BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Media Tanah Liat
2.1.1
Pengertian Media Tanah liat Menurut Aphin (2012), lempung atau tanah liat ialah kata umum untuk partikel mineral yang mengandung unsur silika yang memiliki diameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung mengandung leburan silika dan aluminium dengan ukuran partikel yang halus. Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket saat basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang mendominasinya. Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan lapisan oksida silikon dan oksida aluminium yang membentuk kristalnya. Golongan 1:1 memiliki lapisan satu oksida silikon dan satu oksida aluminium, sementara golongan 2:1 memiliki dua lapis golongan oksida silikon dan satu lapis oksida aluminium. Mineral lempung golongan 2:1 memiliki sifat elastis yang kuat, menyusut saat kering dan membesar saat basah. Karena perilaku inilah beberapa jenis tanah dapat membentuk kerutan-kerutan atau “pecahpecah” bila kering. Dapat disimpulkan bahwa tanah liat adalah bahan alam yang mengandung leburan silika dan alumunium dengan ukuran partikel yang kecil dan akan lembek saat terkena air dan keras ketika kering. Tanah liat ini dapat dibentuk dengan mudah menggunakan berbagai cara yaitu teknik kegiatan membentuk.
2.2
Pengenalan Bentuk Geometri Tiga Dimensi pada Anak Usia Dini
2.2.1 Pengertian Bentuk Geometri Tiga Dimensi Menurut Lestari, K.W (2011:4), menjelaskan bahwa mengenal bentuk geometri pada anak usia dini adalah kemampuan anak mengenal, menunjuk, menyebutkan serta mengumpulkan benda-benda disekitar berdasarkan bentuk geometri. Pendapat lain yang diungkapkan oleh Triharso, Agung (2013:50), menyatakan bahwa dalam membangun konsep geometri pada anak dimulai dari mengidentifikasi bentuk-bentuk, menyelidiki bangunan dan memisahkan gambar-gambar biasa seperti, bola, kotak, dan balok. Skripsi dari Desy Wahyu (2014) menjelaskan bahwa belajar konsep letak, seperti di bawah, di atas, kiri, kanan, meletakkan dasar awal memahami geometri. Menurut Tarigan, Daitin (2006:32), menjelaskan bahwa belajar geometri adalah berpikir matematis, yaitu meletakkan struktur hirarki dari konsep-konsep lebih tinggi yang terbentuk berdasarkan apa yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga dalam belajar geometri seseorang harus mampu menciptakan kembali semua konsep yang ada dalam pikirannya. Mengenalkan berbagai macam bentuk geometri pada anak usia dini dapat dilakukan dengan cara mengajak anak bermain sambil mengamati berbagai benda di sekelilingnya. Anak akan belajar bahwa benda yang satu mempunyai bentuk yang sama dengan benda lainnya seperti ketika mengamati bentuk penghapus mempunyai bentuk yang sama dengan kotak atau balok. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa mengenal bentuk geometri pada anak usia dini tidak serta merta hanya berbicara lisan saja. Akan tetapi mengajarkan geometri pada anak usia dini, harus dengan pengamatan secara langsung melalui benda konkret. Terdapat juga beberapa tahapan yang harus di pahami di dalam membangun konsep
geometri pada anak. Adanya beberapa tahapan ini, maka anak usia dini akan lebih memahami mengenai bentuk geometri.
2.2.2
Tahapan Pengenalan Bentuk Geometri Tiga Dimensi pada Anak Usia Dini Van Hiele dalam Daitin Tarigan (2006:62), menyatakan bahwa terdapat lima tahap belajar geometri pada anak, di antaranya adalah: a.
Tahap Pengenalan. Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mengetahui adanya sifatsifat dari bentuk geometri yang dilihatnya.
b.
Tahap Analisis. Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamati. Anak sudah mampu menyebutkan aturan yang terdapat pada benda geometri tersebut.
c.
Tahap Pengurutan. Pada tahap ini anak sudah mampu melakukan penarikan kesimpulan, berpikir deduktif, namun kemampuan ini belum dapat berkembang secara penuh.
d.
Tahap Deduksi. Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.
e.
Tahap Akurasi. Dalam tahap ini anak mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan
dari
prinsip-prinsip
dasar
yang
melandasi
suatu
pembuktian. Anak belajar bentuk-bentuk geometri anak harus belajar dari benda-benda konkret.
2.2.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Mengenal Bentuk Geometri pada Anak Usia Dini Menurut
Jamaris,
Martini
(2006:44),
menjelaskan
bahwa
kemampuan dasar matematika pada anak TK berada pada fase praoperasional yang diwarnai oleh perkembangan kemampuan berpikir secara simbolis. Kemampuan dasar geometri dikembangkan melalui pengenalan anak terhadap kemampuan spasialnya, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan bentuk benda dan tempat di mana benda tersebut berada, dan kemampuan berpikirnya adalah berpikir secara simbolis. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan anak untuk dapat membayangkan benda-benda yang ada di sekitarnya. Pembelajaran melalui kegiatan bermain untuk mengenal bentuk geometri dapat membantu anak untuk memahami, menggambarkan, dan mendeskripsikan benda-benda yang ada di sekitarnya. Selain itu dipengaruhi oleh kemampuan berpikir intuitif yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar atau menyusun sesuatu. Keterkaitan faktor yang mempengaruhi kemampuan mengenal bentuk geometri tidak lepas dari faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada anak. Kemampuan berpikir secara simbolis dan kemampuan spasial dipengaruhi oleh faktor hereditas/keturunan, faktor lingkungan (psikososial), faktor asupan gizi, dan faktor pembentukan Rita Eka Izzaty, dkk (2008:8). Pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor
yang
mempengaruhi kemampuan mengenal bentuk geometri pada anak TK adalah cara berpikir simbolis, intuitif serta kemampuan spasialnya untuk dapat mengetahui, memahami, dan menerapkan konsep bentuk geometri dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.4 Strategi Pembelajaran Mengenal Bentuk Geometri pada Anak Usia Dini Strategi pembelajaran merupakan segala usaha atau aktivitas guru dalam mengajar yang digunakan dalam menerapkan berbagai metode pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Bermain dan belajar tidak dapat dipisahkan, keduanya saling berkaitan dan saling melengkapi. Bermain membuat anak senang, sedangkan belajar melalui bermain anak dapat menguasai materi yang lebih menantang. Bermain sebagai salah satu cara belajar anak yang mempunyai ciriciri simbolik, bermakna, aktif, menyenangkan, dan suka rela. Menurut Piaget dalam Slamet Suyanto (2005b:124), anak belajar mengkonstruksi pengetahuan dengan berinteraksi melalui objek yang ada disekitarnya. Selain itu para ahli teori konstruktivisme mempunyai pandangan tentang cara belajar anak yaitu anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya melalui kegiatan mengeksplorasi objek-objek dan peristiwa yang ada di lingkungannya dan melalui interaksi sosial dan pembelajaran. Prinsip bermain adalah anak harus mengedepankan belajar, bahwa bermain untuk belajar, bukan bermain untuk mainan itu sendiri. Strategi dalam pemilihan jenis permainan yang digunakan di TK harus sesuai dengan perkembangan anak. Pemilihan jenis permainan yang sesuai dengan perkembangan anak perlu dilakukan agar pesan edukatif dalam permainan dapat ditangkap anak dengan mudah dan menyenangkan. Apabila jenis permainan tidak sesuai dengan perkembangan anak maka yang terjadi adalah proses bermain hanya untuk mainan itu sendiri. Hal ini akan dapat berdampak buruk pada pembentukan karakter dan kecerdasan anak. Namun apabila pemilihan permainan yang selaras dengan perkembangan anak maka akan mengembangkan aspek kecerdasan tertentu.
Menurut Agung Triharso (2013:7), menyatakan bahwa satu-satunya cara agar suasana belajar menjadi menyenangkan dan menantang adalah menggabungkan
bermain
dan
belajar.
Pola
belajar
sebagaimana
bermain,dan bermain sebagaimana belajar membuat anak merasa enjoy. Tanpa mereka sadari, anak-anak belajar dalam suatu permainan, tetapi juga bermain ketika belajar. Antara belajar dan bermain sama-sama menyenangkan sekaligus menantang. Pembelajaran untuk mengenal bentuk-bentuk geometri pada anak dapat dilakukan dengan permainan. Melalui permainan tersebut anak-anak akan mudah belajar mulai dari mengidentifikasi bentuknya, menyelidiki masing-masing bentuknya dan mengenal bentuk geometri. Pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam strategi pembelajaran mengenalkan bentuk geometri pada anak usia dini kegiatannya dikemas dalam bermain. Melalui kegiatan bermain anak akan mengetahui,
memahami
Kemampuan
dasar
dan
dalam
mengenal
mengenal
konsep
bentuk
bentuk
geometri
geometri. ini
dapat
dikembangkan melalui pengenalan anak pada kemampuan spasialnya, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan bentuk benda aslinya (bentuk penghapus itu seperti balok). Pemberian rangsangan dan stimulus yang tepat pada proses pembelajaran di TK (Taman Kanak-kanak), akan memberikan dampak positif yaitu dapat mencerdaskan anak. Selain itu kondisi pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan akan berpotensi besar dalam membentuk karakter anak menjadi seorang pembelajar yang aktif. Dari kegiatan belajar melalui bermain hasil belajar anak dapat meningkat karena ketika anak belajar matematika khususnya dalam mengenal bentuk geometri anak akan dapat memahaminya apabila dibantu dengan manipulasi objek-objek suatu benda yang konkret.
2.3
Membentuk Geometri Tiga Dimensi melalui Media Tanah Liat
2.3.1
Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan Membentuk dengan Media Tanah Liat Supaya kegiatan membentuk dapat berhasil dengan tujuan yang maksimal maka seorang guru penting memperhatikan langkah-langkah membentuk sebagai berikut. Menurut Sumanto (2005:154), pelaksanaan kegiatan membentuk yaitu: 1. Guru menyiapkan bahan tanah liat yang berbentuk balok-balok yang agak besar untuk dibagikan kepada anak. 2. Siapkan kertas atau koran untuk alas meja atau tempat meletakkan tanah liat. 3. Guru memberikan contoh terlebih dahulu atau memandu langkah kerja membentuk dengan memberikan peragaan membentuk dari bahan tanah liat dengan ukuran cukup besar supaya diamati oleh seluruh anak dalam kelas dengan jelas. 4. Guru diharapkan juga mengingatkan pada anak agar dalam bekerja dilakukan dengan tertib dan setelah selesai merapikan atau membersihkan tempat belajar dan mencuci tangan. 5. Setiap tahapan membentuk yang dibuat oleh anak sebaiknya guru memberikan penguatan dengan memberi bantuan merapikan atau menghaluskan agar hasilnya lebih baik dan rapi. Melengkapi langkah-langkah membentuk dengan tanah liat diatas MS. Sumantri (2005: 156), menyatakan langkah-langkah membentuk dari tanah liat yaitu: 1. Pilihlah adonan bahan tanah liat yang aman bagi anak. 2. Anak disusun sedemikian rupa supaya tidak berdesakan dalam mengerjakan kegiatan membentuk.
3. Guru perlu untuk secara merata memberikan perhatian dengan berkeliling, mengamati, berkomunikasi, membantu anak yang mengalami kesulitan. 4. Guru dapat mengajak anak untuk berdialog dengan menjelaskan karya yang di buat oleh anak. 5. Guru dapat memberikan penguatan seperti pujian, sebut namanya, berikan tepuk dibahunya serta senyuman agar anak semangat dalam mengerjakan tugasnya. Berdasar langkah-langkah kegiatan membentuk diatas dapat ditegaskan bahwa dalam kegiatan membentuk guru terlebih dahulu menyiapkan adonan yang akan dipakai dan memastikan adonan tersebut aman untuk anak, memberikan kertas koran atau plastik untuk mengalasi meja, terlebih dahulu guru memberikan contoh sebelum anak melakukan kegiatan, memberikan scaffolding atau pijakan, serta memberikan pujian terhadap hasil karya anak.
2.4
Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rustiyanti (2014) yang berjudul “Peningkatan kemampuan mengenal bentuk geometri melalui permainan dakon geometri pada anak kelompok A di TK Arum Puspita Triharjo Pandak Bantul”. Menunjukkan bahwa melalui kegiatan bermain dakon geometri ini, anak lebih mengerti mengenai bentuk-bentuk geometri. Penelitian yang relevan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan
oleh
Primasari
(2013)
yang
berjudul
“Meningkatkan
kemampuan motorik halus melalui kegiatan membentuk menggunakan media tanah liat di kelompok A TK Gita Insani Sleman”. Menunjukkan bahwa melalui kegiatan tanah liat dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak yaitu kegiatan membentuk.
Mengacu pada penelitian di atas, maka penulis menekankan pada peningkatan kemampuan membentuk geometri tiga dimensi melalui media tanah liat. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan anak membentuk geometri tiga dimensi.
2.5
Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membentuk geometri tiga dimensi melalui media tanah liat. Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan membentuk geometri tiga dimensi pada anak usia dini. Oleh karena itu pemikiran penulis bahwa pembelajaran yang menggunakan media tanah liat, anak akan lebih senang dan lebih menunjukkan kreativitasnya di dalam belajar. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model rancangan one group design dimana akan diadakan pretest dan postest. Pada pretest sebagai pengukuran awal peneliti belum memberikan perlakuan terhadap anak (observasi), setelah itu akan ada postest sebagai pengukuran setelah peneliti memberi media tanah liat terhadap anak. Dari bagan kerangka dibawah ini dapat dijelaskan hal-hal berikut. Pada kondisi awal, guru melaksanakan pretest dengan melakukan pembelajaran akan tetapi belum aktif. Setelah guru mengetahui akan hasil observasi awal, selanjutnya diberikan perlakuan kepada anak-anak dengan media tanah liat. Maka akan ditemukan hasil posttest dan guru kemudian menguji menggunakan Uji T. Apabila dilihat dalam bagan akan terlihat pada bagan berikut:
Belum melaksanakan pembelajaran aktif
Pretest
Kemampuan Membentuk Uji T
Subyek Melaksanakan kegiatan membentuk geometri tiga dimensi dengan tanah liat
Posttest
Kemampuan Membentuk
Gambar 1. Kerangka Berpikir
2.6
Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan, maka penulis merumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu: Ho : Tidak ada peningkatan yang signifikan dalam membentuk geometri tiga dimensi melalui media tanah liat pada anak Kelompok A1 di TK Lab Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun 2016. Ha
: Ada peningkatan yang signifikan dalam membentuk geometri tiga dimensi melalui media tanah liat pada anak Kelompok A1 di TK Lab Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun 2016.