BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Auditing 2.1.1 Pengertian Audit Audit merupakan suatu proses yang sistematis untuk menghimpun bukti secara obyektif mengenai asersi dari tindakan ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara aseri tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan serta menyampaikan hasilnya kepada para pemegang kepentingan. Hal ini sesuai dengan definisi auditing oleh ASOBAC ( A Statement of Basic Auditing Concepts) : “suatu proses yang sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan”. Selain pendapat ASOBAC definisi auditing juga dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya :
Menurut Alvin A. Arens, Mark S. Beasley dan Randal J. Elder (2010:4) “Audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti me ngenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”.
Menurut Soekrisno Agoes (2011:4) “ Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.
12
13
Menurut Hadi Setia Tunggal, SH, (2013 : 2) “Auditing merupakan suatu proses yang sistematis yang memiliki pendekatan yang logis, mempunyai maksud dan terstruktur untuk pengambilan keputusan.”
Dari beberapa pengertian audit diatas dapat diartikan bahwa audit merupakan: 1. Suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan atau kerja dan ekonomi. 2. Tujuan audit adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,serta menyampaikan hasil hasil kepada pemakai kepentingan.
2.1.2
Jenis- Jenis Audit
Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan audit sendiri dapat dibedakan berdasarkan luas pemeriksaan dan untuk siapa audit dilaksanakan. Berikut jenis-jenis audit yang dibagi berdasarkan luasnya pemeriksaan. Menurut Sukrisno Agoes (2011:4) audit berdasarkan luas pemeriksaan dibedakan atas : a.
Pemeriksaan Umum (General Audit ) Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan KAP
independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik atau ISA atau Panduan Audit Entitas
14
Bisnis Kecil dan memperhatikan Kode Etik Akuntan Indonesia, Kode Etik Profesi Akuntan Publik serta Standar Pengendalian Mutu. b.
Pemeriksaan Khusus (Special Audit) Suatu pemeriksaan terbatas yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada
akhir pemeriksaanya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas.
Sementara ditinjau dari jenis pemeriksaanya, audit bisa dibedakan menjadi: 1. Management Audit (Operational Audit) Suatu
pemeriksaan
terhadap
kebijakan
akuntansi
dan
kebijakan
operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis. 2.
Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit) Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah
mentaati peraturan-peraturan
dan kebijakan-kebijakan yang berlaku baik yang
dietapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak eksternal (Pemerintah, Bapepam LK, Bank Indonesia, Dirjen Pajak, dan lain-lain). 3.
Permeriksaan Intern (internal audit) Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik
terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan. Laporan internal auditor berisi temuan pemeriksaan (audit findings) mengenai penyimpangan dan kecurangan yang
15
ditemukan, kelemahan pengendalian inernal, beserta saran-saran perbaikanya (recommendations). 2.1.3 Jenis-jenis Auditor Seseorang yang memiliki kecakapan dan keahlian dalam melaksanakan pekerjaan audit disebut auditor. Auditor sendiri terdiri dari beberapa jenis menurut tugas dan tanggung jawab yang dimiliki. Jenis auditor tersebut dapat dibedakan atas: Menurut Arens, dkk (2010 : 20) 1.
Auditor Internal Pemerintahan Auditor yang bekerja untuk Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) yang berguna melayani kebutuhan pemerintahan. Porsi utama upaya audit BPKP adalah dikerahkan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas operasional berbagai program pemerintah. 2. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Auditor yang bekerja untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, badan yang didirikan berdasarkan konstitusi Indonesia. Dipimpin oleh seorang kepala, BPK melapor dan bertanggung jawab sepenuhnya. 3. Auditor Pajak Direktorat jendral (Ditjen) pajak bertanggung jawab untuk memberlakukan peraturan pajak. Salah satu tanggung jawab utama Ditjen Pajak adalah mengaudit SPT wajib pajak untuk untuk menentukan apakah SPT itu sudah mematuhi peraturan pajak yang berlaku.
16
4.
Auditor Internal Auditor internal dipekerjakan oleh perusahaan yang memiliki tugas pokok
untuk menentukan apakah kebijakan yang telah diterapkan oleh menejemen puncak, menetukan efektivitas dan efisiensi prosedur organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. 2.2 Standar Auditing Pedoman umum adalah berupa 10 standar auditing yang berlaku umum yang dikembangngkan oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Standar-standar ini menyajikan kerangka kerja atau acuan yang membuat AICPA dapat memberikan interpretasi. Standar dalam auditing yang berlaku secara umum ada tiga, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. 2.2.1 Standar Umum 1).
Pelatihan dan kecakapan teknis, yaitu audit harus dilakukan oleh
seorang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor. Auditor harus mengikuti pendidikan formal maupun pelatihan yang cukup banyak untuk menambah pengalaman auditor terhadap pekerjaan audit. 2).
Independensi dan sikap mental, Auditor harus mempertahankan sikap
mental yang independen dalam semua hal yang berhubungan dengan audit. 3).
Kemahiran
profesional,
auditor
harus
menerapkan
kemahiran
professional dalam melakukan audit dan menyusun laporan. Auditor harus menjalankan tanggung jawab dalam pekerjaan audit dan berhati-hati dalam mencari informasi serta data yang berguna sebagai bukti audit, auditor tidak
17
diperkenankan memberikan sikap asal percaya terhadap informasi yang diberikan klien. 2.2.2 Standar Pekerjaan Lapangan 1). Perencanaan dan pengawasan yang memadai, Standar pertama yang dimaksud adalah auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya. 2). Memahami Entitas dan
Lingkunganya, auditor harus memperoleh
pemahaman yang cukup mengenai entitas serta lingkunganya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai resiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena kesalahan atau kecurangan , dan selanjutnya untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit yang akan dilaksanakan. 3). Bukti audit yang mencukupi dan tepat, auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang diaudit. 2.2.3
Standar Pelaporan
1). Auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip –prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2). Auditor dalam laporan auditnya harus mengidentifikasi mengenai keadaan dimana prinsip akuntansi secara konsisten diikiuti selama periode berjalan dibandingkan dengan periode sebelumnya. 3). Jika audior menetapkan bahwa pengungkapan secara informatif belum memadai, auditor harus menyatakannya dalam laporan audit.
18
4). Auditor dalam laporan auditnya harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak dapat diberikan. Jika auditor tidak dapat memberikan suatu pendapat, auditor harus menyebutkan alasan-alasan yang mendasarinya dalam laporan audit.
2.3 Prosedur Audit Selain menggunakan standar audit umum, seorang auditor juga menggunakan prosedur audit untuk mengumpulkan bukti yang akan dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Adapun prosedur audit
yang
dilakukan
adalah
keterangan,konfirmai,penulusuran,
:
inspeksi,
pemeriksaan
pengamatan,
bukti,penghitungan,
permintaan scanning,
pelaksanaan ulang, dan computer assited audit techniques Menurut Mulyadi,1998 yang dikutip Danang Sunyoto ; 2013 Berikut penjelasan mengenai beberapa prosedur audit : 2.3.1 Inspeksi, merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Prosedur audit ini banyak dilakukan oleh auditor. Dengan melakukan inspeksi pada dokumen, auditor dapat menentukan keaslian dokumen tersebut. Dengan melakukan inspeksi seorang auditor akan mendapatkan keyakianan atas eksistensi dan keadaan fisik suatu barang yang diperiksa. 2.3.2
Pengamatan, pengamatan atau observasi merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat atau menyaksikan
19
pelaksanaan suatu kegiatan.Contoh kegiatan yang biasa diamati oleh auditor dalam auditnya adalah perhitungan fisik persediaan yang ada digudang klien,pembuatan dan persetujuan voucher, cara penyimpanan kas yang ada di tangan klien. Dengan pengamatan ini auditor mendapatkan bukti secara visual mengenai pelaksanaan suatu kegiatan. Obyek yang diamati auditor adalah karyawan, prosedur, dan proses. 2.3.3
Permintaan keterangan,merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan, secara lisan.Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan bukti dokumenter.
2.3.4
Konfirmasi, merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas/independen. Prosedur yang biasa ditempuh oleh auditor dalam konfirmasi adalah sebagai berikut: 1). Auditor meminta klien untuk menanyakan informasi tertentu kepada pihak luar perusahaan. 2). Klien meminta kepada pihak luar yang ditunjuk oleh auditor untuk memberikan jawaban langsung kepada auditor mengenai pertanyaan yang diajukan oleh auditor. 3). Auditor menerima jawaban langsung dari pihak ketiga tersebut.
2.3.5. Penelusuran, auditor melakukan penelusuran informasi sejak mulamula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan
20
dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam akuntansi. Prosedur audit ni diterapkan pada bukti dokumenter. Contoh prosedur penelusuran yang dilakukan oleh auditor adalah pemeriksaan terhadap transaksi penjualan yang dimulai oleh auditor dengan memeriksa informasi dalam surat order dari customer, diusut kemudian dengan informasi yang berkaitan dalam surat order penjualan, laporan pengiriman barang, faktur penjualan, jurnal penjualan dan akun piutang usaha dalam buku pembantu piutang usaha.
2.3.6. Pemeriksaan bukti pendukung, merupakan prosedur audit yang meliputi inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenaranya selain itu menganalisa pembanding dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan. 2.3.7.
Perhitungan, prosedur audit ini meliputi 2 hal yang pertama
penghitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau persediaan di tangan. Yang kedua pertanggunjawaban semua formulir bernomor urut tercetak. Perhitungan fisik digunakan untuk mengevaluasi bukti fisik kuantitas yang ada di tangan, sedangkan pertanggungjawaban formulir bernomor urut tercetak digunakan untuk mengevaluasi bukti dokumenter yang mendukung catatan akuntansi.
21
2.3.8.
Scanning,merupakan
penelaahan
secara
cepat
terhadap
dokumen,catatan dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih mendalam. 2.3.9. Pelaksanaan ulang (reperforming), prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada penghitungan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien. Contoh perhitungan ulang jumlah total dalam jurnal,perhitungan ulang biaya, depresiasi, biaya bunga terutang, perkalian antara kuantitas dengan harga satuan dalam inventory summary sheets, dan penghitungan ulang penjumlahan dalam rekonsiliasi bank. 2.3.10. Computer assisted audit techniques, ketika catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik, auditor perlu menggunakan computer assisted audit techniques dalam menggunakan berbagai prosedur audit yang dijelaskan di atas. Contoh auditor menggunakan suatu komputer audit software tertentu dalam melaksanakan penghitungan jumlah saldo piutang usaha menurut buku pembantu piutang usaha, pemilihan nama debitur yang akan dikirimi surat konfirmasi, penghitungan berbagai rasio dalam prosedur analitik, perbandingan unsur data yang terdapat dalam berbagai file.
22
2.4 Penetapan Bukti Audit dan Dokumentasinya 2.3.1 Pengertian bukti audit Pekerjaan audit tidak terlepas dari pengumpulan bukti-bukti audit, bukti ini digunakan untuk mendukung keputusan opini yang akan diambil oleh seorang Partner pada KAP. Berikut akan diuraikan mengenai bukti audit serta cara penetapanya. Menurut Abdul Halim (2008:160) “Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor untuk menyatakan opini audit”. Dalam penugasan umum, objek auditing adalah laporan keuangan namun laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi, sehingga auditor harus melakukan pengujian terhadap catatan transaksinya. Menurut Munawir (1996) tujuan auditor melakukan pengujian terhadap catatan akuntansi dan prosedur audit lain adalah untuk memperoleh bukti bahwa: 1. Transaksi-transaksi telah dianalisis dan dicatatat dengan benar (realiability atau dapat dipercayainya catatatn akuntansi). 2. Adanya ketelitian perhitungan dalam catatan tersebut. 3. Pekerjaan peringkasan akun-akun dan penyajian laporan telah dilakukan secara teliti dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 4. Aktiva yang dicantumkan dalam neraca benar-benar ada dan dimiliki oleh klien yang dibuktikan dengan prosedur inspeksi dan observasi terhadap fisik aktiva yang bersangkutan. 5. Semua hutang atau kewajiban lainya telah seluruhnya disajikan pada neraca.
23
6. Semua aktiva dan utang telah dinilai dengan benar, pendapatan dan biaya tlah dialokasikan dengan benar. Terhadap bukti yang diperoleh dari catatan akuntansi klien dapat diperoleh bukti yang menguatkan melalui konfirmasi bank, pelanggangn, serta sumber-sumber lain di luar perusahaan yang independen.
2.3.2
Jenis-jenis Bukti Audit
Menurut Arrens (2010), ada tujuh kategori umum bukti audit yang dapat digunakan auditor untuk menentukan prosedur-prosedur audit mana yang akan dilaksankan, diantaranya : 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan atau perhitungan auditor atas aktiva berwujud, seperti kas,persediaan ,bangunan, dan peralatan.Pemeriksaan yang merupakan cara langsung untuk menguji apakah aktiva benar-benar ada, biasanya dipandang sebagai salah satu jenis bukti audit yang paling dapat dipercaya dan berguna. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan fisik juga merupakan metode yang bermanfaat untuk mengevaluasi kondisi atau kualitas aktiva. 2. Konfirmasi Konfirmasi adalah penerimaan jawaban tertulis dari pihak ketiga yang independen, yang menguji ketepatan informasi yang diminta oleh auditor. Karena konfirmasi datang dari sumber yang independen, konfirmasi ini sangat dihargai dan merupakan jenis bukti yang sering digunakan. 3. Dokumentasi
24
Dokumentasi atau vouching adalah pemeriksaan auditor atas dokumendokumen dan catatan klien untuk melenkapi atau membuktikan informasi yang dicantumkan atau harus dicantumkan dalam laporan keuangan. Dokumen yang diperiksa oleh auditor adalah catatan yang digunakan oleh klien untuk mengumpulkan informasi dalam pengelolaan usahanya secara terorganisir. 4. Observasi Observasi adalah penggunaan indra untuk menilai kegiatan kegiatan tertentu. Selama proses audit berjalan terdapat banyak kesempatan untuk menggunakan pengelihatan, pendengaran, dan penciuman untuk menilai berbagai macam hal untuk memperoleh gambaran atas usaha klien. 5. Pertanyaan terhadap klien Pertanyaan atau wawwancara adalah usaha untuk memperoleh informasi tertulis ataupun lisan sebagai jawaban atas pertanyaan auditor. Wwancara kepada klien juga meliputi pengujian pengendalian dan pengujian subtantif. Wwancara kepada klien dapat digunakan auditor untuk menguji semua asersi laporan keuangan, mempelajari kebijakan dan prosedur pengendalian yang telah diterapkan klien, mempelajari prinsip akuntansi yang digunakan klien dan bagaimana transaksitransaksi tertentu diproses. 6. Ketetapan mekanis Pengujian ketetapan mekanis menyangkut penelitian kembali terhadap sampel penghitungan dan pemindahan informasi yang dibuat oleh klien selama periode yang diaudit.
25
7. Prosedur Analitis Prosedur analitis menggunakan berbagai perbandingan dan hubungan untuk menentukan apakah saldo-saldo perkiraan tampak wajar. Ada lima jenis prosedur analitis biasa digunakan yaitu: 1. Membandingkan data klien dengan data industry lain 2. Membandingkan data klien dengan periode sebelumnya. 3. Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang telah ditentukan klien sebelumnya (anggaran). 4. Membandingkan data klien dengan hail dugaan yang telah ditentukan auditor. 5. Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang menggunakan data non keuangan.
2.4 Jenis-jenis Opini Audit Opini yang diberikan atas asersi manajemen dari klien atau instansi peusahaan yang diaudit dikelompokkan menjadi wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian, tidak membeikan pendapat, dan tidak wajar.Proses audit akan menghasilkan sebuah laporan audit. Menurut IAI (2012 ), laporan audit adalah suatu arana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat, sebagai pihak yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk memihak kepentingan siapapun dan untuk tidak mudah dipengaruhi, serta harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan memiliki suatu kepentingan dengan kliennya. Jadi laporan audit berisi tentang opini auditor yang merupakan pernyataan
26
kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Opini yang terdapat dalam laporan audit sangat penting sekali dalam proses audit atapun proses atestasi lainnya karena opini tersebut merupakan informasi utama yang dapat diinformasikan kepada pemakai informasi tentang apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Berdasarkan standar professional akuntan publik seksi 508, pendapat auditor dikelompokkan ke dalam lima tipe, yaitu : 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian Pendapat ini dikeluarkan auditor jika tidak adanya pembatasan terhadap auditor dalam lingkup audit dan tidak ada pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan standar akutansi keuangan dalam laporan keuangan disertai dengan pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan.Laporan audit tipe ini merupakan laporan yang paling diharapkan dan dibutuhkan oleh semua pihak. Baik oleh klien maupun oleh auditor. Ada beberapa kondisi laporan keuangan yang harus dipenuhi untuk menilai laporan keuangan yang dianggap menyajikan secara wajar kepada posisi keuangan dan hasil suatu organisasi agar sesuai dengan standar akuntansi keuangan yaitu: a. Standar akuntansi keuangan digunakan sebagai pedoman untuk menyusun laporan keuangan, b. Perubahan standar akuntansi keuangan dari periode ke periode telah cukup dijelaskan.
27
c. Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan standar akuntansi keuangan. 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas Suatu paragraph penjelas dalam laporan audit diberikan oleh auditor dalam keadaan tertentu yang mungkin mengharuskannya melakukan hal tersebut, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian Ada beberapa kondisi yang mengharuskan seorang auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian, diantaranya yaitu : a. Klien membatasi ruang lingkup audit b. Kondisi-kondisi yang ada diluar kekuasaan klien ataupun auditor menyebabkan auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting c. Laporan keuangan tidak disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan d. Ketidakkonsistenan penerapan standar akuntansi keuangan yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan 4. Pendapat tidak wajar Pendapat
ini
merupakan
kebalikan
dari
pendapat
wajar
tanpa
pengecualian. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan
28
ekuitas dan arus kas perusahaan klien. Hal ini disebabkan karena laporan keuangan tidak disusun berdasar standar akuntansi keuangan. Selain itu pendapat tidak wajar disebabkan karena ruang lingkup auditor dibatasi sehingga bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya tidak dapat dikumpulkan. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor maka informasi yang disajikan klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat Jika auditor tidak memberikan pendapat atas objek audit, maka laporan ini disebut lapiran tanpa pendapat ( adverse opinion ). Hal ini disebabkan beberapa kondisi, yaitu adanya pembatasan yang sifatnya luar biasa terhadap lingkungan auditnya, kemudian karena auditor tidak independen dalam hubungan dengan kliennya. Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat tidak wajar adalah pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidakwajaran dalam laporan keuangan klien, sedangkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (no opinion) karena ia tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau karena ia tidak independen dalam hubungannya dengan klien. referensi : Arens, Alvin A, Randal J Elder dan Mark S Beasley. 2004. Auditing dan Pelayanan Verifikasi: Pendekatan Terpadu. Edisi Kesembilan. Jakarta: Indeks.
29
2.5 Etika Profesional 2.5.1 Pengertian Etika Profesional Menurut Arrens, dkk (2010:60) “Secara umum etika diartikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral. Setiap orang memiliki rangkaian nilai tersebut, meskipun tidak secara eksplisit. Perilaku beretika harus diikuti setiap masyarakat agar tatanan kehidupan berjalan secara teratur”. Sedangkan secara khusus etika pofesi diartikan dengan segala peraturan yang dirancang untuk mempertahankan profesi. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Abdul Halim (2013:39) “Etika merupakan peraturan-peraturan yang dirancang untuk mempertahankan suatu profesi pada tingkat yang bermartabat, mengarahkan anggota profesi dalam hubunganya satu dengan yang lain, dan memastikan kepada publik bahwa profesi akan mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi”. Kode etik Profesi Akuntan Publik adalah aturan etika yang harus dipatuhi oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia maupun bukan anggota yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP). Menurut peraturan kode etik Akuntan Publik Indonesia tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika bertindak untuk kepentingan publik, setiap Praktisi harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini. Profesi Akuntan
Publik berperan penting atas tangung jawab untuk
menaikan tingkat keandalan suatu laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga para pemangku kepentingan mendapatkan informasi keuangan yang handal dan akurat
30
sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber ekonomi yang ada.
Dilema Etika
2.5.2
Arrens, dkk (2010:62) mengartikan dilema etika sebagai situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukanya. Didalam audit, contoh dari dilemma etika adalah ketika klien meminta auditor untuk cepat dalam pekerjaan audit tetapi tim audit tidak dibantu secara maksimal dalam menyediakan data dan informasi secara cepat pula. Menurut Arrens, dkk (2010: 64). Dilema etika dapat diatasi dengan beberapa langkah berikut: 1. Memperoleh fakta yang relevan. 2. Mengidentifikasikan isu etika berdasarkan fakta tersebut. 3. Menentukan siapa yang akan terkena pengaruh dari
keluaran
(outcome)
dilema tersebut dan bagaimana cara setiap pribadi atau kelompok itu dipengaruhi. 4. Mengidentifikasikan berbagai alternatif yang
tersedia bagi pribadi yang
harus menyelesaikan dilema tersebut. 5. Mengidentifikasikan konsekuensi yang mungkin terjadi pada setiap alternative 6. Memutuskan tindakan yang tepat untuk dilakukan.
31
2.5.3
Prinsip Dasar Etika Profesi Akuntan Publik
a) Prinsip Integritas Setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan professional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaanya. b) Prinsip Objektivitas. Setiap
Praktisi
tidak
boleh
membiarkan
subjektivitas,
benturan
kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain mempengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya. c) Prinsip Kompetensi serta kecermatan dan kehati-hatian professional (Professional competence and due care) Setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap Praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. d) Prinsip kerahasiaan Setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan professional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainya yang
32
berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak keiga. e) Prinsip Perilaku Profesional Setiap Praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.