BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kepuasan Kerja Karyawan
2.1.1 Pengertian kepuasan kerja karyawan Aspek terpenting untuk menciptakan loyalitas karyawan adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada karyawan melalui pengembangan karier yang dapat terwujud ke dalam tugas, tanggungjawab, wewenang serta kompensasi yang sesuai atau bahkan melebihi harapannya. Simamora (2006) menyatakan kepuasan (satisfaction) merupakan istilah evaluatif mengenai tingkat kesesuaian antara harapan dengan kenyataan yang terjadi, yang dapat digambarkan dalam suatu sikap suka atau tidak suka. Simamora (2006) juga menyebutkan bahwa dua pekerjaan manajer sumber daya manusia yang paling penting adalah produktifitas karyawan (employee productivity) dan kepuasan kerja (job satisfaction). Faktor penting yang mempengaruhi kedua bidang tersebut adalah bagaimana desain pekerjaan seperti pengembangan karier dalam proses pekerjaan tersebut dibuat dan dilakukan oleh karyawan serta kompensasi terhadapnya. Kepuasan kerja merupakan sikap umum karyawan terhadap perusahaan, tunjangan moneter dan sikap terhadap manajemen. Jika kepuasan kerja sudah tercipta, maka kinerja karyawan yang dapat diukur dari produktifitas karyawan akan dapat tercapai. Menurut Handoko (2001) kepuasan kerja (Job Satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
10
11
seseorang terhadap pekerjaannya. Ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah-masalah personalia lainnya. Menurut Malthis (2006) kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi, secara umum adalah kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan, hubungan antara supervisor dengan tenaga kerja, dan kesempatan untuk maju. Setiap dimensi menghasilkan perasaan puas secara keseluruhan dengan pekerjaan itu sendiri. Tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Malik, et al. (2010) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kepuasan kerja, kualitas supervisi dan kepuasan akan kompensasi berpengaruh signifikan kepada komitmen organisasi sehingga perusahaan selalu dapat mempertahankan produktivitas karyawannya. Dari beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja karyawan, merupakan sikap karyawan terhadap bagaimana mereka memandang pekerjaannya. Kepuasan karyawan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan karyawan.
Kepuasan atau ketidakpuasan karyawan adalah respon
karyawan terhadap evaluasi tingkat kesesuaian antara harapan sebelumnya dan kinerja desain pekerjaan aktual yang dirasakan oleh karyawan. Jadi, tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya dan karirnya merupakan fungsi dari
12
perbedaan antara kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karier yang dirasakan dengan harapan karyawan. Apabila kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan kariernya tidak sesuai dengan harapan atau harapan melebihi kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan kariernya, maka karyawan akan kecewa. Apabila kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan kariernya sesuai dengan harapan atau bahkan melebihi harapannya, karyawan akan merasa sangat puas.
2.1.2 Teori kepuasan kerja Beberapa teori disajikan untuk menjelaskan mengapa orang menyenangi pekerjaannya, walaupun antara satu teori dengan teori yang lain saling menunjukkan prinsip yang berbeda. Rivai (2004) menyatakan pada umumnya ada 3 (tiga) teori yang sering dibahas dan digunakan. Teori yang pertama dipelopori oleh Porter (1961), adalah Teori Perbandingan Intrapersonal (Intrapersonal Comparison Process) dikenal juga dengan Discrepancy Theory, kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari suatu perbandingan yang dilakukan oleh dirinya sendiri terhadap berbagai macam hal yang mudah diperolehnya dari pekerjaan dan menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar. Teori yang kedua dikemukakan oleh Zalesnik (1958), dan dikembangkan oleh Adams (1963), adalah yang dikenal sebagai teori Keadilan atau Equity Theory,
13
yang menyatakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasa adanya keadilan (equity). Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor ataupun di tempat lain. Teori yang ketiga yaitu teori dua faktor (Two factor theory) teori ini dikemukakan oleh Herzberg menyimpulkan bahwa ketidakpuasan kerja dan kepuasan kerja muncul dari dua variabel yang terpisah. Variabel penyebab ketidakpuasan disebut dengan variabel hygiene didalamnya termasuk gaji, kondisi kerja dan kebijakan organisasi. Variabel penyebab kepuasan kerja disebut dengan motivator terdiri dari prestasi, pengetahuan, tanggung jawab dan kemajuan, dimana semuanya berkaitan dengan isi pekerjaan dan prestasi kerja. Dari ketiga teori yang dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa kepuasan orang dalam bekerja ditandai oleh dekatnya jarak antara harapan dan kenyataan yang didapat sesuai dengan harapannya, dan demikian juga yang diterima rekan sekerja lain adalah sama atau adil seperti yang diterima sesuai dengan pengorbanannya.
2.2
Pengembangan Karier
2.2.1 Karier Sumber daya manusia merupakan ujung tombak perusahaan, karena keberhasilan perusahaan sangat didukung oleh kualitas dan kompetensi sumber daya manusianya. Perusahaan harus mampu menciptakan loyalitas kerja bagi karyawannya karena mereka merupakan asset penting yang harus dipertahankan,
14
dipelihara dan dikembangkan oleh perusahaan. Salah satu cara untuk menciptakan loyalitas kerja karyawan adalah dengan memperhatikan pengembangan karier mereka, baik karier yang berpusat pada organisasi maupun karier yang berpusat pada individu karyawan. Soeprihanto
(2000)
menyatakan
bahwa
karier
atau
career
adalah
menunjukkan perkembangan para karyawan secara individu dalam jenjang jabatan atau kepangkatan yang dapat dicapai selama masa kerja dalam suatu organisasi. Malthis (2006) mengatakan karier (career) adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja yang ditempati oleh seseorang sepanjang hidupnya. Orang–orang mengejar karier untuk memenuhi kebutuhan individual secara mendalam yang nantinya harus dapat diselaraskan dengan kebutuhan organisasional. Karier merupakan serangkaian pengalaman peran yang diurut dengan tepat menuju kepada peningkatan tingkat tanggung jawab, status, kekuasaan, imbalan dan jabatan (Sedarmayanti, 2007). Umar (2008) mengatakan karir seringkali dikaitkan dengan kemajuan (advanced) dimana konsep dasar karier dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut. 1) Karier sebagai suatu urutan promosi atau transfer ke jabatan-jabatan yang lebih besar tanggung jawabnya atau ke lokasi-lokasi yang lebih baik selama kehidupan seseorang. 2) Karier sebagai petunjuk pekerjaan yang membentuk suatu pola kemajuan yang sistematik dan jelas (membentuk satu jalur karier). 3) Karier sebagai sejarah pekerjaan seseorang atau serangkaian posisi yang dipegang selama kehidupan kerja.
15
Dari keempat definisi para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa karier adalah urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, serta aspirasi-aspirasi seseorang selama rentang hidup pekerjaan orang tersebut.
2.2.2 Pengembangan karier Memahami pengembangan karier didalam sebuah organisasi membutuhkan suatu pemeriksaan atas dua proses yaitu bagaimana masing-masing orang merencanakan dan menerapkan tujuan-tujuan kariernya (perencanaan karier) dan bagaimana
organisasi
merancang
dan
menerapkan
program-program
pengembangan kariernya (manajemen karier). Menurut Martoyo (2007) pengembangan karier karyawan seharusnya memang tidak hanya tergantung dari usaha-usaha individual saja, tetapi harus didukung oleh kepentingan organisasi. Untuk sinkronnya maka pihak organisasi dalam hal ini departemen personalia dapat mengatur perkembangan karier karyawan dan akan lebih mantap lagi apabila pimpinan organisasi merestui program-program pengembangan karier yang ditetapkan oleh departemen personalia. Macris dan Mayer (2006) menyebutkan bahwa penetapan rencana karier adalah satu langkah untuk menuju suatu jenjang karier pimpinan. Seorang pimpinan adalah orang yang mampu mengatur, mengawasi, dan mengontrol, sehingga untuk meraih jenjang karier sampai menduduki jabatan di level paling atas atau pimpinan, seorang perencana memerlukan pemahaman tentang standar kepemimpinan, seperti keahlian
16
memimpin,
mendelegasikan
wewenang
dan
tanggung
jawab,
sampai
penganggaran. Sebagai perencana dan pengambil keputusan diperlukan skill manajemen yang tidak hanya bisa kita pelajari dari teori tetapi juga melalui berbagai pengalaman. Untuk mencapai jenjang karier pada level pimpinan kita harus mampu mengatur pekerjaan dengan baik dan mampu mengatur sebuah tim. Simamora (2006) menyatakan pengembangan karier melalui perencanaan karier dan manajemen karier. Perencanaan karier (career planning) adalah proses individu karyawan mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk mencapai
tujuan-tujuan
kariernya.
Perencanaan
karier
melibatkan
pengidentifikasian tujuan-tujuan yang berkaitan dengan karier dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen karier
(career
management) adalah proses melaluinya organisasi memilih, menilai, menugaskan dan mengembangkan para karyawannya guna menyediakan sekumpulan orangorang yang berbobot guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang. Jadi agar pengembangan karier berjalan dengan baik, maka harus diciptakan keselarasan antara perencanaan karier yang dilakukan oleh karyawan dengan manajemen karier yang diterapkan oleh organisasi. Pengembangan karier (Utama dkk, 2001) adalah peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karier dan peningkatan oleh departemen personalia untuk mencapai suatu rencana kerja sesuai dengan jalur atau jenjang organisasi. Betapapun baiknya suatu rencana karier yang telah dibuat oleh seorang pekerja disertai oleh suatu tujuan karier yang wajar dan realistik,
17
rencana tersebut tidak akan menjadi kenyataan tanpa adanya pengembangan karier yang sistematik dan programatik. Soeprihanto (2000) menyatakan pengembangan karier adalah suatu kemungkinan-kemungkinan seorang karyawan sebagai individu dapat naik pangkat atau jabatan yang dihubungkan dengan kemampuan dan persyaratan karyawan tersebut sehingga dapat tercapai kepuasan kerja yang mendorong peningkatan prestasi dan perkembangan pribadinya, disesuaikan dengan rencana yang telah diatur oleh organisasi. Moekijat (2007) menyatakan pengembangan karier adalah tindakan-tindakan perseorangan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai suatu rencana karier yang ditetapkan oleh departemen sumber daya manusia. Dari keempat pendapat di atas dapat dikatakan, pengembangan karier organisasional adalah hasil-hasil yang muncul dari interaksi antara perencanaan karier individu karyawan dengan proses manajemen karier organisasi. Dimana perencanaan karier karyawan adalah proses sengaja supaya karyawan menyadari diri sendiri, peluang-peluang, kesempatan-kesempatan dan kendala-kendala, pilihan-pilihan, dan konsekuensi-konsekuensi sehingga karyawan mampu mengidentifikasi tujuan-tujuan yang berkaitan dengan kariernya, karyawan dapat menyusun program kerja, pendidikan, waktu dan urutan langkah-langkah yang diambil untuk meraih tujuan karier secara spesifik.
18
2.2.3 Pentingnya pengembangan karier Menjamin terciptanya kondisi yang obyektif, dalam hal ini memberikan kepuasan kemajuan riil yang layak seimbang dengan prestasi kerjanya merupakan tujuan pengembangan karier individu (Soeprihanto, 2000). Sedangkan Sugiono (2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pengembangan karier berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja dan pelatihan merupakan program pengembangan karier yang berpengaruh paling dominan terhadap kepuasan kerja karyawan. Pengembangan karier mempunyai beberapa manfaat (Utama dkk, 2001) sebagai berikut. 1) Meningkatnya kemampuan karyawan, hal ini dicapai melalui pendidikan dan pelatihan dalam proses pengembangan kariernya, karyawan yang dengan sungguh-sungguh mengikuti pendidikan dan latihan, akan mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka, yang dapat diseimbangkan kepada organisasi/perusahaan dimana mereka bekerja 2) Meningkatkan suplai karyawan yang berkemampuan, yaitu jumlah karyawan dengan kemampuan yang lebih tinggi dari sebelumnya akan menjadi bertambah, sehingga memudahkan pihak pimpinan/manajemen untuk menempatkannya dalam job atau pekerjaan yang lebih tepat.
Flippo
(Moekijat,
2007)
mengatakan
ada
tiga
manfaat
program
pengembangan karier yaitu sebagai berikut. 1) Penilaian kebutuhan karier, dapat membantu pegawai dalam menilai kebutuhan karier internnya sendiri.
19
2) Kesempatan karier, dapat mengembangkan dan mengumumkan atau memberitahukan
kesempatan-kesempatan
karier
yang
ada
dalam
organisasi. 3) Penyesuaian
kebutuhan
dengan
kesempatan,
dapat
menyesuaikan
kebutuhan dan kemampuan pegawai dengan kesempatan-kesempatan karier yang ada.
Menurut Wilmott (Motivation by Career Development:Part I;2006) ada beberapa dampak dari pengembangan karier, yaitu. 1) Joy and Resentment (Kesenangan dan Kegusaran), bagi karyawan yang memiliki kompetensi dan keahlian yang baik akan merasa senagn karena mendapat kesempatan karir, sedangkan karyawan yang merasa memiliki kemampuan yang kurang dalam pekerjaannya akan merasa gusar dan takut kehilangan posisi/jabatan. 2) Individual Job Performance vs Organizational Career Management (Kinerja Jabatan Individu vs Manajemen Karir Organisasi), perbedaan persepsi antara kinerja jabatan yang dilakukan karyawan dengan manajemen karier yang diterapkan oleh organisasi. Di satu sisi karyawan ingin mengembangkan karier pribadi dan disisi lain karyawan juga harus menyelaraskannya dengan manajemen karier yang telah ditetapkan oleh organisasi untuk mencapai tujuan bersama. 3) Evaluating Performance (Evaluasi Kinerja), saat evaluasi kinerja dilakukan tiap tahun bagi organisasi maupun karyawan, akan menuntut pencapaian tujuan dan tanggung jawab pada kompetensinya.
20
4) No Surprise (Tidak ada kejutan) karena semua sudah terduga, dimana hasil dari kinerja akhir tahun dapat diperkirakan melalui input karyawan dan organisasi. 5) Skill
and
Knowledge
Development
(Pengembangan
Keahlian/Keterampilan dan Pengetahuan), dimana kinerja karyawan akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan keahlian dan pengetahuan karyawan secara terus menerus agar mampu beradaptasi menghadapi perubahan.
Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat dikatakan bahwa dengan adanya pengembangan karier organisasional terdapat dua sisi yang bisa kita cermati, yaitu dari sisi karyawan akan dapat diperoleh gambaran bagi para karyawan mengenai jabatan-jabatan yang dapat atau mungkin dicapai oleh mereka di masa yang akan datang, serta persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencapai jabatan-jabatan tersebut. Dari sisi organisasi, kemampuan karyawan dapat ditingkatkan yang nantinya mempengaruhi peningkatan produktivitas, dapat meningkatkan suplai karyawan yang kompeten yang sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan karier yang telah diumumkan. Namun dalam melaksanakan pengembangan karier, organisasi juga harus memperhatikan dampak yang mungkin timbul, baik yang bersifat positif maupun negatif, sehingga kita dapat segera mengantisipasi permasalahan yang mungkin akan terjadi dengan mengambil tindakan terbaik agar program pengembangan karier ini berhasil sesuai dengan harapan karyawan dan organisasi.
21
2.3
Desain Program Pengembangan Karier
2.3.1 Pengertian desain program pengembangan karier Desain
Program
Pengembangan
Karier
adalah
merancang program
peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karier dan peningkatan oleh departemen personalia untuk mencapai suatu rencana kerja sesuai dengan jalur atau jenjang organisasi (Utama dkk, 2001). Organisasi atau perusahaan tidak boleh lepas tangan dalam mengimplementasikan program pengembangan karier. Untuk itu organisasi atau perusahaan merumuskan bantuan kepada individu sebagai pekerja, dalam manajemen pengembangan karier mereka masing-masing. Untuk merealisasikan bantuan tersebut maka dibuatlah desain program pengembangan karier secara integral. Soeprihanto (2000) menyatakan program pengembangan karier adalah suatu kegiatan manajemen untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan secara teori dan ketrampilan, serta aplikasinya dalam memecahkan permasalahan untuk mencapai suatu rencana karier tertentu. Moekijat (2007) menyatakan program pengembangan karier adalah rancangan gagasan-gagasan atau konsepsi-konsepsi akademik yang dilakukan oleh organisasi untuk mengadakan perbaikan kepribadian yang dilakukan untuk mencapai rencana karier pribadi. Dari ketiga definisi tersebut dapat dikatakan bahwa desain program pengembangan karier adalah rancangan mengenai peningkatan pengetahuan dan ketrampilan karyawan berdasarkan rencana karier karyawan sesuai dengan jalur dan jenjang serta rencana kerja organisasi.
22
2.3.2 Tahap desain program pengembangan karier Desain program pengembangan karier akan dapat membantu para manajer dalam membuat keputusan yang kreatif mengenai pengembangan karier para pekerja. Terdapat tiga tahapan dalam menyusun desain program pengembangan karier (Utama dkk, 2001), sebagai berikut. 1) Tahap
perencanaan
karier,
fase
perencanaan
merupakan
aktivitas
menyelaraskan rancangan pekerja dan rancangan organisasi mengenai pengembangan karier di lingkungannya. Tujuan tahap perencanaan karier adalah: mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya, membantu para pekerja memilih jalur pengembangan karier sesuai dengan jalur yang tersedia, memperbaiki kekurangan atau kelemahan pekerja yang menunjukkan kesungguhandan membutuhkannya untuk mewujudkan karier yang sukses. Pelaksanaan tahap perencanaan karier yang dapat dilakukan : pusat perencanaan karier SDM, pusat pengembangan tes psikologis, pusat penilaian karya atau pekerjaan.
2) Tahap pengarahan karier, tahap ini bermaksud untuk membantu para pekerja agar mampu mewujudkan perencanaannya menjadi kenyataan, yakni dengan cara memantapkan tipe karier yang diinginkan, dan mengatur langkahlangkah yang harus ditempuh untuk mewujudkannya. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam tahapan ini: pengarahan dengan menyelenggarakan
konseling
karier,
dan
pendekatan
dengan
menyelenggarakan pelayanan informasi karier yang meliputi; sistem pemberitaan pekerjaaan secara terbuka, menyediakan informasi inventarisasi
23
kemampuan yang dapat dan boleh diketahui oleh setiap pekerja, informasi tentang aliran karier berupa chart yang menunjukkan kemungkinan arah dan kesempatan yang tersedia di dalam organisasi, menyelenggarakan pusat sumber pengembangan karier berupa himpunan bahan-bahan yang berhubungan dengan pekerjaan dan jabatan dalam bentuk buku atau kaset.
3) Tahap pengembangan karier, tahap berupa tenggang waktu yang dipergunakan pekerja untuk memenuhi persyaratan yang memungkinkannya melakukan gerak dari suatu posisi ke posisi lain yang diinginkannya. Dalam tahap ini pekerja dapat: memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, memperbaiki dan meningkatkan keterampilan, memperbaiki sikap dan moral. Kegiatan yang dapat dilakukan dalan tahap pengembangan adalah : (1)
Menyelenggarakan sistem mentor, yaitu cara pengembangan dengan menyelenggarakan hubungan antara pekerja senior dan yunior sebagai kolega atau teman kerja. Pekerja senior yang bertindak sebagai mentor membimbing dengan cara: memberikan keteladanan kepada yunior, membantu dan mengatur dalam proses menghubungi pejabat untuk mendapatkan informasi karier, memberikan dukungan secara umum (modal atau dorongan) kepada yunior untuk pengembangan karier.
(2)
Pelatihan, yang diilakukan dengan menyelenggarakan coaching sambil melaksanakan pekerjaan sehari-hari atau melakukan diskusi secara spontan berkaitan dengan pengembangan karier. Langkah-langkah yang dapat ditempuh: 1) Pekerja berusaha mendapatkan kesempatan mendemonstrasikan ketrampilan atau minat kerjanya yang baru, dalam
24
mewujudkan tujuan bisnis organisasi contohnya seorang salesman yang bekerja keras supaya dapat menjadi supervisor, 2) Pekerja berusaha menghimpum umpan balik untuk mengetahui kelemahankelemahannya dan menunjukkan kesungguhan dalam mengatasinya, 3) Pekerja berusaha menunjukkan kemampuannya dalam menyesuaikan minat kerjanya dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam organisasi, 4) Pekerja berusaha memahami kelemahan–kelemahan dalam pengalaman kerjanya dan berusaha untuk tidak mengulanginya, 5) Pekerja harus memiliki keberanian menyampaikan keinginannya untuk memperoleh kesempatan dalam mewujudkan pengembangan kariernya. (3)
Rotasi jabatan, dilakukan dengan cara menugaskan pekerja untuk berbagai jabatan, melalui proses pemindahan secara horisontal, sesuai keterampilan dasar yang dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas yang baru. Langkah yang dapat diambil : melakukan pemindahan suatu jabatan ke jabatan lain atas dasar keterampilan dan kemampuannya dalam melaksanakan tugasnya pada jabatan yang baru. Harapan rotasi jabatan adalah memperluas pengalaman para pekerja sehingga membuat pekerja lebih fleksibel dalam memilih aliran/jalur kariernya. Pekerja yang tidak pernah mengalami rotasi jabatan, akan sangat terikat pada satu aliran atau pengembangan karier sehingga peluangnya menjadi terbatas.
25
(4)
Program bea siswa atau ikatan dinas, hal ini dilakukan agar pekerja dapat mengantisipasi lingkungan bisnis yang dapat berubah secara cepat dan semakin kompetitif. Program bea siswa sebagai pendukung upaya
pekerja
untuk
meningkatkan
pendidikannya
diluar
organisasi/perusahaan baik berupa program pendidikan formal maupun non formal. Langkah yang dapat ditempuh : penyediaan dana untuk mengikuti seminar, atau lokakarya di dalam dan di luar negeri, mengikuti pendidikan lanjutan khusus program gelar.
Program pengembangan karier menurut Schneke Mel E, et.al (Relationships Between Frequency of Career Management Practices and Employee Attitudes, Intention to Turnover and Job Search Behavior; Journal of Organitational Culturel, Communication and Conflict. Cullowhee: 2007) meliputi. 1)
Persiapan perputaran atau perpindahan posisi jabatan, yaitu mempersiapkan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan karyawan untuk melaksanakan tugas atau posisi jabatan yang baru.
2)
Perilaku pencarian jabatan, yaitu menyediakan informasi mengenai posisi atau jabatan yang ada dan yang mungkin diraih serta menyediakan informasi tentang inventarisasi kompetensi karyawan.
3)
Konseling karier, yaitu konsultasi mengenai jalur karier yang cocok bagi karyawan sesuai dengan posisi atau jabatan yang tersedia.
4)
Pelatihan, yaitu memberikan pelatihan kepada karyawan baik untuk meningkatkan ketrampilan yang telah dimiliki maupun memberikan ketrampilan baru yang mendukung jenjang karier karyawan berikutnya.
26
5)
Mentoring, yaitu memberikan bimbingan atau arahan kepada karyawan melalui atasan langsung untuk mempersiapkan karyawan kepada jenjang karier berikutnya.
6)
Jalur karier, yaitu menyediakan sistem jalur karier yang terbuka bagi setiap karyawan untuk memantapkan pilihan karier karyawan berikutnya.
7)
Simulasi karier, yaitu pengujicobaan karier dengan memberikan kesempatan jabatan/posisi baru yang bersifat sementara dalam pelaksanaan tugas khusus untuk melihat kemampuan karyawan sehingga mereka dapat menentukan arah jalur karier yang cocok.
Rivai (2005:88) mengatakan ada tiga unsur pokok pengembangan karier yang dilakukan oleh organisasi, yaitu sebagai berikut. 1)
Pendidikan karier, dengan memberikan pendidikan formal seperti program umum oleh perguruan tinggi maupun pendidikan non formal seperti mengikuti pelatihan, seminar, lokakarya oleh para konsultan sehingga meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan untuk menduduki jenjang karier berikutnya.
2)
Konseling karier, dengan penyuluhan karier untuk mengetahui minat, keterampilan, mengadakan tes psikologis agar karyawan dapat memilih jalur karier yang sesuai dan tepat.
3)
Bimbingan karier, untuk memantapkan tujuan karier dengan sistem mentoring atasan untuk mempersiapkan karyawan kepada jenjang karier berikutnya.
27
Beberapa program pengembangan karier yang dapat dilakukan organisasi menurut Moekijat (2007), sebagai berikut. 1)
Pendidikan karier, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai untuk membantu mereka dalam usahanya mencapai kemajuan karier.
2)
Informasi karier, menyediakan informasi mengenai jalur karir, jabatan karier yang tersedia, uraian jabatan dan persyaratan jabatan yang berguna bagi pegawai untuk memperkirakan tujuan-ujuan karier berikutnya.
3)
Penyuluhan karier, untuk membantu pegawai menemukan tujuan karier yang layak sesuai dengan minat dan kemampuan pegawai.
Langkah-langkah yang dapat dipakai sebagai pedoman bagi karyawan dalam menjalani proses pengembangan karir menurut Osif (Career Issues, Part 2. Academic Research Library, Summer 2007) sebagai berikut. 1)
”Change the changeable, accept the unchangeable, and remove your self from the unacceptable”, disini kta harus mampu mengikuti perubahan jika arus berubah dan juga mampu menerima, jika sesuatu tersebut memang tidak bisa dirubah. Sehingga kita selalu bisa menjadi orang yang dapat diterima dalam segala kondisi.
2)
“Determination gives you the resolve to keep going in spite of the roadblocks that lay before you”, penerapan program yang ketat akan memberi
kita
jalan
keluar
untuk
melangkah.
Ikutilah
selalu
aturan/prosedur/standar yang telah ditetapkan, sehingga kita selalu berada pada jalur yang semestinya.
28
“Never become so much of an expert that you stop gaining expertise. View
3)
life as a continuous learning experience”, janganlah menjadi seorang ahli yang hanya memiliki teori saja tanpa praktik atau tanpa mengaplikasikan keahlian. Jadikanlah hidup dan pengalaman sebagai proses pembelajaran yang berlangsung secara terus menerus. “Expect the best, plan for the worst, and prepare to be surprised”, selalu
4)
mengharapkan yang terbaik, menyiapkan rencana untuk situasi yang terburuk, dan selalu mempersiapkan diri untuk mengatasi berbagai kejutan yang terjadi di masa yang akan datang.
Dari beberapa teori dan pendapat para ahli yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam melaksanakan desain program pengembangan karier terdapat dua proses persiapan yang dapat kita lakukan, yaitu: pertama mempersiapkan pelaksanaan pengembangan karier tersebut dari sisi organisasi, yang
meliputi
tahap
perencanaan
karier
(perencanaan
karier
SDM,
pengembangan tes psikologis, penilaian karya atau pekerjaan), tahap pengarahan karier (konseling karier, pelayanan informasi karier, simulasi karier) dan tahap pengembangan karier (sistem mentor, pelatihan, rotasi jabatan, beasiswa atau ikatan dinas). Kedua mempersiapkan pelaksanaan pengembangan karier tersebut dari sisi karyawan, yang meliputi sikap atau perilaku, yakni selalu menjadi orang yang dapat diterima, mengikuti aturan yang telah ditetapkan, menjadi seorang ahli selain bersifat teoritis juga praktis dengan selalu melakukan proses pembelajaran, serta berfikir positif dengan mempersiapkan diri untuk menghadapi kejutan yang akan terjadi di masa yang akan datang.
29
2.4
Evaluasi Program Pengembangan Karier
2.4.1 Pengertian evaluasi program pengembangan karier Evaluasi program pengembangan karier adalah proses untuk menilai apakah program pengembangan karier berhasil atau tidak. Setelah desain program pengembangan karier disusun, kemudian dilaksanakan, kita harus menilai dan mengukur sampai dimana program tersebut berhasil diterapkan. Alat ukur yang dapat dipakai untuk menilai desain program pengembangan karier adalah dengan menganalisis bagaimana efektivitas karier karyawan (Simamora, 2006). Pada saat mengevaluasi kinerja program pengembangan karir, pihak manajemen harus fokus kepada peningkatan keahlian dan kompetensi karyawan yang yang selaras dengan peningkatan posisi atau jabatan yang diikuti oleh peningkatan balas jasa yang akhirnya mempengaruhi sikap dan perilaku serta loyalitas karyawan Wilmott (Motivation by Career Development: Part I;2006). Moekijat (2007) berpendapat bahwa evaluasi terhadap proses pengembangan karier merupakan penilaian terhadap berhasil atau tidaknya suatu organisasi memenuhi apa yang ingin dicapai oleh pegawainya yang diikuti oleh perubahanperubahan pribadi baik sikap dan perilaku yang dilakukan pegawai untuk mencapai suatu rencana karier. Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa evaluasi program pengembangan karier merupakan penilaian atas keberhasilan atau ketidakberhasilan dari program pengembangan karier yang telah dilaksanakan, yang dapat diukur dengan efektifitas karier karyawan melalui sikap, prilaku serta loyalitas karyawan.
30
2.4.2 Efektifitas karier Soeprihanto (2000) efektifitas karier karyawan merupakan bentuk terciptanya kondisi yang obyektif pada individu karyawan, dalam hal ini memberikan kepuasan kemajuan riil yang layak seimbang dengan prestasi kerjanya. Sehingga sejak awal yang bersangkutan dapat mempersiapkan diri atau dipersiapkan untuk mencapai cita-citanya. Keberhasilan program pengembangan karier dapat dinilai dengan mengukur efektifitas karier karyawan. Terdapat empat karakteristik efektivitas karier karyawan (Simamora, 2006), yaitu. 1)
Kinerja karier, yaitu indikator paling populer dari kinerja karier adalah posisi jabatan yang diikuti oleh kompensasi yang menyertainya. Pada umumnya semakin cepat seseorang menanjak di jenjang organisasional dan diikuti oleh kompensasi yang pantas atas prestasinya, maka semakin tinggi tingkat kinerja kariernya. Kinerja karier berhubungan langsung dengan kepuasan kerja karyawan.
2)
Sikap-sikap karier, yaitu mengacu kepada cara-cara individu melihat dan mengevaluasi karier mereka. Individu memiliki sikap karier positif juga akan memiliki persepsi-persepsi dan evaluasi positif mengenai karier. Sikap positif memiliki implikasi penting bagi organisasi karena dengan sikap positif individu dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik. Sikap-sikap karir berhubungan langsung dengan komitmen karyawan terhadap organisasi
31
3)
Adaptabilitas karier, yaitu kemampuan menghadapi perubahan dan ketidakpastian, karena perubahan hal yang paling dominan dihadapi oleh individu maupun organisasi. Individu yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan ini menanggung resiko keusangan dan kehilangan pekerjaan. Adaptabilitas karier menyiratkan aplikasi pengetahuan, keahlian dan teknologi paling dominan dalam sebuah karier.
4)
Identitas karier, yaitu memiliki dua komponen penting, yaitu : pertama, individu mempunyai kesadaran yang konsisten dan jelas menyangkut minatminat, nilai-nilai dan ekspektasi mereka untuk masa depan dalam kaitan dengan karier. Kedua, individu melihat hidup mereka konsisten sepanjang waktu, yang berkaitan dengan proses pengembangan karier. Identitas karier berkaitan secara langsung dengan loyalitas kerja karyawan.
Keberhasilan penerapan variasi program pengembangan karier berhubungan positif terhadap kepuasan karyawan yang ditunjukkan melalui komitmen kerja karyawan pada organisasi. Hal ini dapat tercermin melalui sikap-sikap dan perilaku karyawan berdasarkan pendapat Schneke Mel E, et.al. (2007), dikatakan bahwa efektifitas karier karyawan dapat dilihat dari tingkat loyalitas dan komitmen karyawan sehingga mampu meningkatkan produktifitas dan prestasi kerjanya, serta cara pandang karyawan dalam melihat kariernya sehingga mampu membangkitkan semangat kerja yang membuat karyawan berusaha dengan sungguh-sunguh mempersiapkan diri untuk mencapai jenjang karier yang diinginkan.
32
Evaluasi karier karyawan merupakan bagian dari penilaian mengenai apa yang ingin diraih oleh pegawai. Terdapat 5 keinginan pegawai dalam menilai efektifitas karirnya (Moekijat, 2007), yaitu. 1)
Keadilan karier, pegawai menginginkan keadilan dalam sistem promosi dalam hubungannya dengan kesempatan-kesempatan untuk kemajuan karier.
2)
Masalah pengawasan langsung, pegawai menginginkan pengawas langsung memainkan peranan
yang aktif dalam pengembangan karier dan
memberikan umpan balik atas pelaksanaan pekerjaan pada waktu yang tepat. 3)
Kesadaran
akan
kesempatan-kesempatan,
pegawai
menginginkan
pengetahuan tentang kesempatan-kesempatan untuk kemajuan karier. 4)
Minat pekerjaan, pegawai menginginkan sejumlah informasi yang berlainan dan mempunyai tingkat-tingkat minat yang berlainan dalam kemajuan karier, tergantung kepada berbagai faktor.
5)
Kepuasan karier, pegawai tergantung pada usia dan pekerjaannya, mempunyai tingkat-tingkat kepuasan karier yang berbeda.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka efektifitas karier karyawan merupakan hasil penilaian individu karyawan terhadap program pengembangan karier organisasi yang dapat tercermin dari kinerja karier, sikap-sikap karier, adaptabilitas karier serta identitas karier. Keempat indikator tersebut merupakan kriteria yang tepat untuk mengukur efektifitas karier karyawan.
33
2.4.3 Posisi perkembangan karier kayawan Sebagian orang menganggap karier (career) sebagai promosi di dalam organisasi. Kata ”karier” dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda (Simamora, 2006). Dari satu perspektif, karier adalah urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama masa hidupnya. Ini merupakan karier yang obyektif. Meskipun begitu, dari perspektif lainnya karier terdiri atas perubahanperubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Ini merupakan karier yang subyektif. Kedua perspektif tersebut, obyektif dan subyektif, terfokus kepada individu. Kedua perspektif tersebut menganggap bahwa orang memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka sehingga mereka dapat memanipulasi peluang agar memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karier mereka. Perspektif tersebut lebih jauh menganggap bahwa aktivitas-aktivitas sumber daya manusia haruslah mengenali tahap karier (career stage), dan memantau karyawan dengan tugastugas pengembangan yang mereka hadapi pada setiap tahap karier. Program-program karier perlu disesuaikan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan unik individu pada berbagai tahap kehidupan dan karier mereka. Terdapat tiga tahap pengembangan karier (Simamora, 2006) sebagai berikut. 1) Karier awal (1) Mengenali minat, yaitu aspirasi awal mempengaruhi kemungkinan pencapaian statu jenjang pekerjaan yang tinggi kelak dalam karier seseorang. Kalangan karyawan patut dipacu agar mencapai sesuatu yang
34
tinggi karena pada umumnya aspirasi yang lebih tinggi memacu kinerja yang lebih tinggi. (2) Mengeksplorasi beberapa pekerjaan, yaitu organisasi dapat membantu karyawan dalam mengeksplorasi karier dan menyusun karier mereka dengan melakukan rekruitmen, orientasi dan praktik-praktik mentoring yang efektif memberikan tantangan pekerjaan dan tanggung jawab, menawarkan umpan balik kinerja yang konstruktif. Perusahaan harus mendorong karyawan untuk berpartisipasi dalam latihan penilaian diri dan membantu mereka dalam menentukan jalar karier yang realistik, luwes serta memformulasikan rencana-rencana karier. 2) Karier pertengahan Pada tahap ini banyak individu yang mengalami suatu transisi/perubahan, yang akhirnya menjadi krisis pertengahan karier pada beberapa orang. Disini individu menilai ulang pencapaiannya pada saat itu, dan kemungkinan untuk mencapai karier pribadi dan tujuan hidup di masa mendatang. Analisis situasional dan penilaian diri, pemeriksaan alternatif, penetapan tujuan, dan perencanaan dapat membantu individu menghadapi krisis yang terjadi pada tahap karier pertengahan ini. 3) Karier akhir (1) Merencanakan pensiun, yaitu melatih penerus, mengurangi beban kerja, atau mendelegasikan tanggung jawab kepada karyawan yunior. Tugastugas pokok periode karier akhir adalah agar tetap produktif dan menyiapkan diri untuk pensiun yang efektif.
35
(2) Memeriksa minat-minat yang tidak berhubungan dengan kerja, yaitu terlibat dalam perencanaan jangka panjang finalsial mereka dan mencari waktu bersenang-senang dengan pasangan hidupnya serta merencanakan pensiun mereka dengan hati-hati.
Empat tingkatan karier dimana tiap tingkat menunjukkan kebutuhan dan minat karier individu yang berbeda (Moekijat, 2007) sebagai berikut. 1)
Karier percobaan, mulai dengan penjelajahan seseorang individu mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan karier dan biasanya berakhir pada usia kira-kiara 25 tahun dengan tanggung jawab pada pihak individu atas suatu pekerjaan tertentu.
2)
Karier pembentukan/kemajuan, cenderung terjadi pada usia 25 dan 44 tahun, disini individu mengadakan pilihan kariernya dan ada kaitannya dengan prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan dengan tantangan/kesempatannya dan kemajuan sukses pribadi.
3)
Karier-tengah, terjadi kira-kira antara usia 45 dan 64 tahun, yang disebut juga masa stabil dimana merupakan tingkatan pemeliharaan atau mempertahankan jabatan. Tingkatan ini ditandai oleh kelanjutan pola-pola perilaku pekerjaan yang telah ditentukan, diperlukan pembaharuan, pengembangan kecakapan dalam pekerjaan baru sehingga terhindar dari perhentian atau kemunduran sebelum waktunya.
4)
Karier-akhir, semenjak usia 65 tahun sebagai tingkatan kemunduran atau penurunan. Pada tingkatan ini pentingnya karier menjadi berkurang ddan
36
pegawai merencanakan untuk berhenti/mengambil pensiun dan berusaha mengembangkan rasa persamaan diluar lingkungan kerjanya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dinyatakan bahwa, posisi perkembangan karier karyawan melalui suatu rangkaian fase/tahap yang relatif dapat diprediksi, dimulai dengan eksplorasi dan investigasi awal terhadap kesempatan karier, kematangan karier yang kemudian diakhiri dengan pensiun.
2.5
Teori Kompensasi
2.5.1 Pengertian dan tujuan kompensasi Kompensasi adalah semua bentuk reward (penghargaan) atau imbalan yang diberikan oleh perusahaan untuk penggantian atas kinerja pegawai. Menurut Werther dan Davis (1996), “Compensation is what employee receive in exchange for their contribution to the organization (Kompensasi adalah apa yang pegawai terima sebagai balasan terhadap kontribusi mereka kepada organisasi). Sirait (2006) menyatakan bahwa, kompensasi adalah hal yang diterima oleh pegawai, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan bagi upaya pegawai (kontribusi pegawai) yang diberikannya untuk organisasi. Ketidakpuasan akan pembayaran bisa menimbulkan hal-hal seperti berikut. 1) Keinginan untuk mencari imbalan yang lebih, 2) Berkurangnya rasa tertarik pada diri pegawai akan pekerjaannya yang sekarang, 3) Pegawai mencari pekerjaan sambilan di tempat lain, sehingga mutu pekerjaanya yang sekarang tidak diperhatikan,
37
4) Mogok kerja, 5) Keluhan-keluhan, 6) Pegawai mencari pekerjaan yang menawarkan gaji yang lebih tinggi. Tujuan pengelolaan sistem kompensasi di dalam perusahaan adalah untuk menarik dan mempertahankan sumber daya manusia, karena perusahaan memerlukannya untuk mencapai sasaran-sasarannya. Menurut Werther and Davis (1996). Tujuan kompensasi adalah untuk membantu organisasi mencapai tujuan keberhasilan strategis organisasi dan menjamin terjadinya keadilan internal dan eksternal. Mello (2002) menyatakan bahwa, kompensasi, area kunci strategis untuk satu organisasi, berdampak pada satu kemampuan pemberi kerja untuk menarik pelamar, mempertahankan karyawan, dan memastikan tingkat optimal dari kinerja karyawan dalam mencapai sasaran strategis organisasi. Menurut Sofyandi (2008), tujuan diadakannya pemberian kompensasi antara lain sebagai berikut. 1) Untuk menjalin ikatan kerja sama antara pimpinan dengan karyawan. Artinya bahwa dengan terjalinnya kerja sama secara formal akan terbentuk komitmen yang jelas mengenai hak dan kewajiban masing- masing, 2) Memberikan kepuasan kepada karyawan. Artinya bahwa melalui kepuasan yang dirasakan para karyawan, maka karyawan akan memberikan prestasinya yang terbaik, 3) Untuk memotivasi karyawan dalam bekerja, artinya agar karyawan bersemangat dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, 4) Untuk menciptakan disiplin kerja bagi karyawan.
38
2.5.2 Jenis - jenis kompensasi Sofyandi (2008) menyatakan bahwa, kompensasi dapat dikategorikan ke dalam dua golongan besar, yaitu. 1) Kompensasi langsung (direct compensation). Kompensasi langsung adalah suatu balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan karena telah memberikan prestasinya demi kepentingan perusahaan. Kompensasi ini diberikan, karena berkaitan secara langsung dengan pekerjaan yang dilakukan
oleh
karyawan
tersebut.
Sebagai
contoh:
upah/gaji,
insentif/bonus. 2) Kompensasi tidak tangsung (indirect compensation). Kompensasi tidak langsung adalah pemberian kompensasi kepada karyawan sebagai tambahan yang didasarkan kepada kebijakan pimpinan dalam rangka upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan. Tentunya pemberian kompensasi ini tidak secara langsung berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Sebagai contoh: tunjangan hari raya, tunjangan pensiun, termasuk fasilitas-fasilitas dan pelayanan yang diberikan perusahaan.
Simamora (2006) menyatakan bahwa kompensasi merupakan terminologi luas yang berhubungan dengan imbalan finansial yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah organisasi. Terminologi dalam kompensasi adalah: 1) Upah dan gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam
39
(semakin lama jam kerjanya, semakin besar bayarannya). Upah merupakan basis bayaran yang kerap kali digunakan bagi pekerja produksi dan pemeliharaan (pekerja kerah biru). Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja). Jajaran manajemen, staf profesional, klerikal (pekerja kerah putih) biasanya digaji. 2) Insentif. Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau diluar gaji atau upah yang diberikan organisasi. Program insentif disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas, penjualan, keuntungan atau upaya pemangkasan biaya. Tujuannya adalah untuk mendorong dan mengimbali produktivitas karyawan dan efektivitas biaya. 3) Tunjangan. Contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun, dan tunjangan lainnya yang berhubungan dengan kepegawaian. 4) Fasilitas.
Contoh
fasilitas
adalah kenikmatan/fasilitas
seperti
mobil
perusahaan, keanggotaan klub, tempat parkir khusus, dan lain-lain. Fasilitas dapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi eksekutif yang dibayar mahal.
2.5.3 Sistem kompensasi Menurut Siagian (2000), sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi
memperoleh, memelihara dan
mempekerjakan
40
sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi. Shaughnessy (1998) menyatakan bahwa struktur kompensasi sangat berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Komponenkomponen yang ada dalam struktur kompensasi berkaitan erat dengan kinerja karyawan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi. Blackwell
(2007)
menyatakan
bahwa
perubahan
terhadap
struktur
kompensasi para manager tingkat atas menyebabkan menurunya kinerja perusahaan yang berujung pada keluarnya manajer kelas atas tersebut. Penelitian Christian Vandenberghe (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi memediasi hubungan antara kepuasan kompensasi dengan intensi keluar. Ini artinya kepuasan kompensasi dapat meningkatkan kepuasan kompensasi yang berakibat menurunya intensi keluar karyawan. Sistem kompensasi yang diterapkan perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan (Dong, 2007). Sistem kompensasi yang jelas akan meningkatkan produktifitas pekerja, menghemat biaya, dan berpengaruh pada pertumbuhan penjualan. Susanti
(2007)
menyatakan
bahwa
penerapan
sistem
kompensasi
konvensional yang hanya berdasarkan tingkat pendidikan, masa kerja, jabatan yang dienyam dan jam kerja tidak cocok lagi diterapkan didalam perusahaan jasa kesehatan. Banyaknya pekerjaan yang beresiko tinggi dan perbedaan yang mencolok dari berbagai macam karakter pekerjaan yang ada harus dimasukkan dalam struktur kompensasi. Perusahaan kesehatan seperti rumah sakit hendaknya memasukkan resiko pekerjaan dan kinerja dalam struktur kompensasinya. Resiko pekerjaan yang berbeda antara tenaga medis dan non-medis harus dibedakan,
41
sehingga dapat mencerminkan keadilan diantara karyawan. Kinerja antara satu pekerja dengan pekerja lainya juga harus diperhatikan. Pekerja dengan kinerja baik pantas mendapatkan kompensasi lebih tinggi dari pekerja dengan kinerja rendah.
2.5.4 Proses penentuan kompensasi Dessler (2005) menyatakan proses menetapkan taraf gaji sambil memastikan keadilan eksternal dan internal terdiri dari lima langkah yang diuraikan sebagai berikut. 1) Melakukan survei gaji di perusahaan lain untuk pekerjaan yang dapat dibandingkan (untuk membantu memastikan keadilan eksternal); 2) Menentukan nilai setiap pekerjaan dalam organisasi melalui evaluasi pekerjaan (untuk memastikan keadilan internal); 3) Mengelompokkan pekerjaan yang serupa ke dalam taraf pembayaran; 4) Memberi harga setiap taraf pembayaran menggunakan kurva gelombang; 5) Memperbaiki taraf pembayaran yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.