BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1
Pengertian Auditing Definisi auditing yang sangat terkenal adalah definisi yang berasal dari A
Statement of Basic Auditing Concept (ASOBAC) (Abdul Halim, 2001:1) yang mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Menurut Mulyadi (2000:9) secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan
tentang
kejadian
ekonomi,
dengan
tujuan
untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan, serta menyampaikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut pandang profesi akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan tersebut. Sedangkan Sukrisno Agoes (2000:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen,
beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dari definisi-definisi yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga elemen fundamental dalam auditing, yaitu: 1) Seorang auditor harus independen. 2) Auditor
bekerja
mengumpulkan
bukti
(evidence)
untuk
mendukung
pendapatnya. 3) Hasil pekerjaan auditor adalah laporan. Laporan merupakan hasil yang harus disampaikan auditor kepada pengguna laporan keuangan.
2.1.2 Profesi Akuntan Publik Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan pengandalkan keahlian dan keterampilan (kemahiran) yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Profesional merupakan orang yang melakukan kegiatan atau menjalani profesi tertentu, sedangkan profesionalisme adalah sikap perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu. Profesi akuntan, khususnya akuntan publik sudah diakui sebagai profesi karena telah memenuhi syarat, yaitu: 1) Diperlukan suatu pendidikan profesional tertentu (biasanya setingkat S1) dan dapat pula ditambah dengan pendidikan profesi. 2) Diperlukan suatu pengaturan terhadap diri pribadi yang didasarkan pada kode etika profesi.
3) Diperlukan penelaahan dan atau ijin dari pemerintah. Di Indonesia, menurut SK menkeu No.43/KMK.017/1997 tertanggal 27 Januari 1997 sebagaimana diubah dengan SK.Menkeu No.470/KMK.017/1999 tertanggal 4 Oktober 1999, Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah lembaga yang memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam menjalankan pekerjaan (profesinya). Menurut Pasal 6 SK. Menkeu No.43/1997. Izin untuk membuka Kantor Akuntan Publik (KAP) akan diberikan apabila pemohon memenuhi persyaratan sebagai berikut. 1) Berdomisili di wilayah Indonesia. 2) Memiliki Register Akuntan. 3) Menjadi anggota IAI. 4) Lulus ujian Sertifikasi Akuntan Publik yang diselenggarakan oleh IAI. 5) Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun sebagai akuntan dan pengalaman audit umum sekurang-kurangnya 3000 jam dengan reputasi baik. 6) Telah menduduki jabatan manajer atau ketua tim dalam audit umum sekurangkurangnya 1 tahun. 7) Wajib mempunyai KAP atau bekerja pada Koperasi Jasa Audit. Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik sangat dipengaruhi perkembangan perusahaan pada umumnya. Akuntan publik tidak aka nada jika tidak ada perusahaan. Semakin berkembang perusahaan pada umumnya, maka semakin berkembang profesi akuntan publik. Di negara yang mayoritas perusahaan berbentuk perusahaan perseorangan, profesi akuntan publik kurang
berkembang. Alasannya adalah laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan perseorangan, seperti juga perusahaan berbentuk firma, biasanya digunakan oleh pemilik perusahaan untuk mengetahui hasil usaha dan posisi keuangannya. Dengan demikian pihak luar kurang memerlukan audit laporan keuangan yang dilakukan akuntan publik. Di negara yang terdapat banyak perusahaan berbentuk perseroan terbatas yang bersifat terbuka, profesi akuntan publik semakin dibutuhkan karena sangat besar
kemungkinan
manajemen
perusahaan
terpisah
dengan
pemilikan
perusahaan. Pemilik perusahaan hanya sebagai penanam modal. Kondisi seperti ini didasarkan teori keagenan. Oleh karena itu, sangat membutuhkan informasi keuangan yang dapat dipercaya yang dihasilkan manajemen. Profesi akuntan publik diperlukan untuk menilai dapat atau tidak dapat dipercayainya suatu laporan keuangan yang diberikan manajemen.
Hal ini diharapkan dapat
mengurangi asimetri informasi. Perkembangan selanjutnya adalah bahwa pihak luar seperti kreditur, pemerintah, investor pasar modal, dan lainnya, juga memerlukan laporan keuangan yang dapat dipercaya.
Laporan keuangan ini digunakan sebagai
informasi untuk membantu pengambilan keputusan ekonomi. Profesi akuntan publik semakin diperlukan pada keadaan demikian. Akuntan publik merupakan pihak independen yang bertugas untuk memeriksa dan menilai apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum (Abdul Halim, 2001:12).
2.1.3
Pengertian dan Jenis Auditor Auditor merupakan orang atau tim yang melakukan tugas audit. Menurut
Abdul Halim (2001:11) terdapat tiga jenis auditor.
Ketiga jenis auditor
dipaparkan pada bagian berikut ini. 1) Auditor Internal Auditor internal merupakan karyawan suatu perusahaan tempat mereka melakukan audit. Tujuan auditing internal adalah untuk membantu manajemen dalam melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif. Meskipun demikian, pekerjaan auditor internal dapat mendukung audit atas laporan keuangan yang dilakukan auditor independen. 2) Auditor Pemerintah Auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan dari berbagai unit organisasi dalam pemerintahan. Auditing ini dilaksanakan oleh auditor pemerintah yang bekerja di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta auditor yang bekerja di Direktorat Jendral Pajak. 3) Auditor Independen Auditor independen adalah para praktisi individual atau anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. Klien dapat berupa perusahaan bisnis yang berorientasi laba, organisasi nirlaba, badan-badan pemerintah maupun individu perseorangan. Auditor independen bekerja dan memperoleh penghasilan yang dapat berupa fee.
2.1.4
Hirarki Kantor Akuntan Publik Auditor independen atau audit sektor eksternal melaksanakan kegiatannya
di bawah suatu kantor akuntan publik (Abdul Halim, 2001:15). 1) Partner Merupakan top legal client relationship, yan bertugas me-review (menelaah) pekerjaan audit, menandatangani laporan audit, menyetujui masalah fee dan penagihannya, dan penanggungjawab atas segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit. 2) Manajer Merupakan staf yang banyak berhubungan dengan klien, mengawasi langsung pelaksanaan tugas-tugas audit, me-review lebih rinci terhadap pekerjaan audit, dan melakukan penagihan atas fee audit. 3) Akuntan senior Merupakan staf yang bertanggungjawab langsung terhadap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan audit, dan me-review pekerjaan para akuntan yunior yang dibawahnya. 4) Akuntan yunior Merupakan staf pelaksana langsung dan bertanggungjawab atas pekerjaan lapangan.
Para yunior ini penugasannya dapat berupa bagian-bagian dari
pekerjaan audit, dan bahkan bila memungkinkan memberikan pendapat atas bagian yang diperiksanya.
2.1.5
Standar Profesi Akuntan Publik Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (IAI,2001) disebutkan ada 6
tipe standar yang dikodifikasikan, yaitu: 1) Standar Auditing Standar auditing merupakan panduan audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri dari 10 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum dalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan audit. Kepatuhan terhadap Pernyataan Standar Auditing yang dikeluarkan oleh Dewan bersifat wajib (mandatory) bagi anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik. 2) Standar Atestasi Standar atestasi memberikan rerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertinggi yang diberikan dalam jasa audit atas laporan keuangan historis, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, serta tipe perikatan atestasi lain yang memberikan keyakinan yang lebih rendah (review, pemeriksaan, dan prosedur yang disepakati). Standar atestasi terdiri dari 11 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Atestasi (PSAT). 3) Standar Jasa Akuntansi dan Review Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi nonatestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review.
Standar jasa akuntansi dan review dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansid dan Review (PSAR). 4) Standar Jasa Konsultasi Standar jasa konsultasi memberikan panduan bagi praktisi yang memberikan jasa konsultasi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Jasa konsultasi pada hakikatnya berbeda dari jasa atestasi akuntan publik terhadap asersi pihak ketiga.
Dalam jasa atestasi, para praktisi menyajikan suatu kesimpulan
mengenai ksuatu asersi tertulis yang menjadi tanggungjawab pihak lain, yaitu pembuat asersi (asserter). 5) Standar Pengendalian Mutu Standar pengendalian mutu memberikan panduan bagi kantor akuntan publik didalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam perikatan jasa profesional, kantor akuntan publik bertanggung jawab untuk mematuhi berbagai standar relevan yang telah diterbitkan oleh Dewan dan Kompartemen Akuntan Publik. Dalam pemenuhan tanggung jawab tersebut, kantor akuntan publik wajib mempertimbangkan integritas stafnya dalam menentukan hubungan profesionalnya, bahwa kantor akuntan publik dan para stafnya akan independen terhadap kliennya sebagaimana diatur oleh Aturan Etika Kompartemen akuntan Publik dan bahwa para stafnya akan independen terhadap kliennya sebagaimana diatur
oleh Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik dan bahwa staf kantor akuntan publik kompeten, profesional, dan objektif serta akan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (due profesional care). Oleh karena itu, kantor akuntan publik harus memiliki sistem pengendalian mutu untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian perikatan profesional dengan berbagai standard dan aturan relevan yang berlaku.
2.1.6
Etika profesional Etika profesional meliputi standar sikap para anggota profesi yang
dirancang agar praktis dan realistis, tetapi sedapat mungkin idealistis. Tuntutan etika profesi harus di atas hukum tetapi di bawah standar ideal (absolut) agar etika tersebut memiliki arti dan berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam mukadimah Kode Etik IAI disebutkan bahwa: ….”Prinsip Etika profesi tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggungjawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi” (Abdul Halim,2001:29).
2.1.7
Pertimbangan Auditor (Audit Judgment) Judgment adalah proses kognitif yang merupakan perilaku pemilihan
keputusan (Hogarth, 1992 dalam Siti Jamilah dkk, 2007). Judgment merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan informasi (termasuk umpan
balik dari tindakan sebelumnya), pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak, penerimaan informasi lebih lanjut. Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi sebagai suatu proses unfolds.
Kedatangan informasi bukan hanya
mempengaruhi pilihan, tetapi juga mempengaruhi cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah, di dalam proses incremental judgment jika informasi terus menerus datang, akan muncul pertimbangan baru dan keputusan/pilihan baru. Sebagai gambaran, akuntan punlik memiliki tiga sumber informasi yang potensial untuk membuat suatu pilihan: (1) teknik manual, (2) referensi yang lebih detail, dan (3) teknik keahlian. Ada lima jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor, yaitu. 1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). 2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan. 3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion). 4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion). 5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion/no opinion)
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Siti Jamilah dkk (2007) meneliti pengaruh gender, tekanaan ketaatan, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment. Penelitian tersebut dilakukan pada KAP di Provinsi Jawa Timur. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik simple random sampling.
Objek pada penelitian ini adalah
pengaruh gender, tekanan ketaatan, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment.
Pengukuran variabelnya adalah menggunakan skala Likert kecuali
salah saru variabel independen yaitu gender yang merupakan variabel dummy. Alat pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gender tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment, tekanaan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment, dan kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Penelitian lainnya dilakukan oleh Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (SNA 9, Padang 2006) dengan judul “Pengaruh Pengalaman Auditor Terhadap Penggunaan Bukti Tidak Relevan Dalam Auditor Judgment”.
Penelitian ini
dilakukan dengan metode eksperimen dan menggunakan uji respon bias dalam menguji hasil eksperimen. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik simple random sampling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengalaman auditor berpengaruh signifikan terhadap penggunaan bukti dalam audit judgment. Penelitian ini menemukan bahwa pengalaman mengurangi dampak informasi tidak relevan terhadap judgment auditor.
Auditor
berpengalaman tidak terpengaruh oleh adanya informasi tidak relevan dalam membuat going concern judgment. Enjang Tachyan Budiyanto, Muhamad Nasir dan Indira Januarti (SNA 8, Solo 2005) yang berjudul “Pengujian Variabel-Variabel yang Berpengaruh Terhadap Ekspektasi Klien dalam Audit Judgment”.
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dan menguji variabel-variabel yang berpengaruh terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment.
Variabel-variabel yang diuji dalam
penelitian ini adalah hubungan klien dengan KAP, pentingnya klien bagi KAP,
jasa Non-Audit yang diberikan oleh KAP, pengalaman audit klien dan ekspektasi klien dalam audit judgment. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah ekspektasi klien dalam audit judgment, dimana klien akan lebih besar kemungkinannya untuk dapat mendesak KAP. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang audit judgment. Perbedaannya terletak pada variabel yang diteliti. Penelitian lainnya dilakukan oleh Adi Wijaya (2006) dengan judul “Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja Auditor terhadap Rentang Waktu Penyelesaian Audit pada KAP di Bali”.
Pengambilan sampel pada
penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Pengukuran
variabelnya menggunakan skala Likert, alat uji yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap rentang waktu penyelesaian audit, pengalaman berpengaruh terhadap rentang waktu penyelesaian audit, dan semakin tinggi pengalaman auditor maka semakin cepat rentang waktu penyelesaian audit. Zulaikha (2006) meneliti pengaruh interaksi gender, kompleksitas tugas, dan pengalaman auditor terhadap audit judgment dalam akun persediaan. Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dengan metode kuasi eksperimen dengan menggunakan partisipan penelitian mahasiswa lulusan S1 jurusan akuntansi yang sedang menempuh Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) dan Program Magister Sains Akuntansi (Maksi). Sampel diambil dengan convenience sampling. Variabel judgment diukur dengan skala Likert 1 sampai 9. Variabel independen gender diproksi dengan laki-laki dan perempuan. Variabel
independen lainnya yaitu pengalaman sebagai auditor diukur dengan skala non metrik kategorikal dan kompleksitas tugas sebagai variabel variate yang diukur dengan skala rasio yaitu jumlah informasi yang dapat diselesaikan.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa isu gender tidak berpengaruh terhadap kemampuan kognitif perempuan dalam pembuatan judgment, bahkan dalam penugasan audit yang kompleks. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menggunakan gender, tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, tingkat pendidikan, dan pengalaman auditor sebagai variabel independen sedangkan audit judgment sebagai variabel dependen dan teknik analisis yang digunakan yaitu analisis regresi berganda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu bahwa penelitian ini menggunakan auditor sebagai sampel tanpa melibatkan mahasiswa
dan
menambahkan
satu
variabel
yaitu
tingkat
pendidikan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Perbedaaan mendasar penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari segi metodologi penelitian. Data pada penelitian sebelumnya diperoleh dalam bentuk skala ordinal yang kemudian langsung diolah dalam analisis regresi, sedangkan pada penelitian ini data dalam skala ordinal disajikan kembali dalam bentuk skala interval baru kemudian diolah dalam analisis regresi. Selain itu penelitian ini dilakukan pada KAP di Bali. Ringkasan penelitian sebelumnya disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Ringkasan hasil penelitian sebelumnya No 1
Nama Peneliti Siti Jamilah, Zaenal Fanani, Grahita Chandrarin (2007)
2
Yudhi Herliansyah dan meifida Ilyas (2006)
3
Enjang tachyan, Muhamad Nasir, Indira Januarti (2005)
Judul Variabel Penelitian Penelitian Pengaruh - Variabel Gender, independen: Tekanan gender, Ketaatan, dan tekanan Kompleksitas ketaatan, dan Tugas kompleksitas terhadap tugas Audit - Variabel Judgment dependen: audit judgment Pengaruh - Variabel Pengalaman Independen: Auditor Tipe bukti dan terhadap tingkat Penggunaan pengalaman Bukti Tidak - Variabel Relevan dependen: dalam Penilaian Auditor subjek Judgment mengenai going concern
Teknik Analisis Teknik analisis regresi berganda
Pengujian VariabelVariabel yang Berpengaruh terhadap Ekspektasi Klien dalam Audit Judgment
Teknik analisis regresi linier berganda
- Variabel independen: Hubungan klien dengan KAP, pentingnya klien bagi KAP, jasa Non-Audit yang diberikan oleh KAP, pengalaman audit klien - Variabel dependen: Ekspektasi klien dalam audit judgment
Teknik analisis regresi berganda
Hasil Penelitian Gender dan kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment, sedangkan tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Pengalaman mengurangi dampak informasi tidak relevan terhadap judgment auditor. Auditor berpengalaman tidak terpengaruh oleh adanya informasi tidak relevan dalam membuat going concern judgment Semakin lama hubungan klien dengan KAP yang terjadi, maka semakin rendah ekspektasi klien dalam audit judgment, dimana klien akan lebih besar kemungkinanya untuk dapat mendesak KAP
4
5
I Gst Bagus Adi Pengaruh Wijaya (2006) Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja Auditor terhadap Rentang Waktu Penyelesaian Audit pada KAP di Bali Zulaikha Pengaruh (2006) Interaksi Gender, Kompleksitas Tugas dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment
- Variabel independen: Tingkat pendidikan auditor dan pengalaman kerja - Variabel dependen: Rentang waktu penyelesaian audit - Variabel independen: Interaksi gender, kompleksitas tugas, pengalaman auditor - Variabel dependen: Audit judgment
Teknik analisis regresi linier berganda
Tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap rentang waktu penyelesaian audit dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap rentang waktu penyelesaian audit
Teknik analisis regresi linier berganda
Gender dan kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara nyata terhadap audit judgment, sedangkan pengalaman auditor berpengaruh secara nyata terhadap audit judgment
2.3 Pengembangan Hipotesis 2.3.1
Pengaruh gender terhadap audit judgment. Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan dan laki-laki
dalam hubungan sosial. Gender berbeda dari seks atau jenis kelamin. Gender adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai aspek kehidupan dan pembangunan.
Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikontruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan, sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda dan dapat berubah dari waktu kewaktu. Seks atau kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang telah ditentukan oleh tuhan oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah, ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan tuhan, oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk atau dikontruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman (www.duniaesai.com/gender). Pengambilan keputusan harus didukung oleh informasi yang memadai. Kaun pria dalam pengolahan informasi biasanya tidak menggunakan seluruh informasi yang tersedia sehingga keputusan yang diambil kurang komprehensif. Lain halnya dengan wanita, dalam mengolah informasi cenderung lebih teliti dengan menggunakan informasi yang lebih lengkap dan mengevaluasi kembali informasi tersebut dan tidak gampang menyerah (Meyer dan Levy, 1986 dalam Zulaikha, 2006). Kaum wanita relatif lebih efisien dibandingkan kaum pria dan demikian halnya kemampuan dalam mengolah informasi yang sedikit menjadi lebih tajam.
Pernyataan ini disampaikan oleh Giligan (1983), Sweeney dan
Robert (1997), dan Cohen, et al (1999) dalam penelitian Siti Jamilah dkk (2007). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1:
Gender berpengaruh signifikan dan negatif terhadap judgment yang
diambil auditor.
2.3.2
Pengaruh tekanan ketaatan terhadap audit judgment. Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi,
review, kompilasi, konsultasi manajemen, perpajakan, atau jasa profesional lainnya wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI. Akuntan secara terus menerus berhadapan dengan dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan. Dalam keadaan ini, klien bisa mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Klien bisa menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar pemeriksaan. Auditor secara umum dianggap termotivasi oleh etika profesi dan standar pemeriksaan, maka auditor akan berada dalam situasi konflik.
Memenuhi
tuntutan klien berarti melanggar standar. Namun dengan tidak memenuhi tuntutan klien, bisa mendapatkan sanksi oleh klien berupa kemungkinan penghentian penugasan.
Karena pertimbangan profesional bxerlandaskan pada nilai dan
keyakinan individu, kesadaran moral memainkan peran penting dalam mengambil keputusan akhir. Penelitian
sebelumnya
menunjukkan
bukti
bahwa
auditor
yang
mendapatkan perintah tidak tepat baik itu dari atasan ataupun dari klien cenderung
akan berperilaku menyimpang dari standar profesional (Hartanto, 1999 dalam Siti Jamilah dkk, 2007). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2:
Tekanan ketaatan berpengaruh signifikan dan positif terhadap judgment
yang diambil auditor.
2.3.3
Pengaruh kompleksitas tugas terhadap audit judgment. Kompleksitas muncul dari ambiguitas dan struktur yang lemah, baik dalam
tugas-tugas utama maupun tugas-tugas lain yang terlibat. Sehingga kompleksitas secara relatif lebih tinggi untuk tugas-tugas yang tidak terpola, dan lebih rendah untuk tugas-tugas yang sudah terpola dan terstruktur. Untuk tugas-tugas yang membingungkan dan tidak terstruktur, maka akibatnya adalah alternatif-alternatif yang ada tidak dapat diidentifikasikan, sehingga data tidak dapat diperoleh dan outputnya tidak dapat diprediksi. Ambiguity atau equivocality juga berarti kerancuan, kurang pengertian, dan ketidaksetujuan, sedangkan ketidakpastian menunjukkan pada tidak adanya informasi yang diperlukan, yaitu perbedaan antara informasi yang tersedia dan apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Kompleksitas tugas berasal dari lingkungan pemakai dan berkaitan dengan ambiguitas dan ketidakpastian yang ada di sekitar dunia bisnis.
Untuk
mengurangi risiko kegagalan, maka disarankan untuk meningkatkan partisipasi secara proporsional dengan kompleksitas proyek. Lebih jauh ditunjukkan bahwa sebenarnya ada pengaruh interaksi antara partisipasi pemakai dan ketidakpastian
tugas dalam hubungannya dengan keberhasilan sistem. Jadi hubungan antara partisipasi pemakai dengan keberhasilan sistem akan berbeda bergantung kepada tingkat ketidakpastian tugas (Nurika, 2000). Tingkat kesulitan tugas dan struktur tugas merupakan dua aspek penyusun dari kompleksitas tugas.
Tingkat sulitnya tugas selalu dikaitkan dengan
banyaknya informasi tentang tugas tersebut, sementara struktur adalah terkait dengan kejelasan informasi (information clarity). Menurut Bonner (1994) dalam Zulaikha (2006) proses pengolahan informasi terdiri dari tiga tahapan, yaitu: input, proses, output. Pada tahap input dan proses, kompleksitas tugas meningkat seiring bertambahnya faktor cues.
Terdapat perbedaan antara pengertian
banyaknya cues yang diadakan (number of cues available) dengan banyaknya cues yang teroleh (number of cues processed). Banyaknya cues yang ada, seorang decision maker harus berusaha melakukan pemilahan terhadap cues-cues tersebut (meliputi upaya penyeleksian dan pertimbangan-pertimbangan) dan kemudian mengintegrasikannya ke dalam suatu judgment. Keputusan bisa diberikan segera bila cues yang diamati tidak meninggalkan batas-batas kemampuan dari decision maker (Chung dan Monroe, 2001 dalam Siti Jamilah, 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3:
Kompleksitas tugas berpengaruh signifikan dan positif terhadap judgment
yang diambil auditor.
2.3.4
Pengaruh tingkat pendidikan terhadap audit judgment Persyaratan profesional yang dituntut dari seorang auditor independen
adalah memiliki pendidikan dan pengalaman praktik sebagai auditor independen (SPAP, 2001:110.1).
Standar umum pertama dalam standar auditing
menegaskan bahwa betapapun tingginya kemampuan seseorang dalam bidang lain selain auditing, termasuk dalam bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing, jika ia tidak memiliki pendidikan yang memadai dalam bidang auditing. Dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, untuk sampai pada tahap pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya (SPAP, 2001:210.1), yang diperluas dengan pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit.
Seseorang
auditor wajib untuk terus memelihara dan meningkatkan kemampuan serta pengetahuan melalui pendidikan formal ataupun tidak formal yang disebut pendidikan profesional berkelanjutan. Tujuan ketentuan ini adalah agar auditor independen selalu mengikuti perkembangan terbaru di bidang akuntansi, pengauditan, dan bidang-bidang terkait lainnya. Pendidikan akan berdampak pada kualitas pekerja itu sendiri dan proses produksi yang dikerjakan. Ini terjadi karena pendidikan mempengaruhi kemampuan tenaga kerja secara mendalam bukan hanya fisik belaka (Adi Wijaya, 2006). Dari uraian diatas maka disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang
memadai, seorang auditor sangatlah penting. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4:
Tingkat pendidikan berpengaruh signifikan dan negatif terhadap judgment
yang diambil auditor
2.3.5
Pengaruh pengalaman auditor terhadap audit judgment Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor
harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan tersebut berupa kegiatankegiatan, seperti seminar, simposium, lokakarya pelatihan itu sendiri dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya. Melalui program pelatihan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ditemui (Putri dan Bandi, 2002). Pengalaman sebagai salah satu variabel yang banyak digunakan dalam berbagai penelitian.
Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa
tugas yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukan dengan baik.
Pengalaman dapat digunakan untuk meningkatkan
kinerja pengambilan keputusan.
Seseorang dengan lebih banyak pengalaman
dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwaperistiwa. Menurut Butts (dalam Yudhi Herliansyah dan Mulfida, 2006) akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgment lebih baik dalam tugastugas profesional daripada akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman. Hal ini dipertegas oleh Haynes et al (1998) dalam Yudhi Herliansyah (2006) yang
menemukan bahwa pengalaman audit yang dimiliki auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5:
Pengamalan berpengaruh signifikan dan positif terhadap judgment yang
diambil auditor.
2.4 Rerangka Konsep Penelitian Profesionalisme secara umum dipengaruhi oleh aspek-aspek yang bersifat individual meliputi antara lain gender, tekanan ketaatan, komplesitas tugas, tingkat pendidikan, dan pengalaman auditor. Kelima aspek tersebut memiliki peran yang besar terhadap judgment yang dibuat auditor. Aspek individual memiliki peranan yang cukup penting dalam mempengaruhi audit judgment, hal ini terjadi karena aspek-aspek individual mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku individu. Dengan demikian gender, tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, tingkat pendidikan, dan pengalaman auditor sebagai dimensi dari aspek individual akan berpengaruh terhadap judgment yang akan diambil oleh seorang auditor. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka model rerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bagan Rerangka Konsep Penelitian Gender Tekanan Ketaatan Kompleksitas Tugas Tingkat Pendidikan Pengalaman Auditor
Audit Judgment