BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Makna Hidup 2.1.1 Definisi Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life) (dalam Bastaman, 2007). Bila hal itu berhasil di penuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan timbul perasaan bahagia (happiness). Dan makna hidup ternyata ada di dalam kehidupan itu
sendiri,
menyenangkan
dan dan
dapat tidak
ditemukan
dalam
menyenangkan,
setiap keadaan
keadaan bahagia,
yang dan
penderitaan. Ungkapan seperti “Makna Dalam Derita” (meaning suffering) atau “Hikmah dalam Musibah” (Blessing in desguise) menunjukan bahwa dalam penderitaan sekalipun hidup tetap dapat ditemukan. Bastaman (2007) menjelaskan beberapa alasan yang menjadi hasrat untuk hidup, seperti: orang tua yang ingin mengasihi keluarga dan ingin menjadi orang tua yang baik, seorang anak yang ingin menjadi anak yang 1
berbakti dan membahagiakan orang tua yang baik, seseorang yang ingin menjadi orang yang bertanggung jawab bagi dirinya sendiri. Seseorang yang sadar akan tanggung jawabnya, tidak akan menyia-nyiakan hidupnya (Frankl, 2003). Abidin (2007) adalah hal-hal yang di anggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Frankl (2003) menyatakan bahwa seseorang akan mencintai orang lain jika ia menyadari adanya sesuatu yang esensial dari keberadaan orang lain tersebut. Bastaman (2007) menjelaskan beberapa alasan yang menjadi hasrat untuk hidup, seperti : orang tua yang ingin mengasihi keluarga dan ingin menjadi orang tua yang baik, seorang anak yang ingin menjadi anak yang berbakti dan membahagiakan kedua orangtuanya, atau seseorang yang akan menjadi orang yang bertanggung jawab bagi dirinya sendiri. Seseorang yang sadar akan tanggung jawabnya, tidak akan menyianyiakan hidupnya (Frankl, 2003). Abidin (2007) menyatakan bahwa seseorang mempertahankan hidupnya karena sesuatu atau seseorang yang membutuhkan dirinya. Makna hidup menurut Bastaman (2007) adalah halhal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Frankl (2003) menyatakan bahwa seseorang akan mencintai orang lain jika ia menyadari adanya sesuatu yang esensial dari keberadaan orang lain tersebut.
2
2.1.2 Karakteristik Makna Hidup Makna hidup menurut Frankl (2003) tidak dapat dijelaskan dalam istilah umum tetapi Frankl menyebutkan bahwa makna hidup bersifat unik dan spesifik yang harus didapat dan diisikan oleh diri sendiri. Bastaman (2007) menguraikan karakteristik makna hidup, yakni: 1) Unik, pribadi dan temporer Makna hidupseseorang dan apa yang dianggap bermakna bagi dirinya tidak sama dengan orang lain dan bahkan dapat berubah sewaktuwaktu Frankl (dalam Koeswara,1987) menekankan bahwa setiap individu memiliki pilihan dan cara sendiri dalam menciptakan makna hidupnya. 2) Spesifik dan nyata Makna hidup dapat ditemukan dari peristiwa nyata yang memiliki makna pribadi bagi seseorang, tidak selalu dari hal yang abstrakfilosofis, tujuan idealis dan prestasi-prestasi akademis yang serba menakjubkan. Frankl (dalam Koeswara, (1987) mengemukakan bahwa makna hidup tidak harus selalu merupakan persoalan agama, tetapi juga melalui realisasi nilai-nilai manusiawi yang mencakup nilai kreatif, nilai estetis, nilai etis dan nilai pengalaman. 3
3) Memberi pedoman dan arah Makna hidup memberi pedoman dan arah bagi kegiatan manusia seseorang yang sudah menemukan makna hidupnya akan seolah-olah terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhi makna hidup tersebut. Frankl (dalam Koeswara, 1987) menyatakan bahwa keinginan terhadap makna adalah penggerak utama dari kepribadian manusia.
2.2
Proses Menemukan Makna Hidup Skema proses kebermaknaan hidup (Bastaman,1996).
Proses Menemukan Makna Hidup: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pengalaman tragis Penghayatan hidup tanpa makna Pemahaman diri Penemuan makna dan tujuan hidup Perubahan sikap Keikatan diri Kegiatan terarah dan makna hidup Hidup bermakna kebahagian
Penjelasan gambar: 1. Peristiwa tragis merupakan peristiwa-peristiwa yang tak terelakan, baik yang bersumber dari dalam diri sendiri maupun berasal dari lingkungan. Peristiwa tersebut menimbulkan perasaan kecewa, sedih, marah, dan stress.
4
2. Penghayatan tak bermakna merupakan penghayatan-penghayatan terhadap peristiwa tragis yang dihadapi dengan mengembangkan sikap mental dan citra negatif terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Hal ini yang akan menimbulkan gangguan penyakit organik dan psikis serta sebagai perilaku menyimpang lainnya. 3. Pemahaman diri merupakan upaya dalam mengenali dan memahami diri dari peristiwa tragis yang dialami secara positif dengan mengurangi hal hal yang bersifat negatif. Pengenalan dan pemahaman tersebut berupa penyadaran sikap sehingga bermanfaat untuk masa yang akan datang. 4. Penemuan makna dan tujuan hidup merupakan usaha dalam mendapatkan atau mengatasi kesulitan kesulitan dan perasaan yang tak menyenangkan akibat penderitaan, hikmah dapat ditemukan dari penderitaan yang dihadapinya. 5. Perubahan sikap merupakan perubahan atas diri seseorang atas hikmah yang didapatkan menambah pengalaman baru dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan menyadari batasan-batasannya sehingga dapat menentukan sendiri sikap yang akan diambil. 6. Keikatan diri merupakan sebuah komitmen terhadap sikap yang telah diambil terhadap makna hidup yang telah ditemukan, sehingga tujuan hidup dapat ditetapkan. 7. Kegiatan terarah dan penemuan makna hidup merupakan upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi pribadi (bakat, keterampilan, kemampuan).
5
8. Hidup bermakna merupakan kehidupan yang dapat merubah hidup tanpa makna jadi bermakna, sehingga urutan pengalaman dan tahap-tahap yang dilalui seseorang dapat lebih berarti dalam menentukan tujuan hidup. 9. Kebahagian merupakan perasaan bahagia yang muncul sebagai tujuan akhir mengubah hidup tanpa makna menjadi bermakna. Berdasarkan urutannya, menurut Bastaman (1996) makna skema diatas dapat dikategorikan kedalam lima kelompok tahapan: A. Tahap derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna). B. Tahap penerimaan (pemahaman diri, perubahan sikap). C. Tahap penemuan makna hidup (penemuan makna dan tujuan hidup). D. Tahap realisasi makna (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup). E.Tahap kehidupan bermakna (penghayatan bermakna dan kebahagiaan). 2.2.1 Penemuan Makna hidup Frankl (dalam Koeswara, 1987) menyatakan bahwa penggunaan istilah ‘keinginan kepada makna’ lebih tepat dibanding ‘kebutuhan akan makna’ karena makna yang dilihat sebagai kebutuhan akan memiliki arti manusia bertingkah laku didorong kepada pencapaian makna dengan tujuan keadaan seimbang atau homeostatis. Menurut Ancok (dalam Frankl, 2003) kebermaknaan hidup dapat diwijudkan dalam sebuah keinginan untuk menjadi orang yang berguna untuk orang lainnya, apakah itu anak, istri, keluarga dekat, komunitas, Negara, bahkan umat manusia. Frankl (2003) menjelaskan
6
bahwa penemuan makna hidup dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu dengan:
1) Melakukan Suatu Perbuatan Melakukan suatu perbuatan adalah apa yang diberikan kepada hidup (Koeswara, 1987). Yang dimaksud dengan perbuatan adalah kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Makna hidup tidak terletak pada pekerjaan, tetapi bergantung pada sikap positif dan kecintaan individu terhadap pekerjaannya serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi (Bastaman, 2007). Prestasi atau pencapaian seseorang bisa menjadi bukti atas perbuatan
yang
dilakukan
seseorang
untuk
dunia
ini
dengan
kreativitasnya. Perbuatan-perbuatan tersebut bisa dilakukan disegala aspek kehidupan manapun baik dalam masyarakat, kelompok atau keluarga dimana seseorang itu berada (Guttmann, 1996). 2) Mengalami Sebuah Nilai Mengalami sebuah nilai dapat didefinisikan sebagai apa yang diambil dari hidup (Koeswara, 1997). Hal ini meliputi keyakinan dan penghayatan akan nilai kebenaran, kebajikan, keimanan dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat dijadikan seseorang berarti hidupnya (Bastaman, 2007). 7
3) Penderitaan Pada kondisi penderitaan, seseorang perlu menyakini bahwa penderitaan tersebut memiliki makna (Frankl, 2003). Hal-hal yang menimbulkan penderitaan disebut sebagai “the tragic triad” ( Frankl dalam Bastaman, 1996). The tragic triad meliputi pain (sakit), Guilt (kesalahan) dan death (kematian). Tidak ada seorangpun yang luput dari rasa sakit, perasaan bersalah dan juga tidak ada yang hidup selamanya. Tetapi satu-satunya perbedaan yang membedakan seseorang dari yang lainnya adalah cara menghadapi serta sikap yang diambil dalam menghadapi masalah tersebut (Gusttmann, 1996). Keadaan menderita tidak mungkin diubah atau dihindari tetapi manusia perlu untuk mengubah sikap yang diambil dalam menghadapi penderitaan itu. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah dapat mengubah pandangan seseorang dari yang semula diwarnai penderitaan menjadi mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan (Bastaman, 2007). Di dalam kehidupan seseorang, mungkin saja hasrat untuk hidup bermakna tidak terpenuhi. Ketika seseorang tidak mampu untuk menemukan, mengetahui dan menerima makna hidup, ia akan mengalami existencial vacuum ( Guttmann, 1996). Frankl (dalam Koeswara, 1987) menyatakan bahwa existencial vacuum atau kehampaan eksistensial adalah masalah yang umum terjadi dalam masyarakat modern. Hal ini ditandai dengan adanya keraguan atas makna kehidupan yang mereka jalani. May 8
(dalam Koeswara, 1987) menyebutkan bahwa kekosongan adalah kondisi individu yang tidak lagi mengetahui apa yang diinginkan dan tidak lagi memiliki kekuasaan terhadap apa yang terjadi dan dialami oleh individu tersebut. Selain itu, pasitivitas dan apatis juga menjadi ciri lain dari individu yang mengalami kekosongan. 2.5.
Penemuan Makna Hidup Lewat Penderitaan Bastaman (1996) memaparkan proposisi teoritis proses pencapaian makna hidup dari pengalaman tragis berdasarkan teori-teori logoterapi Frankl. Proporsisi tersebut kemudian diteliti dengan metode studi kasus akhirnya menghasilkan proses dan komponen dalam keberhasilan hidup bermakna. Tanpa makna (sehubungan dengan peristiwa tragis tertentu yang dialami oleh seseorang). Penghayatan hidup tanpa makna menurut Bastaman (2007) ditandai dengan perasaan hampa, gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak berarti, bosan, dan apatis. Komponen-komponen yang menentukan berhasilnya perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna, antara lain:
A. Kelompok Komponen Personal Meliputi pemahaman diri dan perubahan sikap. Pemahaman diri adalah meningkatnya kesadaran akan buruknya kondisi yang dialami. Munculnya kesadaran ini dapat timbul dari perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lainatau mengalami peristiwaperistiwa tertentu yang secara dramatis mengubah sikap seseorang. 9
Bastaman (2007) menyatakan bahwa pemahaman diri sangat bermanfaat bagi pengembangan potensi dan segi positif seseorang. Perubahan sikap adalah adanya perubahan dari yang semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, dari kecenderungan berontak, melarikan diri atau serba bingung dan tidak berdaya menjadi kesediaan untuk lebih berani realitis untuk menghadapinya. B. Kelompok Komponen Sosial Mencakup dukungan sosial, faktor pemicu dan model ideal. Dukungan sosial adalah hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan pada saat diperlukan. Faktor pemicu merupakan sebuah faktor yang kebetulan terjadi namun secara dramatis menimbulkan pemahaman diri dan perubahan sikap menjadi lebih baik. Model ideal adalah adanya tokoh panutan sebagai model idaman. C. Kelompok Komponen Nilai Meliputi (penemuan) makna hidup, keikatan diri terhadap makna hidup, kegiatan terarah, pencarian aktif, tantangan dan keberhasilan. Keikatan diri adalah komitmen terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan. Kegiatan terarah merupakan upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi pribadi yang positif. Pencarian aktif dilakukan oleh individu yang lebih sadar akan pentingnya makna hidup dan lebih aktif mengembangkan hidup bermakna daripada individu yang baru terpacu untuk mengubah sikap setelah ada 10
peristiwa dramatis sebagai pemicu. Tantangan merupakan hambatan, kendala dan hendaya
yang dialami selama menjalani kegiatan.
Keberhasilan adalah tercapainya tujuan yang ditetapkan dan target kerja yang direncanakan. 2.6.
Komponen-komponen yang Menentukan Keberhasilan Makna Hidup Bastaman (dalam wibowo, 2007) menyusun komponen-komponen yang menentukan berhasilnya perubahan dan penghayatan hidup tak bermakna menjadi lebih bermakna, diantaranya: A. Pemahaman diri (self insight), yakni kesadaran akan kondisi yang dinilai buruk saat ini dan keinginan keinginan untuk melakukan perbaikan. B. Makna hidup (meaning of life), yakni nilai-nilai yang penting bagi individu yang berperan sebagai pedoman dan tujuan hidup yang harus dipenuhi. C. Pengubahan sikap (changing attitude), yang semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah atau musibah yang tidak terelakan. D. Keikatan diri (self commitment), terhadap usaha pemenuhan makna hidup yang telah ditentukan. E. Kegiatan terarah (directed activities), yakni segala upaya yang secara sadar dilakukan berbagai pengembangan minat, potensi, dan kemampuan positif.
11
F. Dukungan sosial (social support), yakni adanya seorang atau sejumlah orang yang dipercaya dan bersedia mampu memberikan dukungan dan bantuan bilamana diperlukan. Keenam unsur tersebut merupakan proses integral dan dalam konteks mengubah penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna, antara satu dengan yang lain tak dapat dipisahkan. Selanjutnya berdasarkan sumbernya, komponen-komponen tersebut masih dapat dikelompokan jadi tiga (Bastaman, 1996), yaitu: A. Kelompok komponen personal (pemahaman diri, pengubahan sikap). B. Kelompok komponen sosial (dukungan sosial). C. Kelompok komponen nilai (makna hidup,keikatan diri, dan kegiatan terarah). 2.6.1. Sejarah Dan Tugas Brigade Mobil Brigade Mobil Polri merupakan Pasukan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang sejak lahirnya pada tanggal 14 Nopember 1946 diberi tugas khusus diantaranya mengenai bidang kemiliteran yang berwajibannya untuk mempertahankan dan memelihara keamanan dan ketertiban didalam negeri. Didalam melaksanakan Tugas pokok, Fungsi dan Peranan Brigade Mobil Polri, sepanjang sejarah tidak dapat dipisahkan dari situasi dan kondisi Negara dan Bangsa Indonesia pada tiap-tiap perjuangannya untuk menuju cita – cita luhur Bangsa Indonesia, yaitu masyarakat adil , makmur, maju dan sejahtera berdasakan Pancasila dan UUD – 1945. 12
Perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada masa lalu tidak dapat dipisahkan dengan sejarah pertumbuhan dan perkembangan Brigade Mobil Polri pada umumnya, karena Brigade Mobil Polri lahir dan tumbuh di tengah-tengah kancah perjuangan Bangsa Indonesia dan Revolusi Nasional Indonesia. Nama dan sebutan Brigade Mobil Polri pada masa lalu, antara lain: Pasukan polisi istimewa, Pasukan perjuangan polisi, Barisan polisi istimewa, Polisi marsose , Mobile Brigadedan lain sebagainya.
Pada masa permulaan Revolusi Nasional Bangsa Indonesia pada masa yang lampau, dimana-mana di samping rakyat dan pemudanya yang bersenjatakan bambu runcing , Pasukan polisi istimewa adalah salah satu pasukan yang memiliki sikap dan daya juang yang tinggi, sehingga mampu memberi dorongan serta motifasi yang besar terhadap moril dan keuletan tekad bagi rakyat Indonesia untuk terus berjuang mempertahankan Kemerdekaan Indonesia melawan kekuasaan Asing yang bercokol di bumi Indonesia.
Sejarah perjuangan Brigade Mobil Polri , bukan saja menjadi kebanggaan Polri , akan tetapi menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia pada umumnya, karena Brigade Mobil Polri tidak pernah absen dalam perjuangan bersenjata Rakyat Indonesia , ikut aktif menentang dan melawan penjajah dan kekuasaan bangsa Asing, perjuangan menegakkan hukum dan keadilan di seluruh tanah air. 13
Pada tanggal 14 Nopember 1961, Brigade Mobil Polri mendapat Anugrah “Sakanti Yana Utama“ dari Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Satya Lencana Sakanti Yana Utama tersebut mengandung nilainilai Spiritual yang merupakan kebanggaan dan pengungkit untuk membangkitkan daya juang serta pengabdian Brigade Mobil Polri terhadap Negara dan Bangsa Indonesia. Anugerah tersebut sebagai pendorong semangat yang luar biasa nilainya , dan sepanjang sejarah akan ditulis dengan Tinta Emas dalam sejarah Bangsa Indonesia. Lebih-lebih jika diingat bahwa Sakanti Yana Utama itu merupakan Anugerah dan Penghargaan tertinggi dan yang pertama dalam sejarah Kepolisian Republik Indonesia
Pada hakekatnya bahwa setiap warga Brigade Mobil Polri harus mampu mempertahankan dan menjunjung tinggi kehormatan serta kebanggaan yang telah diraih pada masa perjuangan . Dan nilai-nilai inilah yang selalu menjiwai dalam pertumbuhan dan perkembangan kemampuan Brigade Mobil Polri untuk tetap mempertahankan dan bahkan lebih meningkatkan Kinerja baik dibidang Pembinaan maupun Operasional Brigade Mobil Polri dalam menghadapi tantangan tugas yang lebih berat pada masa mendatang dengan meningkatkan jiwa kejuangan dan pengabdian kepada Negara dan Bangsa.
Karena itu, nilai-nilai perjuangan Brigade Mobil Polri yang terkandung dalam“ Sakanti Yana Utama ” tersebut akan mempertebal 14
keyakinan, bahwa dalam situasi dan kondisi bagaimanapun Eksistensi Brigade Mobil Polri akan tetap dibutuhkan dan diharapkan dapat diandalkan serta dibanggakan. Ibarat seperti tumbuhan yang akar tunggangnya menunjang masuk ke dalam bumi, sehingga mampu menjadi penguat pertumbuhan dan daya tahan bagi Brigade Mobil Polri dari terpaan angin taufan serta guncangan apapun yang menimpa. Mungkin suatu saat tangkai dan ranting dapat terputus karena waktu dan usia, namun batang dan akarnya akan tetap kokoh dari (Staf Ahli Kapolri,2001). 2.6.2. Tugas Brigade Mobil Polri (Korp Brimob) Menurut Tap MPR nomor/VI/MPR/2000 Pasal 2 tentang pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa: 1. Tentara Nasional Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara. 2. Kepolisian Republik indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan. 3. Dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan, Tentara Nasional Indonesia harus bekerja sama dan saling membantu. Dari Tap di atas jelas bahwa tugas TNI berorientasi pada pertahanan sedangkan tugas utama Polri adalah memelihara keamanan. Di dalam keterkaitan tugas kedua institusi tersebut maka baik TNI maupun Polri dapat saling membantu. Tugas Polri kemudian lebih terperinci lagi 15
seperti yang termaktub dalam undang-undang Kepolisian No.2/2002, pasal 13 yang isinya:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban Masyarakat; b. Menegakan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat Untuk pelaksaan tugas umum di atas maka dalam organisasi Polri telah di bentuk suatu sistem organisasi yang ada pada UU No. 28 Th. 1997, yang di dalamnya terdapat sembilan unsur operasioanal Polri terdiri dari: Intelijen, Reserse, Sabhara, Lalu Lintas, Bimmas, Polisi Udara, Polisi Satwa dan Brigade Mobil serta unsur-unsur administrasi Kepolisian seperti sistem perencanaan, Anggaran dan Pengembangan, sistem pengawasan, siste, Administrasi keuangan, Sistem Administrasi personil (Staf Ahli Kapolri,2001). Dalam organisasi Polri, terdapat
dua puluh dua jenjang
kepangkatan mulai dari pangkat terendah (Bhayangkara Dua) sampai dengan pangkat tertinggi (Jendral Polisi). Jenjang kepangkatan tersebut kemudian dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian besar yakni Tamtama (Pangkat Bhayangkara Dua s/d Ajun Brigadir Satu), Bintara (pangkat Brigadir Dua s/d Ajun Inspektur Satu) dan Perwira (Pangkat Inspektur Dua s/d Jendral). Dalam suatu kesatuan kepolisian atau suatu pasukan-misal Kopr Brimob-mereka yang berpangkat Tamtama merupakan anggota dari 16
suatu regu yang dipimpin oleh komandan peleton yang berpangkat Perwira dan untuk kesatuan selanjutnya yang lebih besar (Kompi, Batalyon, dst) dipimpin oleh Perwira yang lebih tinggi lagi pangkatnya. Melihat posisinya sebagai pangkat terendah dari sebuah pasukan, maka tidaklah mengherankan apabila mereka yang berpangkat Tamtama adalah pasukan terdepan didalam menghadapi musuh sehingga lebih rentan terancam kematian atau mengalami luka. 2.6.3. Resiko Dalam Bertugas Penugasan
ke
daerah
konflik
bukanlah
penugasan
yang
diperebutkan banyak orang, bukan pula penugasan yang saat berangkat dihantarkan dengan kalungan bunga dan disambut karpet merah saat pulang serta guyuran materi sebagai reward. Penugasan ini sepi dari publikasi, namun merupakan tugas rutin Korps Brimob Polri dalam menanggulangi kejahatan berkadar tinggi dan mengandung risiko tinggi demi mempertahankan dan memelihara Kamtibmas serta keutuhan NKRI. Polri harus sesegera memikirkan pemberian jaminan keselamatan kepada anggota polri dan keluarganya, khususnya bagi mereka yang tugas di daerah konflik. anggota Polri yang mengalami musibah saat pelaksanakan tugas mendapat jaminan khusus dari Polri.(www.mabespolri.com) Permasalahan
yang
mendasar
dalam
proses
transformasi
kelembagaan Polri dari polisi dengan karakter militeristik menjadi polisi sipil adalah adanya faktor berpengaruh yang menghambat proses tersebut. Faktor tersebut banyak orang menuding dengan keberadaan Brigade Mobil 17
(Brimob) Polri. kesatuan elit di Polri tersebut dianggap sebagai batu sandungan bagi proses penataan kelembagaan di Polri. Penekanan bahwa tugas Brimob dalam bidang Kamtibmas gangguan tingkat tinggi dan di front pertempuran, terkoreksi dengan keluarnya Surat Keputusan Kapolri No.
Pol.:
SK/05/III/1972,
tertanggal
2
Maret
1972
tentang
Refungsionalisasi dan Reorganisasi Organisasi Brimob, yang mengurangi peran front tempur dan militernya. Di samping itu Surat Keputusan tersebut menempatkan Brimob kembali pada esensi awal pendiriannya yakni di bawah komando langsung Kapolda.(www.mabespolri.com) Mengacu kepada SK tersebut pula, tugas dan fungsi Brimob dipangkas tidak lagi pada tugas tempur militer, tapi fungsi satuan bantuan operasional taktis kepolisian, guna menghadapi kriminalitas tingkat tinggi. Sehingga bentuk organisasinya juga tidak lagi bersifat korps yang bersifat vertikal, namun kesatuan yang dibatasi hanya sampai pada tingkat batalyon kedudukan kompi-kompi yang berdiri sendiri (BS), menjadi organik pada komando-komando kewilayahan Polri (Polda). Perubahan struktur organisasi tersebut hanya bertahan selama sebelas tahun, karena pada 14 November 1983, struktur Brimob kembali dirubah, dengan benarbenar melikuidasi keberadaan batalyon dan Kompi BS. Hal ini berarti ada penyempitan dengan keberadaan batalyon dan kompi dari mulai pertama pembentukannya
hingga
Surat
Keputusan
Polri
No.
Pol.:
Skep/522/XI/1983, digantikan dengan pembentukan Satuan Brimob, yang membawahi kompi-kompi. 18
Harus diakui bahwa rentang waktu antara tahun 1972 hingga 1983 posisi Brimob secara langsung menjadi ‘kaki tangan’ dari ABRI, yang secara organisasi melakukan sub ordinat kepada Polri, dan Brimob. Hal ini mempengaruhi psikologis anggota Brimob khususnya dikemudian hari. Tekanan psikologis tersebut terkait perasaan lebih rendah, dan tidak lebih baik dibandingkan dengan personil ABRI lainnya. Bahkan dimasyarakat berkembang anekdot Brimob dikenal dengan “polisi bukan, tentara belum” , karena ketidakjelasan ‘kelamin’ Brimob Polri. Selama kurun waktu tersebut praktik-praktik militeristik sudah merupakan keseharian dalam perjalanan Brimob Polri. Yang menarik pada tahun 1996, validasi dan peningkatan status Brimob, yakni menjadi badan pelaksana pusat, yang berkedudukan dibawah Kapolri. Konsekuensinya tentu saja jabatan perwira menengah, dari setingkat kolonel (komisaris besar/Kombes) menjadi perwira bintang satu (brigadir jenderal), yang kali pertama di jabat oleh Brigjen Pol. Drs. Sutiyono. Peningkatan status ini juga berpengaruhi pada tugas dan pokok Brimob Polri, yakni: Membina kemampuan dan mengerahkan kekuatan Brimob guna menanggulangi gangguan Kamtibmas berkadar tinggi, utamanya kerusuhan massa, kejahatan terorganisir bersenjata api, atau bahan peledak, serta bersama-sama dengan unsur pelaksana operasional kepolisian lainnya mewujudkan tertib hukum dan ketentraman masyarakat di seluruh wilayah yuridiksi nasional Republik Indonesia. Harus diakui bahwa proses validasi tersebut merupakan bagian penorehan 19
sejarah bagi eksistensi Brimob, karena pengakuan bahwa Brimob bukan lagi institusi pelengkap saja, tapi merupakan institusi penting dalam jajaran Polri. Karena kurang lebih tiga puluh tahun, status Brimob selama Orde Baru, lebih banyak menjadi alat kekuasaan bukan alat negara. Brimob menjelma
menjadi
aparat
kekuasaan
yang
menjaga
kelanggengankekuasaan Orde Baru. Bahkan dengan motto: “Sekali Melangkah Pantang Menyerah, Sekali Tampil Harus Berhasil”, nampak mencitrakan kekecaman dan menghalalkan segala cara, dalam rangka tugas pokoknya. Motto tersebut memberikan satu persfektif bahwa Brimob masih sangat dipengaruhi oleh jargon dan slogal berbau militeristik, sehingga dicap sebagai pelanggeng budaya militer di internal Polri. Apalagi secara garis besar, prilaku anggota Brimob mencitrakan perbedaan antara kesatuan tersebut dengan kesatuan lain di internal Polri. Dan menjelang kejatuhan Orde Baru, Brimob juga menjadi sasaran kecaman masyarakat karena praktik kekerasan yang dilakukan Brimob Polri. Upaya menggeser gerbong Brimob agar lebih condong ke sisi sipil terus dilakukan, dengan melakukan internalisasi nilai-nilai polisi sipil dalam kurikulum dan operasional di lapangan. Dan usaha tersebut belum membuahkan hasil yang maksimal, perubahan yang dibangun dengan mengikuti arus reformasi tidak serta merta mengubah paradigma Brimob secara esensial, karena perubahan yang terjadi lebih banyak parsial, dan lipservice saja. Karena hingga kejatuhan Soeharto, Brimob masih
20
mewartakan diri sebagai polisi paramiliter yang memiliki kekhasan dan warna militeristik yang kental.(Mabes Polri. 2003).
2.6.
Kerangka Berpikir Tidak Mengalami Peristiwa Tragis
Anggota Brimob
Tugas Mengalami Peristiwa tragis
1. Penurunan Fungsi Fisik/ anggota tubuh. - Lengan kanan akibat tertembak. 2. Penurunan Fungsi Fisik/anggota tubuh. - Kaki kanan akibat ledakan bom. 3. Penurunan Fungsi Fisik/anggota Tubuh. -Tangan Kiri akibat tertembak
Cacat Tubuh
Penderitaan
Makna Hidup
Kebahagian
21
Tidak Cacat