BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini dikemukakan tentang kajian teori yang meliputi pengertian, tujuan, ruang lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Selain itu juga menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) yang terdiri dari pengertian, prinsip, karakteristik pembelajaran kooperatif. Selanjutnya menjelaskan tentang model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match yang terdiri dari pengertian, kelemahan dan keunggulan, solusi dari kelemahan model Make a Match dan langkah-langkah model pembelajaran make a match. Kemudian menjelaskan tentang pengertian belajar, prinsip belajar dan hasil belajar. Serta hasil penelitian yang relevan, kemudian kerangka pikir dan hipotesa tindakan. 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan mengkaji tentang pemerintahan, konstitusi, aturan hukum lembaga demokrasi, HAM, hak dan kewajiban warganegara. Menurut Sri Harini Dwiyatmi (2012:5-6) pendidikan kewarganegaraan adalah tempat pendidikan untuk membekali kemampuan dasar hubungan sesama warga negara dan diharapkan peserta didik dapat menerapakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari memiliki kepribadian yang berfikir kritis, bersikap rasional, etis estetis, dan dinamis berpandangan luas, bersikap demokratis dan berkeadaban. Menurut Fathurrohman dan Wuri Wuryandani (2011:1) Pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan yang mencakup tentang moral yang berisi nilai-nilai kemasyarakatan, negara dan agama yang dilaksanakan melalui budi pekerti. Sedangkan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) mata pelajaran Pkn sebagai proses untuk peningkatan nasionalisme dan peningkatan kesadaran hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara,
menjunjung tinggi terhadap hak-hak asasi manusia,
pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender dan demokrasi.
5
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, hukum yang berlaku, HAM, hak dan kewajiban warga negara serta proses demokrasi untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis dan individu yang memiliki moral yang baik. Hal ini sesuai dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang pengertian mata
pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang bertujuan pada satu titik yaitu pembentukan karakter bangsa dan kesadaran dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. 2.1.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Fathurrohman dan Wuri Wuryandani (2011:7-8) tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dasar adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut: a. Berfikir secara kritis,rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dari penyataan diatas dapat dikaji bahwa tujuan dari hakikat pendidikan kewargaranegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir secara kritis, berpartisipasi aktif, berkembang secara karakter yang positif dan dapat menjalin interaksi dengan bangsa-bangsa lain. Hakikat PKn tidak sematamata hanya pada ilmu pengetahuan menekankan
pada
saja akan tetapi
hakikat
PKn juga
nilai dan norma dalam kehidupan bermasyarakat atau
berwarganegara pada suatu negara.
6
2.1.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan Menurut BNSP dalam Fathurrohman dan Wuryandani (2011:8-9) Dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan memiliki ruang linkup yang dijelaskan sabagai berikut: a. Persatuan dan kesatuan bangsa yaitu menjalin kerukuan dan menghargai perbedaan. Serta mengamalkan arti sumpah pemuda dan nilai nilai pancasila. b. Norma, hukum, dan peraturan yaitu dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum negara dan hukum peradilan internasional. c. Hak asasi manusia yaitu hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, penghormatan dan perlindungan HAM. d. Kebutuhan warga negara yaitu hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama persamaan kedudukan warga negara. e. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi. f. Kekuasan dan politik meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi. g. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. h. Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
7
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup dari pendidikan kewarganegaraan meliputi aspek yang diantarnya yaitu :persatuan dan kesatuan, norma, hokum, dan peraturan, HAM, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan dan politik,pancasila dan globlalisasi. 2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan) 2.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni (2013:16-17) Pembelajran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang di temukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak bekerja sma dengan siswa lain atau orang lain, siswa yang agresif dan tidak perduli pada orang lain. Model pembelajaran ini digunakan pada berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Menurut Slavin (2005:4) pembelajaran kooperatif mengarah pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam setiap kelompok kecil bekerja sama dengan satu dengan lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam pembelajran kelas kooperatif, setiap siswa dapat bekerja sama mendiskusikan dan berargumentasi untuk menemukan satu jawaban yang tepat dan untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai. Menurut Rusman (2013:202) pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja sama dalam setiap kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah hubungan interaksi yang lebih luas, kerena setiap anggota memiliki argumen dan pendapat yang berbeda, interaksi yang akan terjalin yaitu hubungan antara guru dengan siswa, dan siswa dengan guru selanjutnya siswa dengan siswa. Pelaksanaan prinsip
dasar
pokok
pembelajran
kooperatif
kemungkinan akan membantu guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Selama proses pembelajaran kooperatif, pembelajaran tidak sperti pembelajaran yang biasanya guru mengajar ke siswa.Tetapi siswa dapat saling bekerja sama
8
belajar dengan sesama siswa lainnya. Yang dilakuakn siswa ini akan lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru. Dari definisi diatas dapat dikaji dan disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
bertujuan untuk menggerakan keasadaran siswa untuk bergotong-royong saling membantu antara siswa yang pasif tergerak untuk berkerjasama dalam berdiskusi mata pelajaran dan dari situlah tercipta kerjasama yang baik. Bentuk kegiatan pembelajaran kooperatif dimana siswa dalam satu ruangan kelas akan dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil untuk dan didalam kelompok mereka saling bekerja sama dan saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran yang mereka dapatkan. Sehingga akan tercipta interaksi yang luas guru dengan siswa secara aktif dapat beratanya kesulitan yang dialami kepada guru selanjutnya antara siswa dengan siswa lain dan terkumpulnya berbagai perbedaan pendapat
yang disatukan dalam sebuah kesimpulan. Model
pembelajaran yang dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran dan semua usia. Model pembelajaran yang sangat efektif untuk melatih cara berfikir secara sosial dan akademik. 2.2.2 Prinsip Pembelajaran Kooperatif Menurut Bennet dalam Isjoni (2013:41-43) tentang prinsip pembelajaran kooperatif ada lima unsur yang dikemukankan sebagai berikut: a. Positive Interdependence, yaitu hubungan timbal balik yang di dasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain atau sebaliknya. Untuk menciptakan hal tersebut guru merancang tugas-tugas kelompok yang memungkinkan siswa dapat belajar, mengevaluasi dirinya dan kelompoknya dalam menguasai kemampuan memahami bahan pelajaran. Kondisi ini memunculkan kertergantungan yang positive antara siswa
dan
kelompok
anggota
lainya
dalam
mempelajari
dan
menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab yang mendorong setiap anggota untuk bekerja sama.
9
b. Interaction Face to Face, yaitu interaksi yang terjadi secara tidak langsung antara siswa tanpa adanya perantara. Tidak ada penonjolan kekuatan individu yang ada hanya pola interaksi yang bersifat verbal diantara siswa oleh adanya hubungan timbal balik yang positive sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran. c. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dlam anggota kelompok sehingga siswa termotivasi unuk membantu temannya. Kaarena tujuan cooperative learning adalah menjadikan setiap kelompok menjadi lebih kuat pribadinya. d. Membutuhkan keluwesan yaitu menciptakan hubungan hubungan antar pribadi,
mengembangkan
kemampuan
kelompok,
dan
memlihara
hubungan kerja yang efektif. e. Meningkatkan ketrampilan kerja sama dalam memcahkan masalah (proses kelompok) yaitu tujuan penting yang dapat diharapkan dalam cooperative learning adalah siswa belajar ketrampilan yang penting dan sangat dan sangat diperlukan di masyarakat. Setiap siswa mengetahui tingkat keberhasilan dan efektifitas kerjasama yang telah dilakukan. Dari pendapat diatas dapat dikaji bahwa pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dan berkerjasama dalam kelompok-kelompok kecil.
Prinsip-
prinsip pembelajaran kooperatif didalamnya mengandung unsur yang positif yaitu kerja sama antar siswa, setiap siswa memiliki tanggung jawab individu, hubungan interaksi tatap muka, serta ketetampilan sosial terhadap individu lain,
dan pemrosesan
kelompok
untuk
mencapai
tujuan
kelompok.
Merupakan prinsip-prinsip yang dirasa pembelajaran kelompok sangat efektif diterapkan dalam pembelajaran.
10
2.2.3 Karakteristik atau Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif Beberapa karakteristik atau ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif oleh Isjoni (2013:20) yaitu dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Setiap anggota memiliki peran. b. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa. c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya. d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok. e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Menurut Rusman (2013:207) karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pembelajaran Secara Tim Tim adalah tempat mencapai tujuan. Jadi setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif (a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi. (c) Fungsi manajemen sebagai kontrol. c. Kemauan untuk Bekerja Sama Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh kerjasama dalam kelompok. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal. d. Keterampilan Bekerja Sama Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
11
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan secara umum ciri-ciri dan karakteristik pada kebanyakan dari model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : a. Setiap siswa memiliki tanggung jawab pada kelompoknya dari cara menerima materi pelajranya. b. Secara kooperatif siswa belajar dalam kelompoknya untuk menuntaskan materi yang dipelajari. c. Nilai tidak berfokus pada individu melainkan lebih focus pada kelompok. d. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk mencapai keberhasilanya. e. Kelompok dibentuk dari individu yang memiliki kemampuan yang berbeda. 2.3 Model Pembelajaran Make a Match 2.3.1 Pengertian Make a Match Menurut Rusman (2013:223) Metode Make a Match (Mencari pasangan) merupakan
jenis
metode
dalam
pembelajaran
kooperatif.
Metode
ini
dikembangkan oleh Lorna Curren tahun 1994, siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam keadaan kelas yang menyenangkan. Metode ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan kelas. Model pembelajaran kooperative tipe Make a Match (Mencari
pasangan)
yaitu siswa di suruh mencari pasangan kartu yang
merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya , selanjutnya siswa yang dapat mencocokan kartunya dengan tepat akan diberi poin. Menurut Agus Suprijono (2009:94) hal yang diperlu disiapkan dalam pembelajaran tipe
Make
a Match adalah kartu-kartu pasangan yang akan
dijodohkan terdiri dari kartu-kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartukartu yang berisi jawaban. Waktu yang dipergunakan untuk melihat ulang pelajaran yang dilakakukan dirasa lebih efektif dan efisien. Dari pendapat di atas kesimpulanya adalah pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah merupakan pembelajaran
mencari pasangan
dengan
menggunakan kartu yang berisi soal atau jawaban. Dengan berdiskusi dengan mencari pasangan adalah bentuk pembelajaran yang dilaksanakan di dalam
12
kelas sambil bermain dengan teman, pada suasana yang menyenangkan tetapi mengena dan sampai pada sasaran. Menggunakan tipe Make a Match ini akan meningkatkan keaktifan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. 2.3.2 Keunggulan dan Kelemahan Model Make a Match (Mencari Pasangan) Menurut Miftahul Huda (2013:253) Kelebihan dan kelemahan model Cooperative Learning tipe Make a Match sebagai berikut: Kelebihan model pembelajaran tipe Make a Match antara lain: a. dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. b. karena ada unsur permainan, metode ini menyengkan. c. meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. d. efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. e. efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. Kelemahan media Make a Match antara lain: a. jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang. b. pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya. c. jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan. d. guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu. e. menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan. 2.3.3 Solusi dari kelemahan model Make a Match Hal yang harus dilakukan guru yaitu mempersiapkan metode pembelajaran dari seminggu sebelum menagajar selanjutnya semua alat peraga agar waktu yang digunakan tidak banyak yang terbuang. Guru membuat peraturan dalam kelas agar situasi pembelajaran akan kondusif. Ketika menggunakan metode ini harus memunculkan hal baru agar siswa tidak bosan. Misalkan dengan berbantuan
13
gambar atau kartu dibuat semenarik mungkn, agar siswa antusias dan tidak bosan ketika pelajaran. 2.3.4 Langkah Langkah Model Pembelajaran Make a Match (Mencari Pasangan) Setiap model pembelajran memiliki langkah-lankah yang bertujuan untuk menentukan keberhasilan sebuah model tersebut dalam sebuah pembelajaran. Dan dari model tersebut dikemukakan oleh Rusman (2013:223) yang dikembangakan oleh Lorna Curen sebagai berikut: a. Guru menyiapkan kartu yang berisi konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi kartu sebaliknya berupa kartu jawaban) b. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal atau kartu jawaban) d. Siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu akan mendapatkan poin. e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian dan seterusnya. f. Kesimpulan. 2.3.5 Analisis Komponen Model Pembelajran Make a Match (Mencari Pasangan) Menurut Joyce dan Weil (2011:104) menyebutkan bahwa setiap model pembelajran memiliki lima unsur yang terdiri atas sintakmatis, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak intruksional dan dampak pengiring. Komponen-komponen penerapan model pembelajran Make a Match selanjutnya akan dijelakan pada uraian sebabagai berikut:
14
1. Sintakmatis Dalam sintakmatik penerapan model pembelajran Make a Match sebagai berikut: tahap pertama persiapan kartu, guru menyiapkan kartu yang berisi konsep atau topik yang sesuai dengan sesi review ada dua sisi kartu yaitu antara satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi kartu sebaliknya berupa kartu jawaban. Tahap kedua guru membagikan kartu-kartu soal dan kartukartu jawaban sehingga setiap siswa mendapatkan kartu, baik kartu soal maupun kartu jawaban yang telah di bagikan oleh guru. Selanjutnya setiap siswa memikirkan dari masing-masing kartu soal dan kartu jawaban yang telah dipegang. Tahap ketiga siswa mencari pasangan yang mempuyai kartu yang cocok dengan kartunta (kartu soal/kartu jawaban). Pada tahap ini siswa tanpa rasa takut dan malu mencari pasangan kartu yang cocok dari kartu soal dan kartu jawabn yang telah dipegang, suasanan yang menyenangkan sehingga siswa merasa senang aktif berantusias untuk mencocokan kartu soal dan kartu jawaban yang di miliki setiap siswa. Pada tahap ini guru mengarahkan dan mengingatkan siswa pada peraturan yang telah ditetapkan. Sehingga tercipta suasanan kelas yang kondusif. Tahap keempat, siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu akan mendapatkan poin. Guru mengingatkan kembali batas waktu yang telah di tetapkan dalam melakukan kegiatan mencocokan kartu soal dan kartu jawaban, selanjutnya jika waktu yang tetapkan sudah habis siswa yang melakukan dengan tepat yaitu kartu soal dan jawaban tersebut cocok dan sesuai akan mendaptakan poin. Tahap kelima setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian dan seterusnya. Dalam tahap ini stelah melakukan satu babak kartu-kartu soal dan kartu-kartu jawaban dikumpulkan kembali untuk di kocok, hal ini bertujuan agar siswa di babak berikutnya setiap mendapatkan katu yang berbebda dari babak sebelumnya, ini akan berlanjut dan berputar sampai kartu-kartu soal dan kartu kartu jawaban yang di sediakan diterima semua oleh siswa. Tahap keenam penutup dalam tahap ini guru dan siswa membuat rangkuman dari kartu soal dan jawaban
15
bersama siswa, yang bertujuan agar siswa memiliki catatan kembali. Sehingga siswa dapat mempelajari kembali di rumah dan siswa dapat mengingat kembali tentang pejalaran yang telah diterima pada saat melakukan permainan mencocokan antara kartu soal dan kartu jawaban. 2. Sistem Sosial Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make a Match terjadi suasana yang menyenangkan sehingga siswa tidak takut atau malu untuk bertanya kepada guru ketika merasa kebingungan saat proses pembelajaran berlangsung. Selain itu juga terlihat dari suasana kerja sama antara satu siswa dan siswa yang lain saat berkelompok. Guru selalu mengingatkan peraturan yang telah ditetapkan kepada siswa. Sehingga akan tercipta suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan. 3. Prinsip Reaksi Pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make a Match guru mempersiapkan kartu-kartu soal dan kartu-kartu jawaban dalam sisi yang berbeda sehingga akan mempermudah saat membagikan kartu-kartu tersebut. Kartu-kartu soal dan kartu-kartu jawaban yang telah disiapkan oleh guru itu berisi topik dan konsep yang sesuai dengan sesi review. Guru membagikan kartu-kartu soal dan kartu kartu jawaban yang telah disiapkan. Guru memberikan waktu kepada siswa untuk memikirkan soal dan jawaban yang tepat. Tanpa rasa malu atau takut siswa selanjutnya memikirkan soal dan jawaban yang tepat dari setiap kartu yang telah dipegang. Guru membberikan perintah kepada siswa untuk memulai mencocokan kartu soal dan jawaban yang telah dipegang. Guru mengingatkan batas waktu yang telah ditetapkan, jika saat mencocokan kartu soal dan jawaban tepat guru memberikan poin. Agar siswa termotivasi untuk melakukan babak berikut agar lebih baik. Guru meminta kembali kartu-kartu soal dan kartu-kartu jawaban yang dipegang siswa, kemudia setelah terkumpul kartu dikocok kembali untuk permainan berikutnya. Guru bersama siswa membuat rangkuman yang bertujuan agar
16
siswa memiliki catatan sehingga siswa dapat belajar dirumah dengan catatan yang telah di tulis. 4. Sistem Pendukung Komponen yang mendudukung terlaksananya model pembelajaran Make a Match antara lain terdiri dari: RPP yang disusun menggunakan model pembelajaran Make a Match, dengan materi “Globalisasi”, buku-buku pembelajaran PKn, media berupa gambar-gambar dari alat-alat hasil globalisasi, kartu-kartu soal dan kartu-katu jawaban, soal evaluasi dan kunci jawban, lembar penilaian hasil tes evaluasi. 5. Dampak Intruksional dan Dampak Pengiring Dampak intruksional pada kegiatan penelitian ini ialah pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan pada materi globalisasi yaitu menjelaskan pengertian globalisasi, menyebutkan ciri-ciri globalisasi, menyebukan alat-alat hasil globalisasi, mengidentifikasi sikap yang baik dam tidak baik dalam menyikapi pengaruh globalisasi dilingkungan, menyebutkan dampak positif dan negatif alat-alat hasil globalisasi di lingkungan. Dampak pengirinng menggunakan model pembelajaran Make a Match pada materi globalisasi ialah suasana yang menyenangkan, menumbuhkan kerja sama, menghargai peberdaan, rasa ingin tahu, motivasi, mandiri, demokratis dan kritis.
17
Dampak intruksional dan dampak pengiring
menggunakan model
pembelajaran Make a Match akan digambarkan pada bagan di bawah ini.
Gambar 2.1 Bagan Dampak Intruksional dan Dampak Pengiring
menyenangkan
Menjelaskan pengertian globlalisasi
kerja sama
Menyebutkan ciri-ciri globalisasi
menghargai Menyebutkan ciri-ciri globalisasi Rasa ingin tahu
Make a Match
Motivasi
Mengidentifikasi dan menyikapi sikap yang baik dan tidak baik globalisasi di lingkungan
Mandiri Menyebutkan dampak positif dan negatif alatalat hasil globalisasi di lingkungan
Demokratis
Kritis
Keterangan bagan : Dampak Intruksional : Dampak Pengiring
:
18
2.3.6 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran PKn Materi Globalisasi dengan menggunakan Model pembelajaran Make a Match (Mencari Pasangan). Di bawah ini akan disebutkan tahapan pelaksanaan pembelajaran PKn dengan materi globalisasi menggunakan model pembelajaran Make a Match serta penjelasan tentang kegaiatan guru dan siswa.
Tabel 2.1 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran PKn Materi Globalisasi dengan menggunakan Model pembelajaran Make a Match
No
Kegiatan Guru
Tahapan
Kegiatan Siswa
Pelaksanaan
Siswa memperhatikan
1.
2.
Guru menjelaskan tentang
penjelasan dari guru
model pembelajaran Make a
tentang model
Match.
pembelajaran Make a Awal
Match.
Persiapan
Siswa meletakan buku paket ke dalam tas dan
Guru menyiapkan kartu-kartu
yang ditinggal diatas meja
soal dan kartu-kartu jawaban.
hanya alat tulis dan buku buat mencatat. Siswa bergabung dengan
3.
Guru membagi kelompok yang terdiri dari 5 siswa.
Guru meminta siswa untuk 4.
5.
teman yang lain sesuai Kelompok belajar
kelompok yang telah dibagi guru. Siswa duduk bersama
duduk bersama anggota
dengan kelompok sesuai
kelompoknya.
perintah guru.
Guru membagikan kartu yang bertuliskan soal atau jawaban.
Membagikan
Setiap siswa mendapatkan
kartu-katu saol
kartu soal atau kartu
dan kartu-
jawaban
19
kartu jawaban.
6.
Guru memberikan batas waktu
Siswa memikirkan jawaban
untuk siswa memikirkan soal
atau soal dengan
dan jawaban yang tepat
kelompoknya Siswa menanyakan jika ada
7.
Mencocokan
kesulitan dalam
Guru berkeliling ke meja satu
kartu-katu saol
mencocokan kartu-kartu
dan meja lain. Dan menjawab
dan kartu-
soal dan kartu-kartu
pertanyaan selanjutnya
kartu jawaban.
jawaban
mengarahkan siswa yang
Siswa bekerja sama untuk
kesulitan mencocokan kartu.
berfikir, menaganalisis, menyelesaikan dengan baik dan benar. Mengoreksi
8.
Guru memberikan waktu 2
hasil
menit untuk mengkoreksi
mencocokan
kembali kartu soal dan jawaban
kartu-katu saol
yang telah dicocokan.
dan kartu-
Siswa mengoreksi kembali soal dan jawaban yang telah dicocokan.
kartu jawaban. Guru memberi perintah kepada 9.
10.
siswa kelompok yang paling
Siswa duduk dengan rapi
cepat selesai dengan tertib akan
Pesentasi hasil
dan tertib.
diberi poin.
mencocokan
Guru memerintahkan siswa
kartu-katu saol
untuk mempresentasikan hasil
dan kartu-
Setiap kelompok
yang sudah didapat. jika
kartu jawaban.
mempresentasikan hasilnya dengan baik dan tertib.
jawaban benar akan mendapatkan poin
11.
Guru meminta kembali kartu
Mengembalika
soal dan kartu jawaban yang
n mencocokan
telah digunakan. Kemudian di
kartu-katu saol
kocok lagi untuk babak
dan kartu-
berikutnya.
kartu jawaban.
20
Siswa memberikan kembali kartu soal dan kartu jawaban yang telah digunakan kepada guru.
Guru membahas hasil permainan pencocokan kartu dan 12.
menuliskan ke papan tulis. Guru memberi perinah kepada siswa yang untuk mencatat hasil yang
Penutup mencatat hasil yang tepat.
Siswa mencatat hasil jawaban yang benar yang telah di bahas bersama guru.
telah dibahas.
Dari tabel diatas diuraikan mengenai prosedur pelaksanaan pembelajaran PKn dengan materi globalisasi menggunakan model pembelajaran Make a Match pada kelas 4 SD serta penjelasan tentang kegiatan guru dan siswa. Dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match pada tahap awal persiapan guru , hal-hal yang yang perlu diamati adalah guru menjelaskan tentang model pembelajaran Make a Match. Selanjutnya kegiatan siswa adalah siswa memperhatikan penjelasan dari guru tentang model pembelajaran Make a Match. Dan selanjutnya guru menyiapkan kartu-kartu soal dan kartu-kartu jawaban. Kegiatan siswa yaitu Siswa meletakan buku paket ke dalam tas dan yang ditinggal diatas meja hanya alat tulis dan buku buat mencatat. Tahap kedua adalah kelompok belajar hal-hal yang perlu di amati pada tahap ini adalah guru membagi kelompok yang terdiri dari 5 siswa. Kegiatan yang dilakukan siswa yaitu siswa bergabung dengan teman yang lain sesuai kelompok yang telah dibagi guru. Selanjutnya guru meminta siswa untuk duduk bersama anggota kelompoknya. Dan siswa duduk bersama dengan kelompok sesuai perintah guru. Tahap ketiga membagikan kartu-katu saol dan kartu- kartu jawaban, hal-hal yang yang perlu diamati adalah guru membagikan kartu yang bertuliskan soal atau jawaban. Kemudian setiap siswa mendapatkan kartu soal atau kartu jawaban. Tahap keempat mencocokan kartu-katu saol dan kartu- kartu jawaban, halhal yang perlu diamati adalah guru memberikan batas waktu untuk siswa memikirkan soal dan
jawaban yang tepat. Kegiatan yang dilakukan siswa
memikirkan jawaban atau soal dengan kelompoknya. Selanjutnya guru berkeliling ke meja satu dan meja lain. Dan menjawab pertanyaan selanjutnya mengarahkan siswa yang kesulitan mencocokan kartu. Kegiatan yang dilakukan siswa adalah
21
Siswa menanyakan jika ada kesulitan dalam mencocokan kartu-kartu soal dan kartu-kartu jawaban dan dalam tahap ini siswa bekerja sama untuk berfikir, menaganalisis, menyelesaikan dengan baik dan benar. Tahap keempat mengoreksi hasil mencocokan kartu-katu saol dan kartu- kartu jawaban, hal-hal yang diamati adalah kegiatan guru memberikan waktu 2 menit untuk mengkoreksi kembali kartu soal dan jawaban yang telah dicocokan. Kegiatan siswa adalah siswa mengoreksi kembali soal dan jawaban yang telah dicocokan. Tahap kelima presentasi hasil mencocokan kartu-katu saol dan kartu- kartu jawaban dalam tahap ini yang diamati kegiatan guru, guru memberi perintah kepada siswa kelompok yang paling cepat selesai dengan tertib akan diberi poin dan siswa duduk dengan rapi dan tertib. Setelah itu guru memerintahkan siswa untuk mempresentasikan hasil yang sudah didapat, jika jawaban benar akan mendapatkan poin setelah itu setiap kelompok mempresentasikan hasilnya dengan baik dan tertib. Tahap keenam guru meminta kembali kartu soal dan kartu jawaban yang telah digunakan. Kemudian di kocok lagi untuk babak berikutnya. Yang akan diamati dalam kegiatan guru, guru meminta kembali kartu soal dan kartu jawaban yang telah digunakan. Kemudian di kocok lagi untuk babak berikutnya dalam kegiatan siswa yang di amati adalah siswa memberikan kembali kartu soal dan kartu jawaban yang telah digunakan kepada guru. Tahap ketujuh penutup mencatat hasil yang tepat dalam tahap terakhir yang diamati dari guru adalah guru membahas hasil permainan pencocokan kartu dan menuliskan ke papan tulis. Guru memberi perintah kepada siswa yang untuk mencatat hasil yang telah dibahas. Selanjutnya kegiatan siswa adalah siswa mencatat hasil jawaban yang telah di bahas bersama guru.
22
2.4 Hakikat Belajar 2.4.1 Pengertian Belajar Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kegiatan yang secara tidak sadar terjadi perubahan pada sebuah individu dan secara tidak sadar perubahan tingkah laku yang memberi pelajaran untuk tidak mengulangi sebuah kesalahan. Sangat penting bagi semua orang untuk selalu aktif melakukan hal yang baru. Menurut Wina Sanjaya (2010:160) Belajar adalah sejumlah aktifitas siswa yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan kompetensi baru sesuai dengan tujuan yang dicapai. Ketika berfikir tentang informasi dan kemampuan seperti apa yang harus dimiliki siswa, maka pada saat itu juga semestinya untuk berfikir pengalaman belajar yang bagaimana yang harus didesain agar tujuan kompetensi itu dapat diperoleh setiap siswa. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Menurut Winkel (1987:36) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dengan interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pemahaman pengetahuan, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relative konstan dan berbekas. Sementara pendapat yang lain menurut Travers dan Morgan dalam Agus Suprijono (2009:02) mengungkapkan definisi belajar sebagai berikut: a. Travers mengemukakan bahwa “Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku”. b. Morgan memberikan definisi “Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience”. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman). Berdasarkan pendapat diatas bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku di dalam diri manusia yang di alami
melalui
pengalaman-
pengalaman yang diperoleh yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar ditunjukkan dengan berbagai bentuk perubahan seperti
perubahan
pengetahuan,
penalaran,
pengalaman yang lebih berbeda dari diri individu yang belajar.
23
sikap
dan
2.4.2 Prinsip Belajar Menurut Agus Suprijono (2009:4) ada tiga prinsip belajar belajar yaitu: Pertama, prinsip belajar adalah perubahan tingkah laku dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari. b. Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainya c. Fungsional atu bermanfaat sebagai bekal hidup. d. Positif atau berakumulasi. e. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan. f. Permanen atau tetap. g. Bertujuan terarah. h. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan. Kedua,
belajar
merupakan
proses. Belajar
terjadi
karena
disorong
kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar. Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkunganya. Dari tiga prinsip belajar diatas dapat disimpulkan bahwa adanya perubahan tingkah laku pada diri individu setelah mengalami belajar, adanya proses pada belajar dan adanya pengalaman dalam belajar. Dari prinsip tersebut seorang siswa yang mengalami belajar diharapkan terjadi perubahan pada diri siswa sendiri. Perubahan tersebut dapat dalam bentuk pola pikir, pengetahuan, sikap dan tingkah laku.
24
2.4.3 Hasil Belajar Menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009:6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2010:5) hasil belajar merupakan “pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap dan apresiasi dan ketrampilan merujuk pada ketrampilan”. Menurut Gagne dalam Wina Sanjaya (2010:163-164) terdapat lima jenis hasil belajar: a. Belajar
ketrampilan
intelektual
(Intelectual
skill),
yakni
belajar
diskriminasi, belajar konsep dan belajar kaidah. Belajar dikriminasi adalah untuk membedakan beberapa objek berdasarakn ciri-ciri tertentu misalkan melihat objek dari bentuknya, ukuranyan, warnannya dan lain sebagainya. Belajar konsep adalah kesanggupan menempatkan objek yang memiliki ciri yang sama menjdai satu kelompok (klasifikasi) tertentu, misalnya konsep tentang keluarga, masyarakat, pendidikan dan lain sebagainya. Belajar kaidah adalah belajar dari konsep tertentu, misalnya belajar konsep keluarga, pada dasarnya belajr konsep ayah, ibu dan anak. b. Belajar informasi verbal adalah belajar melalui simbol-simbol tertentu. Yang termasuk hasil belajar ini adalah belajar berbicara, menulis cerita, belajar membaca dan lain sebagainya. c. Belajar mengatur kegiatan intelektual adalah belajar mengatur kegiatan intelektual berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan ketrampilan intelektual, yakni kemampuan berpikir memcahkan masalah secara ilmiah melalui langkah-langkah sistematis. d. Belajar sikap adalah belajar menentukan tindakan tertentu. Sikap adalah kecenderungan individu untuk berprilaku seseuai dengan nilai yang dianggap baik oleh individu yang bersangkutan. Dengan kata lain, sikpa merupakan kesediaan seseorang untuk menerima atau menolak seseuatu sesuai dengan pendapat terhadap sessuatu itu. Sikap seseorang
bisa
dipelajari dan bisa diubah menjadi aktivitas yang bisa dikontrol dan diarahkan.
25
e. Belajar ketrampilan motorik adalah belajar mentukan gerakan-gerakan tertentu baik gerakan yang sangat sederhana seperti menirukan , gerakan refleks dan lain sebagainya, sampai gerakan-gerakan kemolek yang memerlukan kemahiran dan ketrampilan tertentu, misalnya ketrampilan mengoprasikan mesin atau kendaraan. Hasil belajar seperti inilah yang telah dikemukakan, akan menentukan pengalaman belajar yang bagaimana yang cocok untuk dikembangkan setiap siswa. Misalnya, hasil belajar yang bersifat intelektual akan sangat berbeda dengan pengalaman yang harus dimiliki siswa untuk memperoleh ketrampilan tertentu. Sehingga dari perntayaan yang telah diungkap diatas dapat sitarik keseimpulan bahwa hasil belajar, diperoleh siswa dari pengalaman belajarnya. Misalnya melalui hasil belajar yang bersifat intelektual akan sangat berbeda dengan pengalaman yang harus dimiliki siswa untuk memperoleh ketrampilan tertentu. Pengalaman belajar siswa dapat terwujud apabila siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Guru perlu mengelola kelas dengan baik dan Guru harus merecanakan pembelajaran yang mengikut sertakan siswa untuk dapat terlibat langsung dalam proses kegiatan belajar dan mengajar agar siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran yang dilakuakan tersebut. 2.5 Hubungan antara Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan) dengan Hasil Belajar Model
Pembelajaran
kooperatif
tipe
Make
a
Match
(Mencari
pasangan) adalah teknik yang dikembangkan oleh Lorna Curren (1994) yaitu kegiatan siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan sebelum batas waktu yang ditentukan habis. Pembelajaran kooperatif tipe Make
a
Match
merupakan
salah
satu
pembelajarannya yang menggunakan permainan yang sangat menyenangkan yaitu dengan ciri utama mencari pasangan menggunakan kartu soal/jawaban. Pada pembelajaran suasana kelas menjadi aktif dan siswa menjadi berantusian karena sangat menyenangkan. Siswa tidak menyadari dari permainan tersebut mereka telah belajar suatu konsep atau topik. Pembelajaran kooperatif tipe Make a
26
Match dimulai dengan pertama-tama guru menyiapkan kartu-kartu yang berisi kartu soal dan kartu jawaban. kemudian guru membagi kelas menjadi kelompok.
Kelompok tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelom
pembawa kartu soal dan kelompok pembawa kartu jawaban. Selanjutnya guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban. Kelompok yang membawa kartu soal maju kedepan dan membacakan soalnya sementar kelompok yang membawa kartu jawaban mendengarkan kelompok kartu soal yang membacakan kartu soalnya. Guru memberi waktu untuk berfikir dengan leluasa tanpa rasa takut untuk setiap siswa mencocokan kartu mereka dapatkan. Dengan batas waktu yang ditentukan selanjutnya setelah waktu habis dengan peraturan
yang telah di
tentukan yang paling tertib mencocokan kartunya dengan tepat akan mendapatkan poin dan yang tidak gaduh akan mendapatkan poin tambahan. Sedangkan yang tidak mengikuti peraturan akan mendapat hukuman yaitu dikurangi poinya. Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match yang berbentuk permainan mencocokan kartu atau menjodohkan kartu yang menyenangkan pelajaran
diharapkan dapat
menarik antusias siswa dalam mengikuti
sehingga siswa akan bersemangat dan aktif
mengikuti pelajaran
sehingga secara otomatis akan berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa. Dan hasil belajar tersebut akan meningkatkan pengetahuan yang dicapai siswa terhadap materi yang diterima seperti mengikuti mengerjakan tugas dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. ditingkatkan
seperti
kemampuan yang
Sehingga hasil belajar yang akan dimiliki
oleh
individu, bisa jadi
perubahan perilaku secara keseluruhan yang tampak setelah mengalami proses
pembelajaran
yang meliputi pengetahuan, kebiasaan, sikap maupun
keterampilan yang biasa disebut dengan kognitif, afektif dan psikomotor.
27
2.6 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match Pada Mata Pelajaran PKn Sebelum pembelajaran dilaksanakan, guru terlebih dahulu membuat RPP sebagai paduan dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahulan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pelaksanaan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match pada mata pelajaran PKn seperti di bawah ini. 1) Rencana Pembelajaran (Persiapan), meliputi: a. Merumuskan indikator yang akan dicapai. b. Merancang
pembelajaran
berorientasi
pada
pembelajaran
dengan
menggunakan model Make a Match dalam pembelajaran PKn melalui penyusunan RPP. c. Membuat lembar observasi guru dan siswa saat tindakan berlangsung. d. Mempersiapkan alat dan media yang digunakan e. Membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa dalam pembelajaran. 2) Pelaksanaan Awal A. Kegiatan awal a) Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. b) Memberikan apersepsi untuk menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai. B. Kegiatan inti Eksplorasi a. Menggali pengetahuan siswa mengenai materi yang akan diajarkan b. Guru menyampaikan materi secara umum. c. Menjelaskan tentang uraian kegiatan pembelajaran Make a Match yang akan digunakan dalam pembelajaran. d. Menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik, e. satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
28
Elaborasi a. Membagi siswa menjadi kelompok besar. b. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. e. Setiap siswa berpikir, menganalisis, menyelesaikan
tugasnya dalam
mencocokan kartu f. Setiap siswa diberi kesempatan berdiskusi dengan pasangannya untuk mengoreksi kembali hasil kerjanya. g. Setiap siswa berpasangan membacakan kartu yang telah dicocokannya baik kartu soal maupun kartu jawaban didepan kelas. h. Setiap siswa berpasangan akan mendapatkan point jika jawabannya itu benar. Konfirmasi a. Memberikan umpan balik atau tanya jawab tentang materi yang di pelajari b. Guru bersama-sama dengan siswa membahas materi yang di pelajari. C. Kegiatan penutup a) Guru
bersama-sama
dengan
siswa
membuat
rangkuman
dan
kesimpulan dari hasil pembelajaran. b) Guru memberikan evaluasi kepada siswa. c) Menutup pembelajaran dengan salam. 2.7 Hasil Penelitian Relevan Penelitian
yang
dilakukan Lilis Styaningsih (2011)
yang
berjudul
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas IV di SD Negeri Kaliwungu 04 Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS khususanya tentang materi koperasi kelas 4. Sesuai dengan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, penerapan model Cooperative Learning teknik Make a Match efektif dalam meningkatkan
29
nilai rata-rata kelas dan ketuntasan belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan presentase siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada pra siklus (sebelum tindakan) presentase adalah 40% meningkat menjadi 66,67% pada siklus
I dan meningkat 100% pada siklus II. Peningkatan nilai tertinggi 85
sebelum tindakan, nilai tertinggi 90 pada siklus I, nilai tertinggi 100 pada siklus II, peningkatan nilai rata-rata kelas sebelum tindakan 63,33 terdapat 6 siswa tuntas (40%) dari 15 siswa, pada siklus I terjadi peningkatan nilai rata-rata 71,67 terdapat 10 siswa yang tuntas dar 15 siswa, pada siklus II terjadi peningkatan nilai rata-rata 84 terdapat 15 siswa tuntas 100%. Penelitian yang dilakukan Ria Yuni Astuti (2011) Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match Siswa Kelas 5 SD Negeri 1Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA khususanya tentang sifat-sifat cahaya kelas 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada saat kondisi awal terdapat 5 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7 siswa atau sebesar 58,3%. Pada siklus I terdapat 9 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 75%, dan yang belum tuntas terdapat 3 siswa atau sebesar 25%, sedangkan pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100%, dan yang belum tuntas dalam belajar terdapat 0 siswa atau sebesar 0 %. Dari analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
tipe Make a
Match dapat
meningkatkan hasil
belajar.
Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
30
Perbedaan dari kedua penelitian diatas, penelitian
diterapkan pada mata
pelajaran yang berbeda yaitu IPS dan IPA sedangkan peneliti menerapkan pada
mata
pelajaran
PKn.
Namun demikian, perlu dibuktikan lagi pada
penelitian tindakan kelas ini paada mata pelajaran Pkn. 2.8 Kerangka Berfikir Pembelajaran PKn siswa kelas 4 SD Negeri Kutowinangun 04 belum maksimal dan perlu perhatian khusus. Guru masih menggunakan metode konvensional dalam mengajar, guru melakukan kegiatan pembelajaran tersebut berulang-ulang, Indikasinya dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang rendah. Bagi sebagian siswa sering dianggap sebagai mata pelajaran
yang hanya
menekankan pada pemberian informasi dan hafalan semata, sehingga siswa kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a match. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sebagai salah satu alternatif bagi guru dalam menerapkan
pembelajaran
dengan
variasi
diskusi
kelompok
yang
ciri
khasnya bermain sambil belajar mengenai suatu konsep dengan mencocokkan kartu soal/jawaban dengan tepat. Model ini dapat menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan. Sehingga hasil diharpakan belajar siswa dapat meningkat. Berdasarkan paparan diatas dapat di gambarkan secara sistematis kerangka berfikir sebagai berikut :
31
32
2.9 Hipotesis Tindakan Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: a. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match diduga dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar PKn siswa kelas 4 SD Negeri Kutowinangun 04 keacamtan Tingkir, Salatiga semester II tahun pelajaran 2015/2016. b. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match sesuai standar proses diperkirakan dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar PKn siswa kelas 4 SD Negeri Kutowinangun 04 keacamtan Tingkir, Salatiga semester II tahun pelajaran 2015/2016.
33