BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. SISTEM REKRUTMEN I. Pengertian Rekrutmen Rekrutmen adalah proses pencarian dan pemikatan para calon guru yang mampu untuk melamar sebagai guru. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 942), rekrutmen memiliki makna pengerahan. Menurut Simamora (2001: 212), rekrutmen adalah serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutup kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Adapun rekrutmen menurut Andrew (dalam Mangkunegara, 2005:2), adalah tindakan atau proses dari suatu usaha organisasi untuk mendapatkan tambahan pegawai untuk tujuan organisasi. Oleh karena itu dalam perekrutan harus melibatkan sumberdaya manusia yang mampu berfungsi sebagai input lembaga yang bersangkutan. Lebih lanjut dikatakan, rekrutmen mencakupi indentifikasi dan evaluasi sumber - sumber, tahapan dalam proses keseluruhan kemudian dilanjutkan dengan mendaftar kemampuan penarikan, seleksi, penempatan dan orientasi. Sedangkan perekrutan menurut Filippo (dalam Hasibuan, 2000: 40), adalah proses pencarian dan pemikatan para calon pegawai yang mampu bekerja di dalam organisasi. Dengan kata lain, perekrutan atau penarikan adalah usaha mencari dan menarik tenaga kerja agar mau melamar lowongan kerja yang ada pada suatu lembaga atau instansi.
Selain pengertian-pengertian tersebut di atas, di lain sisi rekrutmen diartikan sebagai proses mencari tenaga kerja (guru jika dalam lembaga pendidikan) dan mendorong serta memberikan suatu pengharapan dari mereka untuk melamar pekerjaan yang telah disediakan dalam suatu lembaga (Siswanto, 1987: 49) Rekrutmen bagi Susilo Martoyo (2000:21), adalah upaya untuk memperoleh jumlah dan jenis tenega kerja yang tepat untuk memenuhi kebtuhan tenaga kerja yang dibutuhkan guna mencapai tujuan organisasi. Sedangkan pengertian rekrutmen menurut Agus Sunyoto (1999: 67), adalah sebagai kegiatan mengidentifikasikan dan membuat tertarik calon guru atau pekerja untuk mengisi pekerjaan yang tersedia untuk waktu sekarang maupun waktu yang akan datang. Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat dipertegaskan bahwa rekrutmen adalah sebuah cara, perbuatan merekrut atau pemilihan dan pengangkatan orang untuk mengisi lowomgan atau peran tertentu dalam sistem sosial berdasarkan sifat dan status tertentu pula.
II. Identifikasi Kebutuhan dalam Rekrutmen Membuat suatu rencana perekrutan dengan baik, harus dipikirkan secara matang jauh-jauh sebelumnya tentang langka-langka yang akan ditempu agar tindakan-tindakan yang dilakukan hanya kecil kemungkinan mengalami kekeliruan. Hal ini berarti pihak lembaga telah memperkecil resiko yang mungkin timbul baik resiko kekeliruan maupun resiko kegagalan. Begitu pula sebaliknya
jika tidak direncanakan atau dianalisa secara baik, maka hal ini memungkin tindakan-tindakan yang kita lakukan banyak terjadi kekeliruan sehingga dapat menimbulkan pengorbanan yang lebih besar bahkan tujuan yang ditetapkan tidak dapat tercapai. Untuk menghindari atau meminimalisasi kegagalan-kegagalan dan kekeliruan-kekeliruan yang akan terjadi, maka sebelum melakukan perekrutan, tugas pertama yang harus dilakukan seorang pimpinan adalah melakukan anlisis kebutuhan antara lowogan yang disediakan dengan tenaga yang akan dicari untuk mengisi lowongan tersebut. Meminjam bahasa Gushway (1994: 61), pada saat ada lowongan, menjadi pertimbangan pertama-tama adalah apakah kekosongan yang ada perlu diisi? Pertanyaan itu menunjukan bahwa perencanaan perekrutan tenaga kerja, biasanya menekankan pada kebutuhan-kebutuhan tenaga yang sekarang maupun yang akan datang, ditentukan baik dari aspek kualitas maupun kwantitasnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut sedapat mungkin
diramalkan atau
diperkirakan secara baik dan matang. Ramalan-ramalan tentang kebutuhan inipun tergantung kepada perencanaan dan perhitungan-perhitungan yang matang dari lembaga atau organinsasi yang bersangkutan. Langkah pertama dalam penentuan kebutuhan-kebutuhan akan tenaga kerja adalah analisa jabatan (job analysis). Dari uaraian tersebut dapat fahami, bahwa dalam melakukan suatu rencana perekrutan, pertimbangan-pertimbangan yang harus difikirkan adalah mengambil sejumlah keputusan yang mendahului tindakan yang diharapkan. Karena titik akhir dari sebuah perencanaan adalah sebagai suatu keputusan, maka proses pemikiran dan analisis yang logis merupakan suatu alat yang sangat penting dalam
menentukan kebutuhan akan tenaga kerja. Jika hal itu telah dilakukan, maka bagian dari kepegawaian dalam sebuah lembaga harus dapat menyediakan tenaga kerja (guru) secara lebih tepat agar sesuai dengan kebutuhan lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain, lembaga harus mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek. Oleh karena itu dalam pelaksanaan fungsi tersebut ada baiknya perlu ditentukan terlebih dahulu 1. kualitas atau mutu tenaga yang diinginkan sesuai persaratan jabatan yang ada 2. jumlah tenaga yang dibutuhkan. Kedua hal tersebut bersifat overall, sehingga diperlukan adanya koordinasi, singkronisasi dan kerja sama dari setiap bidang dalam lembaga atau orginisasi yang bersangkutan agar keterpaduan perencanaan perekrutan dalam lembaga tersebut dapat tercapai. untuk menentukan kuantitas dan kualitas tenaga yang diperlukan, terlebihdahulu diketahui sifat dan kondisi pekerjaan yang memerlukan tenaga yang dimaksud atau dengan kata lain diperlukan adanya analisa jabatan atau analisa kerja (job analysis). Bagaimanapun juga, mutu dan tipe orang yang kita pilih atau kita rekrut sekarang, sebagian besar akan menentukan jenis dan kualitas lembaga atau instansi kita di masa yang akan datang. Ibarat sebuah prodak, rencana-rencana prodak sekarang menentukan pasaran-pasaran di tahun yang akan datang. Oleh karena itu, menurut Allen (1960: 130), perencanaan-perencanaan dan keputusankeputusan yang dibuat sekarang harus mempunyai implikasi jangka panjang.
Dengan kata lain, sebelum diputuskan tindakan apa yang besok, harus ditentukan terlebih dahulu apakah tindakan tindakan itu akan membantu atau merintangi kemajuan kearah tujuan yang hendak dicapai. Sebelum melakukan perekrutan, perencanaan sumberdaya manusia merupakan suatu keharusan agar dapat terwujudnya “action plans” yang jelas dan tegas sehingga pada akhirnya dapat mengetahui kualitas yang bagaimana dan sejumlah berapa orang yang akan diperlukan. Bagaimanapun juga analisa pekerjaan atau jabatan merupakan suatu peoses untuk membuat uraian pekerjaan sedemikian rupa sehingga dari uraian tersebut dapat diperoleh keteranganketerangan yang perlu untuk bisa menilai apakah kekosongan itu segerah diisi atau tidak. Sebagaimana William B. (dalam Susilo 2000: 22) mengatakan bahwa analisa pekerjaan adalah suatu proses untuk mengamati atau meneliti suatu pola aktivitas guna menentukan tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang diperlukan atas suatu pekerjaan. Analisa pekerjaan pada hakikatnya sebagai alat pimpinan lembaga atau instansi dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan secara manusiawi. Lebih dari itu, kualifikasi personil atau tenaga yang dubutuhkan dapat dicantumkan dalam analisa jabatan tersebut. Gordon (dalam Moekijat, 1975: 67) mengungkapkan, “Analisa jabatan adalah suatu proses dalam menentukan unsusr-unsur komponen dari suatu jabatan, alat-alat, perlengkapan-perlengakapan atau bahan-bahan yang dipergunakan, latihan khusus, kecakapan-kecakapan, bakat-bakat, pertimbangan-pertimbangan dan keputusan-keputusan yang diperlukan, kecepatan-kecepatan termasuk resiko-
resikonya pada saat pekerjaan tersebut dilakukan”. Dengan kata lain, berharaplah untuk mendapatkan yang terbaik, namun tetap bersiaga akan hal-hal yang terburuk (pen). Analisa pekerjaan juga dapat memberikan manfaat pada perbaikanperbaikan, syarat pekerjaan, suatu perencanaan organisasi dalam sebuah lembaga, mempermudah pekerjaannya, dapat mengetahu secara tepat dan jelas batasan masing-masing jabatan dan hubungan jabatan antara satu dengan yang lainnya dan pada akhirnya datapat terhindar dari duplikasi tugas dalam suatu organisasi atau lembaga. Menurut Susilo Mertoyo (2000:24), dalam melakukan analisa pekerjaan atau jabatan, ada beberapa prinsip-prinsip yang perlu mendapatkan perhatian antara lain: 1. analisa pekerjaan harus memberikan semua fakta yang penting yang ada hubungannya dengan pekerjaan yang bersangkutan 2. analisa pekerjaan harus sering ditinjau kembali dan perlu diperbaiki. Karena posisi-posisi atau kebijakan-kebijakan yang telah ada tidak statis tetapi selalu berubah-ubah baik dari sisi proses, metode maupun aspekaspek lainnya. 3. analisa pekerjaan harus menunjukan unsusr-unsur mana yang paling penting di antara unsur-unsur yang ada 4. analisa pekerjaan harus memberikan informasi yang teliti dan dapat dipercaya.
Mengacu pada beberapa prinsip-prinsip di atas, hal senada juga diungkapkan oleh Alen (1960: 127), bahwa untuk melakukan perencanaan dan analisis pekerjaan secara efektif, maka beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: Pertama, mengumpulkan terlebih dahulu informasi yang tepat. Kedua, mempelajari pemecahan-pemecahan yang mungkin dapat diambil dan memilih alternatif-alternatif yang paling baik.. Ketiga, mengadakan dugaan-dugaan atau ramalan-ramalan dan mengidentifikasi masalah yang sesungguhnya. Berkaitan dengan proyeksi atau ramalan-ramalan dalam pelaksanaan perekrutan tersebut, maka ada dua cara atau metode yang di tawarkan dalam proyeksi ini antara lain: a. Proyeksi Mekanis Dalam memakai proyksi ini, seorang pimpinan menganggap bahwa waktu yang akan datang merupakan suatu lanjutan dari waktu yang lampau dan sekarang tanpa suatu perubahan. Ia mengembangkan suatu gambaran yang jelas mengenai apa yang sudah terjadi sampai sekarang, dengan mengabaikan kekurangan-kekurangan dan memindahkan gambaran-gambaran itu ke waktu yang akan datang serta menganggap bahwa kecenderungan-kecenderungan serupa akan berlangsung terus tanpa ada perubahan. Walaupun ada perubahan, diterima begitu saja tanpa berusaha mengetahui sebab-sebab terjadinya perubahan itu. Proyeksi-proyeksi mekanis ini mungkin hanya cocok untuk jangka pendek. padahal jika mulai melakukan dugaan-dugaan jauh ke depan, maka kemungkinan akan ada perubahan-perubahan yang lebih radikal bertambah
besar. Artinya, proyeksi mekanis ini yang menilai bahwa yang terjadi di waktu lampau itu berlangsung terus tanpa suatu perubahan dan diterima begitu saja, maka akan dapat membawa bahaya-bahaya atau dampak negatif yang seharusnya tidak terjadi. b. Proyeksi Analitis proyeksi ini bertentangan dengan proyeksi mekanis proyeksi analitis memungkinkan kita untuk menggunakan analisa berdasarkan logika dalam membuat ramalan atau dugaan-dugaan sambil menoleh ke belakang untuk menjaring pelajara-pelajaran penting dari pengalaman-pengalaman di masa lampau. Dengan kata lain, berusaha mengetahui sebab-sebab dari peristiwaperistiwa masa lampau, bisa dijadikan sebagai petunjuk yang tepat mengenai bentuknya di waktu yang akan datang. Alex S. Nitisemito menjelaskan, bahwa dalam melakukan suatu perencanaan rekrutmen yang diawali dengan ramalan-ramalan atau dugaandugaan, harus didasarkan pada pengalaman, penghetahuan dan intuisi. Dengan pengalan-pengalaman maka seorang pimpinan dapat membuat perencanaan dan persiapan yang lebih baik dari pada sebelumnya. Karena dengan pengalaman-pengalaman tersebut akan dapat dianalisa kelemahankelemahan serta keunggulan-keunggulan dari perbuatan perencanaan yang lalu yang akan dapat diterapkan untuk bahan pembuatan perencanaan-perencanaan yang akan datang. Namun hanya mengandalkan pengalaman saja untuk membuat suatu analisa dan perencanaan dianggap kurang cukup karena
pengalaman secara pribadi masih sangat terbatas sehingga dibutuhkan juga pengetahuan. Walaupun pada dasarnya antara pengetahuan dan pengalaman hampir sama, yaitu pengetahuan bisa diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang lalu. Tetapi lebih dari itu pengetahuan bisa di ambil dari buku-buku ataupun diperoleh dari hasil pengelaman yang telah dikaji kebenarannya. Untuk dapat menduga dan meramal dengan baik memang diperlukan pengalaman dan pengetahuan, tetapi kadang-kadang pengalaman dan pengetahuan saja masih menimbulkan keragu-raguan keputusan mana yang akan diikuti. Oleh karena itu peran intuisi sangat dapat dimanfaatkan walaupun intuisi itu sendiri tidak terlepas dari pengalaman dan pengetahuan. Kebanyakan peran intuisi itu sangat bermanfaat manakala keputusan yang diambil sifatnya mendadak (1978: 48). Dari berbagai pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan dan analisa jabatan atau pekerjaan (job anlysis) sebelum melakukan perekrutan tenaga-tenaga baru, merupakan sesuatu yang sangat perlu diperhatikan oleh setiap organisasi, lembaga atau instansi yang bersangkutan sehingga tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Pristiwa-pristiwa di waktu yang akan datang biasanya merupakan hasil dari hal-hal yang terjadi sekarang dan di waktu yang lampau. Prinsip ini menyadarkan kepada kita bahwa waktu yang akan datang tidak terwujud atau terbentuk dengan sendirinya atau mendadak melainkan ada korelasi dengan kejadian yang terdahulu. Hal-hal yang terjadi di waktu yang lampau dan terjadi sekarang akan mengakibatkan timbulnya peristiwa-peristiwa di waktu yang akan datang.
Harus diperhatikan bahwa faktor-faktor tunggal sendiri jarang dapat diidentikan sebagai sebab-sebab yang mempercepat peristiwa-peristiwa yang akan datang. Tetapi kebanyakan perubahan-perubahan ditimbulkan oleh sejumlah kekuatan yang diatur secara sistematis dan terencana. Oleh karena itu agar pelaksanaan perekrutan itu bisa berjalan secara sistematis dan terarah, maka sebelumnya harus ada anlisis dan mendesain pekerjaan-pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakannya, mengapa pekerjaan itu harus dikerjakan dan kapan pekerjaan itu akan dikerjakannya.
111. Sumber- Sumber Rekrutmen Setelah memutuskan atau mengidentifikasi sifat dan keadaan dari jabatan seperti apa yang akan diposisikan atau berkaitan dengan perekrutan guru, maka bidang studi apa yang akan dibutuhkan dari lembaga itu sendiri, maka paling tidak petugas pencari tenaga kerja atau badan bagian urusan pegawai perlu mengetahui atau mengenali berbagai sumber rekrutmen yang mungkin digarap, meskipun tidak semua sumber tersebut perlu selalu digarap. Perlu tidaknya menggarap sumber-sumber tertentu tergantung pada jenis dan jumlah tenaga kerja baru yang hendak direkrut. Akan tetapi apakah semua sumber yang ada perlu digarap atau tidak merupakan hal yang dapat dipertimbangkan kemudian. Artiya, pengetahuan yang mendalam tentang eksistensi berbagai sumber itu sangat penting karena dengan pengetahuan itu dengan mudah ditentukan sumber mana yang wajar digarap dan sumber mana pula yang pada suatu ketika tertentu dapat diabaikan.
Berhubung dengan penjelasan itu, maka secara garis besar, sumber-sumber rekrutmen dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber yang dari dalam lembaga sendiri (intern), maupun sumber-sumber yang datang dari luar (ekstern) a. Sumber Intern Banyak kejadian menunujukan bahwa bilamana terdapat suatu lowongan jabatan, seringkali dengan mengangkat petugas yang ada dari dalam lembaga itu sendiri untuk mengisi kekosongan dari sebuah lowongan tersebut. Semacam pertanyaan yang sering dikemukakan bahwa mengapa diprioritaskan kepada orang dalam sendiri? Hal ini tidak hanya karena pertimbangan telah diketahui benar sifat, kepribadian dan kecakapan mereka masing-masing, tetapi lebih dari itu menurut Susilo Martoyo (1994: 37), karena secara psikologis dapat lebih meningkatkan moral para guru atau karyawan dari dalam lembaga yang bersangkutan. Jika dilihat dari aspek yang lain, hal ini juga merupakan suatu kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan prestasi mereka masing-masing dari jabatan baru yang diperoleh tentunya melalui prestasi yang telah ditunjukan sebelumnya. Dengan kata lain, untuk membangun komitmen program promosi dari dalam hendaknya komprehensif. Yakni pihak lembaga atau instansi harus selalu melakukan hubungan dan mengidentifikasi dengan baik untuk mengetahui siapa calon-calon yang masuk kualifikasi untuk direkrut dalam mengisi kekosongan itu. Gery Disler (1997: 139) mengatakan, Prekrutan melalui promosi dari internal lembaga sendiri dapat menjadi kekuatan untuk menciptakan komitmen dan semangat kerja guru atau tenaga yang bersangkutan. Hal seperti inilah akan
berpeluang terbentuknya “the right man on the right place”. Selain itu juga alokasi dana yang dikeluarkanpun akan lebih murah. Pertimbangan positif dalam menentukan sumber tenaga yang terdapat dari dalam lembaga menurut Bedjo Siswanto (1987: 54), antara lain: 1. Akan dijadikan daya dorong bagi tenaga yang bersangkutan untuk meningkatkan kwantitas maupun kualitas hasil kerjanya 2. transferisasi dari satu tempat ke tempat yang lain memungkinkan dapat menghindarkan kejenuhan dan kebosanan 3. dengan promosi dan mutasi secara otomatis akan menumbuhkan semangat kerja yang lebih tinggi. 4. alokasi dana ketika memutasi dari dalam lebih rendah dibanding pencarian dari luar 5. alokasi waktupun semakin singkat sehingga kekosongan yang terjadi segerah diisi 6. krakteristik pribadi dan kecakapan lebih dikenal dan diketahui secara nyata. Walaupun demikian, masih saja ada kelemahan yang perlu diperhatikan, seperti kesulitan yang timbul dalam menentukan dan memililih siapa yang akan dipilih. Yakni dasar kriteria yang bagaimana yang akan digunakan? Apakah jasa, senioritas, prestasi dan pertanyaan lainnya. Jika senior yang dipilih, maka belum nentu senior itu lebih baik atau bermutu dari pada yunior. Jika dasar prestasi menjadi pertimbangan, maka harus obyektifitas yang dikedepankan karena sering terjadi tebang pilih atau atas dasar emosi lantaran subyektifitas yang tinggi dari si
penentu kebijakan. Sedangkan melalui cara promosi, bisa akan menutupi jalan atau membatasi ide-ide segar yang justru datangnya dari luar organisasi atau lembaga lain. Ada nilai kelemahan dalam perekrutan intern yang menjadi perhatian juga adalah menimbulkan rasa iri, tidak puas antar tenaga kerja, dan terkesan mempertahankan praktek lama yang mungkin kurang baik dan profesional. b. Sumber Ekstern Perekrutan tenaga dari luar lembaga, memerlukan suatu perencanaan yang matang terutama berkaiatan dengan imbalan yang akan diberikan kepada tenaga yang akan direkrutkan nanti. Yakni balansi antara kualitas sumberdaya manusia yang direncanakan dengan salaris (gaji) yang akan diberikan kepada mereka. Jika hal itu tidak dilakukan atau diperhitugkan secara matang, maka tidak menutup kemungkinan dalam waktu yang singkat bisa menemukan kegagalan. Ada beberapa sumber rekrutmen ekstern yang ditawarkan oleh Sondang (2005: 103), untuk dijadikan pijakan dan dikolaborasi dengan para sumber yang lain akan diuaraikan sebagai berikut: 1. Pelamar Langsung Pengalaman menunjukkan bahwa salah satu sumber rekrutmen yang selalu dapat dimanfaatkan adalah datangnya para pelamar pekerjaan ke organisasi. Pelamar langsung ini sering dikenal dengan istilah “applications at the gate”. Artinya para pencari pekerjaan datang sendiri ke suatu organisasi untuk melamar, ada kalanya tanpa mengetahui apakah di organisasi yang bersangkutan ada atau
tidak ada lowongan yang sesuai dengan pengetahuan, ketrampilan atau pengalaman pelamar yang bersangkutan. Sumber ini penting dipertimbangkan, terutama dalam hal tingkat pengangguran tinggi karena sangat mungkin banyak diantara para pelamar yang tidak mempunyai pekerjaan padahal mereka memenuhi kualifikasi yang dituntut oleh organisasi untuk mengisi lowongan yang tersedia. Memang tidak mustahil ada diantara para pelamar yang hanya coba-coba, jadi bersifat untung-untungan, karena didesak oleh kebutuhan akan pekerjaan. 2. Lamaran Tertulis Sumber lain yang wajar dipertimbangkan adalah lamaran tertulis yang dikirim oleh para pelamar. Sebagaimana halnya dengan lamaran langsung, para pelamar yang mengirimkan lamarannya secara tertulis mungkin hanya mencoba saja tanpa mengetahui secara pasti apakah dalam organisasi yang menjadi alamat lamarannya ada lowongan atau tidak. Biasanya para pelamar yang mengajukan lamaran tertulis melengkapi surat lamarannya dengan berbagai bahan tertulis mengenai dirinya, seperti surat keterangan berbadan sehat dari dokter, surat berkelakuan baik dari instansi pemerintah yang berwenang, salinan atau fotokopi ijazah dan piagam yang dimiliki, surat referensi dan dokumen lainnya yang dianggapnya perlu diketahui oleh perekrut tenaga kerja baru yang akan menerima dan meneliti surat lamaran tersebut. Bagi pencari tenaga kerja, sumber ini penting dipertimbangkan karena jika ternyata ada lamaran yang dipandang memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditetapkan, beban tugasnya menjadi berkurang untuk mencari dan
menemukan tenaga kerja baru. Berarti secara otomatis akan terjadi penghematan tenaga, biaya dan waktu. 3. Berdasarkan Informasi Orang Dalam Biasanya para anggota suatu organisasi mengetahui ada tidaknya lowongan di berbagai satuan kerja dalam organisasi di mana mereka berkarya. Karena mereka adalah “orang dalam”, pengetahuan mereka tentang lowongan yang tersedia dapat dikatakan lengkap yang mencakup berbagai hal, seperti: a. sifat pekerjaan yang harus dilakukan, b. persyaratan pendidikan dan pelatihan, c. pengalaman kerja d. imbalan yang diberikan, dan e. status dalam hierarki organisasi. Suatu hal yang lumrah apabila para anggota organisasi menyampaikan informasi mengenai lowongan yang ada kepada berbagai pihak yang diketahuinya sedang mencari pekerjaan dan menganjurkan mereka mengajukan lamaran. Berbagai pihak itu dapat sanak saudara, tetangga, teman sekolah, berasal dari satu daerah dan lain sebagainya. Pihak-pihak yang memperoleh informasi dari orang dalam tersebut lalu mengajukan lamaran. Sumber rekrutmen ini layak dipertimbangkan karena: a. Para pencari tenaga kerja baru memperoleh bantuan dalam usaha mencari tenaga kerja baru sehingga biaya yang harus dipikul oleh organisasi menjadi lebih ringan;
b. Para pegawai yang menginformasikan lowongan itu kepada teman atau kenalannya akan berusaha agar hanya yang paling memenuhi syaratlah yang melamar; c. Para pelamar sudah memiliki bahan informasi tentang organisasi yang akan dimasukinya sehingga lebih mudah melakukan berbagai penyesuaian yang diperlukan jika lamarannya ternyata diterima; d. Pengalaman banyak organisasi menunjukkan bahwa pekerja yang diterima melalui jalur ini menjadi pekerja yang baik karena mereka biasanya berusaha untuk tidak mengecewakan orang yang membawa mereka ke dalam organisasi. Walaupun demikian menurut Sondang (2005: 115), kelemahan penggunaan sumber ini pun tentunya ada. Berbagai kelemahan tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: Tidak ada jaminan bahwa informasi tentang lowongan diberikan oleh orang dalam kepada para calon pelamar yang paling memenuhi syarat. Artinya, tidak mustahil bahwa pertimbangan-pertimbangan primordial, seperti pertalian darah, kesukuan, daerah asal dan sekolah lebih menonjol ketimbang pemenuhan persyaratan obyektif. Hal ini harus diwaspadai oleh para pegawai yang tugas pokoknya adalah merekrut pegawai baru. 4. Advertensi (Iklan) Perekrutan tenaga kerja melalui periklanan atau disebut advertensi, meruapakan hal yang lazim dilakukan oleh lembaga atau instansi manapun juga. Tidak dapat dielakan, bahwa dengan cara advertensi akan menarik pelamarpelamar yang lebih banyak jumlahnya, apalagi cara dan metode pengiklanannya
sangat menarik. Menurut Manulang (1985: 47), terdapat dua variasi dalam pelaksanaan rekrutmen melalui advertensi ini. Pertama, tidak menyebut nama lembaga yang membutuhkan tenaga. Yakni para pelamar diminta untuk mengajukan permohonan tertulis kesuatu tempat tertentu seperti media elektronik atau media cetak yang membuat iklan tersebut cara ini disebut blind advertisement. Kedua, menyebut nama lembaga atau instansi dan alamat yang jelas yang membutuhkan tenaga, cara ini disebut open advertisement. Iklan dapat dipasang di berbagai tempat dan menggunakan berbagai media, baik yang visual seperti di media cetak – surat kabar, majalah, selebaran yang ditempelkan di berbagai tempat yang ramai dikunjungi orang – atau yang bersifat audio seperti di radio maupun yang bersifat audio visual seperti televisi dan lain sebagainya. Suatu iklan rekrutmen biasanya berisikan berbagai jenis informasi seperti jenis lowongan, jumlah lowongan, persyaratan yang harus dipenuhi para pelamar seperti umur, jenis kelamin, pengalaman, domisili dan berbagai informasi lainnya termasuk nama, kegiatan dan alamat organisasi pencari tenaga kerja. Sebelum memutuskan apakah menggunakan jalur iklan atau tidak, perlu dipertimbangkan secara matang. Sebagaimana diungkapkan oleh Sondang (2005: 116) antara lain: a. Pemasangan iklan memerlukan biaya yang tidak sedikit apalagi kalau menggunakan berbagai media yang telah disinggung di atas. Artinya, perlu diketahui berbagai tarif iklan yang berlaku di berbagai media tersebut. Misalnya, tarif iklan di surat kabar bergengsi, beredar luas dan bersifat
nasional pasti lebih tinggi dibandingkan dengan tarif iklan di surat kabar lokal yang oplahnya kecil. b. Akibat pemasangan iklan sangat mungkin jumlah pelamar jauh melebihi lowongan yang tersedia sehingga tenaga, waktu dan biaya yang diperlukan untuk meneliti semua surat lamaran yang masuk bisa menjadi besar. Belum lagi tenaga, waktu dan biaya yang harus dikeluarkan untuk menjawab lamaran yang ditolak. c. Belum tentu semua pelamar pekerjaan yang potensial membaca iklan yang dipasang di berbagai media. Berarti bagi para calon pegawai yang diinginkan oleh organisasi, misalnya para pelamar potensial yang berdomisili di tempat yang lain dari lokasi organisasi atau para pelamar potensial lainnya yang karena berbagai pertimbangan perlu diberi informasi tentang lowongan yang tersedia, cara lain disamping iklan layak untuk dipertimbangkan. Meskipun demikian, pemasaran iklan sebagai salah satu upaya menarik para pelamar yang memenuhi persyaratan relevan untuk dipertimbangkan. 5. Badan-badan Penempatan Tenaga Kerja Badan-badan penempatan tenaga kerja ini dapat dikalsifikasi menjadi dua bagian. (a). badan yang resmi didirikan oleh pemerintah. Pemerintahan atau negara manapun hampir dapat dipastikan adanya instansi yang tugas fungsionalnya adalah mengurus ketenagakerjaan secara nasional dengan nama apapun instansi tersebut dikenal, seperti
Departeman Tenaga Kerja, Departeman Perburuhan, Departemen Sumber Daya Manusia atau nama lain dengan cakupan tugas yang sejenis. Badan seperti ini dapat disebut United States Employment Service. Salah satu aktifitas instansi seperti itu adalah membina kerjasama dengan berbagai instansi lainnya di lingkungan pemerintahan dan dengan dunia usaha. Kerjasama tersebut dapat berwujud di satu pihak kesediaan para pemakai tenaga kerja menyampaikan informasi tentang berbagai lowongan yang tersedia dalam organisasi masing-masing dan di lain pihak penyampaian informasi tersebut kepada para pencari pekerjaan yang terdaftar pada kantor tenaga kerja yang bersangkutan. Di hampir semua negara instansi pemerintah seperti itu tersebar di seluruh wilayah kekuasaan negara. Salah satu manfaat penggunaan jalur ini ialah bahwa persyaratan yang ditentukan oleh organisasi untuk mengisi lowongan yang tersedia relatif mudah dicocokkan dengan daftar lamaran yang ada di kantor tenaga kerja karena para pejabat atau pegawai yang bekerja di instansi itu adalah tenaga ahli di bidang analisis pekerjaan. Keuntungan lainnya ialah bahwa para pelamar pekerjaan selalu dengan mudah melihat informasi tentang berbagai lowongan yang tersedia karena ditempelkan di papan pengumuman yang khusus disediakan untuk maksud tersebut. Artinya, para pelamar tidak perlu menemui pegawai tertentu di
instansi
yang
bersangkutan
untuk
memperoleh
informasi
yang
diperlukannya. Guna memberikan informasi yang lengkap dan mutakhir tentang lowongan yang tersedia, kantor tenaga kerja yang handal biasanya mempunyai “bang
data lowongan”. Dengan bantuan komputer, pemutakhiran data sangat mudah dilakukan, baik dalam arti mencoret lowongan yang sudah terisi maupun lowongan baru yang terdapat dalam berbagai organisasi. (b). perusahaan atau badan-badan khusus yang didirikan untuk mencaritenaga kerja. Badan seperti ini kebanyakan bertujuan mencari laba atau keuntungan dan merupakan tempat pendaftaran orang yang mencari pekerjaan kemudian badan inilah yang akan menawarkan ke instansi atau lembaga yang membutuhkan tenaga kerja. Salah satu perkembangan baru dalam dunia ketenagakerjaan ialah tumbuh dan beroperasinya perusahaan-perusahaan swasta yang kegiatan utamanya adalah mencari dan menyalurkan tenaga kerja. Pada mulanya, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ketenagakerjaan tersebut lahir sebagai
pelengkap
kantor
tenaga
kerja
milik
pemerintah.
Dalam
perkembangan selanjutnya pun perusahaan-perusahaan swasta tersebut bekerja sama dengan instansi pemerintah dimaksud. Dua keuntungan utama dapat diperoleh dengan menggunakan jalur ini. Pertama: Karena perusahaan seperti ini bermotifkan pencaharian laba, pegawai perusahaan itu pada umumnya berusaha untuk memberikan pelayanan sebaik dan secepat mungkin kepada para pelanggannya. Artinya, begitu mereka memperoleh permintaan dari pelanggan tertentu, segera pula mereka mengambil langkah rekrutmen tenaga kerjayang diperlukan dengan berbagai cara dan teknik. Kedua: Dalam rangka usaha memuaskan pelanggannya, perusahaan penempatan tenaga kerja itu berusaha mencari
pelamar yang paling memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pelanggan. Dengan demikian organisasi pemakai tenaga kerja dapat mengisi lowongan yang tersedia dengan segera oleh pegawai baru yang betul-betul memenuhi syarat. Proses rekrutmen dengan menggunakan jalur ini bervariasi. Ada organisasi pencari tenaga kerja yang mempercayakan penyelesaian seluruh proses rekrutmen itu kepada perusahaan penempatan tenaga kerja sehingga organisasi pemakai tinggal menerima dan mempekejakan tenaga kerja yang telah direkrut oleh perusahaan penempatan tenaga kerja tersebut. Tetapi ada pula organisasi pemakai yang membatasi proses rekrutmen itu hanya pada penerimaan lamaran dan skrining calon-calon pegawai untuk melihat apakah para pelamar memenuhi syarat atau tidak. Sedangkan proses selanjutnya, seperti seleksi, dilakukan oleh organisasi pemakai, suatu kegiatan yang dpercayakan akepada satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan. Jika organisasi pemakai tenaga kerja baru akan menggunakan jalur ini, soal pembiayaan perlu mendapat perhatian dan kejelasan karena cara pembayaran jasa perusahaan penempatan tenaga kerja itu dapat mengambil satu dari dua bentuk pembiayaan. Bentuk pertama ialah organisasi pemakai tenaga kejalah yang membayar perusahaan yang ditugaskan mencari tenaga kerja baru yang jumlahnya didasarkan pada kesepakatan bersama. Bentuk kedua ialah pelamar yang berhasil ditempatkan membayar jumlah tertentu kepada perusahaan yang merekrut dan menempatkannya. Dalam bentuk kedua
ini caranya bervariasi juga. Salah satu cara ialah sejumlah tertentu dibayar sekaligus oleh pelamar yang diterima kepada perusahaan. Cara lain adalah pembayaran dilakukan dengan pemotongan gaji pegawai baru itu dalam jumlah tertentu untuk diserahkan oleh perusahaan kepada organisasi yang merekrutnya. 6. Perusahaan Pencari Tenaga Kerja Profesional. Berbeda dengan perusahaan penempatan tenaga kerja yang telah dibahas di atas, perusahaan pencari tenaga kerja profesional ini mengkhususkan diri pada tenaga kerja tertentu saja, misalnya tenaga eksekutif atau tenaga profesional lainnya yang memiliki pengetahuan atau keahlian khusus. Memang terdapat beberapa persamaan antara kedua jenis perusahaan tersebut, seperti: a. keduanya menerima permintaan untuk mencari tenaga kerja baru dari organisasi pemakai tenaga kerja yang mempunyai lowongan tertentu; b. keduanya membantu mencari tenaga kerja baru untuk organisasi yang memerlukannya; c. kedua jenis perusahaan tersebut memungut biaya atas jasa yang diberikannya. Perbedaan nyata antara kedua jenis perusahaan tersebut terletak pada pendekatannya dalam mencari tenaga kerja baru yang hendak direkrutnya. Perusahaan penempatan tenaga kerja yang pertama biasanya mengandalkan iklan sebagai alat rekrutmen, sedangkan yang kedua secara aktif mencari tenaga kerja yang dibutuhkannya diantara para pekerja yang sudah berkarya di organisasiorganisasi lain. Dengan pendekatan demikian berarti bahwa:
1. perusahaan sudah memiliki informasi yang akurat tentang berbagairagam tenaga kerja profesional dan di mana mereka bekerja sekarang; 2. perusahaan mampu dan mau menggunakan pendekatan tertentu sehingga tenaga kerja profesional yang diinginkannya itu bersedia pindah bekerja. Karena pendekatan demikian ada kalanya kepada perusahaan pencari tenaga kerja profesional tersebut dilemparkan tuduhan bahwa tindakan mereka melanggar
kode
etik
kerja
karena
apa
yang mereka
lakukan dapat
diinterpretasikan sebagai usaha pembajakan tenaga kerja profesional. Merupakan hal yang sangat sulit untuk mengatakan apakah usaha yang dilakukan itu merupakan pembajakan atau tidak dan apakah melanggar kode etik kerja atau tidak. Terlepas dari pndangan apakh tindakan seperti itu dapat dibenarkan atau tidak, karya tulis ini hanya menekankan bahwa salah satu sumber tenaga kerja baru untuk mengisi lowongan yang ada ialah penggunaan jasa perusahaan yang bersedia membantu organisasi yang membutuhkan tenaga kerja baru itu. Soal apakah sumber itu akan digunakan atau tidak, pada akhirnya terserah pada organisasi atau lembaga yang memerlukannya. Digunakan tidaknya sumber tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti filsafat organisasi, kultur yang dianut, nilai etika yang berlaku, mendesak tidaknya lowongan diisi, langka tidaknya tenaga profesional yang dibutuhkan di pasaran kerja dan berbagai faktor lainnya.
7. Lembaga Pendidikan Diakui atau tidak, salah satu sumber rekrutmen tenaga kerja baru yang terbaik adalah melalui lembaga pendidikan, baik lembaga pendidikan umum maupun pendidikan kejuruan (Manulang, 1985: 46). Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan lembaga pendidikan sebagai sumber rekrutmen tenaga kerja baru adalah yang menyelenggarakan pendidikan tingkat
tinggi atau sarjana.
Pembatasan ini didasarkan kepada alasan bahwa lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar pada tingkat menengah apalagi sekolah dasar belum layak meluluskan anak-anak sebagai pencari lapangan kerja. Pada umumnya menggunakan jalur ini sering terjadi terutama di negaranegara yang sudah maju, ialah organisasi yang memerlukan tenaga kerja baru mengirimkan pencari tenaga kerja ke berbagai lembaga pendidikan yang diperkirakan menyelenggarakan program pendidikan tertentu sehingga para lulusannya dianggap memiliki pengetahuan dan atau keahlian yang diperlukan oleh organisasi pemakai tenaga kerja baru tertentu. Cara seperti ini sering dilalui karena di banyak lembaga pendidikan yang sudah mapan, biasanya terdapat “biro penempatan” yang tugas pokoknya adalah membantu alumni lembaga pendidikan tersebut memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan pengetahuan atau keahliannya. Para pencari tenaga kerja menghubungi “biro penempatan” itu terlebih dahulu dan biro itulah yang mempertemukan pencari tenaga kerja dengan pencari pekerjaan.
Agar para pencari tenaga kerja itu berfungsi secara efektif, menurut Sondang (2005: 120), mereka dituntut memenuhi berbagai persyaratan, antara lain: a. pemilikan wewenang memutuskan apakah seorang calon diterima atau tidak; b. mengenal bentuk seluk beluk organisasi yang mengutusnya mencari tenaga kerja baru sehingga bukan hanya segi positif organisasi yang dikuasainya, akan tetapi juga mampu memberikan penjelasan apabila ditanyakan mengenai segi-segi negatif organisasi; c. tidak memberikan gambaran yang muluk-muluk tentang organisasi karena dapat berakibat pada harapan yang berlebihan di kalangan calon tenaga baru; d. berusaha mempeelajari riwayat hidup para alumni yang akan direkrutnya, sebelum berhadapan dengan alumni yang bersangkutan, misalnya untuk wawancara; e. mempunyai kepribadian yang menarik; f. kesungguhan dalam menjalankan tugas; g. menghargai para pencari lapangan pekerjaan sebagai individu yang mempunyai jati diri yang khas; h. mahir dalam menggali informasi tentang cita-cita, harapan dan keinginan pencari pekerjaan; i.
menyenangi pekerjaan dan memiliki loyalitas yang tinggi kepada organisasi tempatnya bekerja;
j.
dapat mengambil keputusan dengan cepat, rasional dan obyektif serta mampu menyampaikan keputusan itu dengan cara yang simpatik. Terlepas dari kenyataan bahwa jalur ini ditempuh secara luas oleh
berbagai organisasi, kiranya relevan untuk menekankan bahwa di kalangan organisasi pemakai tenaga kerja masih sering dipertanyakan apakah suatu lembaga pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan para lulusan yang “siap pakai” ataukah ada kriteria lain. Nampaknya terdapat dua kubu pendapat tentang orientasi lembagalembaga pendidikan formal. Di satu pihak terdapat orang yang perpendapat bahwa lembaga-lembaga pendidikan harus menghasilkan para lulusan yang “siap pakai”. Penganut pendapat ini berkata bahwa lembaga-lembaga pendidikan formal berkewajiban membekali para anak didiknya dengan pengetahuan teoritikal dan praktikal sehingga mereka segera mampu terjun ke bidang pekerjaan tertentu dan segera pula dapat memberikan kontribusi positif terhadap keseluruhan usaha organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. Di pihak lain terdapat pandangan yang mengatakan bahwa orientasi yang tepat dari suatu lembaga pendidikan terutama yang programnya bersifat umum, adalah orientasi standar kurikuler. Menurut pandangan ini, suatu lembaga pendidikan berkewajiban untuk menjamin bahwa para
anak didiknya sudah
memenuhi persyaratan kurikuler untuk dinyatakan lulus dari program pendidikan yang menjadi pilihannya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, demikian pendapat kubu ini, para lulusan sendirilah yang menentukan dan memutuskan bagaimana caranya yang bersangkutan mengamalkan ilmunya dan di bidang
kegiatan organisasional apa ia akan bergerak. Misalnya seorang mahasiswa fakultas hukum di suatu universitas. Pada dasarnya universitas yang bersangkutan berkewajiban mendidik mahasiswanya untuk menjadi seorang sarjana hukum yang benar-benar menguasai bidang ilmiah yang ditekuninya. Apakah setelah lulus mahasiswa yang bersangkutan manjadi hakim, jaksa, pengacara atau bahkan mungkin memasuki profesi di luar bidang ilmu hukum, bukan lagi “urusan” almamaternya, melainkan terserah pada alumnus yang bersangkutan. Jika alumni tertentu ingin memanfaatkan jasa biro penempatan yang terdapat di universitas tersebut, langkah tersebut dapat saja diambilnya. Akan tetapi pemanfaatan itu hanya mungkin jika alumni yang bersangkutan sudah memutuskan di bidang profesi apa ia akan berkarya. Terlepas dari adanya dua kubu tersebut, yang jelas ialah bahwa jalur lembaga pendidikan formal ini tersedia untuk dimanfaatkan oleh organisasi yang memrlukan tenaga kerja baru. 8. Organisasi Profesi. Makin maju suatu masyarakat makin banyak pula organisasi profesi yang dibentuk seperti di bidang kedokteran, teknik, ahli ekonomi, ahli administrasi, ahli hukum, ahli pekerja sosial, ahli statistik, ahli matematika, ahli komunikasi, ahli pertanian dan lain sebagainya. Tidak jarang berbagai organisasi profesi berusaha memberikan bantuan kepada para anggotanya, baik yang lama maupun yang baru, untuk memperoleh pekerjaan baru. Banyak organisasi profesi yang menerbitkan media komunikasi bagi kalangan sendiri, seperti majalah ilmiah atau “news letter”, dan tidak jarang
ditemukan bahwa salah satu rubrik dalam media komunikasi tersebut adalah informasi tentang berbagai lowongan yang tersedia. Terserah kepada para anggota yang
bersangkutan
hendak
memanfaatkannya
atau
tidak.
Pengalaman
menunjukkan bahwa banyak organisasi pemakai tenaga kerja yang memanfaatkan sumber ini terutama dalam hal memerlukan tenaga profesional yang sudah berpengalaman. 9. Balai Latihan Kerja Milik Pemerintah. Sebagai bagian dari usaha meningkatkan kesejahteraan sosial rakyatnya, pemerintah suatu negara menempuh berbagai cara dan menetapkan berbagai kebijaksanaan
di
bidang
ketenagakerjaan.
Salah
satu
bentuknya
ialah
menyelenggarakan pelatihan di berbagai balai latihan kerja. Balai latihan kerja tersebut pada umumnya mempunyai tugas pokok melatih sejumlah warga sehungga memiliki ketrampilan teknis yang benar-benar siap pakai. Karena salah satu maksud dan tujuan didirikannya balai latihan itu adalah mengurangi tingkat pengangguran, maka yang diberi prioritas mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan adalah warga masyarakat yang menganggur. Seperti diketahui pengangguran dapat digolongkan pada dua jenis utama, yaitu pengangguran struktural dan non struktural. Pengangguran struktural terjadi apabila para penganggur siap, mau dan mampu bekerja, tetapi ketrampilan yang dimiliki tidak sesuai dengan permintaan di pasaran kerja. Sebaliknya, pengangguran non struktural timbul karena para penganggur tidak memiliki ketrampilan apapun yang dapat “dijual” kepada para pemakai tenaga kerja.
Dengan alasan bahwa kedua kelompok penganggur itulah yang hendak dibantu, maka balai latihan kerja menyelenggarakan kegiatan latihan, baik yang dimaksudkan sebagai upaya memberikan ketrampilan baru kepada para penganggur struktural sehingga mereka memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan dan memang ditawarkan di pasaran kerja maupun yang diperuntukkan bagi para penganggur yang belum memiliki ketrampilan tertentu apapun. Peranan berbagai balai latihan itu akan semakin penting apabila: a. para penyelenggara memiliki informasi yang lengkap dan mutakhir tentang permintaan akan tenaga teknis tertentu di pasaran kerja sehingga program pelatihan yang diselenggarakan benar-benar tertuju pada pemenuhan permintaan di pasaran kerja; b. para lulusan betl-betul merupakan tenaga kerja yang siap pakai sehingga segera setelah diterima sebagai pegawai, mereka langsung dapat berkarya secara produktif; c. terjalin kerjasama antara berbagai balai latihan kerja itu dengan berbagai organisasi/perusahaan pemakai tenaga kerja. Jelaslah bahwa jalur ini merupakan salah satu jalur yang layak untuk dipertimbangkan oleh para pencari tenaga kerja baru, terutama apabila yang dicari adalah tenaga kerja yang mahir menyelenggarakan berbagai kegiatan teknis operasional.
B. SISTEM SELEKSI I. Pengertian Seleksi Penentuan untuk memilih calon atau tenaga kerja yang diharapkan oleh lembaga / organisasi, tidak mungkin dilakukan hanya seperti membalik telapak tangan, atau meminjam istilah Bedjo Siswanto (1987: 68), tidak hanya dengan memencet tombol untuk bertanya kepada klakson ajaib, tetapi memerlukan tindakan ilmiah dan rasional. Kegiatan untuk memilih dan mentukan tenaga kerja yang memenuhi kriteria dan harapan lembaga / organisasi adalah melalui seleksi. Dengan demikian maka seleksi adalah kegiatan suatu lembaga / organisasi untuk menentukan atau memilih calon tenaga kerja yang memenuhi kriteria sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh lembaga / organisasi serta memprediksi kemungkinan-kemungkinan terhadap kesuksesan atau kegagalan individu dalam pekerjaan yang akan diembannya. Di sisi lain Hendry Simamora (2001: 254) menyebutkan, seleksi merupakan bagian dari motivasi. Menurutnya, jika orang yang tepat telah diseleksi maka proses motivasi dengan sendirinya akan berjalan baik disebabkan orang-orang tersebut telah memiliki sikap dan perilaku yang baik dan akan menunaikan tugas-tugas mereka sesuai dengan sistem yang telah tertata. Oleh karena itu dari awal penyeleksian, lembaga atau organisasi harus membuat pilihan-pilihan yang cermat. Karena seleksi juga merupakan tempat awal untuk membangun kualitas ke dalam organisasi. Individu-individu yang telah disaring dengan teliti berdasrkan spesifikasi pekerjaan yang telah dibuat kemungkinan besar akan lebih siap mempelajari pekerjaan mereka, maka secara otomatis
hasilnyapun akan menjadi lebih baik dan mudah dalam penyesuaian terhadap situasi pekerjaan. Dengan kata lain, hasil seleksi yang cermat akan bermanfaat baik individu maupun organisasi atau lembaga itu sendiri. Sedangkan seleksi menurut Susilo Martoyo (1994: 45), pemilihan tenaga kerja yang telah tersedia atau sudah direkrut. Yakni untuk memenuhi syarat dan memiliki kualifikasi yang sesuai dengan deskripsi jabatan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan organisasi atau lembaga. Selain pengertian-pengertian tersebut di atas, ada beberapa pengertian atau definisi seleksi yang dikemukakan oleh para ahli sebagaimana dikutip Hasibuan (2002: 47) antara lain: 1. Dale Yoder Seleksi adalah suatu proses ketika calon tenaga kerja atau guru di bagi dua bagian antara yang diterima dan yang ditolak 2. R.S. Dwifedi seluruh konsep dari seleksi dan penempatan karyawan atau tenaga kerja yang efektif dapat diharapkan mengurangi tingkat perputaran atau keluar masuknya tenaga kerja. 3. Mitton M. Mandel seleksi atau pemilihan yang cermat dan penempatan tenaga kerja membuat mereka secara fisik, mental dan temperamen sesuai dengan pekerjaan yang mereka harapkan, membuat tenaga baru dapat berkembang sesuai dengan
keinginan mereka sehingga akan memperkecil jumlah tenaga yang tidak pada tempatnya.
4. Hasibuan. seleksi adalah suatu kegiatan pemilihan dan penentuan pelamar yang diterima atau ditolak untuk menjadi tenaga kerja dalam sebuah lembaga atau organisasi. Sedangkan pengertian seleksi munurut Sony Sumarsono (2003: 86), adalah sekumpulan langkah-langkah untuk memilih dan memilah tenaga kerja yang sesuai dengan persyaratan jabatan. Berdasarkan pengertian-pengertian tentang seleksi yang dilontarkan oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seleksi adalah usaha pertama yang ahrus dilakukan oleh lembaga atau instansi untuk memperoleh tenaga kerja yang qualified dan kompeten yang akan menjabat atau mengerjakan pekerjaan pada lembaga tersebut. Dengan kata lain, penyaringan atau pemilihan tenaga kerja yang sudah direkrut atau telah tersedia dan bersedia untuk bekerja di dalam lembaga atau organisasi yang yang dimaksud. Satu hal yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan seleksi adalah harus dilakukan secara jujur, cermat, dan obyektif agar tenaga yang akan diterima benar-benar qualified.
II. Menentukan Spesifikasi Orang (Guru) Spesifikasi orang adalah uraian persyaratan kualitas minimum orang yang bisa diterima agar dapat menjalankan satu jabatan atau tugas dengan baik dan
kompeten. Sebelum petugas melakukan penyeleksian, maka pihak lembaga, sekolah atau organisasi terlebih dahulu menulis spesifikasi orang. Renungkan atau pikirkanlah secara matang spesifikasi yang dikehendaki untuk sebuah pekerjaan dan tipe orang yang akan mampu mengerjakannya secara baik dan efektif. Hal ini kebanyakan sekolah, instansi, organisasi atau lembaga sering mengabaikannya dalam melaksanakan proses penyeleksian. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam spesifikasi orang ini adalah mencatat ketrampilan, kemampuan, dan krakteristik yang kita cari pada diri orang yang diperlukan untuk sebuah pekerjaan yang dimaksud. Sehingga pada saat petugas mewancarai mereka, bisa mengetahui seberapa dekat keseuaian mereka dengan spesifikasi yang telah dikehendaki. Walaupun dalam menentukan spesifikasi orang ini sifatnya sangat subyektif sekali karena tergantung kepada lembaga atau instansinya, namun menurut Kate Keenan (1996: 6), ada tiga hal yang dapat dicantumkan sebagai bahan pertimbangan antara lain: a. ciri-ciri pribadi. Spersifikasi ciri-ciri pribadi ini mencakupi fisik, sifat istimewa dan keadaan umum. Misalnya: mobilitas, kekuatan tubuh, penampilan, kedisiplinan dan lain sebagainya. b. kemampuan dan perstasi. Spesifikasi ini menyangkut kecerdasan umum dan bakat khusus. Dalam hal ini berkaitan dengan pendidikan
maupun
jabatan.
Misalnya:
indra
penglihatan,
pemikiran dan pertimbangan kritis. c. krakteristiik individu. Menyangkut watak dan kepribadian, kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, minat dan tingkat
motivasi. Misalnya: tabah, dapat beradaptasi, persuasif, inovatif, dan lain sebagainya. Berkaitan spesifikasi orang ini, Hasibuan (2002: 34), juga memberikan uaraian antara lain: tingkat pendidikan, jenis kelamin, keadaan fisik, pengetahuan dan kecakapan, batas umur, status pernikahan, minat, emosi dan tempramen serta pengalaman. Bambang Tri (1999: 14), menungungkapkan, spesifikasi orang disusun berdasarkan uraian pekerjaan dengan mempertimbnagkan ciri-ciri, krakteristik, pendidikan, pengalaman dan lain sebagainya. Sedangkan Manulang (1985: 53), memberikan gambaran spesifikasi yang lebih rinci untuk masuk sebagai dasar dalam seleksi antara lain: a. Keahlian Keahlian merupakan salah satu syarat utama yang menjadi dasar pertimbangan dalam pelaksanaan seleksi. Keahlian ini menurutnya, dapat digolongkan dalam tiga macam. Pertama, “technical akill” lebih menekankan pada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat praktis. Kedua, “human skill” mengarah kepada orang yang bukan pimpinan puncak semacam kepala sekolah (jika dalam lembaga pendidikan) tetapi kepada orang yang memimpin hanya beberapa orang bawahan. Ketiga, “conceptual skill” suatu keahlian yang harus dimiliki oleh pimpinan puncak atau kepala sekolah karena dapat mengkoordinir segala aktivits untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Pengalaman. Keahlian dan pengalaman merupakan dua hal yang selalu diperhatikan dalam pelaksanaan penyeleksian guru atau tenaga kerja. Dalam pandangan umum, orang yang berpengalaman akan lebih pandai dan lebih ahli. Padahal kesan ggupan untuk dapat menyelesaikan suatu tugas tertentu, tidak hanya ditentukan oleh pengalaman, tetapi juga san gat besar pengaruh oleh intelejensia seseorang. Memang pada tahap permulaan, mereka yang memiliki pengalaman tidak terlalu dibutuhkan bimbingan dan pengawasan. Namun pada masa berikutnya, bila para tenaga itu diberikan secara sistematis, maka mereka yang memilki intelejensia yang baik akan menunjukan prestasi yang lebih baik dari mereka yang berpenagalaman tetapi tidak memilki intelejensia yang baik. c. umur ketentuan umur termasuk mendapatkan perhatian dalam penyeleksian. Pada umumnya lembaga atau instansi tidak begitu saja menerima calon yang berusia terlalu muda maupun usia lanjut. Karena karena usia terlalu muda relatif kurang tanggung jawab. Sedangakan mereka yang berusia lanjut, tenaga fisik reltif lebih kecil dan terbatas. d. jenis kelamin
jenis kelamin juga sering diperhatikan sebagai dasar dalam mengadakan seleksi. Apalagi untuk guru mata pelajaran tertentu atau jabatan-jabatan tertentu, jenis kelamin ini menjadi bahan pertimbangan. e. pendidikan. Pendidikan sering diidentikan dengan latihan. Tamatan dari perguruan tinggi-perguruan tinggi selalu menjadi salah satu kualifikasi dsalam memangku suatu jabatan atau kedudukan. f. fisik untuk jabatan-jabatan tertentu, keadaan fisik calon tenaga kerja harus menadapatkan perhatian. Apalagi tugas-tugas yanga akan dijalankannya nanti memerlukan tenaga, maka tenaga yang kuat dan kokoh merupakan suatu kualifikasi tersendiri. Begitu juga suatu tugas di mana telinga atau penglihatan memegang peranan penting, maka tidak boleh mengabaikan keadaan fisik seperti tersebut di atas. g. bakat bakat atau apitude, belakangan ini memainkan peranannya sebagai suatu syarat yang menentukan dalam proses pemilihan calon tenaga kerja. Bakat ini sendiri bisa diklasifikasi menjadi dua yaitu bakat yang tersembunyi dan bakat yang nyata. Dalam proses seleksi biasanya yang ditonjolkan adalah bakat yang nyata. Namun bakat yang tersembunyi inipun perlu mendapatkan perhatian, karena hal ini akan dapat dikembanmgkan dengan jalan pelatihan atau pendidikan. h. karakter
Karakter ini yang berkaitan dengan sifat-sifat kejiwaan atau akhlak dan budi pekerti tenaga kerja yang akan di seleksi. Sehubungan dengan spesifikasi orang atau guru, maka Undang-Undanga Rebublik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen BAB IV pasal 8, disebutkan: Guru wajib memiliki kualifikasi akdemik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memilki kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Dan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sedangkan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Adapun sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memilki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Dari uraian tersebut di atas dapat dipertegaskan bahwa tujuan dari spesifikasi orang atau guru ini adalah untuk menunjukan persyaratan orang yang akan menjadi dasar dalam pelaksanaan seleksi. Namun tetap diperhatikan, jika semua pelamar tidak masuk kualifikasi sesuai dengan spesifikasi atau syaratsyarat yang telah dibuat, maka sangat terbuka kemungkinan menerima pelamar yang mendekati syarat-syarat tersebut. Persaratan-persaratan tersebut hanya sebagai gambaran umum, bisa saja akan berubah sesuai dengan perubahan ruang
dan waktu atau tergantung siatuasi dan komdisi dari instansi, lembaga atau sekolah yang bersangkutan.
III. Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Seleksi Untuk mendapatkan calon tenaga kerja yang ideal atau sesuai dengan apa yang telah dispesifikasikan, ini merupakan sebuah pekerjaan yang tidak mudah tetepi harus memerlukan langkah-langkah yang tepat untuk melakukannya, walaupun tidak menjamin seratus persen sempurna, minimal mendekati syaratsyarat yang ditentukan. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan antara lain: a. Mendapatkan Informasi Tahap Awal Agar bisa mendapatkan informasi atau keterangan-keterangan awal dari calon tenaga kerja dalam pelaksanaan seleksi, maka dapat dilihat beberapa sumber informasi yang bisa menjadi dasar pertimbangan sebagai berikut
1. Penerimaan Pendahuluan Penirimaan pertama ini jika pelamar atau calon tenaga kerja datang sendiri ke temapat pendaftaran. Menurut Handoko (2000: 89), wawancara pendahuluan dapat dilakukan untuk mendengar pendapat pelamar tentang sekolah atau lembaga yang dituju. Hal ini dilakukan agar membantu upaya menghilangkan kesalahpahaman dan menghindarkan pencarian informasi dari sumber tidak resmi. 2. Formulir Lamaran Setelah kejelasan dan kebenaran informasi lamaran telah diterima, maka langkah berikutnya adalah pihak lembaga atau instansi (panitia) menyiapkan
formulir lamaran dan dikirim atau diserahkan kepada calon tenaga kerja untuk diisi. Keenan (1996: 14), mengingtkan, formulir lamaran tersebut dibuat atau dirancang untuk mengumpulkan keterangan-keterangan dari para pelamar secara efesien. Satu hal yang mungkin sangat penting dalam format formulir lamaran adalah daftar riwayat hidupnya. Tentunya informasi yang di terima tersebut kebanyakan hanya memberikan fakta-fakta dasar. 3. Pemeriksaan Referensi Referensi merupakan cara untuk memperoleh pendapat mengenai calon tenaga kerja atau pelamar yang telah terdaftar dari pihak ke tiga. Biasanya pihak pelamar sangat selektif dalam memberitahu orang yang untuk dijadikan referensi. Artinya tidak mungkin mereka memberi nama seseorang yang tidak akan menguntungkan. Referensi itu sendiri bisa berbentuk tertulis maupun melalui telepon. Walaupun instansi atau lembaga jarang mendapatkan referensi yang tepat, namun bagaimanapun juga referensi yang bisa dijamin kebenaranya akan sangat bermanfaat sebagai informasi pelengkap bagi hasil tes dan wawancara. 4. Evaluasi Kesehatan Pemeriksaan Kesehatan para pelamar sebelum keputusan dibuat, hal ini merupakan salah satu informasi awal dalam proses penyeleksian. Penilaian ini menghendaki agar pelamar memberikan informasi kesehatannya. Pemeriksaan kesehatan ini bisa dilakukan oleh dokter di mana saja baik di dalam instansi sendiri maupun di luar.
b. Mendapatkan Informasi Tahap kedua Setelah mendapatkan informasi tahap awal sebagaimana tersebut di atas, kegiatan selanjutnya adalah memutuskan lamaran siapa saja yang akan diproses lebih lanjut. Artinya semua pelamar yang memenuhi syarat sesuai dengan spesifikasi yang telah dibuat, tentu harus memperoleh peluang yang sama untuk dipertimbangkan guna mengikuti seleksi lanjutan atau tes. Dengan tes inilah dapat membuktikan watak atau kemampuan orang untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Tes ini sendiri menurut Keenan (1196: 15), dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, yaitu tes psikologi, praktek dan wawancara. Tes Psikologi Tes psikologi ini sudah menjadi cara yang populer dalam menilai orang. Melalui tes psikologi ini dikatakan Keenan, memungkin untuk menilai: pertama, kemampuan dan bakat (menyangkut ketrampilan teknis dan spesialis khusus) yang diperlukan dalam pekerjaan. Kedua, watak dan kepribadian (menyangkut aspek-aspek yang lebih terperinci dari ciri pembawaan individu. Hanya sekedar untuk difahami, bahwa tes-tes tersebut hanya bisa mengukur potensi atau refernsi pribadi orang. Artinya tidak dapat mengukur seratus porsen apakah seseorang benar-benar cakap dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Walaupun demikian tes psikologi ini tetap memberi informasih tambahan yang tidak diperoleh dari suatu wawancara. Agar tes psikologi ini bisa kena sasarannya, maka sebelum memutuskan untuk menggunakan tes psikologis, ada baiknya memastikan dulu bahwa penilaian
tersebut relevan dengan pekerjaan yang ditawarkan dan tes yang dipilih harus dilakukan oleh orang yang ahlinya. Tes praktek Tes praktek ini merupakan cara lain untuk memastikan bahwa ketrampilan yang dimiliki oleh pelamar atau calon tenaga kerja itu benar-benar sesuai dengan spesifikasi atau apa yang diharapkan oleh lembaga. Wawancara Tes melalui wawancara ini merupakan tahap yang menentukan dalam penyeleksian. Karena dengan wawancara inilah dapat memungkinkan menilai kecocokan orang secara menyeluruh,
memeriksa
informasi yang telah
dikumpulkan sebelumnya dan melihat bagaimana pelamar atau calon tenaga kerja itu menanggapinya. Menurut Susilo Martoyo(1994: 56), sebuah survei yang diadakan di Amerika Serikat, 99% perusahaan menyatakan mengikutsertakan pelaksanaan wawancara dalam prose seleksi pegawai. Walaupun wawancara merupakan salah satu cara yang sangat populer dilakukan dalam penyeleksian bahkan menjadi tahap terakhir penentuan apakah calon tenaga kerja diterima atau tidak karena dianggap memilki keuntungan atau kelebihan-kelebihan yang diperoleh, namun hal itu juga masih memilki kelemahan-kelemahan yang harus menjadi perhatian. Kelebihan Wawancara Wawancara dianggap memilki beberapa keuntungan seperti: mudah dilaksanakan, tanpa ada perlengkapan khusus, dapat dilakukan sesuai dengan
jadwal waktu yang ditetapkan dan terutama adalah dapat menemui orang secara langsung serta berbicara dengan mereka secara tatap muka. (Keenan, 1996: 17) Kelemahan-kelemahan Wawancara di satu sisi memiliki kelebihan-kelebihan seperti tersebut di atas, tetapi di sisi lain memiliki kelemahan-kelemahan yang harus menjadi bahan perhatian. Sebagai mana diungkapkan oleh Manulang (1885: 62), bahwa kelemahan-kelemahan seleksi melalui wawancara ini antara lain: 1. Subyektivitas Orang yang Mewawancara Faktor subyektivitas ini memungkinkan sekali akan menguntungkan pelamar atau sebaliknya, mengakibatkan tidak lolosnya pelamar dalam seleksi. Artinya, apapun yang menjadi hasilnya, apabila unsur subyektivitas ini dipertahankan akan selalu membawa akibat yang tidak diinginkan. Baik kepada lembaga atau instansi amaupun calon tenaga kerja sendiri. Hal yang demikian itu akan membawa hasil pada penempatan tenaga yang tidak tepat. Konsekuensinya, akan mengurangi prestasi kerja. Timbulnya unsur subyektivitas ini menonjol karena perbedaan tempramen antara petugas wawancara dengan calon tenaga kerja. Seorang pewawancara yang memiliki tempramen pendiam dan pesimis yang mewawancarai seorang calon yang periang, seringkali memberi hasil yang berlainan dengan seorang pewawancara yang memiliki tempramen periang. Begitu pula sebaliknya, seorang pewawancara yang tempramennya periang yang mewawancarai calon yang pendiam, maka akan memberi hasil yang berbeda dengan pewawancara yang pendiam.
2. Cara Mengajukan Pertanyaan Biasanya cara mengajukan pertanyaan itu beda-beda antara satu dengan yang lainnya. Ada pertanyaan yang diajukan dengan terburu-buru atau kurang jelas, ada juga mengajhukan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata sukar. Cara bertanya yang berlainan itu akan menerima jawaban yang berbeda-beda, dan tentunya akan memberikan hasil yang berbeda-beda pula. Dengan kata lain, cara mengajukan pertanyaan kepada calon tenaga kerja akan membawa hasil yang berlainan baik kepada lembaga maupun kepada calon itu sendiri. 3. Pengaruh Halo (Halo Efect) Maksud dari pengaruh halo adalah sifat khusus seseorang yang dihadapi memberikan kesan kepada pewawancara, sehingga dalam pengambilan keputusan mengenai orang tersebut hal yang memberi kesan memegang peranan yang amat besar. Misalnya seorang sarjana yang bergelar doktor dalam suatu cabang ilmu pengetrahuan diangkat menjadi rektor di salah satu universitas, meskipun sesungguhnya doktor tersebut tidak memiliki kualifikasi sebagai seorang rektor. Sering terjadi juga dalam seleksi tenaga kerja, seorang pelamar dianggap tidak cakap dalam menjalankan tugas, hanya karena petugas yang mewawancarai tidak menyukai sesuatu sifat tertentu dari pelamar tersebut. Begitu juga sebaliknya, kadang-kadang pelamar langsung diterima hanya karena orang yang bertugas mewawancarai dipengaruhi oleh salah satu sifat baik menonjol dari si pelamar. Pengaruh halo semacam ini merupakan salah satu kelemahan dalam mengadakan seleksi melalui wawancara.
Dari kelemahan-kelemahan tersebut di atas, sangatlah jelas bahwa jika proses seleksi dengan cara wawancara dengan tidak memperlihatkan kelemahan itu dan tidak berusaha untuk mencegahinya, maka harapan untuk memilih tenaga kerja yang masuk kualifikasi akan tidak tercapai. Adapun salah satu cara untuk menghindari atau meminimalisir kelemahankelemahan wawancara tersebut adalah memakai wawancara berencana. Artinya, pewawancara telah melakukan pelatihan dalam teknik berwawncara. Perlu memiliki rencana komprehensif tentang apa yang ingin diperbincangkan dengan masing-masing calon. Menurut Keenan (1996: 21), Perlu menyusun pertanyaanpertanyaan yang relevan untuk masing-masing individu yang nantinya berguna untuk memberi informasi gambaran yang utuh dan komprehensif tentang karakter serta kepribadian mereka yang terdiri dari enam bidang penyelidikan: kegiatan saat ini, hubungan kerja, minat pribadi, keadaan umum serta alasan melamar pekerjaan. Sebelum pelaksanaan wawancara itu dimulai, satu hal yang perlu diperhatikan oleh pewawancara adalah terlebih dahulu menerima laporan tentang informasi diri pelamar atau calon tenaga kerja. Hal itu dilakukan agar dalam penyusunan prencanaan wawancara bisa terjadi singkronisasi dan terkoordinasi dengan baik. Sementara itu Agus Suyanto (1999: 70), juga menyebutkan beberapa cara wawancara berencana antara lain: 1. rumuskan tujuan wawancara, dan siapkan pertanyaan yang sebaik-baiknya untuk mengungkapkan apa yang ingin diketahui.
2. usahakan agar calon tenaga kerja tidak ketegangan dan hadapilah dengan sikap bersahabat 3. berikanlah dorongan kepada sipencari kerja untuk berbicara tanpa tekanan dan lancar serta dengarkan jawaban-jawabannya dengan penuh perhatian. 4. hindari citra diskrimninasi rasial atau kesukuan. 5. meskipun pewawancara yang menentukan, tetapi janganlah bersikap dominan dan arahkanlah wawancara yang bersifat obyektif 6. pergunakanlah waktu yang cukup untuk memberi peluang agar pelamar mengemukakan yang tepat tetapi jangan membuang-buang waktu 7. tulislah semua fakta yang terungkap dari wawancara tersebut sebelum terlupakan. Di negara-negara yang maju, seleksi tenaga kerja melalui wawancara mengalami peningkatan yang signifikan. Apalagi dengan menghindari kelemahankelemahan dan menerapkan wawancara berencana. Bahkan wawancara berencana ini dengan menugaskan pewawancara lebih dari dua orang.Yaitu hasil yang dicapai oleh masing-masing pewawancara digabungkan kemudian dibagi untuk mendapatkan hasil rata-rata. Melalui cara ini dengan harpan unsur subyektivitas dari mereka yang mewawancarai bisa dieliminer. c. Keputusan Penerimaan atau Penolakan Jika para calon tenaga kerja yang telah mengikuti seleksi yang panjang itu dinyatakan lulus, maka kegiatan selanjutnta adalah keputusan penerimaan. Hal ini menandakan bahwa proses seleksi telah berakhir dan secara otomatis meka akan menjadi bagian dari tenaga kerja dalam instansi atau lembaga yang
bersangkutan. .Namun dalam kode etik hubungan kemasyarakatan (public Relation), bagi calon tenaga kerja yang tidak terpilih atau tidak diterima harus ada pemberitahuan. Bahkan jika instansi atau lembaga yang bersangkutan memilki banyak lowogan yang harus diisi dan tentunya spesifikasinya hampir sama, maka mereka yang telah mengiukuti sampai seleksi berakhir namun gagal bisa dipertimbangakan lagi, karena mereka telah melewati berbagai macam tahap seleksi. Balangko lamaean di saat pendaftaran merupakan data awal dan informasi bagi instansi khusunya bagian kepegawaian untuk kegiatan-kegiatan selenjutnya. Menurut Hondoko (2000: 101) dengan penyimpanan data tersebut untuk antisipasi jika mereka yang telah diterima ternyata pekerjaan mereka tidsak memuaskan, maka pihak lembaga khususnya bagian kepegawaian bisa melaklukan rekontruksi proses seleksi. Dengan rekontruksi tersebut mungkin akan ditemukan tes-tes yang tidak valid, wawancara yang tidak tepat atau kesalahan-kesalahan lainnya. Untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi kekeliruan setelah rekontruksi tersaebut, maka Hasibuan (2002: 61), menawarkan agar mereka yang telah diseleksi dan dinyatakan lulus, maka bisa diterima menjadi tenaga kerja dengan status dalam masa percobaan.
C. SISTEM ORIENTASI Orientasi adalah meperkenalkan tenaga kerja baru ke dalam lembaga atau instansi berarti mengupayakan agar tenaga yang telah diterima segera mungkin dapat menyesuaikan diri ke dalam lembaga yang bersangkutan. Untuk mencapai
maksud ini, selain harus diberi gambaran keseluruhan kepada tenaga baru itu, ia juga harus diperkenalkan kepada pekerja-pekerja lain baik pekerja yang baru maupun lama serta memberikan suasana cair dari kekakuannya. Ketika memberikan gambaran keseluruhan berarti secara otomatis memberikan penjelasan kepada mereka tentang semua persoalan-persoalan terutama hak dan kewajiban yang ada dalam lembaga. Hal-hal yang perlu dijelaskan dalam pelaksanaan orientasi menurut Manulang (1985: 102), antara lain: 1. Sejarah lembaga 2. struktur organisasi 3. tata kerja dalam lembaga 4. pedoman-pedoman tentang kesejahteraan pegawai 5. pedoman-pedoman tentang kemungkinan promosi Penjelasan akan hal-hal tersebut sangat perlu, karena pada umumnya tenaga-tenaga baru ketika mulai bekerja di suatu bidang, selalu timbul pertanyaanpertanyaan pada dirinya yang perlu segerah mendapatklan penjelasan. Begitu juga memperkenalkan dengan tenaga-tenaga yang lain dianggap penting dan harus dilakukan oleh petugas pada hari - hari pertama tenaga baru itu bertugas agar dapat terciptanya hubungan baik antar pegawai dan tidak terdapat suasana kekakuan. Selain langkah-langkah proses memperkenalkan pegawai baru tersebut di atas, di samping itu juga tenga baru harus diberi tugas yang jelas sehingga mereka menmgerti benar apa yang menjadi tanggung jawabnya dan kebijaksanaan seperti apa yang ditempuhnya untuk menyelesaiakan tugas itu.