BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Gambaran Klinis Low Back Pain Mogenik
2.1.1
Definisi Low Back Pain Miogenik Nyeri punggung bawah miogenik adalah nyeri pada punggung bawah yang
disebabkan oleh gangguan pada unsur tendomusculer tanpa disertai dengan gangguan neurologis antara vertebra torakal 12 sampai dengan bagian bawah pinggul dan anus (Magee, 2013). LBP miogenik berhubungan dengan gangguan otot di daerah punggung bawah, tendon, dan ligamen yang bisa timbul pada saat melakukan aktifitas sehari-hari secara berlebihan, seperti duduk lama, berdiri lama atau mengangkat beban berat dengan cara yang salah, dimana nyeri bersifat tumpul dan tidak menjalar ke tungkai (Magee, 2013). Gangguan yang terjadi pada LBP miogenik yaitu nyeri tekan pada regio lumbal, spasme otototot punggung bawah, sehingga dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara otot abdominal dan paravertebrae, yang dapat mengakibatkan terjadinya keterbatasan gerak. Adanya ketidakseimbangan tersebut akan menyebabkan penurunan mobilitas lumbal akibat adanya nyeri, spasme, ketidakseimbangan otot tersebut, sehingga aktivitas fungsional terganggu, terutama aktivitas yang memerlukan gerak membungkuk dan memutar badan (Meliana & Pinzon, 2004).
8
9
2.1.2
Etiologi Menurut Borenstein dan Wiessel (2004), faktor-faktor penyebab nyeri
punggung bawah dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu : a). Faktor statik Faktor mekanik statik adalah deviasi sikap atau postur tubuh yang menyebabkan peningkatan sudut lumbosakral (sudut antara segmen Vertebra L5 dan Vertebra S1) yang normalnya 30-34 derajat, atau peningkatan lengkung lordotik lumbal dalam waktu yang cukup lama, serta menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan (center of gravity/CoG), yang normalnya berada di garis tengah sekitar 2,5 cm di depan segmen Vertebra S2. Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran CoG tersebut akan menyebabkan peregangan pada ligamen dan berkontraksinya otot-otot yang berusaha untuk mempertahankan postur tubuh yang normal, akibatnya dapat terjadi sprain atau strain pada ligamen atau otot-otot sekitar punggung bawah yang menimbulkan nyeri (Pandono, 2008). b.) Faktor dinamik Faktor mekanik dinamik atau kinetik yaitu terjadinya stress atau beban mekanik abnormal pada struktur jaringan (ligamen atau otot) di daerah punggung bawah saat melakukan gerakan. Stress atau beban mekanik tersebut melebihi kapasitas fisiologik atau toleransi otot maupun ligamen di daerah punggung bawah. Timbulnya nyeri adalah akibat kelainan pada ritme lumbal pelvis yaitu karena fungsinya tidak sempurna. Gerakan yang potensial menimbulkan nyeri punggung bawah muskuloskeletal adalah
10
gerakan kombinasi terutama fleksi dan rotasi, dan bersifat repetitif, apalagi disertai dengan beban, misalnya ketika sedang mengangkat beban yang berat (Pandono, 2008). Menurut Bull dan Archad (2007), faktor-faktor resiko pada nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu faktor eksternal atau pekerjaan dan faktor internal : 1) Faktor eksternal atau pekerjaan a). pekerjaan fisik yang berat, yang terutama memberikan tekanan yang cukup besar pada punggung bawah; b). pekerjaan yang berhubungan dengan posisi statik yang berkepanjangan, misalnya berdiri atau duduk yang cukup lama, apalagi disertai dengan vibrasi atau getaran pada tubuh. c). pekerjaan yang dilakukan dengan gerakan membungkuk atau memutar tubuh secara berulang-ulang. d). pekerjaan yang membosankan, repetitif, atau tidak memberikan kepuasan. 2) Faktor internal Faktor internal berkaitan dengan individu itu sendiri, antara lain : a) umur, dari berbagai studi epidemiologik, kejadian nyeri punggung bawah meningkat pada usia 30 tahun dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 55 tahun b) antropometrik, berhubungan dengan berat badan, individu dengan obesitas mempunyai resiko yang lebih besar mengalami nyeri punggung
11
bawah karena obesitas menyebabkan hiperlordosis lumbal sehingga terjadi pergeseran titik pusat berat badan ke depan. 2.1.3
Patofisiologi Low Back Pain Miogenik Keluhan utama pasien LBP miogenik adalah adanya nyeri, spasme, dan
keterbatasan fungsional yang berhubungan dengan mobilitas lumbal. Nyeri merupakan pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan pada tubuh (Meliana & Pinzon, 2004). Nyeri terjadi jika saraf sensori perifer, yang disebut nociseptor terpicu oleh rangsang mekanik, kimiawi maupun thermal maka impuls nyeri akan dihantarkan ke serabut-serabut afferen cabang spinal, dari medula spinalis impuls diteruskan ke otak melalui traktus spinotalamikus kolateral, selanjutnya akan memberikan respon terhadap impuls saraf tersebut. Respon tersebut berupa upaya untuk menghambat atau mensupresi nyeri dengan pengeluaran substansi peptida endogen yang mempunyai sifat analgesik yaitu endorphin. Impuls nyeri yang mencapai medulla spinalis, akan memicu respon reflek spinal segmental yang menyebabkan spasme otot dan vasokonstriksi (Tan, 2006). Spasme otot yang terjadi disini adalah merupakan suatu mekanisme proteksi, karena adanya spasme otot akan membatasi gerakan sehingga dapat mencegah kerusakan lebih berat, namun dengan adanya spasme otot, juga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan iskemia dan sekaligus menjadi titik picu terjadinya nyeri (Meliala & Pinzon, 2004). Pada nyeri miogenik, aktivasi nosiceptor umumnya disebabkan oleh rangsangan mekanik, yaitu penggunaan otot yang berlebihan Penggunaan otot
12
yang berlebihan dapat terjadi pada saat tubuh dipertahankan dalam posisi statik atau posisi yang salah dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana otot-otot di daerah punggung akan berkontraksi untuk mempertahankan postur tubuh yang normal (Bernard, 2003). Penggunaan otot yang berlebih ini akan menimbulkan iskemia atau inflamasi sehinga akan terjadi peningkatan berbagau mediator inflamasi seperti histamine, bradikinin, serotonin, atau 5-hydroxytriptamine (5-HT) dan prostaglandin (PGE 2) (Meliala & Pinzon, 2004). Mediator inflamasi tersebut akan mensensitisasi nociseptor otot, akibatnya otot menjadi lebih sensitif, stimulasi yang seharusnya tidak menimbulkan nyeri dapat menimbulkan terjadinya nyeri. Setiap gerakan pada otot dapat menimbulkan nyeri sekaligus menambah spasme otot. Adanya spasme otot menyebabkan ketidakseimbangan otot abdominal dan paravertebrae, maka akan membatasi mobilitas lumbal terutama untuk gerakan membungkuk (fleksi) dan memutar (rotasi) (Hills, 2006). Nyeri dan spasme otot seringkali membuat individu takut menggunakan otot-otot punggungnya untuk melakukan gerakan lumbal, selanjutnya akan menyebabkan perubahan fisiologi pada otot tersebut yaitu berkurangnya massa otot dan penurunan kekuatan otot, akhirnya menimbulkan penurunan tingkat aktivitas fungsionalnya (Hills, 2006).
13
2.1.4
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala LBP miogenik adalah ditemukannya nyeri otot yang dikenal sebagai nyeri miogenik, yaitu nyeri yang tidak wajar yang tidak sesuai dengan distribusi saraf serta dermatom dengan reaksi yang sering berlebihan. Nyeri tersebut ditandai dengan adanya nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan (triger point), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang bersangkutan (loss of range motion), spasme otot punggung bawah. Adanya spasme otot daerah lumbosakral, ketidakseimbangan otot stabilisator dan fiksator trunk, mobilitas lumbosakral terbatas, sehingga mengalami penurunan aktivitas fungsional. keluhan akan hilang apabila kelompok otot lumbosakral diregangkan (Riyantania, 2010) 2.1.5
Anatomi Terapan dan Biomekanik Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai struktur pada columna vertebralis dan struktur regio lumbal 1. Columna vertebralisdan Regio Lumbal a. Tulang vertebra Tulang vertebra adalah sekumpulan tulang yang tersusun dalam columna vertebralis yang berfungsi untuk menjaga tubuh pada posisi berdiri di atas dua kaki. Garis berat tubuh manusia di kepala berawal dari vertex, diteruskan melalui columna vertebralis ke tulang panggul yang selanjutnya akan meneruskan lagi ke tungkai melalui acetabulum. Dalam menjalankan fungsinya menahan berat badan, tulang-tulang
14
vertebra diperkuat oleh ligamen dan otot-otot yang sekaligus mengatur keseimbangan gerakannya (Wibowo, 2007). Columna vertebralis dibentuk oleh serangkaian tulang vertebra yang teridiri dari 7 buah vertebrae cervicales, 12 buah vertebrae thoracicae, 5 buah vertebrae lumbal, os sacrum dan coccyx. Os sacrum merupakan penyatuan dari 5 buah vertebrae sacrales, dan coccyx terdiri dari 4 buah vertebrae coccyeae. Dengan demikian dikatakan bahwa columna vertebralis dibentuk oleh 33 buah tulang vertebra (Wibowo, 2007). Tulang-tulang vertebra pada columna vertebralis membentuk curva lordosis dan kifosis secara bergantian jika dilihat pada bidang sagital. Segmen cervical dan lumbal membentuk kurva lordosis dimana derajat lordosis pada segmen cervical lebih kecil dari pada derajat lordosis pada segmen lumbal. Pada segmen thoracic dan sacrococcygeal memebentuk kurva kifosis. Posisi kurva pada posisi netral tersebut bukanlah posisi yang mutlak.Antara ruas-ruas tulang vertebra dihubungkan oleh discus intervertebralis yang memungkinkan untuk terjadinya gerakan secara dinamis (Neumann, 2002).
15
Gambar 2.1 Kurva Vertebra dilihat dari lateral Sumber: http://www.spineuniverse.com
b. Lumbal spine Tulang vertebralumbal memiliki bentuk yang lebar dan besar, vertebralumbal sesuai untuk menyangga seluruh beban dari kepala, badan dan ekstremitas atas. Tulang lumbal berhubungan dengan lower thorakal, upper sacral, dan hip pelvic complex. Sendi lumbal terdiri atas 5 ruas corpus vertebralis yang merupakan bagian dari columna vertebralis (Wibowo, 2007). Pada setiap ruas tulang terbentuk atas sebuah corpus yang bentuknya mirip ginjal. Lumbal memiliki corpus yang lebih besar dan tebal jika dibandingkan dengan corpus vertebralis yang lain dan bentuknya kurang lebih bulat dengan bagian atas dan bawah yang datar, satu processus spinosus, yang mengarah pada bidang sagital, dua processus
16
transversus, sepasang processus articularis superior dan inferior, dimana kedua bagian ini saling bertemu pada kedua belah sisi dalam bentuk sendi facet dan foramen intervertebralis, tempat menjalarnya cauda equina dimana merupakan lanjutan dari spynal cord, dengan kurva lordosis yang dimiliki oleh lumbal menyebabkan lumbal menerima beban paling besar dari segmen columna vertebralis lainnya. Selain itu lumbal juga mempunyai mobilitas yang tinggi (Wibowo, 2007).
Gambar 2.2Vertebralumbal (Cael, 2010) Gerakan pada collumna vertebralis bergantung pada segmen mobile, yaitu , 2 sendi facet dan jaringan lunak diantaranya. Segmen tersebut memberikan beberapa derajat gerakan pada setiap regio (Kurniasih, 2011). Pada regio lumbal, orientasi sendi facet lebih kedalam bidang sagital sehingga gerak yang dominan adalah fleksi
– ekstensi.
Disamping itu, terjadi gerakan lateral fleksi kiri dan kanan serta rotasi (Kurniasih, 2011). Pada gerakan fleksi , corpus vertebra bagian atas
17
akan bergerak menekuk kearah anterior sehingga terjadi peregangan pada discus intervertebralis bagian posterior (Kurniasih, 2011). Pada gerakan ekstensi, corpus vertebra bagian atas akan bergerak menekuk kearah posterior, sementara discus menjadi mampat pada bagian posterior dan teregang pada bagian anterior. Ligamen longitudinal anterior juga mengalami penguluran sementara ligamen longitudinal posterior rileks. Dengan demikian, gerakan ekstensi dibatasi oleh struktur tulang dari arkus vertebra dan ketegangan ligamen longitudinal anterior (Kurniasih, 2011).Pada gerakan lateral fleksi , corpus vertebra bagian atas akan bergerak kearah ipsilateral, sementara discus sisi kontralateral mengalami ketegangan karena bergeser kearah kontralateral (Kurniasih, 2011).Pada bagian rotasi, vertebra bagian atas berotasi pada vertebra bagian bawah ,tetapi gerakan rotasi ini hanya terjadi disekitar pusat rotasi. Discus intervertebralis tidak berperan dalam gerakan rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh sendi facet vertebra lumbal (Kurniasih, 2011). c. Discus Intervertebralis Discus intervertebralis
merupakan struktur penghubung antara
ruas-ruas vertebra yang cukup besar (Kurniasih, 2011). Fungsi discus intervertebralis antara lain memperluas gerak antar tulang vertebra, sebagai shock absorber, melindungi permukaan sendi ruas-ruas vertebra yang bersangkutan serta sebagai stabilisasi tulang vertebra (Neumann, 2002).
18
Discus intervertebralis memiliki nucleus pulposus yang berbentuk bulat ibarat bola yang terletak antara dua papan, sehingga memiliki derajat gerak yaitu : 1. Tilting ke depan-belakang dalam bidang sagital sebagai fleksi ekstensi, gliding ke depan-belakang dalam bidang sagital sebagai anterior-posterior glide 2. Tilting kesamping kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai lateral fleksi kanan-kiri, gliding kesamping kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai gerak geser kanan-kiri 3. Rotasi kanan-kiri dalam bidang transversal sebagai rotasi kanankiri,
gliding
sumbu
longitudinal
sebagai
traksi-kompresi
(Sudaryanto, 2013) d. Ligamen Ligamen memperkuat columna vertebralis sehingga membentuk postur tubuh seseorang. Ligamen-ligamen tersebut antara lain : 1) Ligamen longitudinal anterior Ligamen longitudinal anterior merupakan jaringan fibrous yangterdapat di sepanjang bagian depan columna vertebralis. Ligamenum ini dimulai dari os occipital dan berakhir pada os sacrum, makin kebawah ukurannya semakin lebar namun pada daerah thoracal ligamen ini menyempit (Wibowo, 2007).Fungsi ligamen tersebut menyatukan ruas-ruas vertebra dari arah depan,
19
tetapi tidak cukup kuat memfiksir annulus fibrosus discus intervertebralis (Kurniasih, 2011). 2) Ligamen longitudinal posterior Di bagian belakang corpus, di dalam canalis vertebralis terdapat ligamen longitudinal posterior. Berbeda dengan yang anterior, ligamen longitudinal posterior berawal dari corpus cervicalis kedua dan juga berakhir pada permukaan anterior canalis ossos sacri (Wibowo, 2007). Ligamen ini melekat pada discus intervertebralis, oleh karena ligamen ini dapat mengfiksir atau menutupi discus intervertebralis sehingga berfungsi membatasi gerakan terutama gerakan fleksi dan ekstensi serta berperan sebagai pelindung. Namun karena ligamen ini tidak melekat secara penuh, maka pada bagian posterolateral dari discus intervertebralis tidak terlindungi. Ligamen ini sangat sensitif karena banyak mengandung serabut saraf afferentt nyeri (A δ dan tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang banyak (Kurniasih, 2011). 3) Ligamen intertransversal Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus transversus dan berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral (Sudaryanto, 2004). 4) Ligamen flavum
20
Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra tepatnya pada setiap lamina vertebra, kearah anterior dan lateral, ligamen ini menutup capsular dan ligamen anteriomedial sendi facet. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto, 2004). 5) Ligamen interspinosus Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus spinosus dan memanjang kearah posterior dengan ligamen supraspinosus. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto, 2004). 6) Ligamen supraspinosus Ligamen ini melekat pada setiap ujung processus spinosus. Pada regio lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu dengan serabut insersio otot lumbodorsal. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto, 2004).
Gambar 2.3 Ligamen - ligamen yang memperkuat columna vertebralis e.
Otot – Otot Vertebra Lumbal Sistem otot / muscular pada regio punggung bawah bila dilihat pada
irisan transversal, dapat dikelompokkan menjadi dinding anterior, lateral
21
dan posterior. Namun karena tidak ada batas jelas antara dinding anterior dan lateral maka lebih mudah bila memakai istilah antero-lateral. Dinding antero-lateral ini disusun oleh otot-otot abdominal dan fascia abdominalis, sedangkan dinding posterior oleh otot-otot paravertebral dan columna vertebralis. 1. Dinding Antero Lateral Otot-otot abdominal (dinding antero-lateral) tersusun atas tiga lapisan. Lapisan pertama adalah otot oblikus eksternus abdominis, lapisan ke dua adalah otot oblikus internus sedangkan lapisan ke tiga adalah otot transversus abdominis dan otot rektus abdominis. a. Otot oblikus eksternus berorigo di permukaan eksternal kosta ke 5 – 12; insersio pada linea alba, tuberkulum pubikum dan setengah bagian anterior krista iliaka; fungsi untuk fleksi dan rotasi trunk. b. Otot oblikus internus berorigo dari fascia torakolumbal, 2/3 bagian anterior krista iliaka dan separuh bagial lateral ligamen inguinal; insersio pada sisi posterior kosta ke 10 – 12, linea alba dan pekten pubis; fungsinya dalam kompresi dan penyanggaan viscera abdominal serta fleksi dan rotasi trunk. c. Otot transversus abdominis berorigo dari permukaan internal kartilago kosta ke 7 – 12, fascia torakolumbal, krista iliaka dan 1/3 lateral ligamen inguinal; insersio pada linea alba, krista pubikum, lapisan anterior selubung
rectus
dan
pekten
pubis;
berfungsi
menarik
dan
22
mengencangkan
dinding
abdominal,
kompresi/menekan
serta
menyangga viscera abdominal. d. Otot rektus abdominis berorigo pada simpisis pubis dan krista pubikum, insersio di prosesus xifoideus dan kartilago kosta ke 5 – 7, fungsinya untuk fleksi trunk, menekan viscera abdominal dan mengontrol tilting pelvis (antilordosis).
Gambar 2.4 Otot deep abdominal (Cael, 2010) Bagian Lateral abdomen terdapat otot quadratus lumborum dan otot psoas dapat dimasukkan ke dalam lapisan otot deep dari dinding lateral (Kapandji, 2010). Otot quadratus lumborum memiliki tiga jenis serabut yaitu serabut yang berjalan dari kosta 12 ke krista iliaka, serabut dari kosta 12 ke prosesus transversus vertebra lumbal dan serabut dari prosesus transversus vertebra lumbal 1-4 ke krista iliaka. Otot psoas terdiri dari psoas mayor dan psoas minor. Origo kedua otot ini adalah di sisi lateral vertebra torakal 12 – lumbal 5 dan prosesus transversus vertebra lumbal,
23
insersio psoas mayor pada trokantor minor femur dan psoas minor pada linea pektinea. 2. Dinding Posterior Otot-otot dinding posterior dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu otot-otot ekstrinsik dan intrinsik. a. Kelompok ekstrinsik meliputi lapisan otot-otot superficial dan intermediate yang berfungsi menghasilkan dan mengontrol gerakan ekstremitas serta respirasi. Otot ekstrinsik yang sampai ke regio punggung bawah hanyalah latissimus dorsi. Otot ini berorigo di Krista iliaka, 4 kosta terbawah, 6 vertebra torakal terbawah dan fascia torakolumbal, insersio di fossa intertuberkularis humeri. Fungsinya lebih banyak pada gerakan ekstensi sendi bahu. b. Otot-otot intrinsik terbagi menjadi tiga lapisan yaitu superficial, intermediate dan deep. Namun pada regio punggung bawah hanya terdapat lapisan intermediate dan deep. Otot-otot intrinsik berperan utama pada gerakan kolumna vertebralis dan pemeliharaan postur. Otot-otot pada regio punggung bawah sebagian besar termasuk kelompok intrinsik. Pada lapisan intermediate terdapat otot paravertebral / erector spine yaitu otot iliocostalis, otot longissimus dan otot spinalis. Otot-otot ini disebut “otot panjang” punggung, merupakan otot dinamik yang menghasilkan gerakan ekstensi saat beraksi secara bilateral. Lapisan deep disusun oleh otot-otot yang berjalan oblik, terdiri dari otot semispinalis,otot multifidus dan otot rotator. Otot-otot ini berasal dari prosesus transversus vertebra di bawah
24
dan melekat pada prosesus spinosus vertebra di atasnya. Kerja otot-otot ini relatif inaktif pada posisi berdiri santai, namun aksinya sangat diperlukan sebagai otot postural statik untuk menjaga stabilitas columna vertebralis (Moore dan Dalley, 2004).
Gambar 2.5 Otot- otot Paravertebral
(Putz R dan Pabst R, 2006) 2.1.6
Biomekanik Vertebra lumbal Biomekanik adalah studi tentang struktur dan fungsi dari sistem biologis
dengan mekanika. Ditinjau dari keluasan gerak sendinya, sendi tersebut termasuk amphiartrosis (hyaline joint). Adapun bidang geraknya antara lain bidang gerak sagital , transversal dan frontal. Sedangkan gerakan yang terjadi yaitu fleksi, ekstensi, rotasi, dan latero fleksi. Pada pemeriksaan gerakan dari columna vertebralis ini mengambil titik pusat pada sendi lumbosacral (Kapandji, 2010). 1) Gerakan fleksi lumbal
25
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis gerakan frontal. Sudut yang normal gerakan fleksi lumbal sekitar 60º. Gerakan ini dilakukan oleh otot fleksor yaitu otot rectus abdominis dibantu oleh otot-otot ekstensor spine (Kapandji, 2010). 2) Gerakan Ekstensi lumbal Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis frontal. Sudut ekstensi lumbal sekitar 35º. Gerakan ini dilakukan oleh otot spinalis dorsi, otot longisimus dorsi dan iliocostalis lumborum (Kapandji, 2010). 3) Gerakan Rotasi Terjadi di bidang horizontal dengan aksis melalui processus spinosus dengan sudut normal yang dibentuk 45º dengan otot penggerak utama m. iliocostalis lumborum untuk rotasi ipsi lateral dan kontra lateral, bila otot berkontraksi terjadi rotasi ke pihak berlawanan oleh m. obliqus eksternus abdominis. Gerakan ini dibatasi otot rotasi samping yang berlawanan dan ligamen interspinosus (Kapandji, 2010).
4) Gerakan Lateral Fleksi
26
Gerakan pada bidang frontal dan sudut normal yang dibentuk sekitar 30°dengan otot penggerak m. obliqus internus abdominis, m. rektus abdominis (Hislop dan Montgomery, 2013).
Gambar 2.6 Posisi Collumna Vertebralis saat melakukan gerakan sederhana Keterangan: A. Posisi collumna pada saat beristirahat
B. Posisi collumna pada saan teregang
C. Posisi collumna pada saat terkompresi
D. Posisi collumna pada saat ekstensi, tulang vertebra di atas bergerak ke posterior sehingga nucleus terdorong ke anterior.
27
2.2 2.2.1
Konsep Dasar Nyeri Definisi Nyeri Nyeri menurut The International For Study of Pain (IASP) adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi terjadinya kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan jaringan. Nyeri juga merupakan suatu refleks untuk menghindari dari semacam bahaya, tetapi perasaan nyeri itu terlalu keras atau berlangsung terlalu lama akan berakibat tidak baik bagi badan (William, 2005). Nyeri dapat juga diartikan sebagai refleks untuk menghindari rangsangan dari luar badan, atau melindungi badan dari halhal yang membahayakan tubuh dan menjadi sinyal adanya kerusakan jaringan. Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi atas : 1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor 2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada sistem saraf 3. Nyeri idiopatik, nyeri dimana kelainan patologi tidak dapat ditemukan 4. Nyeri psikologik, penyebab nyeri tidak dapat ditemukan kelainan organik tetapi penderita mengeluh nyeri. Dan biasanya keluhan nyeri sering berubah-ubah (Kurniasih, 2011).
28
2.2.2
Mekanisme Timbulnya Nyeri Impuls disampaikan oleh serabut saraf yang bermyelin besar dan kecil, aktivitas dari serabut saraf besar akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa yang menyebabkan pintu gerbang tertutup sehingga impuls nyeri tidak sampai, sedangkan saraf yang bermyelin kecil memperlancar impuls masuk kedalam substansia gelatinosa selanjutnya naik ke otak untuk diterjemahkan sebagai nyeri. Ada empat proses dalam transmisi nyeri : 1. Proses transduksi Merupakan proses dimana suatu stimulasi nyeri diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima oleh ujung – ujung saraf. Stimulasi ini dapat berupa stimulasi fisik mekanis (berupa tekanan), thermis (panas dan dingin), atau kimiawi (Kurniasih, 2011). 2. Proses transmisi Yaitu penyaluran impuls melalui saraf sensorik menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut A δ dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan kedaerah somatosensorik diskorteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Kurniasih, 2011)
29
3.Proses modulasi Proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke cornu posteriormedulla spinalis. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotinin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada cornu posteriormedulla spinalis. Cornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka untuk menyalurkan impuls nyeri. Proses terbuka dan tertutupnya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen (Kurniasih, 2011). Modulasi nyeri terdapat empat tingkatan yaitu: a. Level sensoris Pada tingkat ini terjadi pada proses transduksi, dimana rangsang nyeri yang diterima diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf bebas (Kurniasih, 2011). b. Level spinal Pada level spinal dimulai terjadinya proses transmisi dimana impuls nyeri disalurkan melalui saraf sensorik menyusul proses transduksi. Axon dari saraf afferent yang membawa rangsang nyeri mencapai medulla spinalis hingga ke dorsal root. Sel-sel di cornu posterior bertugas memproses informasi yang diterima oleh stimulus nyeri. Sel-sel ini juga dapat berfungsi sebagai alat dalam mekanisme inhibisi dan fasilitasi nyeri dari pusat kontrol (Kurniasih, 2011). Impuls nyeri pada tingkat ini dapat dikurangi dengan pelepasan encepalin dan terjadinya
30
inhibisi pelepasan substansi P, dimana substansi ini dapat meningkatkan sensitifitas ujung-ujung serabut saraf (Kurniasih, 2011). c. Level supraspinal Pada tingkat ini terdapat dua jalur ascending utama, yaitu tractus spinothalamicus,
dandorsal
colum
postsynaptic
spinomedularly
system.Tractus spinothalamicus sangat penting untuk transmisi baik rangsang nyeri maupun panas ke pusat. Tractus spinothalamicus berakhir di thalamus. (Kurniasih, 2011). Thalamus berfungsi sebagai stasiun relay untuk informasi sensorik. Neuron-neuron di thalamus menerima input dari beberapa area di perifer untuk diteruskan ke corteks serebri. Pelepasan endorpin dan cortisol dapat mengurangi rasa nyeri pada tingkat ini karena efek analgesiknya (Kurniasih, 2011). d. Level sentral Modulasi nyeri pada level sentral melibatkan sistem limbic sebagai pusat emosional. Proses akhir dari rangkaian proses nocisepsi adalah persepsi. Persepsi merupakan cara seseorang memperlakukan secara aktual nyeri yang dirasakannya, yang mencakup sikap dan tingkah laku yang kompleks, psikis dan faktor emosional yang tertinggi mencakup rasa takut yang berlebihan dan gembira, kadang – kadang secara temporer dapat memblokade impuls nyeri di cornu posterior medulla spinalis (Kurniasih, 2011).
31
e. Proses Persepsi Adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks yang dimulai dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada gilirannya akan menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal dengan persepsi nyeri (Kurniasih, 2011). 2.3
Pengukuran Nyeri
2.3.1
Pengukuran Nyeri Fungsional
Pengukuran kondisi spesifik status kesehatan sering digunakan dalam percobaan klinis untuk perbaikan pasien. Salah satu pengukuran nyeri fungsional adalah Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire. Perkembangan Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire di prakarsai pertama kali oleh John O’Brien pada tahun 1976. Indeks tersebut dirancang sebagai ukuran untuk penilaian dan hasil (Hiagian, 2013) 2.3.2
Penilaian Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire Sampel diminta untuk mengekpresikan derajat nyeri yang dialami
menggunakan Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire yang telah dimodifikasi untuk masyarakat Indonesia. Terdapat 10 bagian pertanyaan yang masing-masingnya membahas tentang intensitas nyeri, kebutuhan pribadi, mengangkat beban, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kehidupan sosial, kehidupan sexual, dan bepergian (Hiagian, 2013). Dari masing-masing petanyaan terdapat enam pilihan pernyataan jawaban dengan nilai total 5. Apabila pernyataan jawaban pertama dipilih, maka nilainya adalah 0 sedangkan bila pernyataan jawaban kelima yang dipilih, maka nilainya
32
adalah 5. Apabila lebih dari satu pernyataan jawaban yang pilih maka pilih yang nilainya paling tinggi. Apabila seluruh pertanyaan sudah dijawab maka nilainya dikalkulasian sebagai berikut : apabila 16 (nilai total) dari 50 (nilai total yang memungkinkan) x 100% = 32% (Hiagian, 2013). Berikut adalah interpretasi nilai dari Modified Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire : Tabel 2.1 Interpretasi nilai Modified Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire (Hiagian, 2013)
2.4 2.4.1
Hasil
Interpretasi
0% - 30%
Disabilitas ringan
31% - 60%
Diasabilitas sedang
61% - 100%
Disabilitas berat
Intervensi Infrared dan Massage pada Low Back Pain Miogenik Definisi Infrared merupakan pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 7.700 sampai 4 juta Ao. Infrared dapat digunakan untuk mengatasi keluhan yang hanya sampai di bagian kulit. Sebagian besar radiasi infrared yang datang pada kulit akan langsung diserap oleh lapisan kulit bagian luar. Bagian dalam kulit akan mengalami pemanasan dari aliran darah sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Apabila sinar
33
infra red diabsorbsi oleh kulit, maka akan terjadi peningkatan suhu secara lokal. 2.4.2
Mekanisme penurunan nyeri pada penderita Low Back Pain Miogenik dengan modalitas infrared Pemanasan pada jaringan superfisial dapat menghasilkan relaksasi dari otot skelet. Reaksi ini merupakan refleks alamiah yang dicetuskan oleh efek reseptor suhu pada kulit. Stimulasi pada superfisialis dapat mengurangi aktivitas serabut gamma sehingga kepekaan otot spindel akan berkurang. Selain itu dengan pemberian pemanasan dengan modalitas infrared dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga menyebabkan aliran darah pada daerah nyeri yang diakibatkan oleh Low back pain miogenic menjadi lancar. Pemberian infra red menyebabkan kulit akan tampak kemerah-merahan, hal ini disebabkan karena adanya dilatasi pada pembuluh darah kapiler dan arteriole. Keadaan ini merupakan reaksi tubuh terhadap adanya energi panas yang diterima oleh ujung-ujung syaraf sensoris yang kemudian dipengaruhi mekanisme pengatur panas (heat regulating mechanism). Dengan sirkulasi darah yang meningkat ini, maka pemberian nutrisi dan oksigen meningkat, sehingga kadar sel darah merah dan anti bodies dalam jaringan akan meningkat. Dengan demikian jaringan akan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang juga semakin baik. Dengan lancarnya sirkulasi darah maka zat ”P” juga akan ikut terbuang, sehingga rasa nyeri berkurang dan terjadi relaksasi otot (Prentice, 2002). Adapun efek Infra red terhadap jaringan seperti berikut :
34
a) Efek fisiologis 1.Meningkatkan proses metabolisme. Suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan temperatur akibat pemanasan. Proses metabolisme yang terjadi pada lapisan superficial kulit akan mengalami peningkatan sehingga pemberian oksigen dan nutrisi ke jaringan menyebabkan pengeluaran sampah-sampah sisa hasil pembakaran dalam tubuh dan adanya perbaikan pada jaringan. 2.Vasodilatasi pembuluh darah Efek thermal yang dihasilkan oleh sinar infrared dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah kapiler dan artiole. Kulit akan mengadakan reaksi dan berwarna kemrah-merahan yang disebut erythema. Untuk ini mekanisme vasomotor mengadakan reaksi dengan jalan pelebaran pembuluh darah sehingga jumlah panas daratakan keseluruh jaringan lewat sirkulasi darah. Dengan sirkulasi darah yang miningkat, maka pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan meningkat, sehingga pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap radang juga baik. 3. Pigmentasi Penyinaran yang berulang-ulang dengan sinar infra red dapat menimbulkan pigmentasi pada tempat yang disinari. Hal tersebut disebabkan oleh karena adanya perubahan sel-sel darah merah di tempat tersebut.
35
4. Pengaruh terhadap jaringan otot. Kenaikan temperatur membantu terjadi relaksasi otot, pemanasan juga akan mengaktifkan terjadinya pembuangan sisa-sisa metabolisme. 5. Distruksi Jaringan. Penyinaran yang diberikan dapat menimbulkan kenaikan temperatur jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga diluar toleransi jaringan penderita. b).Efek terapeutik 1) Mengurangi rasa sakit Mild heating menimbilkan efek sedatif pada superficial sensoris nerve ending, stronger heating dapat counter iritation yang akan menimbulkan pengurangan nyeri. Deangan sirkulasi darah yang lancar maka zat ”P” yang merupakan salah satu penyebab nyeri akan ikut terbuang. 2) Relaksasi otot Relaksasi otot mudah dicapai bila jaringan otot dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak ada. 3) Meningkatkan suplai darah Adanya kenaikan temperatur akan menimbulkan vasodilatasi, yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan darah kejaringan setempat. 4) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme
36
Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula sudoifera diseluruh badan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme melalui keringat. 2.4.3
Indikasi dan Kontraindikasi Infrared
a. Indikasi Infrared Indikasi merupakan suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat diberikan intervensi infrared, serta infrared tersebut akan memberikan pengaruh yang positif terhadap tubuh. Indikasi dalam infrared adalah: 1) Keadaan tubuh yang sangat lelah. 2) Vasokontriksi pembuluh darah. 3) Kelainan-kelainan tubuh yang diakibatkan pengaruh cuaca atau kerja yang kelewat batas (sehingga otot menjadi kaku dan rasa nyeri pada persendian serta gangguan pada persarafan). b. Kontraindikasi Infra Red Kontraindikasi atau pantangan terhadap infra red adalah sebagai keadaan atau kondisi tidak tepat diberikan masase, karena justru akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi tubuh itu sendiri. Kontraindikasi dalam infra red adalah: 1. Pasien sedang menderita penyakit kulit. Adanya luka-luka baru atau cedera akibat berolahraga atau kecelakaan. 2. Sedang menderita patah tulang, pada tempat bekas luka, bekas cedera, yang belum sembuh betul.
37
3. Pada daerah yang mengalami pembengkakan atau tumor yang diperkirakan sebagai kanker ganas atau tidak ganas. 2.4.4
Aplikasi Infra Red Posisi pasien diatur senyaman mungkin sesuai dengan arah yang akan disinari baik duduk atau tengkurap. Daerah yang disinari harus bebas dari logam dan pakaian. Lakukan tes sensibilitas terhadap panas atau dingin. Daerah yang akan disinari dalam keadaan kering dan pastikan memberitahu pasien tentang rasa panas yang akan dirasakan. Posisikan lampu infra red tegak lurus dengan daerah yang diterapi. Durasi waktu diberikan pada terapi adalah 10 menit dengan jarak 35 cm. Selama proses terapi berlangsung harus dikontrol rasa hangat yang diterima oleh pasien.
2.4.5
Definisi massage Massage merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang banyak digunakan untuk meningkatkan performa fisik maupun untuk mengatasi cedera serta gangguan fisik lainnya akibat kerja fisik dengan intensitas tinggi. Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligament, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan atau meningkatkan sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar meliputi: gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan dan mendorong kedepan dan kebelakang menggunakan tenaga, menepuk- nepuk, memotong-motong, meremas-remas, dan gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan gerakan menghasilkan tekanan, arah,
38
kecepatan, posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda untuk menghasilkan efek yang diinginkan pada jaringan yang dibawahnya (Simkin, 2007). Secara fisiologis, massage terbukti dapat menurunkan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah dan limfe, mengurangi ketegangan otot, meningkatkan jangkauan gerak sendi serta mengurangi nyeri. 2.4.6
Mekanisme penurunan nyeri pada penderita Low Back Pain Miogenik dengan Massage Sampai dengan dewasa ini terdapat banyak penelitian yang telah membuktikan manfaat fisiologis masase. Secara umum jaringan tubuh yang banyak terpengaruh oleh masase adalah otot, jaringan ikat, pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. (Simon,2002) a. Efek Fisiologis Massage 1.Membantu mengurangi pembengkakan pada fase kronis lewat mekanisme peningkatan aliran darah dan limfe. 2. Mengurangi persepsi nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri (gate control) serta peningkatkan hormon morphin endogen 3. Meningkatkan relaksasi otot sehingga mengurangi ketegangan/spasme atau kram otot. 4. Meningkatkan jangkauan gerak, kekuatan, koordinasi, keseimbangan dan fungsi otot
39
5. Berpotensi untuk mengurangi waktu pemulihan dengan jalan meningkatkan supply oksigen dan nutrient serta meningkatkan eliminasi sisa metabolisme tubuh karena terjadi peningkatan aliran darah 2.4.7
Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Massage a.Indikasi Massage Indikasi merupakan suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat diberikan manipulasi massage, serta massage tersebut akan memberikan pengaruh yang positif terhadap tubuh. Indikasi dalam massage adalah: 1. Keadaan tubuh yang sangat lelah. 2. Kelainan-kelainan tubuh yang diakibatkan pengaruh cuaca atau kerja yang kelewat batas (sehingga otot menjadi kaku dan rasa nyeri pada persendian serta gangguan pada persarafan). b.Kontraindikasi Massage Kontraindikasi atau pantangan terhadap massage adalah sebagai keadaan
atau kondisi tidak tepat diberikan masase, karena justru akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi tubuh itu sendiri. Kontra- indikasi dalam massage adalah: 1. Dalam keadaan menderita pengapuran pembuluh darah arteri 2. Pasien sedang menderita penyakit kulit. Adanya luka-luka baru atau cedera akibat berolahraga atau kecelakaan. 3. Sedang menderita patah tulang, pada tempat bekas luka, bekas cedera, yang belum sembuh betul.
40
4. Pada daerah yang mengalami pembengkakan atau tumor yang diperkirakan sebagai kanker ganas atau tidak ganas. 5. Pasien dalam keadaan menderita penyakit menular. 2.4.8
Aplikasi Massage Eufleurage Eufleurage (menggosok), adalah gerakan ringan berirama yang dilakukan pada seluruh permukaan tubuh. Effleurage menggunakan seluruh permukaan telapak tangan dan jari-jari untuk menggosok daerah tubuh tertentu. Tujuan aplikasi ini adalah memperlancar peredaran darah dan cairan getah bening (limfe).. Gambar 2.7 Massage Eflluarge (Simon,2002)
2.5 2.5.1
Intervensi Back Strengthening Exercise dan William’s Flexion Exercise Pengantar Back Strengthening Exercise Back Strengthening Exercise adalah exercise yang khusus menggunakan kekuatan untuk menginduksi kontraksi otot dalam upaya meningkatkan endurance dan streng. Pada kasus low back pain miogenik latihan streng yang akan diberikan. Latihan ini dapat memberikan manfaat meningkatkan fungsional pada jaringan tubuh seperti jaringan ligament, tendon ,otot fungsi sendi, meningkatkan metabolisme, daya tahan cardio,
41
dan menyeimbangkan HDL kolesterol. BSC mempunyai efek dan manfaat memperkuat otot-otot perut dan punggung. Jika Exercise ini dilakukan secara optimal akan memberikan efek peningkatan kekuatan otot secara aktif disebut stabilisasi aktif menyebabkan peningkatan daya tahan tubuh terhadap perubahan gerakan atau pembebanan secara statis dan dinamis. 2.5.2
Mekanisme Back Strengtheing Exercise menurunkan nyeri fungsional akibat LBP miogenik BSC akan menimbulkan efek memperbaiki sistem sirkulasi darah pada otot sehingga meningkatkan flexibilitas sehingga memaksimalkan kinerja otot. BSC akan mengurangi nyeri melalui mekanisme gerbang control dan pengurangan nyeri melalui beta endorphin. BSC ini mengaplikasikan prinsip overload yang mengaplikasikan jumlah resisten tahanan otot secara bertahap dan progresif sekaligus mengaktifkan motor unit. Proses dari latihan yang optimal akan mengaktivasi kemampuan lumbal dalam menerima beban sehingga akan mempu meningkatkan kerja otot paralumbal dan jaringan pada lumbal berefek pada penderita LBP akan semakin mudah dan mampu mempertahankan sikap tulang belakang yang baik sehingga taut band berkurang band akan menyebabkan nyeri berkurang, sehingga saat melakukan aktifitas fungsional penderita LBP tidak akan merasakan nyeri.
2.5.3
Aplikasi Back Strengthening Exercise Prinsip dasar dari latihan BSE adalah meningkatkan kekuatan otot, teknik latihan yang dilakukan adalah latihan kekuatan melibatkan jumlah
42
manipulasi pengulangan (repetisi), set, intesitas, tujuannya adalah menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam meningkatkan kekuatan dan endurance. Intesitas beban pelatihan streng dinilai menurut tujuan dari latihannya. Menurut American College of Sport Medicine menyatakan bahwa; 8 sampai 12 pengulangan latihan resistensi untuk setiap otot utama pada intesitas 40% sampai 80% dari maximal satu pengulangan (RM), 2 sampai 3 menit istirahat dianjurkan antara latihan untuk memungkinkan pemulihan yang tepat, 2 sampai 4 set direkomendasikan untuk setiap kelompok otot dan dosis yang diberikan sesuai dengan keadaan fungsional. Exercise basic program Back strengthening untuk penderita low back pain miogenic adalah: a. Sit-up / Abdominal crunches Latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan otot-otot rectus abdominis Sit up adalah latihan untuk melakukan pengembalian penguatan otot yang mengarah kepada penguatan hip fleksor dan otot – otot abdominal. Gerakan di mulai dari lying dan kembali ke lantai, juga diikuti oleh gerakan lutut dalam upaya untuk mengurangi ketegangan dari punggung otot dan tulang belakang, selanjutnya mengangkat kedua sisi atas dan bawah tulang belakang dari lantai hingga semuanya tegak dan tidak menyentuh lantai lagi. Biasanya melakukan sit up dengan hitungan 15 – 20 kali, bagian belakang kepala cenderung terangkat tanpa sadar dan yang perlu diperhatikan selama sit up
43
adalah tarik nafas saat bergerak naik kemudian hembuskan saat turun kembali. Gambar 2.8 Sit-up / Abdominal crunches
b. Opposite Arm Leg Raise Latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan otot-otot vertebra dan lumbal. Erector spine, iliocostalis, otot longissimus dan otot spinalis. Back Extention adalah latihan untuk melakukan
pengembalian penguatan otot yang mengarah kepada penguatan otot – otot verterbra lumbal. Gerakan opposite arm leg raise, posisi pasien berbaring terlungkup dan kaki lurus sejajar kemudian perlahan-lahan angkat kaki dan lengan berlawanan secara bersamaan tahan 2 detik jika sudah terangkat. Lakukan dengan hitungan 15 – 20 kali dan tarik nafas saat mengerakan tangan dan kaki naik kemudian hembuskan saat tangan dan kaki turun.
44
Gambar 2.9 Opposite arm leg raise(Kisner,2007) c. Back Extension Latihan ini bertujuan untuk memperkuat bagian atas dan tengah otot-otot vertebra. Erector spine, iliocostalis, otot longissimus dan otot spinalis. Back Extention adalah latihan untuk melakukan pengembalian penguatan otot yang mengarah kepada penguatan otot – otot verterbra lumbal. Gerakan back extention, posisi pasien berbaring terlungkup dan kaki lurus sejajar kemudian perlahan-lahan angkat kepala sampai ada gerakan extensi vertebra.
Gambar 2.10 back exercise (Kisner, 2007) 2.5.4
William’s Flexion Exercise Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Dr. Paul William’s pada tahun 1937 (Knudsen, 2003). Tujuan dari WFE ini adalah untuk mengurangi tekanan oleh beban tubuh pada sendi faset (articular weight bearing stress) dan meregangkan otot dan fasia di daerah dorsolumbal, serta bermanfaat mengkoreksi postur tubuh yang salah (Hills, 2006). WFE ini
45
juga dapat meningkatkan stabilitas lumbal karena secara aktif melatih otototot abdominal ,gluteus maksimus dan hamstring. Disamping itu dapat meningkatkan tekanan intra abdominal yang mendorong kolumna vertebralis ke arah belakang, dengan demikian akan membantu mengurangi hiperlordosis lumbal dan mengurangi tekanan pada diskus intervertebralis (Hooper, 1999). 2.5.5
Mekanisme Wiliiam Flexion Exercise menurunkan nyeri fungsional akibat low back pain miogenik Secara teoritis, WFE ini dapat membantu mengurangi nyeri dengan cara mengurangi gaya kompresi pada sendi facet, dan meregangkan fleksor hip dan ektensor lumbal (Weinstein,1998). Kontraindikasi dari WFE adalah sebagai berikut instabilitas atau hipermobilitas segmental dari kolumna vertebralis lumbal, misalnya pada keadaan spondilosis, spondilolistesis dan disfungsi sendi facet; hernia diskus; penjalaran nyeri ke tungkai bawah (nyeri radikuler). Latihan ini meningkat tekanan intra abdominalis, maka sebaiknya latihan ini dilakukan secara hati-hati bahkan dihindari pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler seperti hipertensi yang tidak terkontrol, riwayat infak miokard akut dan stroke (Tan, 2006).
2.5.6
Aplikasi William’s Flexion exercise
a. Pelvic tilting Posisi pasien berbaring terlentang dengan posisi kedua lutut fleksi dan posisi kaki datar di atas matras. Tekan atau luruskan punggung ke arah matras. Gerakan ini dipertahankan selama 10 detik. Latihan ini bertujuan
46
untuk menguatkan otot-otot abdominal dan memobilisasi lumbal bagian bawah.
Gambar 2.11 Pelvic tilting b. Single knee to chest Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kedua kaki datar di atas matras. Secara perlahan, tarik lutut kanan dengan kedua tangan sejauh mungkin mendekati dada dan pertahankan selama 10 detik. Kemudian kembali ke posisi semula secara perlahan lahan dan ulangi gerakan yang sama untuk lutut kiri (gambar 2.11). Latihan ini bertujuan untuk menguatkan otot abdominal dan untuk rileksasi back muscle secara unilateral.
Gambar 2.12 Single knee to chest
c. Double knee to chest
47
Posisi awal seperti pada gerakan pertama dan kedua, namun sekarang gerakan kedua lutut ditarik bersama sama dengan kedua tangan ke arah dada semaksimal mungkin. Pertahankan selama 10 detik dan kemudian kembali ke posisi awal secara perlahan lahan ( gambar 2.13). Latihan ini bertujuan untuk menguatkan otot abdominal dan untuk rileksasi back mucle secara bilateral.
Gambar 2.13 Doubel to chest d. Partial sit up Lakukan gerakan pelvic tilting dan pada saat bersamaan naikkan kepala, leher, dan bahu dari atas matras. Pertahankan dalam waktu 10 detik dan kemudian kembali perlahan ke posisi semula ( gambar 2.14). Latihan ini bertujuan untuk menguatkan otot-otot abdominal.
Gambar 2.14 Partial Sit Up
48
e. Hamstring stretches Berbaring terlentang dengan kedua tungkai lurus, kemudian salah satu tungkai diangkat dalam posisi lutut lurus mengarah lurus ke atas, kedua tangan menopang pada bagian belakang paha, pertahankan selama 10 detik, kemudian perlahan lahan tungkai turun ke posisi semula. Lakukan gerakan yang sama untuk tungkai yang lain (gambar 2.15). Latihan ini bertujuan untuk meregangkan otot punggung bawah dan hamstring yang memendek. Gambar 2.15 Humstring Stretch
f. Squat Posisi berdiri dengan punggung lurus dan kedua lengan diluruskan ke depan. Posisi kedua kaki sejajar. Kemudian perlahan-lahan jongkok, dengan kedua lengan masih lurus ke depan. Pertahankan 10 detik (gambar 2.16 ). Latihan ini bertujuan untuk menguatkan otot quadriceps. Latihan ini dilakukan dengan pengulangan 10 kali untuk masing-masing gerakan dan gerakan yang dilakukan dipertahankan selama 5 detik
49
Gambar 2.16 Squat