6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori 2.1.1. Manajemen Strategi Strategi memiliki kaitan yang erat dengan konsep perencanaan dan pengambilan keputusan, sehingga strategi berkembang menjadi manajemen strategi. Pengertian manajemen sendiri adalah proses perencanaan, terhadap
pengorganisasian,
upaya-upaya
yang
kepemimpinan
dilakukan
dan
anggota
pengawasan
organisasi
dan
penggunaan segala macam sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi. (James A.F. Stoner, 1992:8) Husein Umar (1996:86) menyatakan bahwa manajemen strategik adalah suatu seni dan ilmu dalam hal pembuatan (formulating) penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategis antar fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuannya di masa datang. Menurut Pearce and Robinson (1997:20), manajemen strategi bisa diartikan sebagai sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahan. Glueck & Jauch (1991:6) menyebutkan bahwa manajemen strategi adalah arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada perkembangan suatu strategi atau strategi-strategi
yang
efektif
untuk
membantu
mencapai
sasaran
perusahaan. Pengertian manajemen strategi yang lebih rinci dinyatakan oleh Mulyadi (2001:40); “Manajemen strategi adalah suatu proses yang digunakan oleh manajer dan karyawan untuk merumuskan dan
7
mengimplementasikan strategi dalam penyediaan costumer value terbaik untuk mewujudkan visi organisasi. Dari definisi tersebut terdapat empat (4) frasa penting berikut ini: 1. Manajemen strategi merupakan suatu proses 2. Proses digunakan untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi. 3. Strategi digunakan untuk menyediakan costumer value terbaik guna mewujudkan visi organisasi. 4. Manajer dan karyawan adalah pelaku manajemen strategi.
2.1.1.1. Proses Manajemen Strategi Strategi pada hakikatnya merupakan rencana tindakan yang bersifat umum, berjangka panjang (berorientasi ke masa depan), dan cakupannya luas. Oleh karena itu, strategi biasanya dirumuskan dalam kalimat yang kandungan maknanya sangat umum dan tidak merujuk pada tindakan spesifik atau rinci. Namun demikian, dalam manajemen strategi tidak berarti bahwa “tindakan rinci dan spesifik” yang biasanya dirumuskan dalam suatu program kerja tidak harus disusun. Sebaliknya, program-program kerja tersebut harus direncanakan pula dalam proses manajemen strategi dan bahkan harus dapat dirumuskan atau diidentifikasi ukuran kinerjanya. Kegagalan dalam merumuskan ukuran kinerja yang sesuai, seringkali menjadi penyebab kegagalan organisasi dalam mencapai misinya. Proses sendiri adalah arus informasi melalui beberapa tahap analisis yang saling terkait menuju pencapaian tujuan atau cita-cita. Dalam proses manajemen strategi, arus informasi mencakup data
8
historis, data saat ini, dan data ramalan tentang operasi dan lingkungan bisnis. Memandang manajemen strategi sebagai sebuah proses mengandung beberapa implikasi penting. Pertama, suatu perubahan pada sembarang komponen akan mempengaruhi beberapa atau semua komponen yang lain. Kedua, bahwa perumusan dan implementasi strategi terjadi secara berurutan, dan ketiga akan diperlukan umpan balik dari pelembagaan, tinjauan ulang (review), dan evaluasi terhadap tahap-tahap awal proses ini. Gordon E. Greenley (1989:16) menyatakan proses manajemen strategi terdiri dari empat (4) tahap utama : 1. Analysing the environment. 2. Planning direction. 3. Planning strategy. 4. Implementing strategy. Menurut Jauch dan Glueck (1998:6) proses manajemen strategi adalah: “Cara atau jalan dimana para perencana strategi menentukan sasaran dan mengambil keputusan.” Beberapa tahapan penting yang dirumuskan, yaitu : 1. Menetapkan misi dan tujuan perusahaan 2. Meneliti ancaman dan peluang 3. Meneliti kekuatan dan kelemahan 4. Mempertimbangkan alternatif strategi 5. Memilih strategi 6. Implementasi strategi 7. Evaluasi strategi
9
Sementara itu proses manajemen strategi menurut Pearce dan Robinson (1997:20), mengandung sembilan tugas penting yaitu : 1. Merumuskan misi perusahaan, meliputi rumusan umum tentang maksud keberadaan (purpose), filosofi (phylosophy), dan tujuan (goal). 2. Mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan kondisi intern dan kapabilitasnya. 3. Menilai lingkungan ekstern perusahaan, meliputi baik pesaing maupun faktor-faktor kontekstual umum. 4. Menganalisis opsi perusahaan dengan mencocokkan sumber dayanya dengan lingkungan ekstern. 5. Mengidentifikasi
opsi
yang
paling
dikehendaki
dengan
mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi perusahaan. 6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum (grand strategy) yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki. 7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan strategi umum yang dipilih. 8. Mengimplementasikan pilihan strategik dengan mengalokasikan sumber daya anggaran yang menekankan pada kesesuaian antara tugas, SDM, Struktur, teknologi, dan sistem imbalan. 9. Mengevaluasi keberhasilan proses strategik sebagai masukan bagi pengambilan keputusan yang akan datang.
10
Misi Perusahaan
Umpan balik
Lngkungan Ekstern Jauh Industri Operasional
Profil Perusahaan
Sasaran Jangka Panjang
Strategi Umum
Sasaran Tahunan
Strategi Operasional
Umpan balik
Analisa & Pilihan Strategik
Kebijakan
Melembagakan Strategi
Pengendalian dan Evaluasi Gambar 1. Model Manajemen Strategi Pearce & Robinson Sumber : Pearce & Robinson, 1997:18. Dengan beberapa model manajemen strategi di atas, maka dapat diketahui bahwa manajemen strategi merupakan suatu proses yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Dengan menggunakan suatu sistem manajemen strategi yang dilakukan secara bertahap, maka akan menghasilkan suatu rumusan strategi, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan strategi yang tersistem.
2.1.2. Strategi Strategi tidak saja dibutuhkan oleh suatu organisasi yang menitik beratkan pada profit oriented saja, namun juga bagi organisasi non-profit oriented seperti rumah sakit, universitas, gereja, pemerintah daerah,
11
perpustakaan dan lembaga sosial lainnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai strategi yang jelas atau formal, lebih unggul (outperformed) kinerjanya dibandingkan dengan organisasi tanpa atau tidak terformulasikan dengan jelas strateginya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata strategi memiliki arti (1) Siasat perang (2) Ilmu siasat perang (3) Tempat yang baik menurut siasat perang (4) Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Pendapat yang menunjukkan perkembangan terminologi strategi secara lebih sistematis di ungkapkan Henry Mintzberg dan James Brian Quinn (1991:4); Initially strategos referred to a role (a general ini command of an army). Later it came to mean “the art of the general” which is to say the phsychological and behavioral skills with which he occupied the role. By the time of pericles (450 B.C) it come to mean managerial skills (administration, leadership, oration, power). And by Alexander’s time (330 B.C) it reffered to the skill of employing forces to overcome opposition and to create a unified system of global governance. Dalam dunia bisnis, istilah strategi menunjukkan “rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan” (William Glueck & Lawrence R. Jauch, 1991:9). Mulyadi (2001:72) berpendapat bahwa strategi adalah pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi, melalui misi. Senada dengan pendapat diatas, Pearce dan Robinson (1997:20) menyatakan strategi sebagai suatu rencana yang berskala besar dan berorientasi kepada masa depan untuk berinteraksi dengan lingkungan persaingan guna mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Strategi adalah
12
“rencana main” suatu perusahaan. Meskipun rencana itu tidak secara persis merinci semua pemanfaatan SDM, keuangan, dan bahan dimasa mendatang, ia memberikan kerangka untuk keputusan manajerial. Strategi mencerminkan kesadaran perusahaan mengenai bagaimana, kapan, dan dimana ia harus bersaing; melawan siapa; dan untuk maksud (purpose) apa.
2.1.2.1. Hirarki Strategi Manajemen strategi merupakan suatu aktifitas yang dijalankan oleh seluruh level manajemen dalam perusahaan. Ditinjau dari tugas dan fungsinya, manajemen strategi membentuk suatu piramida, dimana setiap tugas dari tingkatan piramida tersebut secara bersama melakukan formulasi
strategi
yang
telah
ditetapkan,
sehingga
proses
pelaksanaannya bersifat bertingkat. Thompson & Stricland (1998:44) membedakan hirarki strategi berdasarkan macam bisnis yang dilakukan, sehingga dapat dibedakan menjadi 2 macam hirarki strategi, yaitu corporate strategy dan business strategy.
Corporate Strategy Business Strategy Functional Strategies (R&D), Manufacturing, Marketing, Finance, HR,etc Operating Strategies (Region & Directs Plants, Departement Within Functional Teams) Gambar 2. Piramida Strategi Sumber: Thompson & Stricland, 1998:45
13
Hirarki manajemen strategi, seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas dapat diperjelas dalam uraian berikut ini: a. Corporate
Strategy:
Merupakan
strategi
perusahaan
yang
dikhususkan pada beragam bisnis atau sekumpulan bisnis. b. Business Strategy: Atau lazim disebut sebagai strategi kompetitif karena selain sebagai wujud strategi perusahaan dengan lini bisnis tunggal, juga berhubungan dengan produk atau jasa di pasar. c. Functional Strategy: Merupakan strategi yang berkaitan dengan intrepretasi peran dari fungsi atau departemen dalam menerapkan strategi bisnis atau strategi corporate. d. Operating Strategy: Merupakan strategi yang bersifat lebih terbatas, yaitu pada tingkatan unit operasional dan untuk menangani tugas operasional harian dari strategi, sehingga lebih bersifat berkelanjutan.
2.1.2.2. Tipe Strategi Setiap perusahaan memiliki tipe strategi masing-masing di dalam menjalankan usahanya. Wheelen dan Hunger (2002:66) mengungkapkan pengertian tipe strategis, sebagai berikut : “A Strategic type is a category of firms based on a common strategic orientation and a combination of structure, culture, and processes consistennt with that strategy.” Dalam menganalisis tingkat intensitas persaingan dalam suatu industri atau kelompok strategis, menggambarkan berbagai pesaing untuk memprediksi tujuan merupakan suatu hal yang penting. Menurut Miles dan Snow dalam Wheelen dan Hunger (2002), perusahaan pesaing dalam suatu industri dapat dikelompokkan berdasarkan
14
orientasi strategis umum mereka sebagai salah satu dari empat tipe dasar strategis. Setiap tipe memiliki strategi utama untuk menghadapi lingkungan dan memiliki kombinasi struktur, budaya serta proses yang konsisten dengan strategi utama tersebut. Perbedan antara tipe-tipe strategi menjelaskan alasan perusahaan-perisahaan yang menghadapi situasi yang sama, ternyata bertindak dengan cara yang berbeda dan mempertahankan cara bertindak tersebut dalam waktu yang lama. Miles
dan
Snow
(1978)
dalam
Jabnoun,
et.al
(2003:21)
menyarankan bahwa organisasi membangun pola perilaku yang sistematis dan dapat diidentifkasi terhadap adaptasi lingkungan. Elemen utama adaptasi dan hubungan diantara mereka adalah terkonseptualisasi oleh apa yang mereka sebut sebuah “adaptive cycle” sepanjang waktu. Siklus mewujudkan strategi bisnis yang berbeda, merepresentasikan respon organisasi pada lingkungan persaingan. Strategi organisasi mengalamatkan tiga tipe permasalahan, yang mana mewakili
dimensi
dari
“adaptive
(entrepreneurial),
keahlian
(administrative).
Masalah
bagaimana
organisasi
teknik
cycel”
:
(engineering)
kewirausahaan
mengorientasikan
kewirausahaan dan
administratif
berhubungan dirinya
pada
pada pasar
(marketplace), merupakan wewenang pasar produk. Masalah keahlian teknik
(engineering)
mengacu
pada
sistem
teknikal
organisasi,
merupakan teknologi dan proses digunakan untuk memproduksi produk dan jasanya. Masalah administrative adalah tentang bagaimana organisasi
berusaha
untuk
mengkoordinasikan
dan
mengimplementasikan strateginya, merupakan isu-isu struktur, kontrol dan proses. Miles dan Snow (1978) dalam Jabnoun, et.al (2003) mengklasifikasikan perusahaan dengan pola-pola keputusan adaptif
15
mereka pada defender, prospektor, analyzer dan reaktor. Adapun keempat tipe strategi ini, dapat kita jelaskan sebagai berikut : a. Defender Strategy defender meneliti pada stabilitas pasar, dan menawarkan serta mencoba untuk melindungi lini produk yang terbatas untuk segmen yang sempit dari pasar yang potensial. Defender mencoba membagi-bagi dan memperbaiki ceruk pasar ke dalam industri dimana pesaing menemukanya sulit untuk penetrasi. Mereka
bersaing
utamanya
pada
basis
harga,
kualitas,
pengantaran, dan jasa serta konsentrasi pada efisiensi operasi dan kontrol biaya yang ketat untuk memelihara persaingan mereka. Struktur dan proses mereka terformalisasi dan terdesentralisasi (Stathakopoulos, 1998 dalam Jabnoun, et.al, 2003:21). Organisasi melakukan hal ini melalui tindakan ekonomis yang standar, seperti misalnya
bersaing
dengan
harga
atau
menghasilkan
atau
menghasilkan produk berkualitas tinggi.
b. Prospektor Prospektor adalah hampir kebalikan dari defender. Kekuatan mereka adalah menemukan dan mengeksploitasi produk baru dan peluang pasar. Inovasi lebih penting dari pada keuntungan besar. Strategi prospektor berfokus pada inovasi produk dan peluang pasar. Perusahaan-perusahaan yang mengadopsi strategi ini cenderung untuk menekankan pada kreatifitas dan fleksibilitas di atas efisiensi dalam perintah untuk merespon secara cepat pada perubahan kondisi pasar dan mengambil keuntungan dari peluang pasar baru. Struktur organisasi dari perusahaan prospektor adalah
16
informal dan terdesentralisasi untuk lebih fleksibilitas dan respon lebih cepat pada perubahan lingkungan (Stathakopolous, 1998 dalam Jabnoun, et.al, 2003:21). Prospektor cenderung untuk memiliki system kontrol terdesentralisasi dan untuk menggunakan ukuran ad hoc (Miles dan Snow, 1978 dalam Jabnoun, et.al, 2003:21)
c. Analyzer Analyzer mencoba mengambil yang terbaik dari kedua strategi tersebut di atas. Mereka mencoba meminimalkan resiko dan memaksimalkan peluang untuk memperoleh laba. Strategi mereka adalah hanya akan bergerak ke produk baru atau pasar baru, setelah keberhasilannya dibuktikan oleh prospektor. Analyzer hidup dari imitasi. Mereka mengambil alih ide-ide yang sukses dari prospektor dan kemudian menirunya. Analyzer cenderung untuk beroperasi dalam paling sedikit dua wilayah pasar produk yang berbeda, yaitu: satu stabil, yang mereka tekankan pada efisiensi dan satu variabel, yang mereka tekankan pada inovasi. Struktur organisasi mereka adalah komplek, merefleksikan pasar yang sangat luas yang mereka operasikan. Mereka mencoba untuk mengkombinasikan karakteritik dari organisasi mekanistik dan organik.
d. Reaktor Reaktor mewakili strategi sisa. Nama tersebut dimaksudkan untuk menjelaskan pola-pola yang tidak konsisten dan tidak stabil yang timbul jika salah satu dari ketiga strategi lainnya dikejar secara
17
tidak benar. Pada umumnya, reaktor memberikan tanggapan secara tidak benar. Pada umumnya, berprestasi buruk, dan akibatnya mereka segan mengikat diri secara agresif pada strategi tertentu untuk masa datang. Reaktor secara sederhana bereaksi pada perubahan lingkungan dan membuat strategik menyesuaikan hanya kapan tekanan datang. Mereka secara karakteristik kurang strategi koheren dan tidak dapat untuk merespon secara cepat pada perubahan lingkungan.
Tabel 1. Tipologi Strategik Miles dan Snow STRATEGI
TUJUAN
LINGKUNGAN
Defender
Stabilitas dan efisiensi
Stabil
Analyzer
Stabilitas dan efisiensi
Perubahan
Prospektor
Fleksibilitas
Dinamis
KARAKTERISTIK STRUKTURAL Kontrol ketat, pembagian kerja yang ekstansif; formalisasi tinggi; terpusat Kontrol cukup terpusat; kontrol ketat atas aktivitas yang ada; kontrol agak lepas untuk usaha baru Struktur lepas; pembagian kerja rendah; formalisasi rendah; desentralisasi.
Sumber : Robbins, 1990:147
Perubahan Kecil dan Ketidakpastian Rendah
Perubahan Cepat dan Ketidakpastian Tinggi
Prospektor
Analyzer
Reaktor
Defender
Gambar 3. Kontinum Strategi-Lingkungan Sumber : Robbins, 1990:148
18
2.1.3. Kewirausahaan dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 2.1.3.1. Kewirausahaan Sebelum kita membicarakan tentang manajemen usaha kecil ada baiknya kita membicarakan dulu tentang kewirausahaan yang merupakan elemen yang penting di dalam manajemen usaha kecil tersebut. Di Amerika Serikat misalnya, kewirausahaan seringkali diartikan sebagai seseorang yang memulai bisnis baru, kecil dan milik sendiri (Drucker, 1985:1).
Kata “wirausaha” atau “wiraswasta” dalam
bahasa Indonesia adalah padanan kata bahasa Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad 17 (Holt, 1992 dalam Riyanti, 2003:21). Kata entrepreneur diturunkan dari kata kerja entreprende. The Concise Oxford French Dictionary (1980) dalam Riyanti (2003:21) mengartikan entreprende
sebagai
to
undertake
(menjalankan,
melakukan,
berusaha), to set about (memulai), to begin (memulai); to attempt (Mencoba, berusaha). Kata “wirausaha” merupakan gabungan kata wira (=gagah berani, perkasa) dan usaha. Jadi, wirausaha berarti orang yang gagah berani atau perkasa dalam usaha. Kata “wiraswasta” terdiri dari kata wira (=gagah berani, perkasa) dan swa (=sendiri, mandiri). Jadi, wiraswasta berarti orang yang perkasa dan mandiri. Harus diakui memberikan definisi realis dari wirausaha tidak semudah
semudah
memformulasi definisi etimologisnya. Dalam berbagai referensi kita memenukan rumusan yang dikemukakan para pakar manajemen tentang wirausaha atau entrepreneur. Menurut
Zimmerer dan Schorborough (1998) dalam Riyanti
(2003:22) menyebutkan sebagai berikut: “an entrepreneur is one who creates a new business in face of risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by
19
identifying opportunities and assembling the necessary resource to capitalize on them.” Peter dan Hisrich (1998:9) juga mengemukakan pendapat yang hampir senada , yaitu : “entrepreneurship is process of creating something new with value by devoting the necessary time and effort, asumming the accompanying financial, physic and social risk, and receiving the resultingrewards of monetary and personal satisfactin and independence” Stevenson
(1999)
berpendapat
bahwa
entrepreneurship
merupakan sinonim dari “bearing risk” (= menanggung resiko), inovasi atau pembentukan suatu usaha. Meredith (2002) berpendapat bahwa para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996) dalam Riyanti (2003:24) mengartikan wirausaha sebagai : “orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya”. Dari berbagai pengertian tersebut tentang wirausaha dapat kita tarik suatu kesimpulan (Riyanti, 2003:25), sebagai berikut : “Wirausaha adalah orang yang menciptakan kerja bagi orang lain dengan cara mendirikan, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri dengan bersedia mengambil resiko pribadi dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, emngelola dan menetukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannnya serta permodalan operasinya”.
20
2.1.3.2. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kewirausahaan memang sangat identik dengan usaha kecil. Tidak banyak buku yang membahas tentang pengertian tentang usaha kecil dan menengah, karena belum ada batasan dan kriteria yang baku mengenai usaha kecil dan menengah. Wheelen dan Hunger (2002) berpendapat bahwa usaha kecil di operasikan dan dimiliki secara independen, tidak dominan dalam daerahnya dan tidak menggunakan praktek-praktek inovatif. Tapi usaha yang bersifat kewirusahaan adalah usaha yang pada awalnya bertujuan untuk tumbuh dan menguntungkan serta dapat dikarakteristikkan dengan praktek-pratek inovasi strategis. Pengertian usaha kecil di Indonesia masih sangat beragam. Sebelum dikeluarkannya UU No.9/1995, setidaknya ada lima instansi yang merumuskan usaha kecil dengan caranya masing-masing. Kelima instansi
itu
adalah
Biro
Pusat
Statistik
(BPS),
Departemen
Perindustrian, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Pada kelima instansi itu, kecuali BPS, usaha kecil pada umumnya dirumuskan dengan menggunakan pendekatan finansial. Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia manggambarkan bahwa perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1 – 4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga, perusahaan dengan tenaga kerja 5 – 19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan tenaga kerja 20 – 99 orang sebagai industri sedang atau menengah, dan perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Departemen Perindustrian memalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian
No.
286/M/SK/10/1989
dan
Bank
Indonesia,
21
mendefinisikan usaha kecil berdasarkan nilai asetnya. Menurut kedua instansi ini, yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha yang asetnya (tidak termasuk tanah dan bangunannya), bernilai kurang dari Rp 600 juta. Departemen Perdagangan membatasi usaha kecil berdasarkan modal kerjanya. Menurut Departemen Perdagangan, usaha kecil adalah usaha (dagang) yang modal kerjanya bernilai kurang dari Rp 25 juta. Sedangkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) terlebih dahulu membedakan usaha kecil menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah yang bergerak dalam bidang perdagangan, pertanian dan industri. Kelompok kedua adalah bergerak dalam bidang konstruksi. Menurut Kadin yang dimaksud dengan usaha kecil untuk kelompok pertama adalah yang memiliki modal kerja kurang dari Rp 600 juta. Adapaun untuk kelompok kedua yang dimaksud dengan usaha kecil adalah yang memiliki modal kerja kurang dari Rp 250 juta dan memiliki nilai usaha kurang dari Rp 1 milyar. Berdasarkan pada kelima batasan tersebut dapat diketahui betapa sangat beragamnya pengertian usaha kecil yang kini berlaku di Indonesia. Padahal di luar kelima pengertian tersebut, kini juga terdapat pengertian usaha kecil sebagaimana dirumusakan oleh UndangUndang No.9/1995. Menurut Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan usah kecil adalah : 1. Memiliki kekayaan paling banyak Rp 200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau 2. Memiliki
hasil
penjualan
1.000.000.000,3. Milik warga negara Indonesia.
tahunan
paling
banyak
Rp
22
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasi atau berafiliasi baik langsung mauapaun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. 5. berbentuk usaha
orang
perorangan,
badan
usaha
tidak
berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Usaha kecil dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu mereka yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir (barang atau jasa konsumsi atau final) dan mereka yang berhubungan dengan perusahaan lain sebagai pemasok, sub kontrak dan lain-lain (Dirjen ILMK, 1997). Berdasarkan UU No.9/1995 tersebut juga, Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah membuat empat kelompok bidang usaha yang ada pada usaha kecil dan menengah (UKM), yaitu : perdagangan, industri pertanian, industri non pertanian dan aneka jasa. Definisi
usaha
kecil
menurut
Suryana
(2001)
umumnya
mencantumkan karakteristik perusahaan yang tergolong usaha kecil : 1) biasanya bersifat bebas, tidak terikat dengan identitas bisnis lain, misalnya
sebagai
cabang,
anak
perusahaan,
atau
divisi
dari
perusahaan yang lebih besar, 2) biasanya sepenuhnya dikendalikan oleh
pemiliknya
yang
biasanya
adalah
owner-manager
yang
memberikan konstribusi kepada hampir semua hal, tidak hanya terbatas pada modal kerja, 3) otoritas pengambilan keputusan dipegang penuh oleh pemilik usaha. Dari uraian di atas mengenai usaha kecil dan ciri-cirinya, maka dapat diperoleh gambaran bahwa usaha kecil mempunyai investasi
23
modal yang relatif kecil, dengan keterampilan yang dimiliki bersifat turun temurun serta dengan penggunaan teknologi yang masih sederhana. Pembangunan di bidang usaha kecil yang lebih mengutamakan pemerataan kesempatan kerja perlu untuk lebih ditingkatkan melalui pembinaan yang teratur dan juga melalui penyempurnaan pengaturan serta pengembangan usaha. Terlepas dari keragaman pengertian itu, kiranya penting untuk diketahui adalah karakteristik atau ciri-ciri usaha kecil secara umum. Berdasarkan studi-studi yang dilakukan Mitzer serta Musselman dan Hugehs (Sutojo dkk, 1994), dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri umum usaha kecil dalam garis besarnya adalah sebagai berikut : 1. Kegiatan cenderung tidak formal dan jarang yang memiliki rencana usaha. 2.
Struktur organisasi bersifat sederhana.
3. Jumlah tenaga terbatas dengan pembagian kerja yang longgar. 4. Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan. 5. Sistem akuntansi kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memilikinya sama sekali. 6. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya. 7. Kemampuan pemasaran serta diversifikasi pasar cenderung terbatas. 8. Margin keuntungan sangat tipis. Di samping itu, usaha kecil dapat memainkan peranan penting untuk menjaga dinamika pertumbuhan dan perluasan manfaat ekonomi bagi masyarakat luas. Usaha kecil berperan bukan saja pada aspek sosial seperti pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan kerja,
24
tetapi juga dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi pada sektor industri dan ekspor. Arah kebijakan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia dinyatakan secara eksplisit di dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 – 2004. pedoman kebijakan negara ini menggarisbawahi 28 butir mengenai arah kebijakan pembangunan ekonomi nasional untuk periode 1999 – 2004. Kerangka kerja kebijakan terdiri dari tiga kebijakan utama (Menegkop & UKM, 2000 dalam Tambunan, 2002:126), yaitu : 1. Sistem ekonomi kerakyatan yang didasarkan pada mekanisme pasar dengaan suatu persaingan yang adil dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, keadilan, prioritas pada sosial, kualitas hidup, lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Sistem ini menjamin kesempatan-kesempatan bisnis dan kesempatan kerja yang sama, perlindungan konsumen dan perlakuan yang adil terhadap
masyarakat.
Di
bawah
prioritas
utama
dalam
pembangunan ekonomi nasional. Usaha-usaha mengambangkan sistem ekonomi kerakyatan dapat ditunjukkan dengan : a) adanya suatu sistem persaingan adil yang menjamin kesempatan bisnis dan kerja yang sama; b) peranan pemerintah yang efektif dalam menyempurnakan sistem pasar termasuk pengurangan pajak; c) kebijakan ekonomi yang menciptakan kesempatan berusaha bagi KUKM; d) suatu pertumbuhan kemitraan usaha antar pengusaha UKM; e) meningkatkan penerimaan positif dari masyarakat dalam bisnis dan peningkatan dalam penerimaan dari masyarakat. 2. Penciptaan iklim bisnis yang kondusif untuk memberdayakan KUKM sehingga menjadi efisien, produktif dan kompetitif.
25
Kebijaksanaan ini bertujuan untuk menciptakan suatu mekanisme yang adil dimana KUKM bisa mendapat keuntungan secara proporsional dan dapat bersaing secara adil dengan pemainpemain bisnis lainnya. Pada dasarnya, kebijaksanaan ini sejalan dengan kebijaksanaan-kebijaksaan lainnya dari ekonomi makro, sektoral, dan pembangunan daerah/lokal, yang secara bersamasama memberikan dukungan komplementer untuk meningkatkan bisnis KUKM. 3. Kebijaksanaan peningkatan kapasitas KUKM yang bertujuan untuk membuat KUKM mampu bersaing di pasar bebas dengan pelaku-pelaku bisnis lainnya. Pada dasarnya kebijaksanaan ini bertujuan untuk menghilangkan segala kendala yang dihadapi KUKM, seperti keterbatasan modal, pasar dan input-input untuk berproduksi,
kekurangan
dalam
kapabilitas
manajemen,
kekurangan pekerja dengan keahlian-keahlian teknis, bisnis, teknologi dan keterbatasan akses informasi dan mitra usaha. GBHN 1999 menekankan bahwa dukungan dari pemerintah terhadap penguatan KUKM harus dilaksanakan secara selektif dalam bentuk perlindungan terhadap persaingan yang tidak adil, pengembangan SDM lewat pendidikan dan pelatihan, diseminasi informasi mengenai bisnis dan teknolgi, penyediaan finansial, lokasi
usaha
dan
kemitraan
usaha
dengan
BUMN
dan
perusahaan-perusahaan besar swasta, penyediaan fasilitasfasilitas untuk agribisnis, industri kecil (IK), industri rumah tangga (IRT),
penyempurnaan
dari
pembangunan
kapasitas
lembaga-lembaga lokal dan utilisasi sumber daya alam (SDA).
dari
26
Namun demikian, dalam realitas, kebijaksanaa UKM masih berorientasi
kepada
sosial
Kebijaksanaan
UKM
kebijaksanaan
ekonomi
daripada
belum
pasar
atau
sepenuhnya
secara
umum
/
persaingan.
terintegrasi makro
di
dalam
Indonesia.
Konsekuensinya, kebijaksanaan UKM di Indonesia belum berfungsi sebagai elemen-elemen komplemen dan sektoral dari kebijaksanaan ekonomi seperti yang diharapkan.
2.1.3.3. Kesuksesan Usaha Kecil Menengah Resnik dalam Certo dan Peter (1991) membuat sepuluh saran untuk
formulasi
strategi
usaha
mempertinggi kesempatan hidup
kecil
yang
dirancang
untuk
dan sukses. Adapun kesepuluh
formulasi strategi tersebut, adalah sebagai berikut : 1. Menjadi Obyektif. Angan-angan sendiri tidak memiliki tempat di dalam bangunan sebuah bisnis. Kejujuran, penilaian yang tenang dari kekuatan dan kelemahan perusahaan dan keahlian bisnis serta manajemennya adalah hal yang mendasar. 2. Membuat
sederhana
kesederhanaan
adalah
dan
terfokus.
efektif.
Usaha
Dalam dan
usaha
kecil,
sumber
daya,
seharusnya dikonsentrasikan dimana dampak dan keuntungan adalah hal yang paling utama. 3. Fokus pada pasar yang menguntungkan. Kelangsungan hidup dan keberhasilan usaha kecil oleh persediaan barang dan jasa khusus yang menemukan keinginan dan kebutuhan dari pemilihan kelompok pelanggan.
27
4. Mengembangkan
rencana
pemasaran.
Usaha
kecil
harus
memutuskan bagaimana untuk meraih dan menjual kepada pelanggan. 5. Memanajemen tenaga kerja secara efektif. Kesuksesan usaha kecil tergantung pada bangunan, pengaturan dan motivasi sebuah tim pemenang. 6. Membuat catatan keuangan yang jelas. Usaha kecil perlu untuk memiliki catatan asset, liabilitas, penjualan, biaya dan informasi akunting lainnya dalam urutan untuk kelangsungan hidup dan keberhasilan. 7. Tidak pernah menghambur-hamburkan kas. Kas adalah raja di dalam dunia usaha kecil. 8. Menghindari perangkap yang berulang-ulang dari pertumbuhan yang cepat. Usaha kecil harus hati-hati melakukan ekspansi. 9. Mengerti seluruh fase bisnis. Pengendalian usaha kecil dan kemajuan keuntungan usaha kecil , tergantung pada pengertian yang lengkap dari seluruh fungsi bisnis. 10. Merencanakan ke depan. Usaha kecil harus memformulasikan secara kritis dan menantang, pencapaian yang masih, tujuan dan mengubahnya menjadi aktifitas yang produktif. Hisrich dan Peter (1998) menyatakan dua hal yang harus diperhatikan di dalam menumbuhkan usaha agar bisa mencapai keberhasilan, yaitu :1) Pengendalian keuangan, yang bisa dilakukan dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan dan memaksimalkan penjualan; dan 2) Pengendalian tenaga kerja, dengan cara merekrut, memotivasi dan mengarahkan mereka agar menjadi suatu tim yang kuat.
28
Menurut C.W. Hofer dan W.R. Sandberg dalam Wheelen dan Hunger (2002), ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja usaha kecil terutama untuk usaha baru. Sesuai dengan tingkat pengaruhnya, faktor-faktor tersebut adalah : 1. Struktur industri Karakteristik
produk
industri
mempunyai
pengaruh
langsung
terhadap suksesnya perusahaan baru. Pertama, perusahaan baru akan lebih sukses ketika memasuki industri dengan yang heterogen daripada yang homogen. Pada industri yang produknya heterogen, perusahaan baru dapat mendiferensiasi produknya dari produk pesaing dengan produk yang unik dengan memfokuskan pada segmen pasar yang mempunyai kebutuhan unik. Kedua, menurut data hasil studi, perusahaan baru akan lebih sukses jika produknya merupakan produk yang relatif tidak penting terhadap kebutuhan total pembelian konsumen daripada jika produk tersebut penting. Konsumen akan lebih mempunyai kesempatan untuk mencoba produk baru jika produk tersebut lebih murah dan kegagalan karena mengkonsumsi produk tersebut tidak beresiko. 2. Strategi Bisnis Kunci sukses bagi kebanyakan perusahaan baru adalah : (a). mendiferensiasi produk dari produk pesaing dalam hal kualitas dan layanan, dan (b). memfokuskan produk pada kebutuhan konsumen dalam segmen pasar yang dimasukki untuk mendapatkan ceruk pasar (strategi kompetitif diferensiasi dari Porter). 3. Karakteristik Wirausaha Ada empat faktor perilaku yang berpengaruh terhadap kesuksesan perusahaan baru, yaitu :
29
a. Wirausaha sukses lebih baik dibanding orang lain dalam kesempatan
mengidentifikasi
bisnis
potensial.
Mereka
memfokuskan pada aspek kesempatan, bukan pada masalah, dan
mencoba
belajar
dari
kegagalan.
Wirausahawan
berorientasi pada tujuan dan mempunyai pengaruh budaya yang kuat pada organisasinya. b.
Wirausaha sukses biasanya memiliki sense of urgency yang membuat
mereka
beroreintasi
pada
tindakan.
Mereka
mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi dan hal itu memotivasi mereka untuk mengembangkan ide ke dalam tindakan. c. Wirausahawan sukses mempunyai pengetahuan terinci atas faktor-faktor kunci yang diperlukan untuk sukses dalam industri dan stamina fisik yang diperlukan untuk pekerjaannya. d. Wirausahawan sukses mencari bantuan dari pihak luar untuk melengkapi
keahlian,
pengetahuan
dan
kemampuannya.
Mereka juga mengembangkan hubungan relasional dengan pihak-pihak yang terdiri atas orang-orang yang memiliki keahlian dan
pengetahuan
kunci
dimana
ia
dapat
mendapatkan
dukungan. Selain hal di atas, Tambunan (2002) mengungkapkan bahwa kinerja industri kecil dan menengah dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu : 1. Penciptaan Kesempatan Kerja Penciptaan kesempatan kerja ini sangat penting di dalam melihat sukses tidaknya suatu usaha. Dengan semakin banyaknya tenaga kerja yang diserap, semakin besar pula peranan industri kecil dan
30
menengah dalam menanggulangi masalah pengangguran. Demikian pula dengan produktivitas usaha itu sendiri, dengan meningkatnya tenaga kerja yang dipakai berarti produktivitas pun bisa ditingkatkan. 2. Konstribusi pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Kontribusi pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) bisa terjadi apabila
industri
kecil
dan
menengah
itu
bisa
memberikan
pendapatan bagi negara, dalam hal ini baik dari pendapatan dari pemasaran di dalam negeri maupun dari penjualan keluar negeri (ekspor). Suatu industri kecil dan menengah dikatakan sukses apabila memiliki pendapatan yang terus meningkat yang biasanya besar
dipengaruhi
oleh
peningkatan
penjualan.
Dengan
meningkatnya penjualan secara langsung juga akan mempengaruhi peningkatan kinerja industri kecil dan menengah itu sendiri.
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian ini juga menggunakan kajian penelitian terdahulu yang merupakan kajian empiris sebagai landasan untuk berpikir dan sekaligus untuk mengetahui dan mempelajari berbagai metode analisis yang digunakan yang kemungkinan dapat diterapkan oleh peneliti dalam penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu tersebut, dapat kita lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kajian Penelitian Terdahulu No. 1.
2.
3.
Peneliti
Judul
Judy Gray (1997)
“Small Business Strategy In Australia”
Bernice Kotey & G.G. Meredith (1997)
Judy H. Gray (1999)
“Relationship Among owner/Manager Personal Value, Business Strategies, and Entrepise Performance” “A Predictive Model of Small Business Succes”
Sampel 578 pengusaha kecil, lulusan lembaga Pendidikan bisnis NEIS, Australia 659 pengusaha kecil manufaktur perabot rumah tangga di New South Wales, Australia
255 pengusaha kecil, lulusan lembaga Pendidikan bisnis NEIS, Australia
Variabel Tipe Strategi
• • • • •
Defender
• •
Strategi Bisnis
Prospektor Analyzer
Alat Analisis
•
Confirmatory Factor Analysis (Lisrel 7.20)
•
One-Way ANOVA
• •
Analisis Cluster
Reaktor Nilai-nilai Pribadi
MANOVA
Kinerja Perusahaan
• •
Locus of control
• •
Strategi Bisnis
Gaya Pengambilan Keputusan
Hasil Temuan Strategi Proaktif yang terdiri dari tipe strategi Prospektor dan Defender secara empiris memiliki hubungan lebih positif terhadap pengembangan dan pertumbuhan usaha kecil di Australia dari pada strategi Reaktif yang terdiri dari tipe strategi Analyzer dan Reaktor. 1. 2. 3.
•
SEM (Lisrel 7.20)
1.
2.
Kesuksesan Usaha Kecil 3.
Nilai Pribadi, strategi dan kinerja pengusaha secara empris berkaitan. Para pelaku bisnis yang memiliki kinerja tinggi adalah proaktif dalam orientasi strategi dan menunjukkan nilai pribadi kewirausahaan. Sebaliknya, para pelaku bisnis yang mempunyai kinerja rendah adalah menerapkan strategi reaktif serta menunjukkan nilai pribadi yang konservatif. External locus of control memiliki hubungan negatif terhadap kesuksesan bisnis dan internal locus of control ditransmisikan terhadap gaya pengambilan keputusan dan kesuksesan bisnis usaha kecil. Gaya pengambilan keputusan Intentive memiliki pengaruh blangsung terhadap strategi Proaktif dan kelangsungan hidup usaha serta memiliki perbedaan terhadap perusahaan yang memiliki pertumbuhan ketenagakerjaan dengan yang tidak memiliki pertumbuhan ketenagakerjaan. Strategi Reaktif berhubungan langsung terhadap ketenagakerjaan, sedangkan strategi Proaktif memiliki perbedaan terhadap usaha yang memiliki pertumbuhan ketenagakerjaan dengan yang tidak memiliki pertumbuhan ketenagakerjaan.
Tabel 2. (Lanjutan) No 4.
5.
6.
7.
Peneliti
Judul
Sampel
Variabel
“Analisis Lingkungan Industri Kerajinan Ukiran Kayu di Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali”
255 Pengerajin Ukiran Kayu di Gianyar, Bali
•
Lingkungan Industri
•
Keberhasilan Usaha
“The Key Success Factors, Distinctive Capabilities, and Strategic Thrust of Top SMEs in Singapore”
50 Usaha Kecil Menengah Top di Singapura
• •
Tipe Strategi
•
Kesuksesan usaha
Joseph E. McCann III, Anna Y. LeonGuerrero, Jonathan D. Haley Jr. (2001)
“Strategic Goals and Practices of Innovative Family Busniess”
231 usaha keluarga di Amerika Serikat.
•
Karakterisitik Perusahaan Tipe Strategi
Daniel Maranto Vargas (2001)
“Strategy, Distinctive Competences and Business Performance: A Field Research in IndustrialSan Luis Potosi, Mexico”
184 perusahaan di Kawasan Industri San Luis Potosi, Mexico
• • • •
I Wayan Wisardja (2000)
BC. Gosh, Tan Wee Liang, Tan Teck Meng, Ben Chan (2001)
•
Kompetensi Unggul
Alat Analisis
•
• •
• •
Hasil Temuan
Faktor lingkungan industri yang unsur-unsurnya adalah pelanggan, pemasok, pesaing dan teknologi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan usaha industri ukiran kayu di Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali. 2. Unsur pelanggan berpengaruh paling dominan terhadap keberhasilan usaha kayu tersebut. 1. Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata 60% Analisis Cluster dari perusahaan yang disurvei ditemukan Teknik Korelasi sebagai tipe organisasi Defender. Pearson 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan perusahaan adalah: a). mampu untuk memuaskan kebutuhan pelanggan; b). kemampuan regionalisasi; c). pengembangan secara konstan terhadap ide-ide baru dan kapabilitas, terutama inovasi; d). dapat mengidentifikasi pasar secara baik; e). mampu mengidentifikasi ceruk pasar; dan f). hubungan yang baik antara manajemen puncak dengan tenaga kerja di bawahnya. Penelitian ini secara empiris menghasilkan bahwa Analisis cluster tipe strategi Prospektor memiliki keuntungan lebih ANOVA dibandingkan tipe strategi lainnya, yaitu : Defender, Analyzer dan Reaktor. Analisis Regresi Berganda
1.
Kinerja Bisnis Tipe Strategi Kompetensi Unggul Kinerja Usaha
•
Analisis Path
Penemuan utama mengilustrasikan bahwa orientasi strategik yang diorientasikan keluar, seperti strategi Prospektor berbanding lurus terhadap orientasi pasar pelanggan cenderung memberikan hasil keuangan dan pasar yang lebih baik dibandingkan dengan orientasi strategi ke dalam, seperti strategi Defender.
Tabel 2. (Lanjutan) No 8.
Peneliti Muhammad Buswari (2003)
Judul “Hubungan Nilai-Nilai Pribadi Pengusaha, Strategi Bisnis terhadap Kinerja Perusahaan pada Industri Keramik di Kota Malang”
Sampel 40 industri keramik di Kota Malang
Variabel
Nilai-nilai Pribadi Strategi Bisnis Kinerja Perusahaan
Alat Analisis
• •
Analisis cluster
Hasil Temuan 1.
ANOVA
2.
3.
Kelompok pengusaha yang memiliki nilai pribadi kewirausahaan cenderung memberikan nilai yang relatif tinggi untuk veriabel-variabel yang meliputi : Keberanian mengambil resiko; kemampuan (kompetensi); inovatif dan kerja keras, sedangkan untuk kelompok pengusaha dengan nilai konservati cenderung memberikan nilai yang relatif rendah untuk variabel-variabel tersebut. kelompok pengusaha yang menerapkan strategi Proaktif cenderung memberikan nilai relatif tinggi untuk variabel-variabel yang meliputi : produk; harga produk yang ditawarkan pesaing; dan pelayanan pada pelanggan, sebaliknya kelompok pengusaha yang menerapkan strategi Reaktif cenderung memberikan nilai yang relatif rendah untuk veriabel-variabel tersebut. Untuk kelompok pengusaha dengan nilai pribadi dan kewirausahaan serta menerapkan strategi proaktif cenderung mempunyai tingkat produktivitas yang relatif tinggi; tingkat keuntungan yang relatif besar; biaya produksi yang dikeluarkan relatif rendah serta lebih banyak di dalam memciptakan lapangan kerja. Sebaliknya, kelompok pengusaha dengan nilai pribadi konservatif dan menerapkan strategi reaktif cenderung memiliki produktivitas yang realtif rendah; tingkat keuntungan yang relatif kecil; biaya produksi yang dikeluarkan relatif tinggi serta tidak banyak menciptakan lapangan kerja.
Tabel 2. (Lanjutan) No 9.
Peneliti G. Tomas Hult, Charles C. Snow, Destan Kandemir (2003)
Judul “The Role of Entrepreneurship in Building Cultural Competitiveness in Different Organizational Types ”
Sampel 764 unit bisnis strategis berdasarkan database Dun & Bradstreet dan Fortune 500
Variabel
Alat Analisis
•
Kewirausahaan (entrepreneurship)
•
Inovasi (innovativeness)
•
Orientasi (market orientation)
•
Pembelajaran organisasi (organizational learning)
pasar
•
SEM (Lisrel)
Hasil Temuan 4.
5. 6. 7.
Organisasi besar dan berusia muda mempunyai kinerja kuat dengan fokus secara langsung pada kewirausahaan (entrepreneurship), sedangkan pada tipe organisasi lainnya kewirausahaan (entrepreneurship) secara tidak langsung berpengaruh pada kinerja. Organisasi besar dan berusia tua, lebih baik fokus pada pembelajaran organisasi (organizational learning). Organisasi kecil dan berusia tua lebih baik focus pada orientasi pasar (market orientation) Organisasi kecil dan berusia muda lebih baik focus pada keseimbangan atau pendekatan selektif yang ditekankan pada seluruh elemen budaya persaingan atau pada salah satu elemen yang memiliki keistimewaan.