BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Perairan Pulau Biawak Pulau Biawak merupakan salah satu pulau kecil yang terletak di Laut Jawa
sebelah utara dari Kabupaten Indramayu. Pulau Biawak sendiri adalah satu dari tiga pulau yang terdapat dalam Kawasan Konservasi Daerah Pulau Biawak. Selain Pulau biawak terdapat pula Pulau Gosong dan Pulau Candikian. Secara administratif Pulau Biawak termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki luas daerah ±120 Ha dengan letak geografis 05056’002” LS dan 108022’015” BT (Dirjen KP3K 2012). Batas dari kawasan konservasi laut Pulau Biawak seperti tercantum dalam Perda kabupaten Indramayu No. 14 tahun 2006 adalah sejauh 4 mil yang diukur dari garis batas pangkal pulau-pulau terluar dalam wilayah kabupaten Indramayu. Sedangkan untuk Kabupaten Indramayu sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang, sebelah timur dengan Kabupaten Cirebon, sebelah utara dengan Laut Jawa, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sumedang, Majalengka, dan Cirebon. Jarak dari Kabupaten Indramayu menuju Pulau Biawak sekitar 26 mil (±50 km) (Pemkab Indramayu 2006). Secara umum karakteristik kondisi perairan di Pulau Biawak memiliki arus yang cukup tinggi yang dipengaruhi oleh angin barat dan angin timur dengan kecepatan mencapai 5-10 m/detik. Untuk pasang surut berdasarkan pendapat Dahuri (1996) dalam Dirjen KP3K (2012) menyatakan bahwa karakteristik pasang surut Cirebon dan sekitarnya memiliki tipe campuran, dengan tinggi air pasang surut di pantai adalah 0,5 – 0,7 meter dan gelombang laut musiman sangat mempengaruhi gelombang laut di Pulau Biawak seperti musim barat dan musim timur serta musim peralihan. Gelombang laut bisa mencapai ketinggian rata-rata 0,5 – 0,8 meter. Menurut Pramesti (2011) kecepatan arus di Pulau biawak tergolong arus lemah hingga sedang, sedangkan suhu perairan pada bulan Juli berkisar antara 30ºC - 32ºC dan salinitas air laut berkisar 27 – 33 ppt (Purba dkk. 2012).
7
8
2.2
Budidaya Laut Budidaya laut merupakan salah satu sub bagian dari budidaya perairan
(aquaculture). Budidaya perairan sendiri merupakan suatu usaha atau cara-cara untuk menernakkan spesies-spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan perairan tertentu pada kondisi yang terkendali sebagai usaha untuk meningkatkan jumlah pangan yang tersedia untuk manusia di samping dari hasil perikanan tangkap. Hanya saja budidaya laut hanya berfokus pada spesies hewan atau tumbuhan yang berada atau berhabitat di laut (Nybakken 1992). Dalam melakukan kegitan budidaya laut terdapat beberapa metode yang digunakan tergantung pada jenis kultivan apa yang akan dibudidaya. Karamba Jaring Apung (KJA) digunakan untuk budidaya ikan kerapu, kurungan pagar jaringan digunakan untuk budidaya teripang, dan metode lepas dasar untuk budidaya rumput laut. KJA merupakan salah satu metode yang cukup ideal digunakan untuk budidaya ikan kerapu karena dapat ditempatkan di perairan yang cukup dalam. Satu konstruksi KJA terdiri dari jangkar, karamba, dan rumah jaga. KJA dapat memelihara berbagai jenis dan ukuran ikan (Ghufron dan Kordi 2005). Kurungan pagar jaringan yang digunakan untuk budidaya teripang dikarenakan kultivan ini merupakan hewan yang hidup didasar laut. Metode ini dapat membuat teripang tidak dapat lolos melalui dasar perairan (Martoyo dkk 2007). Metode lepas dasar merupakan salah satu metode yang cukup ideal untuk budidaya rumput laut untuk daerah perairan pantai atau daerah yang memiliki terumbu karang yang dangkal. Kedalam perairan biasanya kurang dari 1,5 meter (Irstiyanto 2003) Pemilihan lokasi merupakan faktor terpenting dalam suatu kegiatan budidaya. Dalam pemilihan lokasi tidak terlepas dari aspek bioteknis dan non teknis dimana aspek bioteknis mencakup parameter ekosistem perairan yang berperan sebagai daya dukung lingkungan sedangkan aspek non teknis berupa aksesibilitas dan sosial-ekonomi. Aspek bioteknis dalam pemilihan lokasi untuk budidaya laut menurut Kangkan (2006) adalah sebagai berikut :
9
2.2.1 Parameter Fisika a)
Kedalaman Perairan Kedalaman perairan merupakan jarak antara permukaan laut sampai ke
dasar laut. Menurut Brotowidjoyo dkk (1995) kedalaman suatu perairan berpengaruh terhadap distribusi ikan dan penetrasi cahaya yang diterima. Masingmasing oerganisme dilaut memiliki kedalaman ideal untuk dapat hidup dengan baik. Kedalaman perairan juga mempengaruhi kecepatan arus dari suatu lokasi dimana menurut Odum (1979) dalam Kangkan (2006) dijelaskan bahwa kecepatan relatif cukup besar pada perairan yang dangkal sedangkan pada perairan yang cukup dalam kecepatan arus relatif lebih kecil. Pada kegiatan budidaya kedalaman perairan lebih berperan dalam penentuan
metode
budidaya
yang
akan
dikembangkan.
Rumput
laut
membutuhkan perairan yang tidak terlalu dalam jika dibandingkan dengan budidaya ikan kerapu (Kangkan 2006). b)
Suhu Perairan Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan kedalaman perairan (Effendi 2003). Suhu merupakan salah satu faktor pembatas dalam perkembangan atau pertumbuhan suatu organisme. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya (Effendi 2003). Selanjutnya, suhu perairan dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu terhadap kelarutan oksigen dalam perairan karena semakin tinggi suhu maka semakin rendah daya larut oksigen dalam air. c)
Material Dasar perairan Material dasar perairan
atau substrat dasar merupakan sedimen yang
terendapkan di dasar laut. Sedimen dasar laut terbagi menjadi 4 jenis berdasarkan asal usul sedimennya yaitu 1) Lithogenous dimana jenis sedimen ini berasal dari pelapukan batuan di daratan yang terbawa oleh drainase air sungai memasuki laut; 2) Biogenous merupakan sedimen yang berasal dari organisme laut yang telah mati; 3) Hydrogenous merupakan sedimen yang berasal dari dekomposisi
10
kimia yang larut dalam air laut dengan konsentrasi yang kelewat jenuh sehingga terjadi pengendapan di dasar laut; 4) Cosmogenous merupakan sedimen yang berasal dari luar angkasa dimana partikel-partikel benda angkasa ditemukan di dasar laut (Wibisono 2005). Menurut Kangkan (2006) substrat dasar berpengaruh terhadap hewan yang tumbuh di dasar suatu perairan. Selain itu jenis dan ukuran substrat juga berpengaruh terhadap kandungan bahan organik dan distribusi bentos. Kemampuan substrat dalam menjebak bahan organik lebih tinggi pada substrat yang memiliki tekstur halus (Nybakken 1992). Substrat yang cocok untuk budidaya rumput laut adalah yang stabil terdiri dari patahan karang mati (pecahan karang) dan pasir kasar serta bebas dari lumpur (Ditjenkan Budidaya 2004). Dalam budidaya teripang sebaiknya dasar perairannya landai serta terdiri dari pasir dan pecahan karang, berlumpur, dan banyak ditumbuhi lamun serta rumput laut (Martoyo dkk 2005). Ikan kerapu dengan sistem KJA sebaiknya substrat dasar berupa pasir, pasir berlumpur, pasir berbatu agar mudah dalam instalasi (Ghufron dan Kordi 2005). d)
Arus Arus laut secara umum diartikan sebagai gerakan massa air laut ke arah
horizontal dalam skala besar (Wibisono 2005). Arus laut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kecepatan angin, morfologi dasar laut, gaya coriolis, dan perbedaan densitas. Menurut Ghufron dan kordi (2005) arus air sangat membantu dalam proses pertukaran air dalam karamba jaring apung . Arus memiliki pengaruh positif dan negatif bagi budidaya laut. Pengaruh positif adalah arus membawa suplai makanan alami seperti plankton, membawa oksigen terlarut, dan pembuangan sisa-sisa metabolisme biota laut (Gufron dan Kordi, 2005). Pengaruh negatifnya adalah dapat mengaduk substrat dasar yang mengakibatkan kekeruhan sehingga menghambat fotosintesis (Beverige 1987, Romimohtarto 2003 dalam Kangkan 2006).
11
e)
Kecerahan Perairan Kecerahan dari suatu perairan berpengaruh terhadap intensitas cahaya
yang diterima oleh perairan tersebut. Menurut Brotowidjoyo dkk 1995 cahaya merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan ikan, yaitu : dalam penangkapan mangsa, dalam tingkah laku reproduksi, dalam orientasi migrasi, serta pola pertumbuhannya. Dengan diketahuinya kecerahan suatu perairan maka dapat diketahui juga sampai sejauh mana terjadi proses asimilasi dalam air. Sehingga lapisan-lapisan air tersebut dapat diketahui mana yang tidak keruh, agak keruh, dan sangat keruh. Air yang terlalu keruh dan juga terlalu jernih tidak bagus untuk kehidupan biota budidaya (Ghufron dan Kordi 2007). Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan. Di perairan, cahaya memiliki dua fungsi utama yaitu untuk mempengaruhi perubahan suhu karena panasnya dalam air dan sumber energy dalam proses fotosintesis algae dan tumbuhan air (Jeffries dan Mills 1996 dalam Effendi 2003). Selain itu cahaya sangat mempengaruhi tingkah laku dari organisme akuatik. Fitoplankton dan rumput laut membutuhkan cahaya matahari untuk berfotosintesis. f)
Gelombang Laut Gelombang merupakan salah satu dari fenomena di lautan yang dapat di
lihat secara langsung dan dapat langsung dirasakan. Gelombang laut adalah gerakan dari setiap partikel air laut yang berupa gerakan longitudinal dan orbital secara bersamaan disebabkan oleh transmisi energi serta waktu (momentum) dalam artian impuls vibrasi melalui berbagai ragam bentuk materi (Wibisono 2005). Gelombang laut sangat berpengaruh terhadap kelarutan oksigen, dimana dengan adanya gelombang laut dapat mempermudah kelarutan oksigen yang sangat penting bagi kehidupan biota laut (Wibisono 2005). Menurut Brotowidjoyo dkk (1995) Gelombang laut sangat di pengaruhi oleh angin. Bila gelombang memasuki daerah yang tidak berangin, gelombang akan bergerak lebih teratur. Besarnya gelombang dan kecepatannya itu tergantung dengan kecepatan angin yang mempengaruhinya. Gelombang yang terlalu besar dan berlangsung secara terus menerus tidak bagus dalam kegiatan budidaya
12
karena dapat menyebabkan stres pada ikan yang dibudidaya, selain itu gelombang yang terlalu besar akan mudah merusak konstruksi budidaya (Ghufron dan Kordi 2005). g)
Pasang Surut Pasang surut yakni suatu pergerakan vertikal dari seluruh partikel massa
air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh gaya tarik menarik antara bumi dengan benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan. Pasang surut salah satu gejala alam yang nyata nampak di laut. Gaya tarik menarik antara bumi dan bulan lebih besar pengaruhnya daripada gaya tarik menarik bumi dengan matahari, karena jarak bulan yang lebih dekat dengan bumi jika dibandingkan dengan matahari (Wibisono 2005). Pasang surut disebabkan oleh gerakan bulan mengelilingi bumi, dan juga gerakan matahari serta rotasi bumi walaupun pengaruhnya kecil ( Brotowidjoyo dkk 1995). Menurut Wibisono (2005) pasang surut dibagi atas 3 jenis (tipe) pokok, yakni sebagai berikut : 1.
Pasang surut tipe Harian Tunggal (diurnal type) : yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat satu kali pasang dan 1 kali surut.
2.
Pasang surut tipe Harian Ganda (semi diurnal type) : yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut.
3.
Pasang surut tipe campuran : yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian ganda. Pasang surut sangat berpengaruh terhadap terhadap segala kegiatan yang
akan dilakukan diperairan. Jenis pasang surut juga mempengaruhi pembuangan pencemar suatu perairan, dimana jika suatu perairan memiliki jenis Harian Tunggal maka jika terjadi pencemaran dalam waktu 24 jam diharapkan akan tersapu bersih dari lokasi, namun pencemar akan berpindah ke lokasi lain, sedangkan jika memiliki jenis tipe Harian Ganda atau campuran condong Harian Ganda, maka pencemar tidak akan segera tergelontor keluar (Wibisono 2005).
13
2.2.2
Parameter Kimia
a)
Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Menurut Brotowidjoyo dkk (1995) pH air lautan biasanya memiliki nilai yang berkisar antara 7,6 - 8,6 dan mengandung ion HCO3-. Pengukuran pH sulit dilakuka karena sangat bergantung pada suhu dan salinitas. Bila suhu meningkat maka akan merubah konstanta dissosiasi H2CO3 yang mengakibatkan pH turun dan kadar oksigen juga turun. Nilai pH mempengaruhi proses biokimia perairan seperti proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi 2003). Berikut ini adalah tabel pengaruh pH terhadap biologi perairan dalam Effendi (2003) : Tabel 1. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH 6,0 – 6,5
5,5 – 6,0
5,0 – 5,5
4,5 – 5,0
Pengaruh Umum 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun. 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan. 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak. 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti. 3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral. 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar. 2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat. 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar. 2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat.
Sumber : Modifikasi Baker et al., 1990 dalam Novotny dan Olem, 1994.
b)
Oksigen Terlarut Kandungan oksigen air laut dalam kondisi normal tidak mengganggu ikan,
sebab kandungan oksigen itu secara relatif bervariasi dalam batas-batas yang
14
sangat sempit (Brotowidjoyo dkk 1995). Menurut Wibisono (2005) oksigen terlarut berasal dari dua sumber utama yaitu atmosfer dan hasil dari fotosintesis fitoplankton yang berjenis tanaman laut. Oksigen sendiri merupakan salah satu faktor pembatas sehingga jika ketersediannya didalam air tidak mencukupi maka akan menghambat segala aktifitas biota yang dibudidaya (Ghufron dan Kordi 2009). Ketersediaan dari oksigen dalam perairan dibutuhkan oleh ikan agar dapat membakar bahan makanan untuk menjadikan energi agar aktivitas dari organisme tersebut tidak terganggu (Ghufron dan Kordi 2005). Teripang membutuhkan oksigen terlarut agar dapat tumbuh optimal pada kadar 4 – 8 ppm (Martoyo dkk 2007). Berikut ini merupakan tabel pengaruh kandungan oksigen terlarut dalam Effendi (2003). Tabel 2. Kadar Oksigen Terlarut dan Pengaruhnya terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Kadar Oksigen Terlarut(mg/liter) < 0,3 0,3 – 1,0 1,0 – 5,0 >5,0
Pengaruh Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Hanya sedikit jenis ikan yang yang dapat bertahan pada masa pemaparan singkat (short exposure). Pemaparan lama (prolonged exposure) dapat mengakibatkan kematian ikan. Ikan dapat bertahan hidup, tetapi pertumbuhannya terganggu. Hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi in.
Sumber : Modifikasi Swingle dalam Boyd, 1988.
c)
Fosfat Fosfat merupakan salah satu parameter yang menentukan nilai kesuburan
suatu perairan (Wibisono 2005). Dalam perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat (Effendi 2003). Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : perairan dengan tingkat kesuburan rendah kadar fosfat total berkisar antara 0 – 0,02 mg/liter, perairan dengan tingkat kesuburan sedang kadar fosfat total berkisar 0,021 – 0,05 mg/liter, dan perairan dengan tingkat kesuburan
15
tinggi kadar fosfat total 0,051 – 0,1 mg/liter (Yoshimura dalam Liaw 1969 dalam Effendi 2003). d)
Nitrat Nitrat bersama dengan fosfat merupakan parameter yang menggambarkan
kesuburan dari suatu perairan (Wibisono 2005). Kadar oksigen sangat mempengaruhi nitrat di perairan dimana jika kadar oksigen mencukupi ammonia akan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat. Akibatnya, kadar ammonia berkurang sebaliknya kadar nitrat dan nitrit meningkat (Effendi 2003). Kandungan nitrat dalam kondisi berkecukupan biasanya berada pada kisaran 0,01 – 0,7 mg/liter (Joshimura dalam Wardoyo 1978 dalam BPP-PSPL Universitas Riau 2009). e)
Salinitas Perairan Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam
air laut (Ghufron dkk 2007). Salinitas merupakan suatu penggambaran padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida selain itu bromida dan iodida digaantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah telah dioksidasi (Effendi 2003). Menurut Brotowidjoyo dkk (1995) salinitas berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, dan lama hidup dari ikan. Variasi salinitas jauh dari pantai atau laut lepas relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan variasi salinitas yang berada dekat pantai. Hal ini disebabkan daerah yang dekat dengan pantai banyak terpengaruh oleh daratan misalnya saja masukkan air tawar dari sungai. 2.2.3
Parameter Biologi
a)
Plankton Plankton adalah suatu golongan jasad hidup akuatik berukuran
mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan/mengikuti arus (Wibisono 2005). Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu : fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis dan zooplankton adalah hewan-hewan laut yang bersifat planktonik (Nybakken 1992).
16
Plankton mempunyai peranan pening dalam kehidupan di laut, karena peranan plankton sebagai pengikat awal energi matahari (Nybakken 1992). Menurut Odum (1979) dalam Kangkan (2006) menyatakan bahwa fitoplankton merupakan pakan alami yang memilki peran ganda, yakni sebagai penyangga dalam kualitas air dan sebagai dasar dalam rantai makanan di perairan. b)
Klorofil-a Kangkan 2006 menyatakan bahwa plankton memiliki pigmen lengkap
mulai dari klorofil-a, Klorofil-b, dan klorofil-c sehingga kadang plankton diberi nama berdasarkan pada warnanya. Fitoplangkton menggunakan klorofil untuk mensintesis substansi organis, menggunakan energi dari sinar matahari melalui proses fotosintesis (Brotowidjoyo dkk 1995). Pigmen klorofil-a merupakan pigmen yang paling besar jika dibandingkan dengan klorofil-b atau klorofil-c (Kangkan 2006). Klorofil-a merupakan salah satu parameter dalam penentuan tingkat kesuburan dari suatu perairan (Effendi 2003). Menurut Akbulut (2003) dalam Kangkan (2006) hubungan antara fitoplankton dan klorofil mempunyai nilai positif. 2.3
Pengenalan Kultivan Pada penelitian yang akan dilakukan penentuan lokasi budidaya
didasarkan pada tiga kultivan, yaitu : 1.
Rumput Laut Rumput laut (seaweed) adalah algae (ganggang) makroskopis yang hidup
di dasar laut menempel pada benda-benda padat, seperti batu, karang mati, ataupun rumput laut lainnya. Rumput laut juga hidup di daerah pasang surut hinnga kedalaman tertentu dimana sinar matahari masih dapat menembusnya. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam menghasilkan rumput laut karena perairannya yang luas dan kondisi pantai yang terbilang masih bagus. Rumput laut atau ganggang merupakan tumbuhan tingkat rendah karena tanaman ini tidak memiliki akar, batang, dan daun. Dalam mengklasifikasikan ganggang berdasarkan pada warnanya, yaitu : ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang
17
biru hijau (Cyanophyceae), ganggang cokelat (Phaeophyceae), dan ganggang merah (Rhodophyceae) (Gambar 2) (Irstiyanto, 2003).
Gambar 2. Rumput Laut Kering (Sumber : www.rumputlaut.net) Irstiyanto (2003) menyebutkan manfaat dari rumput laut antara lain sebagai berikut : a. Sebagai bahan makanan b. Sebagai bahan indutri pada bidang kosmetika, farmasi, dan industry makanan. 2.
Ikan Kerapu Ikan
kerapu
merupakan
salah
satu jenis
ikan
karang dimana
penyebarannya dikaitkan atau identik dengan penyebaran terumbu karang. Namun, ada juga penyebaran ikan kerapu yang dekat dengan pantai ataupun muara sungai. Ikan kerapu termasuk kedalam komoditas ekspor yang bernilai cukup tinggi. Ikan kerapu tersebar cukup luas didaerah tropic maupun sub tropika. Diperkirakan ada sekitar 46 jenis atau spesies dari ikan kerapu yang hidup di berbagai tipe habitat. Murtidjo (2002) menjelaskan beberapa jenis ikan kerapu yang memiliki nilai ekonomis tinggi, yaitu : a.
Ikan kerapu bebek (Chromileptes altivelis). Ikan ini memiliki badan yang lonjong dan agak gepeng serta warna dasar tubuh abu-abu dengan bintikbintik hitam berukuran cukup besar dan terbatas jumlahnya. Bagian atas berwarna merah sawo matang dan bagian bawah keputihan. Pada seluruh badan terdapat noda-noda berwarna cokelat tua yang menyebar secara merata (Gambar 3a).
18
b.
Ikan kerapu lumpur (Epinephelus tauvina). Ikan ini memiliki bentuk badan yang gepeng memanjang dengan warna dasar tubuh sawo matang pada bagian bawah agak keputihan. Selain itu terdapat garis melintang menyerupai pita yang berwarna gelap (Gambar 3b).
c.
Ikan kerapu sunu/sonoh (Plectropomus maculates). Ikan ini memiliki bentuk tubuh agak gepeng dan memanjang dengan warna badan cokelat atau merah dengan noda berwarna biru yan berukuran tidak seragam. Pada tubuhnya memiliki 6 garis menyerupai pita berwarna gelap yang melintang pada badannya (Gambar 3c).
d.
Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogutattus). Ikan kerapu ini memiliki ciri-ciri yang hampir serupa dengan ikan kerapu lumpur. Ukuran tubuh lebih tinggi dengan noda-noda tubuhnya yang berwarna lebih gelap dan lebih rapat. Ikan kerapu macan seluruh tubuhnya berwarna cokelat kemerahan atau merah, termasuk sirip-siripnya (Gambar 3d).
e.
Ikan kerapu balong (Epinephelus merra). Ikan kerapu ini lebih mudah untuk dikenali karena memiliki ciri yang berbeda dengan yang lainnya seperti mulut yang melebar dan serong ke atas. Bentuk tubuhnya gepeng memanjang dengan warna dasar tubuhnya cokelat muda, dan seluruh tubuh dicirikan dengan adanya noda-noda berbentuk segi enam yang saling berdekatan (Gambar 3e).
(a)
(b)
19
(c)
(d)
(e) Gambar 3. a) Ikan Kerapu Bebek; b) Ikan Kerapu Lumpur; c) Ikan Kerapu Sunu; d) Ikan Kerapu Macan; e) Ikan Kerapu Balong (Sumber : http://pipp.kkp.go.id dan http://eol.org/) 3.
Teripang Teripang merupakan salah satu anggota hewan berduri (Echinodermata).
Namun, tidak semua jenis teripang memiliki kulit berduri. Tubuh teripang lunak berdaging, dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun. Teripang hidup di dasar laut dengan pergerakan yang sangat lamban. Warna dari teripang bermacam-macam, mulai dari abu-abu, hitam, cokelat, kemerah-merahan, sampai putih (Gambar 4) (Martoyo 2007) .
Gambar 4. Teripang (Sumber : http://blog.uad.ac.id)
20
Teripang termasuk jenis hewan
dioecious yang berarti hewan jantan
terpisah dengan hewan betina. Perkawinan dari teripang biasanya berlangsung secar eksternal atau diluar tubuh. Menurut Martoyo (2007) tidak semua teripang yang ditemukan di perairan Indonesia mempunyai nilai ekonomis penting hanya teripang yang berasal dari family Holothuriidae pada genus Holothuria, Muelleria, dan Stichopus. Teripang dapat ditemukan di seluruh perairan pantai, mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan yang dalam. Teripang menyukai perairan yang jernih dan air yang relatif tenang. Makanan utama dari teripang adalah detritus, zat organik dalam lumpur, dan plankton. 2.4
Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem
Informasi
Geografis
(SIG)
adalah
suatu
sistem
yang
mempergunakan komputer untuk memasukkan, mengelola, mengedit, dan menyajikan informasi secara geografis. Dengan kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang berujuk spasial maupun suatu kumpulan operasi yang bekerja dengan data tersebut (Albertus 2006). Menurut Yousman (2003) Data yang menunjang keberhasilan SIG dapat dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu : a.
Data spasial, yaitu data yang berhubungan dengan ruang. Bentuk data spasial dibagi ke dalam empat kelompok yaitu: 1. Titik Posisi, dengan format : sepasang koordinat (X,Y) dengan tanpa mempunyai dimensi panjang dan luas (area) 2. Garis, dengan format : kumpulan pasangan-pasangan koordinat yang mempunyai titik awal dan titik akhir serta mempunyai dimensi panjang tapi tidak mempunyai luas. 3. Area (polygon), dengan format : kumpulan pasangan-pasangan koordinat yang mempunyai titik awal dan titik akhir serta mempunyai dimensi panjang dan juga luas. 4. Permukaan (surface), dengan format : area dengan besaran (X,Y,Z), mempunyai dimensi luas, panjang, dan ketinggian.
21
b.
Data deskriptif, yaitu data baik numeris, tabulasi, dan deskripsi yang mempunyai hubungan dengan data spasialnya. Fungsi dari SIG itu adalah untuk meningkatkan kemampuan menganalisis
informasi spasial secara terpadu untuk perancangan dan pengambilan keputusan maupun pemantauan lingkungan. Menurut Albertus (2006) keuntungan dengan adanya SIG cukup banyak. Khusus untuk aplikasi pemetaan, misalnya : 1. Penggunaan data/informasi yang sama atau berlebihan untuk beberapa peta dapat dihilangkan. 2. Pekerjaan revisi menjadi lebih mudah dan cepat. 3. Data lebih terjamin (secure) dan lebih terorganisir dibandingkan dengan cara penyimpanan data konvesional. 4. Data akan jauh lebih mudah dicari, dianalisa, dan disajikan. 5. Pelaksana pekerjaan pemetaan menjadi lebih produktif. 6. Integrasi dan sharing of data dapat dilakukan dengan lebih mudah. Menurut Ariyati dkk (2006) dalam Fatah (2012) SIG merupakan salah satu pilihan dalam penentuan lokasi yang sesuai untuk budidaya laut, SIG dapat menyatukan data-data yang dibutuhkan dengan caya menumpangtindihkan datadata tersebut, sehingga mengahsilkan output baru dalam bentuk peta tematik. Untuk mendapatkan Zonasi kesesuaian untuk budidaya laut, secara umum pemprosesan data menjadi tiga tahap, yaitu : persiapan data, overlay, matching dan scoring (Cornelia dkk 2005 dalam Fatah 2012).