9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori 1.1.1
Hakikat Pembelajaran IPA
a. Hakikat IPA Ilmu Pengetahuan Alam adalah penyelidikan yang terorganisir untuk mencari pola atau keteraturan dalam alam. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sebagai proses. Produk Ilmu Pengetahuan Alam adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip, serta teori-teori. (Iskandar, 1996: 1). Proses ilmiah tersebut antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasangagasan. Ilmu Pengetahuan Alam untuk anak-anak SD harus dimodifikasi agar anak-anak dapat mempelajarinya. Ide dan konsep-konsep harus disederhanakan agar sesuai dengan kemampuan anak untuk memahaminya. Pendidikan IPA menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki tujuan agar setiap siswa terutama yang ada di SD memiliki kepribadian yang baik dan dapat menerapkan sikap ilmiah serta dapat mengembangkan potensi yang ada di alam untuk dijadikan sebagai sumber ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pendidikan IPA bukan hanya sekedar teori akan tetapi dalam setiap bentuk pengajarannya lebih ditekankan pada bukti dan kegunaan ilmu tersebut. Bukan berarti teori-teori terdahulu tidak digunakan, ilmu tersebut akan terus digunakan sampai menemukan ilmu dan teori baru. Teori lama digunakan sebagai pembuktian dan penyempurnaan ilmu-ilmu alam yang baru. Hanya saja teori tersebut bukan untuk dihafal namun di terapkan sebagai tujuan proses pembelajaran. Melihat hal tersebut di atas nampaknya pendidikan IPA saat ini belum dapat menerapkannya. Standar Kompetensi ( SK ) dan Kompetensi Dasar ( KD ) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
10
Pencapaian SK dan KD di dasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan bekerja ilmiah dan yang di fasilitasi oleh guru. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran IPA di SD adalah ilmu pelajaran di SD yang terorganisir untuk mencari pola atau keteraturan dalam alam sesuai standar kompetensi lulusan siswa SD yang harus dimodifikasi, ide dan konsep disederhanakan, dengan tujuan agar siswa SD dapat memiliki kepribadian yang baik dan dapat menerapkan sikap ilmiah serta dapat mengembangkan potensi yang ada di alam.
b. Pembelajaran IPA Dalam pembelajaran IPA mencakup semua materi yang terkait dengan objek alam serta persoalannya. Ruang lingkup IPA yaitu makhluk hidup, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya. Darmodjo Hendro (1991: 3) menyebutkan secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Purnell’s (dalam Iskandar, 1996: 2) menyatakan “Science the broad field of human knowledge, acquired by systematic observation and experiment, and explained by means of rules, laws, principles, theories, and hypotheses”, artinya Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia yang luas dan didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturanaturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hipotesa-hipotesa. Ada pula yang mendefinisikan demikian : “IPA adalah apa yang dilakukan oleh para ahli IPA”. Bernal (dalam Darmodjo Hendro: 1991: 4) menyatakan bahwa IPA dapat dipandang sebagai institusi, metode, kumpulan pengetahuan, suatu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi, salah satu faktor penting yang mempengaruhi sikap dan pandangan manusia terhadap alam. Dari beberapa definisi diatas pembelajaran IPA merupakan pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya yang didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen.
11
c. Tujuan Pembelajaran IPA Dalam kurikulum 2006, tujuan untuk tiap mata pelajaran yang harus dicapai peserta didik di tingkat SD/MI didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.23 Tahun 2006 untuk mata pelajaran IPA seperti yang dikemukakan oleh Naniek Sulistya Wardani (2012: 32) dalam bukunya sebagai berikut. 1. Melakukan
pengamatan
terhadap
gejala
alam
dan
menceritakan
hasil
pengamatannya secaraa lisan dan tertulis 2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya, dan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya 3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan, dan tumbuhan, serta fungsinya dan perubahan pada makkhluk hidup 4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda, dan kegunaannya 5. Memahami berbagai bentuk energy, perubahan dan manfaatnya 6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan permukaan bumi, dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia. Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) di SD merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran IPA Sekolah Dasar Negeri Pojoksari Ambarawa kelas 5 semester II tahun 2011/2012 Kelas 5, Semester II
12
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Bumi dan Alam Semesta 7. Memahami perubahan 7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena yang terjadi di alam pelapukan dan hubungannya 7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah dengan penggunaan 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi sumber daya alam 7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya 7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan 7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb)
2.1.2
Aktivitas belajar Keaktifan anak didik tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi
kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. (Djamarah, 2010: 38) Pembelajaran aktif lebih banyak melibatkan aktifitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan melakukan penilaian terhadap berbagai peristiwa belajar dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran aktif, guru lebih banyak memosisikan dirinya sebagi fasilitator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar kepada siswa. Siswa terlibat secara aktif dan berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak
13
memberikan arahan dan bimbingan, serta mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran. Penerapan pembelajaran yang mengaktifkan siswa dapat dilakukan melalui pengembangan berbagai keterampilan belajar esensial yang antara lain sebagai berikut: (1) berkomunikasi secara lisan dan tertulis secara efektif, (2) berfikir logis, kritis, dan kreatif, (3) rasa ingin tahu, (4) penguasaan teknologi dan informasi, (5) pengembangan personal dan sosial, dan (6) belajar mandiri. (Rusman, 2012: 388) Proses pembelajaran dikatakan sedang berlangsung, apabila ada aktifitas siswa di dalamnya. Dave Meier (dalam Martinis Yamin, 2008:74) mengemukakan bahwa: “Belajar harus dilakukan dengan aktifitas, yaitu menggerakkan fisik ketika belajar, dan memanfaatkan indera siswa sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar.” Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa belajar harus melibatkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, yang meliputi potensi gerakan fisik, potensi panca indera, dan potensi kemampuan intelektual. Sebagian besar siswa memiliki gaya belajar yang kolaboratif, yaitu menggabungkan potensi visual, audio, dan kinestik. Pembelajaran yang melibatkan aktifitas siswa secara langsung merupakan implementasi dari gaya belajar yang mengaktifkan siswa. Karena dengan aktifitas langsung dalam proses pembelajaran, maka siswa secara otomatis melibatkan gerakan fisik, indera, mental, dan intelektual secara bersmaan. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Di dalam belajar siswa harus mengalami aktivitas mental, misalnya pelajar dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berfikir kritis, kemampuan menganalisis, kemampuan mengucapkan pengetahuannya dan lain sebagainya, tetapi juga mengalami aktivitas jasmani seperti mengerjakan sesuatu, menyusun intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lainnya. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mencari berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses belajar mengajar dikelas. Aktivitas belajar ini memposisikan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran, sehingga memberikan
14
konsekuensi keterlibatan siswa secara penuh mulai dari perencanaan pembelajaran, proses hingga evaluasi pembelajaran.
2.1.3 Hasil Belajar Dalam pendidikan, pengukuran hasil belajar dilakukan dengan mengadakan testing untuk membandingkan kemampuan siswa yang diukur dengan tes sebagai alat ukurnya. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Purwanto (2009: 34), dalam bukunya mengemukakan hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh dari aktivitas belajar. Walapun tidak semua perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Gagne (dalam Dahar, 1998:95), hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Hasil belajar termasuk komponen pendidikan yang harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan, karena hasil belajar diukur untuk nmengetahui ketercapaian tujuan pendidikan melalui proses belajar mengajar. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Menurut Winkel (Purwanto, 2009: 45) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu pada taksonami tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Haroow mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
15
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli mengenai pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa tersebut mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas sejumlah tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dalam kegiatan belajar mengajar, pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan oleh guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat pengukur. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siswa. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket Pengukuran hasil belajar siswa menggunakan alat penilaian hasil belajar. Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan teknik tes dan non tes, antara lain:
I. TES Tes ialah seperangkat evaluasi atau tugas yang harus dikerjakan oleh peserta yang akan dites, dan berhasil menyelesaikan tugas atau evaluasi yang telah dikerjakan tersebut, akan dapat ditarik suatu kesimpilan tentang aspek tertentu pada orang atau peserta tersebut. Alat tes adalah sebagai alat ukur yang banyak ragamnya serta luas cara penggunaannya, seperti berikut ; a. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice) Merupakan soal yang harus dijawab oleh perseta atau orang yang dites dengan memilih jawaban yang tersedian. b. Tes Tertulis Merupakan tes yang beberapa soal harus dijawab oleh peserta atau orang yang dites dengan memberikan jawaban tertulis. c. Tes Lisan
16
Merupakan tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengadakan tanya-jawab secara langsung antara peserta atau orang yang dites dan orang yang member pertanyaan atau penanya. d. Tes Perbuatan Merupakan tes dengan cara memiliki penguasaan yang disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaa tugasnya diukur dengan perbuatan atau unjuk kerja.
II. NON TES Teknik non tes merupakan kegiatan aktvitas yang diamati oleh observer pada saat observasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan angket, maupun wawancara, dan dapat pula dilakukan dengan menggunakan sosiometri. Tes ini digunakan sebagai pelengkap dan sebagai bahan petimbangan dalam pengambilan keputusan untuk sebagai bahan pertimbangan penentuan kualitas dari hasul belajar, teknik ini dapat memiliki sifat yang menyeluruh untuk semua aspek dikehidupan anak.
Dalam perencanaan untuk menyusun instrumen proses belajar, maka langkah yang dilakukan adalah menyusun kisi-kisi dan menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu (Wardani Naniek Sulistya dkk, 2012: 92-93). Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Untuk merumuskan indikator dengan tepat dikarenakan dalam penyusunan kisikisi soal, Indikator perilaku merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Dalam hal ini guru perlu memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas Dalam hubungan ini kita mengenal ranah kognitif
17
yang dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh Krathwoll (2001). Revisi Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6). Naniek Sulistya Wardani dkk, (2012:51)
menjelaskan, bahwa evaluasi itu
merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedangkan kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR). Dalam perencanaan proses belajar KKM merupakan bagian yang berperan penting setelah kisi-kisi. KKM merupakan kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dan harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran (Naniek Sulistya Wardani dkk, 2012:117). Satuan pendidikan dapat memulai dari KKM di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap. KKM menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua. KKM harus dicantumkan dalam
18
Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.
2.1.4
Model Pembelajaran Jigsaw Model Pembelajaran Jigsaw merupakan teknik pembelajaran yang menarik
untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligusn mengajarkan kepada orang lain. ( Zaini, 56) Seperti diungkapkan oleh Lie (1999:73), bahwa “pembelajaran kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri”. Dalam model pembelajaran ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan informasinya kepada kelompok lain. Lei (1994) menyatakan bahwa Jigsaw merupakan salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang fleksibel. Banyak riset telah dilakukan berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dengan dasar Jigsaw. Riset tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa siswa yang terlibat di dalam pembelajaran model kooperatif model Jigsaw ini memperoleh prestasi lebih baik, mempunyai sikap yang lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran, di samping saling menghargai perbedaan dan pendapat orang lain. The Jigsaw method is a cooperative learning technique in which students work in small groups. In this method, each group member is assigned to become an "expert" on some aspect of a unit of study. After reading about their area of expertise, the experts from different groups meet to discuss their topic, and then return to their
19
groups
and
take
turns
teaching
their
topics
to
their
groupmates.
(olc.spsd.sk.ca/de/PD/coop/page4.html , 1 Januari 2013). Artinya bahwa model pembelajaran jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif dimana siswa dalam bekerja membentuk kelompok kecil. Dalam model pembelajaran ini, masing-masing anggota kelompok ditunjuk sebagai ahli/pakar untuk menjadi kelompok pakar dalam aspek yang telah dibagi. Setelah mendalami materinya dalam kelompok pakar, mereka kembali ke kelompok awal untuk mendiskusikan materi tersebut dengan kelompoknya. Kelebihan model pembelajaran Jigsaw seperti yang diungkapkan Hisyam Zaini (2008: 56) adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain. Jadi dapat diambil kesimpulan model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Pembelajaran model Jigsaw juga dapat dikenal dengan kooperatif para ahli/ tim ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, setiap utusan dalam kelompok yang berbeda membahas materi yang sama, kita sebut sebagai tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil permasalahan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya. Dalam melaksanakan kegiatan menggunakan model pembelajaran jigsaw ada beberapa langkah yang harus dilakukan, kegiatan tersebut adalah: 1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5–6); 2. Materi pelajaran dan peran masing-masing dibagi kepada siswa per kelompok dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab; 3. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Dalam hal ini materi yang akan di pelajari adalah materi dalam mata pelajaran IPA. Maka setiap siswa dari satu kelompok mempelajari salah satu materi, misal tanah humus. Kelompok satunya mempelajari
20
tentang salah satu materi lainnya, siswa yang lainnya tentang salah satu materi lainnya lagi dan begitu seterusnya 4. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya; 5. Setelah anggota kelompok ahli kembali ke kelompoknya, dia bertugas mengajari temannya secara bergilir; 6. Setelah seluruh siswa selesai melaporkan, guru menunjukkan satu kelompok untuk menyampaikan hasilnya dengan melakukan perannya di dalam kelompok masingmasing, kelompok lain menanggapi dan guru mengklarifikasi; 7. Membuat kesimpulan
2.1 Penelitian Yang Relevan Miftahul Ahmadah, 2011 dalam skripsinya yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas IV SDN Sumberasri 05 Kabupaten Blitar, menyatakan bahwa metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Tiap siklus dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes, dan dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran IPS melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Sumberasri 05 yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil belajar pada pra tindakan 57, siklus I 70, dan siklus II 83 . Ketuntasan belajar pada pra tindakan sebesar 37%, siklus I sebesar 75%, dan siklus II 88%. Kelebihan: Penelitian ini dilakukan dengan model pembelajaran yang menarik, sehingga siswa antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Kelemahan: peneliti perlu meningkatkan dalam penguasaan kelas karena proses pembelajaran yang bersifat kelompok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran
21
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV SDN Sumberasri 05 Kabupaten Blitar, oleh karena itu guru disarankan untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak hanya di kelas IV tetapi juga di setiap kelas serta menerapkannya pada semua mata pelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Lilin Yunarwi, 2011 dalam skripsinya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Biologi Kelas VIID Smp Negeri 16 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian dilaksanakan dua siklus. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi, analisis, dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIID SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Sumber data berasal dari informasi guru dan siswa, tempat dan peristiwa berlangsungnya kegiatan pembelajaran, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data dengan angket, observasi, dan wawancara. Validitas data menggunakan teknik triangulasi metode. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Prosedur penelitian adalah model spiral yang saling berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar biologi siswa di kelas VII-D SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilihat melalui angket dan lembar observasi. Persentase rata-rata berdasarkan lembar observasi motivasi belajar siswa pra siklus sebesar 54,24%, siklus 1 sebesar 71,89% dan siklus 2 sebesar 83,98%. Hasil perhitungan angket pra siklus menunjukkan motivasi belajar siswa sebesar 68,37%, siklus 1 sebesar 73,06%, dan siklus 2 sebesar 80,34%. Kelebihan: dalam penelitian ini siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran karena menggunakan media yang menyenangkan sehingga siswa tidak mudah bosan. Kelemahan: peneliti sebaiknya menggunakan metode pembelajaran lebih dari satu agar siswa tidak mudah bosan. Kesimpulannya bahwa penerapan pembelajaran koperatif Jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
22
Secara umum model pembelajaran jigsaw dalam kajian diatas dapat meningkatkan hasil belajar namun tidak semua siswa yang tuntas dalam pembelajaran yang diajarkan. Hal ini bukan berarti tidak berhasilnya penerapan model pembelajaran jigsaw, tetapi dikarenakan dari faktor siswanya sendiri yang kurang memperhatikan pembelajaran dan langkah-langkah kegiatan diskusi yang dilakukan bersama-sama dengan temannya. Selain itu dalam suasana pembelajaran guru juga belum bisa mengarahkan semua kelompok untuk berdiskusi secara aktif dan memahami materi yang sedang didiskusikan. Namun model pembelajaran jigsaw di dalam penelitian ini guru akan memberikan pengarahan yang lebih maksimal kepada semua kelompok, sebelum pembelajaran
dimulai
guru
akan
memberikan
pengarahan
langkah-langkah
pembelajaran yang akan dilakukan sehingga siswa akan lebih mengerti aluralur/gambaran-gambaran pembelajaran yang akan dilakukan hari ini. Di dalam diskusi guru akan mendampingi satu-persatu kelompok untuk diarahkan berdiskusi dengan temannya, sehingga diharapkan siswa akan saling bertukar pemikiran terhadap materi yang dibahas bersama-sama tersebut. Selain itu di dalam diskusi ada bantuan alat peraga yang akan membuat siswa lebih memahami materi yang dibahas bersama-sama. Dari keseluruhan pembelajaran model pembelajaran jigsaw ini diharapkan keaktifan dan hasil belajar yang diperoleh siswa dapat tercapai sesuai yang diinginkan.
23
2.2 Kerangka Berfikir Pembelajaran IPA yang sering berlangsung di kelas-kelas, adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru dalam penyampaian materi masih menggunakan metode ceramah, sehingga respon siswa terhadap pembelajaran IPA menjadi kurang maksimal, diantaranya siswa berbicara sendiri, siswa menjadi mengantuk dan cepat bosan, sehingga siswa cenderung pasif dan tidak aktif. Kondisi seperti yang membuat siswa ketika mengerjakan tes atau tugas tidak dapat mengerjakan secara optimal sehingga keaktifan dan hasil belajar yang diperoleh rendah. Pembelajaran dengan metode konvensional yang pada umumnya dilaksanakan oleh guru masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Guru masih dominan sehingga membuat siswa menjadi pasif. Siswa tidak mengalami pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan pengalaman baru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, akibatnya siswa kurang aktif dan hasil belajar siswa rendah. Untuk mendapatkan keaktifan dan hasil belajar yang maksimal diperlukan berbagai faktor yang mendukung, diantaranya adalah dengan model pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yang dapat menarik minat siswa untuk belajar sehingga siswa aktif dan keaktifan serta hasil belajar siswa meningkat. Pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran yang berbeda akan mengurangi kondisi yang monoton pada siswa sehingga pembelajaran ini akan menarik bagi siswa. Salah satu model yang dapat digunakan oleh guru dalam mata pelajaran IPA adalah dengan model pembelajaran jigsaw. Model pembelajaran jigsaw dalam pembelajarannya dapat melatih siswa untuk berdiskusi memahami materi yang sedang diajarkan oleh guru serta melatih tanggung jawab dalam berkelompok. Dalam kegiatan pembelajaran, mula-mula guru memberikan materi secara langsung kemudian guru membagi siswa kedalam 5-6 kelompok asal untuk mambahas materi yang sedang diajarkan. Didalam model pembelajaran ini siswa aktif untuk berdiskusi memahami materi dan bertanggung jawab terhadap materi yang sedang dipelajari bersama-sama dengan teman sekelompoknya. Selain itu siswa juga dituntut untuk membagi anggota kelompoknya menjadi beberapa ahli/pakar dalam setiap soal dan bertanggung jawab untuk lebih memahami tugasnya. Model pembelajaran ini juga melatih kemandirian
24
siswa setelah siswa para ahli ditemukan kepada ahli lain dalam kelompok asal yang lain pula. Materi yang diajarkan oleh guru akan lebih dimengerti dan dipahami siswa dengan menggunakan model pembelajaran ini. Para ahli dapat kembali kepada kelompok asal dan dapat menyampaikan hasil diskusinya dengan kelompok ahli, yang kemudian para ahli tersebut memiiki tanggung jawab untuk menjeaskan kepada anggota kelompok asalnya hingga mengerti dan paham. Hal ini akan memacu seluruh siswa untuk aktif belajar ketika pembelajaran berlangsung. Diharapkan dalam penggunaan model pembelajaran jigsaw ini siswa dapat bertukar pendapat dengan temannya mengenai materi yang sedang diajarkan dan membantu temannya yang kesulitan memahami materi tersebut. Selain itu siswa juga dapat menemukan konsepkonsep yang ada pada materi, siswa tidak hanya tahu teorinya saja melainkan dibahas dan dicari bersama-sama dengan siswa lainnya. Untuk itu guru perlu melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran jigsaw agar siswa lebih giat mengikuti pembelajaran sehingga keaktifan dan hasil belajar yang dicapai siswa sesuai dengan yang diharapkan. Untuk langkah-langkah model pembelajaran jigsaw untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dapat dilihat pada gambar 2.1.
25
Pembelajaran IPA Kompetensi Dasar : mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan serta mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang mempengaruhinya
Pembelajaran Konvensional (penyampaian materi dengan metode ceramah, berpusat pada guru)
Siswa pasif, mengantuk, dan cepat bosan dalam mengikuti pembelajaran
Guru fasiltator pendamping (guru kelas)
Keatifan dan Hasil Belajar Rendah
Model Pembelajaran Jigsaw
Siswa membentuk 5-6 kelompok sebagai kelompok asal.
Setiap anggota dalam kelompok asal diberi materi dan tugas yang berbeda sebagai tim ahli
Anggota kelompok yang berbeda dengan materi yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan materi mereka.
Rubrik Diskusi (membicarakan materi pembelajaran, bukan yang lainnya)
Tim ahli kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman dalam kelompok asal tentang materi yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan saksama.
Rubrik Diskusi (membicarakan materi pembelajaran, bukan yang lainnya)
Penilaian Keaktifan Siswa
Skor Keaktifan Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
Rubrik Keaktifan Siswa dalam Menyampaikan Pendapat di depan kelas
Guru memberikan evaluasi kepada siswa
Tes Formatif
Hasil belajar siswa meningkat pada mata pelajaran IPA
Penilaian hasil belajar
Gambar 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa
26
2.3
Perumusan Hipotesis Dengan menggunakan Model Pembelajaran Jigsaw pada mata pelajaran IPA
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Pojoksari Ambarawa semester II tahun 2012/2013.