampuan memberikan gagasan atau tanggapan yang baru, dan (4) terperinci adalah kemampuan untuk mengembangkan suatu ide, menambah atau merinci secara detail suatu obyek, ide, dan situasi.
2.1.5 GENDER a. Pengertian Gander Menurut Santrock, J. W (2007) gender adalah dimensi psikologis dan sosiokultural yang dimiliki karena seseorang adalah laki-laki dan perempuan. Ada dua aspek dalam gender yaitu: identitas gender dan peran gender. Peran gender adalah gambaran bagaimana pria atau wanita berfikir, bertindak, atau merasa. Sedangkan menurut Sugihartono (2007) gender merupakan aspek psikososial dari laki-laki dan perempuan. Dari pengertian di atas gender adalah perbedaan jenis kelamin (lakilaki dan perempuam) berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat. Hubungan sosial ini dapat dibentuk dan dirubah sesuai faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Dengan memperhatikan pengertian tersebut maka gender dalam penelitian ini hanya terbatas pada perbedaan jenis kelamin, yaitu laki-laki atau perempuan berdasarkan perbedaan biologis.
b. Perbedaan dalam Gender Santrock, J. W (2007) beberapa perbedaan yang ada dalam gender antara lain adalah sebagai berikut: 1.
Perbedaan fisik Otak manusia pada dasarnya sama, terlepas apakah dia laki-laki atau perempuan (Halpern, 2001; Hwang, 2004). Meskipun demikian, penelitian menemukan beberapa perbedaan pada otak laki-laki dan otak perempuan (Goldstein, 2001; Kimaru, 2000). Beberapa pebedaan yang sudah ditemukan adalah:
28
a.
Otak perempuan lebih kecil dibandingkan otak lakilaki, tetapi otak perempuan lebih berlekuk; lipatan yang lebih besar (disebut kerutan/konvolusi) ini memungkinkan jaringan permukaan otak dalam tengkorak yang lebih luas pada perempuan dibanding dengan laki-laki (Luders, 2004). b. Porsi dari korpus kalosom-ikatan jaringan tempat kedua belahan otak berkomunikasi – lebih besar pada perempuan dibanding pada laki-laki (Driesen & Raz, 1995; Le Vay, 1994). c. Daerah dari lobus parietal yang berfungsi untuk kemampuan visiopasial lebih besar pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (Fredirk dkk, 2000). d. Daerah otak yang telibat dalam ekspresi emosi menunjukkan aktivitas metabolisme yang lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki (Gur, dkk., 1995). 2. Perbedaan Kognitif Dalam pembahasan klasik mengenai perbedaan gender, Eleanor Maccoby dan Carol Jacklin (1997) menyimpulkan bahwa laki-laki memiliki kemampuan matematika dan visuospasial (kemampuan yang dibutuhkan arsitek untuk mendesain sudut dan dimensi bangunan) yang lebih baik, sedangkan perempuan lebih baik dalam kemampuan verbalnya. Kemudian Maccoby merevisi kesimpulannya mengenai beberapa dimemsi gender. Dia menyatakan bahwa akumulalsi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara kemampuan verbal antara laki-laki dan perempuan sudah hampir tidak ada lagi tetapi perbedaan dalam kemampuan matematika dan visuospasial masih ada. Dalam sebuah penelitian nasional oleh departemen pendidikan AS (2000), anak laki-laki sedikit lebih baik dibandingkan perempuan dalam matematika dan sains. Meskipun begitu, secara rata-rata anak perempuan adalah pelajar yang lebih baik, dan mereka secara signifikan lebih baik dari anak laki-laki dalam membaca. Dalam penelitian nasional terbaru lainnya, anak perempuan memiliki prestasi membaca dan kemampuan menulis yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki kelas 4, 8, dan 12, dan perbedaan ini lebih lebar seiring dengan meningkatnya pendidikan (Coley, 2001). Dari hasil penelitian di atas dan halaman sebelumnya menyatakan bahwa kemampuan laki-laki dalam bidang matematika dan sains lebih baik daripada perempuan. Perempuan disebutkan lebih unggul dalam bidang membaca dan menulis. Dari kelebihan yang dimiliki siswa perempuan
29
dalam membaca dan menuliskan memungkinkan dapat meningkatkan pula kemampuan dalam bidang matematika dan sains. Dari pendapat di atas, peneliti ingin mengetahui apakah seorang laki-laki itu memang lebih baik dibidang matematika dan sains dibandingkan dengan perempuan. Khususnya dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh gender terhadap kreativitas sebagai dampak dari pembelajaran matematika realistik.
2.2 Kajian Yang Relevan Hasratuddin (2010) dalam penelitian yang berjudul meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional siswa SMP melalui pembelajaran matematika realistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
antara yang diberi pembelajaran matematika realistik dengan pembelajaran biasa, (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan peringkat sekolah, (3) terdapat
perbedaan peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan gender, (4) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan peringkat sekolah terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, (5) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, (6) terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan emosional siswa berdasarkan pembelajaran, (7) tidak terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan emosional siswa berdasarkan peringkat sekolah, (8) tidak terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan emosional siswa berdasarkan gender, (9) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan peringkat sekolah terhadap peningkatan kecerdasan emosional, (10) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender terhadap kecerdasan emosional, (11) tidak terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kritis dengan kecerdasan emosional, dan (12) siswa memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran matematika realistik. Secara
30
umum, melalui pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional siswa. Dari hasil penelitian di atas terutama hasil yang pertama, ketiga, dan kelima dapat dilihat bahwa ada peningkatan berpikir kritis yang menunjukkan kreativitas lebih baik dengan pembelajaran matematika realistik, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis berdasarkan gender dan tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan laporan dari penelitian yang telah dilakukan dan dijabarkan di atas,
peneliti
tertarik
untuk
melakukan
penelitian
menggunakan
pembelajaran matematika realistik terhadap kreativitas berdasarkan gender.
2.3 Kerangka Pikir Pembelajaran matematika yang dilakukan guru masih berkonsentrasi pada buku dan latihan soal, pembelajaran yang dilakukan guru masih monoton dan berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik diharapkan pembelajaran menjadi aktif, menyenangkan, dan kreatif serta mempunyai ketrampilan sosial yang tinggi dan mampu menghargai orang lain sehingga dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam menghasilkan produk baru dari apa yang siswa peroleh ketika pembelajaran baik siswa laki-laki maupun perempuan.
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1.
Ada perbedaan kreativitas kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
31
Ha: ada perbedaan kreativitas antara siswa yang menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Ho: tidak ada perbedaan kreativitas antara siswa yang menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 2.
Ada perbedaan kreativitas antara kelompok siswa laki-laki dengan kelompok siswa perempuan. Ha: ada perbedaan kreativitas antara siswa laki-laki dan perempuan. Ho: tidak ada perbedaan kreativitas antara siswa laki-laki dan perempuan.
3.
Ada pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap kreativitas berdasarkan gender siswa pada pokok bahasan mengidentifikasi sifatsifat bangun datar kelas V SD semester 2 gugus Ki Hajar Dewantara kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011/2012. Ha: ada pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap kreativitas berdasarkan gender siswa pada pokok bahasan mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar kelas V SD semester 2 gugus Ki Hajar Dewantara kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011/2012. Ho: tidak ada pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap kreativitas berdasarkan gender siswa pada pokok bahasan mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar kelas V SD semester 2 gugus Ki Hajar Dewantara kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011/2012. Dasar pengambilan keputusan hipotesis berdasarkan signifikan (sig.)
adalah sebagai berikut: 1. Apabila sig. > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. 2. Apabila sig. < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.