BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1
Pengertian Komitmen Organisasional Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasional seringkali
menjadi isu yang sangat penting. Hal tersebut membuat beberapa organisasional berani memasukan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan atau posisi yang penting. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namum tidak jarang pengusaha maupun karyawan masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sunguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga organisasional dapat berjalan secara efisien dan efektif. Banyak perhatian telah diberikan baru-baru ini untuk mempelajari komitmen untuk organisasional (Mowday. Porter & Steers. 1982). Seperti banyak konstruksi di organisasional psikologi, bagaimanapun, komitmen telah dikonseptualisasikan dan diukur dalam berbagai cara. Umum untuk semua konseptualisasi komitmen yang ditemukan dalam literatur adalah karyawan yang berkomitmen kuat adalah mereka yang bekerja sangat lama tidak meninggalkan organisasi. Mungkin lebih penting daripada kesamaan ini, bagaimanapun, adalah perbedaan antara berbagai konseptualisasi komitmen. perbedaan ini melibatkan keadaan psikologis tercermin dalamkomitmen. Kondisi ini dari ke tiga pendekatan yang diuraikan di atas diberi label 'afektif', 'kelanjutan' dan 'normatif'.
Komitmen, masing-masing, hubungan antara karyawan dan
11
12
organisasionalyang menurunkan kemungkinan sifat yang berbeda. ada tiga seperti: (1) untuk menggambarkan perbedaan antara tiga dari lebih umum konseptualisasi 'sikap' komitmen, (2) untuk mengembangkan langkah-langkah masing-masing, dan (3) untuk menunjukkan bahwa langkah-langkah ini berbeda-beda terkait dengan variabel yang diidentifikasi dalam literatur sebagai komitmen. Tujuan ketiga melayani tujuan ganda memberikan bukti untuk konvergen dan diskriminan validitas dari langkah-langkah baru dan memberikan tes awal hipotesis mengenai perkembangan Komitmen. Konseptualisasi dan pengukuran komitmen sikap. Meskipun beberapa konseptualisasi komitmen sikap telah muncul di literatur, masing-masing mencerminkan salah satu dari tiga tema umum: afektif, biaya yang dirasakan misalnya kenaikan gaji, status, kebebasan, kesempatan promosi Meyer & Allen (1987 ). Komitmen organisasional menunjukkan bahwa ada organisasional dan individu, karena organisasional itu sendiri didirikan oleh individu-individu tertentu yang berkualitas dan memiliki komitment terhadap organisasi. Kebijakankebijakan yang diterapkan dalam organisasional memberikan keuntungan kepada karyawan untuk memahami arti komitmen itu sendiri. Luthans (1995: 130) mengartikan komitmen organisasional sebagai: a. A strong desire to remain a member of particular orgniszation. Keinginan yang kuat untuk menpertahankan seorang anggota organisasional tertentu. b. A willingness to exert high leves of effort on behalf of the organization. Sebuah kemauan yang kuat untuk berusaha mempertahankan nama organisasi.
13
c. A definite in, and acceptmance of, the values and goals of the organization. Keyakinan dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan organisasi. Steers berpendapat bahwa komitmen karyawan merupakan kondisi di mana karyawan
sangat
tertarik
terhadap
tujuan,
nilai-nilai,
dan
sasaran
organisasinya. Komitmen karyawan lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasional dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasional demi pencapaian tujuan. Jadi komitmen karyawan mencakup unsur loyalitas terhadap organisasi. Keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Di samping itu komitmen karyawan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif melainkan menyiratkan hubungan karyawan dengan perusahaan secara aktif.Karena karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggungjawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasinya. Untuk Meyer dan Allen (1987) komitmen organisasional adalah keadaan psikologis yang mendirikan hubungan karyawan dengan organisasional dengan implikasinya terhadap keputusan untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi. Mowday; menemukakan komitmen organisasional didefinisikan sebagai keyakinan yang kuat dalam tujuan organisasi, dan nilai-nilai, kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasional dan keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat
14
pendidikan dan pengalaman kerja telah ditemukan secara signifikan terkait dengan komitmen organisasi. Mowday (1982), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai kekuatan relatif identifikasi individu dengan dan involvement dalam organisasional tertentu. Jelaskan bahwa ada banyak definisi dari konstruk "komitmen organisasi". Untuk keperluan penelitian ini, definisi Mowday et al. yang akan digunakan beberapa peneliti telah melaporkan temuan dicampur pada hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organizational. Misalnya, Curry, Wakefield, Harga dan Mueller tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kedua. Namun, banyak penelitian lain menggunakan aspek yang berbeda dari kepuasan kerja untuk memprediksi komitmen organisasi.
Greenberg (Martini dan Rostiana, 2003) menjelaskan bahwa komitmen organisasional diperlukan sebagai salah satu indikator kinerja karyawan. Karyawan dengan komitmen yang tinggi dapat diharapkan akan memperlihatkan kinerja yang optimal. Temaluru (Martini dan Rostiana, 2003) berpendapat bahwa organisasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja. Sementara Angie, Perry dan Salancik (Martini dan Rostiana, 2003) menjelaskan bahwa komitmen organisasional juga dapat menggambarkan tingkat produktifitas, memprediksi tingkat keluar masuknya karyawan dan tingkat absensi karyawan dalam suatu perusahaan. Indikasi adanya komitmen yang rendah dalam perusahaan Royal Korindah adalah seringnya karyawan meminta ijin keluar kantor pada jam kerja, hal tersebut menyebabkan produktifitas kerja menurun, dimana seorang karyawan seharusnya dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan hasil yang sesuai target tetapi karena seringnya ijin membuat hasil kerjanya kurang dan menyebabkan penurunan produktifitas.
15
Banyak hal yang mendorong terciptanya komitmen organisasi, di antaranya kepuasan-kepuasan yang diperoleh di dalam organisasional atau selama mereka bekerja. Kepuasan akan pembayaran yang diberikan perusahaan, kepuasan kondisi kerja secara mental terkait dengan tantangan pekerjaan yang dihadapi, sikap atasan dan pengawasan yang ada, hubungan dengan sesama rekan kerja yang merupakan faktor faktor penentu komitmen organisasi. Komitmen organisasional yang tinggi tidak bisa muncul dengan sendirinya. Karena ada banyak faktor yang berperan di dalamnya seperti yang dinyatakan oleh Harrison dan Hubard (Febriani, 2004) yaitu kepuasan kerja, kepercayaan terhadap pemimpin, keikutsertaan karyawan dalam mengambil keputusan, usia, perilaku pimpinan dan masa kerja. Komitmen organisasional adalah sejauh mana seorang pekerja mengakui dengan organisasional dan keinginan untuk melanjutkan. Ini adalah tingkat kemauan pekerja untuk melanjutkan dengan organisasional di masa depan. Hal ini mencerminkan kepercayaan karyawan dalam misi dan sasaran kerja pendirian dan yang kesediaannya untuk mengeluarkan upaya dalam prestasi mereka dengan maksud untuk melanjutkan bekerja di sana (Singh & Pandey, 2004: 98). Berbagai macam penjelasan dan langkahlangkah dari komitmen organisasional ada; kuat ingin tetap bagian dari organisasional tertentu; kesediaan untuk mengerahkan tingkat tinggi upaya atas nama organisasi; dan kepercayaan dan penerimaan dari nilai-nilai dan tujuan organisasional (Tella et al., 2007).
2.1.2. Faktor-Faktor Yang menpengaruhi Komitmen Organisasional Faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan, menurut Prawirosentono (1999) dalam Sutrisno (2011:176), faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan adalah sebagai berikut :
16
1) Efektivitas dan Efisiensi Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dan dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak.Efektif jika tujuan kelompok tersebut dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan.Sedangkan efesien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. 2) Otoritas dan Tanggung Jawab Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam suatu organisasionalakan mendukung kinerja karyawan tersebut. 3) Disiplin Disiplin menunjukan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan.Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan dan karyawan.
2.2 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah masalah penting bagi semua organisasional tidak peduli apakah dalam organisasional publik atau swasta atau bekerja di negaranegara maju atau terbelakang. Salah satu tujuan untuk gelar ini menarik adalah bahwa personil puas dilaporkan sebagai pekerja yang puas dan komitmen adalah indikasi untuk output dan mujarab operasi organisasional (Robbins & Coulter, 2005: 370).
17
Kesempatan kerja yang lebih baik diciptakan untuk akademisi dan skala gaji mereka direvisi dan mereka diberikan cukup diinginkan paket gaji, untuk menang atas masalah ketidak adilan, dalam hal gaji (Manzoor et al., 2011). Namun, praktek manajemen publik ditandai dengan kendala yang ditentukan serta peluang kasual. Manajer memiliki alat yang terbatas untuk menginspirasi dan mempertahankan karyawan mereka, karena peraturan pegawai negeri membatasi kapasitas untuk mengidentifikasi dan memberikan imbalan kepada karyawan melalui gaji, up-gradasi, atau bonus. Untuk titik bahwa atribut pribadi mempengaruhi motivasi kerja, pembentukan dapat mengubah sifat-sifat ini yang paling efisien melalui perekrutan, pengangkatan, dan upgrade yang diperlukan orang (Moynihan & Pandey, 2007). Ide kepuasan kerja merupakan salah satu hal terencana baik publik maupun organisasional sektor swasta (Mulinge, 2000). Demikian pula, telah mendalilkan bahwa upah rendah, kemungkinan terbatas untuk up-gradasi adalah kualitas organisasional sektor pemerintah yang mencegah karyawan yang paling terdidik dari sisa di instansi pemerintah. Organisasional keinginan karyawan mereka harus dipenuhi dan menjadi lebih bermanfaat dan efisien karena itu penelitian sedang dilakukan tentang ukuran yang berbeda dari pekerjaan seperti, pekerjaan, gaji, supervisi, upgradation, rekan kerja dan dampak demografis pada kepuasan keseluruhan pekerja (Shah & Jalees, 2004) Keadilan organisasional mengacu pada saat seorang karyawan merasa diperlakukan dengan adil terhadap semua orang tidak adanya discriminasi. Ini
18
adalah kondisi mental yang mengikat individu untuk lembaga, keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasional tertentu, kesiapan seseorang untuk berjuang tingkat tinggi usaha dan kepercayaan yang kuat dan penerimaan, prinsip-prinsip dan tujuan lembaga (Tella et al. 2007). Perbaikan tingkat loyalitas tidak hanya efek perilaku yang konstruktif, namun menurut hasil saat ini, hasil tidak langsung meningkatkan kepuasan pekerja juga. Kepuasan Kerja' dari keragaman Faktor yang selanjutnya dimediasi oleh atribut demografis setiap karyawan. Penelitian ini bertujuan jawaban untuk: Seberapa jauh 'Kepuasan Kerja & Komitmen di ChildFund Timor Leste. hasil dari penelitian tentang kepuasan, dilihat dari faktor gaji, faktor hubungan kerjasama antara bawahan dengan atasan, faktor komitmen saling mendukung, hal ini diketaui bahwa hasil responden yang telah merasa puas dengan hubungan dengan kepemimpinan. Lebih lanjut Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau bekerja. Tingkat kepuasan kerja dalam organisasional dapat ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi, kehadiran atau absensi, keterlambatan, dan keluahan yang biasa terjadi dalam suatu organisasi.
19
2.2.1. Pengertian Kepuasan Kerja Agar dapat meningkatkan kepuasan kerja maka Pimpinan harus memperhatikan dua faktor tersebut. Faktor pemuas yang disebut motivator merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut kondisi intrinsik. Agar kepuasan kerja meningkat, pimpinan harus memenuhi faktor-faktor pemuas, antara lain : 1) Prestasi yang diraih (achievement) Pada dasarnya orang menginginkan yang baik, oleh karenanya, pimpinan harus meyakini bahwa dia telah menempatkan karyawan pada posisi sesuai dengan bakat dan kemampuannya. 2) Tanggungjawab (responsibility) Karyawan akan meningkat kepuasannya bila mereka mempunyai rasa memiliki terhadap pekerjaannya. Seorang pimpinan harus memberikan kebebasan yang cukup dan kekuatan untuk menanggung pekerjaanya sehingga mereka merasa “memiliki” hasilnya 3) Peluang untuk maju (advancement) Pimpinan harus memberikan peluang karyawan untuk maju, karena hal itu akan
meningkatkan
motivasi
karyawan.
Karyawan
harus
diberikan
kesempatan berperan dalam organisasi, bisa lewat pengembangan ide. Sebagai contoh manajemen Walls membuat enterprise award dengan membuat kompetisi antar kelompok karyawan untuk menciptakan kreatifitas dan metode baru dalam bekerja.
20
4) Kepuasan kerja itu sendiri (the work itself) Pimpinan harus mampu membuat karyawan percaya bahwa pekerjaan yang mereka lakukan adalah penting dan tugas yang mereka lakukan amat berarti.Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth) Pimpinan harus melakukan pengembangan jenjang karir dan prosedur evaluasi kinerja karyawan yang jelas. Hal ini digunakan untuk menunjang sistem promosi yang transparan dan adil. 5) Kompensasi,Pimpinan harus mengembangkan sistem kompensasi yang sesuai dengan evaluasi keahlian sehingga akan tercipta keadilan dan transparansi. 6) Keamanan dan keselamatan kerja, pimpinan juga harus mampu memenuhi rasa aman karyawannya, misalnya dengan penyediaan asuransi, pengobatan gratis. 7) Prosedur Organisasi,Pimpinan harus menciptakan prosedur kerja yang mendukung keadilan,transparansi, pengembangan karir, wewenang dan kompensasi 8) Mutu dari supervise,teknis dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat dengan atasan dan dengan bawahan. Pimpinan harus menciptakan komunikasi personal dan proses sosialisasi kebijakan organisasional sehingga dimengerti dengan baik oleh seluruh karyawan.
2.2.2
Tujuan Kepuasan Kerja Kepuasan kerja Adalah Tingkat "favorableness atau un favorableness para
pekerja memandang pekerjaan mereka Werther & Davis , (1999: 501). Hal ini Label mengacu pãda Pendapat Umum karyawan Terhadap pekerjaannya, Seperti;
21
Tingkat Tinggi Kepuasan kerja memiliki Perasaan positif Terhadap pekerjaannya , sedangkan karyawan yang tidak bahagia dengan pekerjaan dapat pegangan sikap negatif Robbins& Coulter, (2005 : 374) Oleh karena itu, kepuasan kerja berkaitan dengan seberapa baik harapan karyawan di tempat kerja yang selaras dengan hasil Khan (2006). Lebih tepatnya, itu adalah keadaan emosi menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian, umpan balik emosional dan sikap terhadap pekerjaan seseorang Wikipedia, (2009). Keadilan prosedural,berbagi informasi, dan praktek kebijakan kehidupan kerja harus dianggap sebagai kesamaan berarti untuk mencapai tingkat motivasi yang lebih rendah. Tujuan kepuasan kerja dalam organisasional akan menunjukan dari lamanya karyawan bekerja di tempat tertentu itu artinya karyawan itu puas terhadap pekerjaanya. Kepuasan kerja karyawan merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja staff. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu staff memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat. Secara empirik, ada hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas. Kepuasan kerja staff yang tinggi dapat membuat staff bekerja dengan lebih baik yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Staff dengan kepuasan kerja tinggi akan mencapai kematangan psikologis. Staff yang mendapatkan kepuasan kerja yang baik biasanya mempunyai catatan kehadiran, perputaran
22
kerja dan prestasi kerja yang baik dibandingkan dengan staff yang tidak mendapatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja memiliki arti yang sangat penting untuk memberikan situasi yang kondusif di lingkungan perusahaan.
2.2.3
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kepuasan Kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pada dasarnya dapat
menjadi dua bagian yaitu faktor intrinsik atau faktor yang berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri seperti harapan dan kebutuhan individu tersebut dan yang kedua adalah faktor ektrinsik, faktor ini berasal luar diri karyawan antara lain kebijakan perusahaan, kondisi fisik lingkungan kerja, interaksi dengan karyawan lain sistim pengajian dan lain sebagainaya. Secara teoritis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepimimpinan, perilaku, Locus of Control pemenuhian harapan pengajian dan efektivitas kerja. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalan; 1) Isi pekerjaan; penampilan tugas pekerjaan yang actual dan sebagai control terhadap pekerjaan. 2) Supervisi, 3) Organisasional dan Menejemen, 4) Kesempatan untuk Maju, 5) Gaji dan keuntungan dalam bidang financial lainya seperti adanya insentif 6) Rekan kerja dan Kondisi pekerjaan. Chruden& Sherman, (1972:312 – 313).
23
2.3 Keadilan Organisasional 2.3.1
Pengertian Keadilan Organisasional Untuk mengetahui keadilan dalan organisasional melalui cara evaluasi
karyawan terhadap individu dimana individu tersebut mengimplementasikan aktivitas-aktivitias yang menunjuk keberhasilan organisasi, dalam hal ini upaya yang adil untuk mendapatkan hasil kinerja karyawan. Karyawan sendiri harus mendapatkan keadilan dalam organisasional agar dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik dan giat. Keadilan sebagai kebutuhan dasar bagi kehidupan sosial manusia selalu sepanjang sejarah. Hari ini karena peran meresap organisasional multilateral dalam kehidupan sosial manusia, peran keadilan dalam organisasional akan lebih parah. Organisasional saat ini adalah miniaturisasi masyarakat dan keadilan menyadari
bahwa
bisa
menjadi
konstitusi
keadilan
dalam
masyarakat
Hosseinzadeh dan Naseri (2009). Menurut Suhartini (1999) ada tiga macam keadilan dalam keadilan kompensasi yaitu keadilan individu, keadilan internal dan keadilan eksternal. Keadilan individu mengacu pada perasaan keadilan yang dirasakan karyawan dalam menerima keadilan kompensasi, sedangkan keadilan prosedural mengacu pada perasaan keadilan atas cara yang digunakan untuk menentukan keadilan kompensasi yang diterima. Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa keadilan internal dapat digunakan untuk memprediksi kepuasan karyawan dalam menerima gaji secara internal. Sedangkan keadilan eksternal dapat digunakan untuk mengetahui kepuasan karyawan juga untuk mengevaluasi manajemen dan juga
24
konflik yang dirasakan karyawan atas keadilan kompensasi berdasarkan perbandingan keadlian kompensasi. Secara spesifik, Folger dan Cropanzano (1998) dalam Parker dan Kohlmeyer (2005), mendefinisikan keadilan organisasional sebagai kondisi pekerjaan yang mengarahkan individu pada suatu keyakinan bahwa mereka diperlakukan secara adil atau tidak adil oleh organisasinya. Peneliti organisasional telah menyatakan bahwa keadilan organisasional merupakan permintaan yang diperlukan untuk manajemen organisasional yang efektif. Dirasakan keadilan organisasional dalam diprediksi mempengaruhi sentimen karyawan terhadap pekerjaan dan tempat kerja mereka bermakna Choi (2011). Banyak perusahaan juga menghadapi tantangan intens meningkatkan kepuasan kerja karyawan, komitmen organisasional untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan pemeliharaan karyawan kunci dalam organisasional Fatt, Khin et al. (2010). Manajer organisasional harus mampu membuat persepsi keadilan pada karyawan di organisasionalmereka jika meminta perkembangan dan peningkatan di dalamnya (Hosseinzadeh dan Naseri (2009). Organisasional sejahtera menyadari bahwa pemeliharaan karyawan adalah cukup untuk mendukung kepemimpinan dan pertumbuhan mereka di bazar Mello (2005). Oleh karena itu, akan berusaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia; karena tindakan ini akan menguntungkan baik organisasional dan juga bermanfaat untuk individu. Sumber daya manusia yang setia, puas, sesuai dengan tujuan dan nilainilai organisasional dan cenderung mempertahankan keanggotaan organisasional
25
yang memiliki kegiatan di luar tugas yang ditentukan, dapat menjadi faktor penting dalam efektivitas organisasi. Ada kekuatan seperti dalam organisasional adalah bersama dengan peningkatan tingkat kinerja dan tingkat penurunan ketidakhadiran, 1) Keadilan Distributif Tingkatan Keadilan Distributif : Bakhshi et al (2009), Fatt, Khin et al (2010), karena menemukan bahwa keadilan distributif secara signifikan berhubungan dengan kepuasan gaji, promosi, penilaian kinerja, dan komitmen organisasional sementara keadilan prosedural terkait dengan kepuasan dengan pengawasan, self dilaporkan Peringkat penilaian kinerja, Pertama, terletak pada nilai. Pada tingkat nilai, keadilan hanya berlaku sesuai dengan nilai yang dianut. Prinsip pemerataan dikatakan adil karena nilai tersebut dianut. Kedua, keadilan distributif terletak pada perumusan nilai-nilai menjadi peraturan. Meskipun satu prinsip keadilan distributif telah disepakati sehingga ketidakadilan pada tingkat nilai menjadi tidak muncul, belum tentu keadilan distributif telah ditegakkan. Ketiga keadilan distributif terletak pada implementasi peraturan. Untuk menilai distribusi adil atau tidak, dapat dilihat dari tegaknya peraturan yang diterapkan. Bila peraturan yang disepakati tidak dijalankan sama sekali atau dijalankan sebagian, keadilan distribusi tidak tercapai Van den Bos, (1999). 2) Keadilan Prosedural Keadilan prosedural lebih berfokus perasaan adil yang dirasakan oleh karyawan mengenai pemberian alokasi suara kepada karyawan dalam
26
prosedur-prosedur
yang
ada
pada
proses
pengambilan
keputusan
(Perdana,2012). Menurut Nowakowski et al, (2005) para karyawan tidak hanya memberikan reaksi terhadap hasil-hasil (outcomes) yang mereka dapatkan,
namum
juga
terhadap
proses-proses
bagaimana
mereka
mendapatkan hasil-hasil tersebut merupakan definisi dari keadilan procedural yang merupakan salah satu dimensi dari keadilan organisasional. Keadilan procedural berkaitan dengan proses atau prosedur untuk mendistribusikan penghargaan Budiarto dan Wardani, (2005). Dengan demikian,keadilan procedural berkaitan dengan apakah pihak karyawan percaya bahwa prosedur dalam proses pengambilan dan penyampaian keputusan dan proses segala bentuk penghargaan yang mereka terima selama ini dalam perusahaan adalah adil bagi mereka. 3) Keadilan Interaksional Menurut Suhartini dan Ikwanul (2010) keadilan interaksional merupakan nilai keadilan yang dirasakan karyawan karena adanya proses interaksi dengan pihak lain dalam organisasi baik dari pimpinan maupun rekan sekerja, seorang karyawan merasa diperlakukan secara wajar. Sejauh mana para bawahan dalam organisasi diperlakukan dengan kesopanan, bermartabat dan dengan hormat oleh pihak-pihak yang ada didalam organisasi tersebut Cruceru et al (2009). Berdasarkan pendapat diatas keadilan interaksional merupakan suatu keadilan yang dirasakan para karyawan didalam perusahaan tempat mereka bekerja yand dilihat dari aspek bagaimana hubungan mereka
27
dengan atasan mereka atau sesame rekan kerja, apakah mereka diperakukan dengan hormat dan bermartabat. 2.3.2
Manfaat Keadilan Manfaat keadilan apabila terjadi di organisasional mak organisasional
tersebut bertahan dan berjalan lama sampai pada 10 tahun atau lebih, hal itu mengambarkan keadilan yang terjadi didalam organisasional. Karyawan yang bertahan
lama
untuk
membangun
dan
mengembangkan
organisasional
berkembang maju agar menjadi besar karena manfaat daripada keadilan. Zeinabadi dan Salehi (2011), sehingga dalam model umum kita dianggap bahwa keadilan organisasional memiliki efek langsung pada kepuasan kerja dan komitmen organisasi, dan kepuasan kerja memiliki efek langsung terhadap komitmen organisasi, dan keadilan sehingga organisasional memiliki pengaruh tidak langsung terhadap komitmen organisasional. Dampak Umum keadilan organisasional terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Untuk mengunakan manfaat keadilan dalam organisasional semua karyawan melayani sama dalam mata hukum dan procedure organisasi, tidak adanya diskriminasi dan tidak adanya sistem kelurga. Sering kali juga terjadi keadilan yang tidak merata dari
kedudukan tinggi sampai ke posisi rendah.
Contoh kecil seperti karyawan yang biasa yang datang terlambat, langsung memperoleh peringatan, Lain halnya dengan pemimpin dalam organisasional tersebut, jika dia datang terlambat bawahan tidak berani menegor karena itu pemimpin, hal ini juga tidak mendukun manfaat keadilan.
28
Keadilan adalah suatu fundamental dari sistem kompensasi Newman & Milkovich, (2004 : 8). Pernyataan seperti “perlakuan yang adil untuk semua karyawan” merefleksikan sebuah perhatian terhadap keadilan.Tujuan keadilan berusaha untuk menjamin keadilan kompensasi untuk semua individu dalam hubungan ketenagakerjaan.Tujuan keadilan fokus kepada pembuatan sistem kompensasi yang mengenali baik kontribusi pekerjaan, semakin tinggi kinerja atau pengalaman maka semakin tinggi pula kompensasi yang diberikan upah minimum, atau asuransi kesehatan.