BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori yang Relevan 2.1.1 Analisis kesalahan Ellis (1987:296) mengatakan analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja, yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebab-penyebabnya serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu. James (1998:5-6) juga mengemukakan bahwa analisis kesalahan sebagai cabang dari linguistik terapan pembelajaran bahasa pertama dan bahasa kedua/bahasa asing yang melibatkan bahasa ibu, bahasa sasaran, dan bahasa antara-bahasa sasaran yang digunakan pembelajar. Namun, ciri khas analisis kesalahan terletak pada pendeskripsian bahasa sasaran dan bahasa antara termasuk analisis perbandingan diantaranya. Oleh karena itu, pendeskripsian dan perbandingan bahasa sasaran dengan bahasa antara termasuk dalam tahapan analisis kesalahan berbahasa. Selanjutnya Corder (1981) dalam (Tarigan, 1988:70-72) menyatakan, bahwa analisis kesalahan mempunyai fungsi dalam proses pembelajaran, yaitu untuk menginvestigasi proses pembelajaran bahasa. Menganalisis kesalahan yang dibuat siswa jelas memberi manfaat tertentu, karena pemahaman terhadap kesalahan itu merupakan umpan balik yang sangat berharga bagi pengevaluasian dan
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan. Yang diartikan bahwa analisis kesalahan adalah sutau prosedur kerja, sebagai prosedur kerja analisis kesalahan mempunyai langkah-langkah tertentu, yang dimaksud dengan “metodologi” analisis kesalahan. Yang mencakup pada
pengumpulan
data
kesalahan,
pengidentifikasian
kesalahan
dan
pengklasifikasian kesalahan, memperingkat kesalahan, menjelaskan kesalahan, dan mengoreksi kesalahan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dalam penelitian ini digunakan teori (Corder 1981) karena teori ini dapat memandu Peneliti untuk mencari data di lapangan. Dapat disimpulkan bahwa analisis kesalahan adalah suatu proses yang betujuan untuk menganalisis kesalahan berbahasa yang digunakan oleh pembelajar bahasa asing melalui prosedur kerja dengan menggunakan teknik penelitian meliputi pengumpulan data pada sampel, pengidentifikasi kesalahan tersebut berdasarkan faktor penyebabnya, dan menginterpretasikan kesalahan tersebut secara sistematis. 2.1.2 Jenis analisis kesalahan Menurut Tarigan (1988: 87) kesalahan berbahasa erat kaitannya dengan pengajaran bahasa, baik pengajaran bahasa pertama maupun pengajaran kedua. Kesalahan berbahasa tersebut mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Kesalaan berbahasa harus dikurangi bahkan dapat dihapuskan. Kesalahankesalahan tersebut sering timbul dan banyak terjadi pada penulisan-penulisan ilmiah. Ada empat pengklasifikasian atau taksonomi kesalahan berbahasa yang dikemukakan Tarigan (1988), antara lain:
Universitas Sumatera Utara
(1) taksonomi kategori linguistik; (2) taksonomi siasat permukaan; (3) taksonomi komparatif; dan (4) taksonomi efek komunikatif. Taksonomi kategori linguistik adalah kesalahan berbahasa yang berdasarkan pada butir linguistik. Jadi, kesalahan berbahasa dapat dikategorikan menjadi kesalahan fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikon. Kemudian Politzer dan Remirez dalam Parera (1999) mengelompokkan kategori kesalahan linguistik yang mencakup kesalahan morfologi diantaranya kesalahan memilih afiks, salah menggunakan kata ulang, salah memilih bentuk kata. Contohnya: banyak pelajar-pelajar baris-baris di tanah lapangan itu. Gerakan tanganmu dengan gerakkan silat! Yang seharusnya: Banyak pelajar berbaris di lapangan itu. Gerakkan tanganmu dengan gerakan silat! Taksonomi siasat permukaan atau suface strategy taxonomy menyoroti bagaimana cara-caranya struktur permukaan berubah. Para pelajar mungkin saja menghindarkan/menghilangkan hal-hal penting, menambahkan sesuatu yang tidak perlu, salah memformasikan hal-hal, atau salah menyusun hal-hal tersebut (Tarigan:1988:133). Secara garis besarnya, kesalahan-kesalahan yang terkandung dalam taksonomi siasat permukaan ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Omission ‘Penghilangan’, yaitu kesalahan ini ditandai oleh ketidak hadiran suatu butir yang seharusnya ada dalam ucapan yang baik dan benar. Contoh: kami membeli makanan yang enak di warung berubah menjadi kami membeli makanan enak warung. 2. Addition ‘Penambahan’, penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat. Contoh: Para mahasiswa-mahasiswa seharusnya para mahasiswa Banyak rumah-rumah seharusnya banyak rumah 3. Misformation ‘Kesalahbentukan’, penutur membentuk suatu frase atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya konstruksi frase atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa. Contoh: Ani sedang mensapu rumah seharusnya Ani sedang menyapu rumah. 4. Misordering ‘Kesalahurutan’, penutur menyusun atau mengurutkan unsur-unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kalimat di luar kaidah bahasa itu. Akibatnya frase atau kalimat itu menyimpang dari kaidah bahasa. Contoh: aku tidak tahu apa itu, seharusnya aku tidak tahu yang dimaksud dengan hal itu. Taksonomi komparatif merupakan klasifikasi kesalahan yang didasarkan pada perbandingan-perbandingan antara struktur-struktur kesalahan B2 dan tipe-
Universitas Sumatera Utara
tipe kontruksi tertentu lainnya. Sebagai contoh: penggunaan bahasa Inggris pada pelajar Indonesia. Contoh: I not craying seharusnya I am not crying Taksonomi efek komunikatif memandang serta menghadapi kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca. Pusat perhatian tertuju pada pembedaan antara kesalahan-kesalahan yang seolah-olah menyebabkan salah komunikasi. contoh: bahasa Indonesia banyak orang disenangi. Seharusnya bahasa Indonesia banyak disenangi orang. Dari jenis analisis kesalahan di atas penelitian ini hanya fokus pada jenis analisis kesalahan berdasarkan kategori 2 taksonomi. Yakni pada taksonomi linguistik dan siasat permukaan. Karena bentuk kesalahan berdasarkan bentuk morfem infleksi ini lebih cenderung kepada taksonomi linguistik dan
siasat
permukaan. 2.1.3 Kesalahan berbahasa Dalam berkomunikasi setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu komunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan meyimpang dari kaidah tata bahasa (Setyawati, 2010:15). Kesalahan bahasa dianggap sebagai suatu proses pembelajaran baik secara formal maupun non formal. Selanjutnya Tarigan (1988:126) menyatakan bahwa kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan para pelajar. Kesalahan
Universitas Sumatera Utara
tersebut merupakan bagian-bagian yang “menyimpang” dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang dewasa. Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Untuk membahas tentang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menggunakan 3(tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) lapses, (2) error, dan (3) mistake. Ketiga isitilah itu memliki domain yang berbeda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan: a.
Lapses Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk
menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan(kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini di istilahkan dengan “slip of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan “slip of the pen”. Keslahan ini terjadi akibat ketidak sengajaan oleh penuturnya. b.
Error Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau
aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain, sehungga itu berdampak kekurang sempurnaan atau ketidak mampuan penutur. Hal tersebut berimpliksi terhadap penggunaa bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.
Universitas Sumatera Utara
c.
Mistake Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam
memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Menurut Huda (1981), kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa (anak) yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua disebut kekhilafan (error). Kekhilafan (error), menurut Nelson Brook dalam Syafi’ie (1984), itu “dosa/kesalahan” yang harus dihindari dan dampaknya harus dibatasi, tetapi kehadiran kekhilafan itu tidak dapat dihindari dalam pembelajaran bahasa kedua. Ditegaskan Oleh Dulay, Burt maupun Richard (1979), kekhilafan akan selalu muncul betapa pun usaha pencengahan dilakukan, tidak seorang pun dapat belajar bahasa tanpa melakukan kekhilafan (kesalahan) berbahasa. Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam kesalahan berbahasa adanya kesamaan antara kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake). Selanjutnya akan dibahas mengenai perbedaan antara kesalahan dan kekeliruan. 2.1.3.1 Perbedaan kesalahan dan kekeliruan Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal kata “kesalahan” dan “kekeliruan” sebagai dua kata yang bersinonim, dua kata yang mempunyai makna yang kurang lebih sama. Tarigan (1988:75) mengatakan bahwa istilah kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa dibedakan yakni penyimpangan dalam pemakai bahasa. Kekeliruan pada umunya disebabkan oleh faktor performansi. Hanya keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan seseorang keliru dalam melafalkan bunyi bahasa, kata, tekanan atau kalimat. Kekeliruan ini
Universitas Sumatera Utara
biasanya dapat diperbaiki oleh para siswa sendiri bila yang bersangkutan lebih sadar dan lebih berkonsentrasi. Siswa sebenarnya sudah mengetahui sistem bahasa tersebut, namun karena suatu hal dia lupa akan sistem itu. Jadi, kekeliruan ini agak bersifat lama. Sebaliknya kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi. Artinya, siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara konsisten, jadi secara sistematis kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari table berikut ini: Kategori /sudut pandang 1. Sumber 2. Sifat 3. Durasi 4. Sistem linguistik 5. Hasil 6. Perbaikan
Kesalahan Kekeliruan Kompetensi Performansi Sistematis Tidak sistematis Agak lama Sementara Belum dikuasai Sudah dikuaasai Penyimpangan Penyimpangan Dibantu oleh guru: Santriwati sendiri: latihan, pengajaran pemusatan perhatian remedial Tabel 2.1 perbandingan keslahan dan kekeliruan (Sumber: Tarigan, 1988:76)
Dari paparan di atas disimpulkan bahwa adanya kesamaan antara mistake (kekeliruan) dan error (kesalahan) yang mana kedua-duanya adalah bagian dari kesalahan. dalam hal ini akan diteliti kekeliruan dan kesalahan yang terjadi dalam berbahasa yang merupakan bagian dari sebuah kesalahan (error). 2.1.4 Faktor penyebab terjadinya kesalahan berbahasa Kita telah mengetahui bahwa identifikasi dan analisis interferensi anatara bahasa-bahasa yang saling kontak, secara tradisional merupakan aspek pokok dalam menelaah kedwibahasaan. Dalam kontak antarbahasa itu sering terjadi
Universitas Sumatera Utara
saling mempengaruhi, yang mengakibatkan terjadinya kesalahan berbahasa. Secara garis besarnya, Richards (1974) mengatakan bahwa faktor penyebab kesalahan berbahasa yang terjadi oleh pembelajar bahasa itu dibedakan atas: kesalahan ‘antarbahasa’ (nterlanguage errors, dan kesalahan ‘intrabahasa’ intralingual errors. 1. Kesalahan
‘antarbahasa’
interlanguage
errors,
yaitu
kesalahan
yang
disebabkan oleh interferensi (B1) terhadap (B2) yang dipelajari. Richards (1985:37) mengelompokkan faktor kesalahan antar bahasa Interlingual error di dalam proses antar bahasa terdapat 5 proses antar bahasa yaitu: transfer bahasa language transfer transfer latihan transfer of training ,siasat pembelajaran bahasa kedua strategies of second language learnig,, siasat komunikasi bahasa kedua strategies of second language communication, penyamarataan yang berlebihan mengenai bahan linguistik bahasa sasaran over-generalization of target language linguistic material. Namun selain 5 proses antarbahasa tersebut ada sejumlah proses lainnya yang dalam beberapa hal berkaitan dengan bentuk-bentuk permukaan ucapan-ucapan antarbahasa. Di antaranya sebagai berikut: a. Transfer bahasa adalah interferensi dari bahasa ibu atau B1 kepada bahasa sasaran atau B2; b. Transfer latihan adalah kesalahan yang berkaitan dengan hakikat bahan-bahan pembelajaran bahasa dan pendekatan-pendekatannya sendiri;
Universitas Sumatera Utara
c. Siasat pembelajaran bahasa kedua adalah kesalahan yang berkaitan dengan pendekatan sang pembelajar sendiri pada bahan yang dipelajari; d. Siasat komunikasi bahasa kedua adalah kesalahan yang berkaitan dengan cara sang pembelajar berupaya berkomunikasi dengan para penutur asli di dalam situasi pemakaian bahasa secara alamiah; e. Overgeneralisasi kaidah-kaidah bahasa sasaran adalah kesalahan yang berkaitan dengan cara sang pembelajar menstruktur kembali (mereorganisasikan) bahan linguistik atau materi kebahasaan 2. Kesalahan
‘intrabahasa’
intralingual
errors,
yaitu
kesalahan
yang
merefleksikan ciri-ciri umum kaidah yang dipelajari seperti kesalahan generalisasi, aplikasi yang tidak sempurna terhadap kaidah-kaidah, dan kegagalan mempelajari kondisi-kondisi penerapan kaidah. Dengan singkat, penyebab kesalahan” intrabahasa” ini adalah: a. Over-generalization ‘penyemarataan berlebihan’ Penyemarataan berlebihan atau over-generalisasi mencakup contohcontoh dimana seorang pelajar menciptakan struktur yang menyimpan berdsarakan pengalamannya mengenai struktur-struktur lain dalam bahasa sasaran atau bahasa target. Contoh: he can sings yang seharusnya he can sing Pada
umumnya,
penyamarataan
berlebihan
(over
generalization)
melibatkan penciptaan suatu struktur yang menyimpang pada tempat dua srtuktur
Universitas Sumatera Utara
yang regular. Hal ini mungkin saja sebagai akibat upaya seorang pelajar mengurangi beban linguistiknya. (Richards:1985:174) b. Ketidaktahuan akan pembatasan kaidah Berkaitan erat dengan penyamarataan atau generalisasi strukturstruktur yang menyimpang yang telah dijelaskan sebelumnya adalah kegagalan mengamati pembatasan-pembatasan atau restriksi-restriksi struktur-struktur yang ada, yaitu penerapan kaidah-kaidah terhadap konteks-konteks yang tidak menerima penerapan tersebut. Contoh: The man who I saw him We saw him play football and we admired c. Penerapan kaidah yang tidak sempurna Dalam kategori ini terjadinya struktur-struktur yang penyimpangannya menggambarkan taraf perkembangan kaidah-kaidah yang diperlukan untuk menghasilkan ucapan-ucapan yang berterima atau dapat diterima. Sebagai contoh: kesulitan-kesulitan sistematis dalam penggunaan pertanyaanpertanyaan yang dapat diamati dengan jelas pada siswa yang mempelajari bahasa kedua (B2). Pelajar B2 yang mungkin hanya tertarik pada komunikasi, dapat mencapai komunikasi yang cukup efisien tanpa memerlukan pengawasan yang lebih banyak daripada kaidah-kaidah sederhana pemakai pertanyaan. Contoh: Pertanyaan guru
jawaban siswa
Do you read much?
Yes, I read much
Universitas Sumatera Utara
What was she saying?
She saying she would ask him
(Richards: 1985:178) d. Salah menghipotesiskan konsep Sebagai tambahan terhadap jajaran-kesalahan intralingual yang telah dibahas di atas, masih terdapat sejenis kesalahan perkembangan yang diturunkan dari pemahaman yang salah terhadap pembedaanpembedaan di dalam bahasa target. Hal ini kadang-kadang berkaitan dengan gradisi hal-hal pengajaran yang tidak selaras. Sebagai contoh, bentuk was dalam bahasa Inggris dapat diinterpretasikan sebagai penanda atau ciri pada masa lalu sehingga menghasilkan one day it was happened dan bentuk is mungkin dipahami sebagai yang berhubungan dengan penanda pada masa kini (sekarang) sehingga menghasilkan he is speaks dutch. Seharusnya he speaks dutch Contoh: farmers are went to their houses Seharusnya Farmers went to their houses 2.2 Morfologi Secara etimologi morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk’. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata’ (Chaer: 2008:3). Ramlan (1983: 16) mengatakan bahwa Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata atau morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk
Universitas Sumatera Utara
kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi garamatik maupun fungsi semantik. Secara struktural objek kajian morfologi adalah morfem pada tingkat rendah dan pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, morfolgi sebagai seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata. Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang linguistik yang membahas mengenai perubahan kata. Dalam bahasa Arab, morfologi merupakan sharf, dimana di dalamnya banyak membahas tentang perubahan-perubahan kata dari satu kata menjadi sejumlah kata yang mempunyai arti tersendiri. Dalam kajian morfologi, terdapat poin-poin yang menjelaskan lebih rinci tentang morfologi itu sendiri, seperti objek kajian morfologi, proses morfologi, hubungan morfologi dengan ilmu-ilmu tata bahasa lainnya, serta morfologi dalam bahasa Arab itu sendiri dimana salah diantaranya yaitu morfem. Morfem adalah satuan morfologi yang tidak dapat dibagi lagi menjadi satuan – satuan yang lebih kecil, dalam arti kata yang ada dalam rangkaian kata – kata mempunyai fungsi formal yang sama dan tidak dapat dibagi lagi. Bentuk linguistik di atas diartikan sebagai setiap kombinasi fonem yang mengandung makna. Jadi morfem merupakan suatu gramatikal terkecil yang mempunyai arti. Verhaar (1988:97) menjelaskan bahwa morfem bebas adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri secara morfemis dan tidak membutuhkan bentuk lain yang digabung. Morfem terikat Bound morpheme adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak muncul dalam pertuturan (Chaer, 1994:152).
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Yule (1985:76), terdapat dua kategori morfem terikat, yaitu derivational morphemes dan inflectional morphemes. a. Derivational Morpheme Derivational Morpheme adalah morfem yang membentuk kata – kata baru dan sering digunakan untuk membentuk kata-kata dengan kategori gramatikal yang berbeda dari stem-nya, misalnya penambahan morfem –ly pada kata sifat careful akan mengubahnya menjadi kata keterangan carefully. Dalam bahasa arab misalnya kata /kataba/ ‘ ﻛﺘﺐmenulis’ (verba)
/kitabun/ ‘ ﻛﺘﺎﺏbuku’
(nomina) b. Inflectional Morpheme Inflectional morpheme ini digunakan untuk menunjukkan kata yang bersifat jamak atau tunggal dan tidak mengubah kelas kata. Contohnya, morfem infleksi –s pada kata books menunjukkan kata benda jamak. Dalam bahasa arab contohnya: /muslimun/ ‘ ﻣﺴﻠﻢsatu orang muslim’
/muslimāni/ ‘ ﻣﺴﻠﻤﺎﻥdua orang
muslim’ /muslimūna/ ‘ ﻣﺴﻠﻤﻮﻥbeberapa orang muslim’ 2.2.1 Morfem Infleksi Istilah Fleksi (flexion dalam bahasa inggris) atau “Infleksi” (inflexion) berarti semua perubahan paradigmatis yang dihasilkan dengan proses morfemis mana
pun,
boleh
dengan
afiksasi,
boleh
dengan
modifikasi
intern
(Verhaar:1976:69). Ciri infleksi ialah bahwa bentukan infleksi itu tergolong dalam kategori kata yang sama dengan morfem dasarnya; kedua, bahwa kontruksi infleksi mempunyai distribusi yang sama dengan morfem dasarnya. Contoh dalam
Universitas Sumatera Utara
bahasa Indonesia: tulis, tulisi, tuliskan, ditulisi, dituliskan, menulisi, menuliskan, tertulis, tertuliskan, semuanya tergolong kategori verba. Telah diketahui dalam bahasa-bahasa fleksi, seperti bahasa Arab, Latin, dan bahasa Italia, ada pembentukan kata secara inflektif dan derivatif. Dalam pembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihasilkan sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya. Jadi pembentukan kata Inggris dari dasar write menjadi writes adalah pembentukan kata inflektif, karena baik write maupun writes adalah sama-sama verba (Chaer, 2007:37) Infleksi menurut Bauer (1988:73) adalah proses morfologis yang menyebabkan terbentuknya berbagai bentukan, tetapi bentukan itu tidak berakibat pada perubahan kelas kata atau tetap pada kelas kata yang sama. Pendapat yang lain mengatakan Inflection adalah proses pembentukan kata dengan cara menambahkan imbuhan tetapi tidak mengubah kelas kata pada bentukan kata yang baru tersebut Katamba, 1993: 47). 2.2.2 Proses infleksi dalam konjugasi bahasa Arab Proses morfologi infleksi dalam bahasa-bahasa dunia dikenal dalam konjugasi dan deklinasi (Verhaar, 1999:121-126). Konjugasi adalah alternasi infleksi pada verba dan deklinasi adalah alternasi pada nomina dan adjektiva. Konjugasi mencakup (1) kala, (2) aspek, (3) modus, (4) diathesis, (persona: jumlah dan jender). kemudian Chaer (2007:258) menjelaskan perbedaan antara kala, aspek, modus dan dhiatesis. Kala adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan didalam predikat.
Universitas Sumatera Utara
Dan aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, dan proses. Selanjutnya Modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap si pembicara tentang apa yang diucapkannya. Kemudian dhiatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Kategori verba dalam bahasa Arab terbagi menjadi verba Perfect (fi’il mādi), verba Imperfect (fi’il mudāri’), dan verba Imperative (fi’il ? amr). Penggolongan kata menjadi verba, selain ditentukan oleh fungsi di dalam kalimat, juga ditentukan oleh pola yang ada dalam bahasa Arab. Pola disini menunjukkan bahwa masing-masing verba mempunyai cirri-ciri tersendiri (Ad-dahdah, 1981:115). Menurut Shini ” (1990:79) berdasarkan segi waktu (kala) verba dalam bahasa Arab dibagi menjadi tiga yaitu, verba mādi, verba mudāri’ dan verba ?amr. Ia memberikan defenisi mengenai verba-verba tersebut sebagai berikut: "." ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﻤﺎﺿﻲ ﻫﻮ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺣﺪﺙ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻜﻼﻡ "."ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﻤﻀﺎﺭﻉ ﻫﻮ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺣﺪﺙ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻣﻦ ﺍﻟﺤﺎﺿﺮ ﺍﻭ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺒﻞ "."ﻓﻌﻞ ﺍﻻﻣﺮ ﻫﻮ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻁﻠﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺎﺿﺮ ﺍﻭ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺒﻞ /al-fi’lu mādi huwa al-fi’lu al-ladzi yadullu alā hadatsin qobla al-kalami/ /al-fi’lu mudhari’ huwa al-fi’lu al-ladzi hadatsin fi az-zamani al-hādhiri aw al-mustaqbal/ /fi’lu al-amri huwa al-fi’lu al-ladzi yadullu ‘ala tholabin fi al-hāhiri aw almustaqbal/
Universitas Sumatera Utara
Makna: “verba mādi adalah verba yang menunjukkan peristiwa yang terjadi sebelum pengujaran.” “verba mudāri’ adalah verba yang menunjukkan peristiwa pada waktu kini ata waktu mendatang.” “verba ?amr adalah verba yang menunjukkan sebuah permintaan untuk melakukan sesuatu pada kala waktu atau mendatang.” Misalnya: /ba’sa allahu muhammadan/ ‘ ﺑﻌﺚ ﷲ ﻣﺤﻤﺪﺍAllah telah mengutus Muhammad.’ /naqra-u al-qur āna al-karima/ ‘ ﻧﻘﺮﺃ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢkami sedang membaca Alquran al-karim.’ /?ati’ rabbaka/ ‘ ﺃﻁﻊ ﺭﺑﻚta’atilah Tuhanmu.’ Kata /ba’sa/ ‘mengutus’ menunjukkan pada pengutusan Nabi Muhammad SAW yang terjadi pada masa lalu, yaitu masa ketika belum ada di dalamnya. Bentuk verba tersebut adalah verba mādi. Jadi verba mādi adalah verba yang berfungsi untuk menunjukkan perstiwa yang terjadi di kala lampau. Kemudian /naqra-u/ ‘kami
sedang membaca’ adalah verba mudāri’ berbentuk yang
menunjukkan tindakan yang dilakukan pada waktu kini ketika pengujaran. Berarti verba mudāri’ berfungsi untuk mengungkapkan situasi atau tindakan yang terjadi pada waktu kini dan mendatang. Untuk verba ?amr Shini menjelaskan kata /?ati’/ ;ta’atilah’, bahwa verba tersebut berfungsi untuk menunjukkan permintaan untuk
Universitas Sumatera Utara
melakukan suatu tindakan tanpa mengkaitkannya dengan permasalahan waktu kebahasaan. (Shini, 1990 :71-72) Dalam morfem infleksi, proses morfologis atau perubahan bentuk yang terjadi lebih disebabkan oleh adanya hubungan sintaksis dan tidak berakibat pemindahan kelas kata, seperti: I write ‘saya menulis’ menjadi He writes ‘dia lakilaki menulis’ (untuk orang ketiga tunggal pada kala kini), verba teach ‘mengajar’ (kini) menjadi teached ‘mengajar’ (kala lampau) dan sebagainya. Afiks-afiks infleksi yang bersifat inflektif meliputi hubungan garamatikal berkenaan dengan kategori persona, jumlah, jender, dan kala. Persona, jumlah, jender merupakan kategori gramatikal yang memarkahi verba dalam bahasa Arab. Pemarkahan semacam ini merupakan bentukan penyesuian verba dengan subjeknya (Verhaar, 1999:132). Penyesuaian itu dalam hal persona, jumlah, dan jendernya sehingga verba dalam Arab berubah menjadi empat belas pola. Budaya bangsa Arab memilki konsep jender yang membedakan maskulin versus feminin secara ketat berimplikasi pada perwujudan bahasanya sehingga hampir semua kelas kata dalam bahasa Arab termasuk verba. Verba dalam bahasa Arab dapat ditentukan atas maskulin dan feminin, seperti contoh di bawah ini: /kataba/ ‘ ﻛﺘﺐdia laki-laki menulis’ (Maskulin) /katabat/ ‘ ﻛﺘﺒﺖdia perempuan menulis’ (Feminin) Demikian juga dengan kategori jumlah, budaya Arab memilki konsep jumlah yang rinci, yaitu tunggal, dual, Jamak, seperti:
Universitas Sumatera Utara
/kataba/ ‘ ﻛﺘﺐseorang laki-laki menulis’ (Persona ketiga TM) /katabā/ ‘ ﻛﺘﺒﺎdua laki-laki menulis’ (Persona ketiga DM) /katabū/‘ ﻛﺘﺒﻮﺍmereka laki-laki menulis’ (Persona ketiga JM) Afiks-afiks infleksi berfungsi menandai hubungan gramatikal seperti berkaitan dengan masalah jumlah, persona, kala, modus, dan kasus. Tetapi afiksafiks tersebut tidak mengubah kelas kata dari kata yang dilekatinya. bahasa Arab adalah salah satu contoh bahasa yang kata-katanya berinfleksi untuk menandai hubungan-hubungan gramatikal di atas. Berbagai konsep gramatikal dinyatakan secara sistematis dan ekonomis menggunakan infleksi-infleksi, seperti konjugasi verba Perfect, verba Imperfect dan verba Imperative dalam bahasa Arab. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian akan mengkaji morfem infleksi penanda persona, jumlah, dan jender dalam verba Arab. 2.2.3 Mofem Infleksi Dalam Konjugasi Bahasa Arab yang berupa Kala dan Diathesis: Persona Jumlah, dan Jender Kategori gramatikal persona, jumlah, dan gender dalam bahasa Arab memarkahi verba dengan infleksi-infleksi. Infleksi dapat didefenisikan sebagai perubahan paradigmatik sebuah leksem yang tidak menimbulkan makna baru (Jensen, 1990:150). Morfem infleksi berubah secara paradigmatis berdasarkan persona, jumlah dan jender dari pelaku perbuatan. Berdasarkan teori Dahdah sebelumnya, dijelaskan bahwa verba di dalam bahasa Arab terdiri dari 3 macam yaitu, verba Perfect, verba Imperfect dan verba Imperative. Verba Perfect berinfleksi secara paradigmatik melalui konjugasi sufiks pemarkah subjek atau disebut nama kojugasi sufiks (suffix conjugation), sedangkan verba ‘Imperfect
Universitas Sumatera Utara
berinfleksi secara paradigmatik melalui konjugasi prefiks pemarkah subjek atau disebut dengan nama konjugasi prefiks (prefix conjugation), selanjutnya verba Imperative’ yang berinfleksi melalui konjugasi prefiks pemarkah subjek atau disebut dengan nama konjugasi prefiks (prefix conjugation) .(Versteegh, 1997:84). Berikut ini tabel morfem infleksi dalam konjugasi ditinjau dari persona, jumlah, dan jender pada verba Perfect dalam bahasa Arab: Makna dalam bahasa Indonesia
No. Bentuk verba
Persona
Jumlah
Jender
1.
/kataba/ﻛﺘﺐ
Ketiga
Tunggal
Maskulin
2.
/kataba/ﻛﺘﺒﺎ
Dual
3.
/katabu/ﻛﺘﺒﻮﺍ
Jamak
4.
/katabatﻛﺘﺒﺖ/
Tunggal
5.
/katabata/ﻛﺘﺒﺘﺎ
Dual
6.
/katabna/ﻛﺘﺒﻦ
Jamak
7.
/katabta/ﻛﺘﺒﺖ
8.
/katabtuma/ﻛﺘﺒﺘﻤﺎ
Dual
9.
/katabtum/ﻛﺘﺒﺘﻢ
Jamak
10.
/katabti/ﻛﺘﺒﺖ
Tunggal
11.
/katabtuma/ﻛﺘﺒﺘﻤﺎ
Dual
12.
/katabtunnaﻛﺘﺒﺘﻦ/
Jamak
Kedua
Tunggal
Feminin
Maskulin
Feminin
‘dia laki-laki telah menulis’ ‘mereka (dua) lakilaki telah menulis’ ‘mereka telah menulis’ ‘dia perempuan telah menulis’ ‘mereka (dua) perempuan telah menulis’ ‘mereka perempuan telah menulis ‘kamu (laki-laki) telah menulis’ ‘kamu (dua lakilaki) telah menulis’ ‘kalian (laki-laki) telah menulis’ ‘kamu perempuan telah menulis’ ‘kamu (dua perempuan) telah menulis’ ‘kalian (perempuan) telah menulis’
Universitas Sumatera Utara
‘saya menulis’ ‘kami 14. /katabna/ﻛﺘﺒﻨﺎ Jamak Feminin/maskulin menulis’ Tabel 2.2 Paradigma Verba Perfect Bahasa Arab Dengan Menggunakan Sufiks Kala dan Persona, Jumlah dan Jender. (Nur, 2010:5) 13.
/katabtu/ﻛﺘﺒﺖ
Pertama
Tunggal
telah
Feminin/maskulin
telah
Tabel tersebut memperlihatkan sebuah verba Perfect dalam bahasa Arab yang berubah secara inflektif berdasarkan perubahan persona, jumlah, dan jender menjadi empat belas macam melalui morfem infleksi yang berbentuk sufiks. Untuk lebih jelas, lihat table morfrm infleksi sufiks berikut ini. No. 1.
Maskulin Persona Tunggal III /-a/ ‘dia lakilaki’
2.
II
3.
I
Dual Jamak /-ā/ /-ū/ ‘mereka (dua) ‘mereka laki-laki laki-laki’
(TM) (DM)’ /-ta/ /-tumā/ ‘kamu laki- ‘kamu (dua) laki’ laki-laki’ (TM) (DM) /-tu/ ‘saya’ (TM)
-
(JM) /-tum/ ‘kalian perempuan’ (JM)
Feminin Tunggal /-at/ ‘dia perempuan’ (TF) /-ti/ ‘kamu perempuan’ (TM)
Dual /-atā/ ‘mereka (dua) perempuan’ (DF) /-tumā/ ‘kamu (dua) perempuan’ (JM)
/-nā/ /-tu/ ‘kami’ ‘saya’ (JM) (TM) 2.3 Sufiks Verba Perfect dalam Konjugasi Bahasa Arab (Nur, 2010: 5)
Jamak /-na/ ‘mereka perempuan’ (JF) /-tunna/ ‘kalian perempuan’ (JM) /-nā/ ‘kami’ (JM)
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pada bagian pertama pada verba sufiks dimulai dari persona ketiga terdiri dari sufiks {-a}, {-ā}, dan {-ū} masing-masing untuk subjek tunggal, dual, dan Jamak maskulin. Selanjutnya diikuti bagian yang terdiri dari {-at}, {-atā, dan {-na} masing-masing untuk
Universitas Sumatera Utara
subjek tunggal, dual, Jamak feminin. Dan pada bagian dua terdiri dari Dari persona kedua, sufiks berubah menjadi {-ta}, {-tumā}, {-tum} masing-masing untuk subjek persona kedua jumlah tunggal, dual, dan Jamak maskulin, dan selanjutnya diikuti dengan sufiks {-ti},{-tumā}, dan {-tunna} masing-masing untuk subjek orang kedua feminin dengan jumlah tunggal, dual, dan Jamak. Dan yang terakhir yaitu persona pertama menjadi {-tu}, dan {-nā} masing-masing untuk jumlah tunggal dan Jamak digunakan baik untuk jender maskulin dan feminin. Selain verba Perfect, verba Imperfect juga menggunakan morfem infleksi yang berbentuk prefiks dan sufiks seperti pada tabel berikut:
No. Bentuk verba
1.
/yaktubu/ ﻳﻜﺘﺐ/
Persona
Jumlah
Jender
III
Tunggal
Maskulin
Dual
2.
yaktubani/ ﻳﻜﺘﺒﺎﻥ
3.
/yaktubuna/ ﻳﻜﺘﺒﻮﻥ
4.
/taktubu/ ﺗﻜﺘﺐ
Tunggal
5.
/taktubani/ ﺗﻜﺘﺒﺎﻥ
Dual
6.
/yaktubna/ﻳﻜﺘﺒﻦ
Jamak
7.
/taktubu/ ﺗﻜﺘﺐ
8.
/taktubani/ ﺗﻜﺘﺒﺎﻥ
Tunggal
Dual
‘dia laki-laki sedang menulis’ ‘mereka (dua) lakilaki sedang menulis’ ‘mereka laki-laki sedang menulis’
Jamak
Kedua
Makna dalam bahasa Indonesia
Feminin
Maskulin
‘dia perempuan sedang menulis’ ‘mereka (dua) perempuan sedang menulis’ ‘merekaperempuan sedang menulis’ ‘kamu laki-laki sedang menulis’ ;kamu (dua) lakilaki sedang menulis’
Universitas Sumatera Utara
9.
/taktubuna/ ﺗﻜﺘﺒﻮﻥ
‘kalian laki-laki sedang menulis’
Jamak
10.
/taktubina/ ﺗﻜﺘﺒﻴﻦ
Tunggal
11.
/taktubani/ ﺗﻜﺘﺒﺎﻥ
Dual
12.
/taktubna/ﺗﻜﺘﺒﻦ
Jamak
13.
/aktubu/ ﺍﻛﺘﺐ
14.
/naktubu/ ﻧﻜﺘﺐ
Feminin
‘kamu anak perempuan sedang menulis’ ‘kamu (dua) perempuan sedang menulis’ ‘kalian perempuan sedang menulis’ ‘saya menulis’
sedang
‘kami menulis’ Tabel 2.4 Verba mudari’ dengan Menggunakan Prefiks ditinjau dari Persona, Jumlah, dan Jender (Nur, 2010: 6)
sedang
Pertama
Tunggal
Feminin/maskulin
Jamak
Feminin/maskulin
Tabel di atas memperlihatkan bahwa sebuah verba Imperfect dalam bahasa Arab berubah secara inflektif berdasarkan persona, jumlah, dan jender (subjek) menjadi empat belas macam. Dalam verba Imperfect yang terjadi proses pada prefiks, dan sufiks. Untuk menunjukkan peubahan persona dan jender digunakan prefiks, sedangkan untuk perubahan pada jumlah digunakan sufiks.dapat disimpulkan bahwa dalam verba Imperfect 3 morfem infleksi yaitu pada prefiks dan sufiks. Untuk lebih jelasnya Prefiks dan Sufiks yang menunjukkan pada verba Imperfect dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
No . 1.
2.
3.
Maskulin Persona III
II
III
Feminin Tunggal /ya-/-/-u/
Jamak /ya-/-/ū na/ ‘dia laki- ‘mereka ‘mereka laki’ (dua) laki- laki-laki’ laki’ (DM) (TM) (JM) /ta-/-/-u/ /ta-/-/ā ni/ /ta-/-ū na ‘kamu laik- ‘kamu ‘kalian laki’ (dua)laki- laki-laki’ laki’ (TM) (DM) (JM) /a-/-u/ ‘saya’ (TM)
Dual /ya/-/-ā ni/
Tunggal /ta-/-/-u/
Dual /ta-/u/-ā ni/
Jamak /ya-/-na/
‘dia perempuan’
‘mereka perempuan’
(TF) /ta--/ī na/ ‘kamu perempuan’
‘mereka (dua) perempuan’ (DF) /ta-/-ā ni/ ‘kamu (dua) perempuan’
(TF)
(DF)
(JF)
-
/na-/-u/ /a-/-u/ ‘kami’ ‘saya’ (JM) (TF) Tabel 2.5 Tabel Prefiks dan Sufiks Verba Imperfect (Nur, 2010: 7)
(JF) /ta-/-na/ ‘kalian perempuan’
/na-/-u/ ‘kami’ (JF)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa prefiks verba Imperfect mulai dari persona ketiga adalah prefiks {ya-} untuk maskulin, sedangkan pada persona ketiga untuk feminin verba prefiks adalah {ta-}. tetapi pada persona ketiga feminin Jamak verba Imperfect
kembali lagi dengan bentuk prefik {ya-}
selanjutnya untuk persona kedua untuk feminin dan maskulin dalam bentuk tunggal, dual dan Jamak bentuk verba prefiks menjadi {ta-}dan untuk persona pertama tunggal menggunakan prefiks{a-} dan untuk pertama Jamak {na-}. Perlu digaris bawahi bahwa dalam prefiks dalam verba Imperfect
menunjukkan
penanda kala. Selain mengalami perubahan prefiks, verba Imperfect
juga mengalami
perubahan pada sufifks. Seperti yang kita lihat pada tabel sebelumnya pada verba
Universitas Sumatera Utara
Imperfect bentuk sufiks {-u} terbentuk pada persona ketiga, kedua, dan pertama dalam maskulin dan feminin dengan jumlah tunggal. Bentuk sufiks {-ā ni} terbentuk pada persona ketiga, kedua, dan pertama dalam maskulin dan feminin dengan jumlah dual. Pada bentuk sufiks {-ū na} terbentuk pada persona kedua dan ketiga maskulin dengan jumlah Jamak. Pada bentuk sufiks {-na} terbentuk pada persona ketiga dan kedua feminin dan maskulin dengan jumlah Jamak. Bentuk sufiks {-ī na} terdapat pada persona kedua tunggal Feminin. dalam verba Imperfect penanda sufiks berfungsi sebagai penanda subjek. Verba Imperative adalah verba perintah yang ditujukan pada persona kedua dan maksud dari verba ini murni untuk perintah. Berikut ini tabel paradigma verba Imperatif ‘imperatif’ yang terdiri dari prefiks dan sufiks ditinjau dari persona, jumlah dan jender.
No. Bentuk verba 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Persona
Jumlah
Jender
Makna dalam bahasa Indonesia
/uktub/ ﺍﻛﺘﺐ Tunggal Maskulin ‘tulislah’ kedua /uktuba/ﺍﻛﺘﺒﺎ Dual ‘tulislah’ (dual) /yuktubu/ﺍﻛﺘﺒﻮﺍ Jamak ‘tulislah’ (Jamak) /uktubi/ﺍﻛﺘﺒﻰ Kedua Tunggal Feminin ‘tulislah’ /uktuba/ ﺍﻛﺘﺒﺎ Dual ‘tulislah’ (dual) /uktubna/ ﺍﻛﺘﺒﻦ Jamak ‘tulislah’ (Jamak) Tabel 2.6 Paradigma Verba Imperative dengan Menggunakan Prefiks dan Sufiks ditinjau dari persona, jumlah, dan jender. (Nur, 2010: 8) Tabel tersebut memperlihatkan verba Imperative dalam bahasa Arab
berubah secara inflektif berdasarkan urutan konjugasinya sebagai persona, jumlah dan jender menjadi enam pola dengan prefiks dan sufiks. Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
No 1.
Maskulin Persona II
Tunggal /u-/b/
Feminin Dual /u-/ b/-ā
Jamak
Tunggal
Dual
Jamak
/u-/b/-ū
/u-/b/-ī
/u-/b/-ā
/u-/b/-na
‘kamu’
‘kamu ‘kalian’ ‘kamu’ ‘kamu(dual) ‘kalian’ (dual)’ ’ 2.7 Tabel Prefiks dan Sufiks Verba Imperative (Nur, 2010: 8)
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa morfem infleksi pada konjugasi verba Imperative terdiri dari prefiks {u} untuk semua persona tunggal, dual dan Jamak dan semua jender baik maskulin dan feminin. Dan sufiks {ā}, {ū}, {ī}, dan {na} pada persona kedua pada dual Jamak oleh jender maskulin dan persona tunggal, dual, Jamak oleh jender feminin. jadi dapat disimpulkan bahwa dalam verba Imperative terdapat 2 infleksi yaitu: prefiks dan sufiks. 2.3 Penelitian yang Relevan Jurnal yang berjudul “Fungsi Afiks Inflkesi Penanda Persona, Jumlah Dan Jender dalam Verba Bahasa Arab” (Nur, 2010). Penelitian ini mengkaji fungsi afiks infleksi sebagai penanda persona, jumlah, dan jender ditinjau dari perspektif morfologi infleksi dan derivasi. Kajian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode linguistik struktural. Hasilnya menunjukkan ada dua sistem infleksi dalam verba bahasa Arab, yaitu infleksi sufiks dan afiks. Dalam suatu kalimat, infleksi berfungsi menandai hubungan verba dalam subjeknya, baik penanda persona, jumlah, dan jender. Adanya sistem infleksi membuktikan pola kalimat dalam bahasa Arab yang cukup luwes, yaitu kedudukan verba dapat ada sesudah atau sebelum subjek. Selain itu adanya sistem infleksi menunjukkan bahwa bahasa
Universitas Sumatera Utara
Arab itu bersifat infleksi secara morfologis. Artinya, kata-kata dalam bahasa Arab itu terbentuk dari morfem-morfem yang masing-masing mendukung konsep garamatikal yang berbeda. Infleksi digunakan agar hubungan diantaranya makin jelas. Hasil penelitian ini menjadi referensi utama untuk penggunaan teori afiks infleksi dalam bahasa Arab yang juga digunakan dalam kajian ini. Jurnal yang berjudul Aspek dan Kala dalam Bahasa Arab (Rany: 2010). Penelitian bertujuan untuk menjelaskan tentang aspek dan kala dalam bahasa Arab, Aspek dan Kala merupakan konsep semantik gramatika verba yang berkaitan dengan masalah waktu kebahasaan verba dalam bahasa Arab yang berkaitan dengan verba madi dan verba mudari’. Verba madi mengandung aspek perfektif sekalogus memilki makna kala lampau, sedangkan verba mudari’ mengandung asper imperfektif dan mengandung makna yang sedang berkala kini. Jurnal ini sangat berhubungan dengan penelitian yang ingin diteliti, yakni di dalam jurnal ini membahas tentang aspek dan kala dalam bahasa Arab, sedangkan dalam penelitian ini membahas tentang pembagian verba bahasa arab berdasarkan kalanya saja. Tesis
yang
berjudul
"Proses
Morfemis
Dalam
Bahasa
Arab"
(Pratama:2010), yaitu suatu kajian tentang sub sistem morfologi, khususnya mengenai pembentukan kata dari bentuk aslinya menjadi bentuk yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembentukan kata dalam bahasa Arab berdasarkan 7 (tujuh) proses yang terdapat dalam proses morfemis, yaitu afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, modifikasi internal, suplesi, dan pemendekan. Juga untuk mendeskripksikan produktivitas proses morfemis dalam
Universitas Sumatera Utara
bahasa Arab. Kerangka teori yang dipakai didasarkan pada teori Chaer. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses afiksasi yang meliputi prefiks, infiks, sufiks, konfiks serta transfiks ada terdapat dalam bahasa Arab, sedangkan interfiks tidak didapati. Proses komposisi, suplesi, modifikasi internal dan pemendekan ada terdapat dalam bahasa Arab, sedangkan reduplikasi dan konversi tidak didapati. Pembentukan kata dengan cara membolak-balik posisi morfem tetapnya serta dengan cara menukar bunyi sebuah kata dengan bunyi yang lain yang mirip makhrajnya adalah bukti keproduktifitasan bahasa Arab. Tesis ini memberikan kontrubusi sebagai bahan refensi dalam pembentukan kata dalam bahasa Arab dan membahas perubahan bentuk morfem. Tesis yang berjudul “Analisis Kesalahan Terjemahan Bahasa Jepang yang terdapat dalam karya ilmiah Mahasiswa S2 UPI” (Muchlisin: 2013). Penelitian bertujuan untuk melihat kesalahan penerjemahan dari bahasa Indonesia kedalam bahasa Jepang yang bersumber dari 9 tesis mahasiswa Jepang, berfokus pada analisis kesalahan sintaksis yang muncul dalam penerjemahan. Berdasarkan hasil pengelolaan data, kesalahan yang muncul terbagi menjadi 4 kategorisasi, 1) kesalahan partikel, 2) kesalahan kata, 3) kesalahan struktur kalimat, 4) kesalahan penerjemahan kalimat secara menyeluruh yang mengakibatkan kegagalan mentransfer maksud bahasa sumber. Dari keempat kategori tersebut terdapat 186 kesalahan yang muncul. Dalam penelitian ini peneliti banyak menemukan kontribusi sebagai rujukan, diantarnya yang pertama yaitu tentang pengkategorian
Universitas Sumatera Utara
jenis kesalahan, kedua tentang pembelajaran bahasa kedua/bahasa asing yang mana peneliti juga ingin meneliti bentuk kesalahan dalam bahasa asing yaitu bahasa Arab. Tesis yang berjudul “Analisis Kesalahan Sintaksis Karangan Bahasa Inggris Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris FKIP Uniiversitas HKBP Nommensen Pematang Siantar” Oleh Napitupulu (2008). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis-jenis kesalahan sintaksis yang terdapat da1am karangan mahasiswa, menemukan jenis kesalahan yang paling dominan, menemukan penyebab kesalahan-kesalahan tersebut dan menemukan implikasi kesa1ahan mengarang dalam pemerolehan bahasa. Data dikumpuikan melalui dua buah instrument yaitu karangan bebas dan karangan terikat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Data dianalisis dengan menggunakan taksonomi kategori linguistik, taksonomi siasat permukaan dan taksonomi efek komunikatif. Penelitian menjadi bahan masukan atau bahan banding untuk melihat penerapan analisis kesalahan. Berdasarkan kajian relevan yang tertera di atas tidak ditemukan pembahasan tentang kesalahan penggunaan morfem infleksi konjugasi bahasa Arab di pesantren Darul Arafah. Dengan demikian penelitian ini masih layak untuk dilaksanakan. 2.4 Kerangka Kerja Teoretis Secara teoretis, penelitian ini menggunakan pendekatan morfologi. Analisis dalam kajian ini menjelaskan bentuk kesalahan penggunaan morfem infleksi konjugasi bahasa Arab . Selanjutnya, bentuk kesalahan tersebut dianalisis
Universitas Sumatera Utara
menggunakan kajian yang mendukung proses analisis kesalahan dengan model kesalahan (taksonomi kesalahan) yang selanjutnya akan ditelususri penyabab terjadinya kesalahan penggunaan morfem infleksi dalam konjugasi bahasa Arab, untuk memberikan gambaran umum mengenai proses penelitian, di bawah ini akan disajikan kerangka kerja teoretis penelitian ini.
BENTUK KESALAHAN
MORFOFOLOGI
ANALISIS KESALAHAN
Kala dan Diathesis
Taksonomi kesalahan
Faktor Penyebab kesalahan
ANALISIS DATA
TEMUAN Gambar 1. Kerangka Kerja Teoretis
Universitas Sumatera Utara