BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 Pneumonia Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu(alveoli).Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus biasa disebut broncho pneumonia(Suryana, 2005 : 58). Pneumonia ini adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus jamur, dan benda asing. Tubuh mempunyai daya tahan yang berguna untuk melindungi dari bahaya infeksi melalui mekanisme daya tahan traktus respiratorius yang terdiri dari : 1. Susunan anatomis dari rongga hidung 2. Jaringan limfoid di naso-ofaring 3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut 4. Reflex batuk 5. Reflex epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang terinfeksi 6. Drainase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional 7. Fagositas, aksi enzimatik dan respons imunohumoral terutrama dari IgA. (Ngastiyah, 2005 : 57) Jaringan yang meradang ini akan mengeluarkan lendir, cairan, dan sel-sel yang sudah rusak, yang memenuhi saluran udara, sehingga menyebabkan sulit
bernapas. Infeksi itu bilamana sudah menyebar, disebut sebagai bronchopneumonia. Penyakit ini bisa terjadi mengikuti selesma dan merupakan komplikasi cacar air ( chickenpox), campak, dan batuk rejan. Jika penyakit itu menyerang satu atau kebih bagian (lobus) paru-paru, maka dia disebut lobar pneumonia. (Hardinge, 2009 : 111). Umumnya, prognosisnya baik bagi orang yang memilki paru-paru normal dan ketahanan tubuh yang cukup baik sebelum pneumonia menyerang. Akan tetapi, pneumonia merupakan penyebab tertinggi ketujuh dari kematian di Amerika Serikat, dan pada 2003 muncul tipe pneumonia baru dan mematikan yang disebut sindrom respiratorik akut parah ( severe acute respiratory syndrome – SARS). (Williams, 2008 : 462) a. Gejala Pneumonia Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang seara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bualan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. (A. Suryana, 2005 : 58) Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga diserai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan di dinding dada sebelah bawahke dalam (severe chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pneumonia sangat berat, dengan
gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah kedalam. (Suryana, 2005 : 58). b. Penyebab Williams (2008 : 462) membagi penyebab dalam 2 kategori yaitu : 1) Pneumonia primer · Bakteri · Fungus · Inhalasi atau aspirasi patogen · Mikrobakteri · Protozoa · Riketsia · Virus 2) Pneumonia sekunder · Penyebaran hematogen bakteri dari fokus yang jauh · Kerusakan awal pada paru-paru akibat zat kimiawi berbahaya · Superinfeksi Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalm spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Spektrum mokroorganisme penyebab
pada neonatus dan bayi kecil (< 20 hari) meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar (3 minggu – 3 bulan) dan anak balita (4 bulan – 5 tahun), pneumonia
sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus
pneumoniae,
Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae(Ghozali, 2010) c. Patofisiologi Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia(Suparyanto, 2011). d. Diagnosis Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan atau serologi. Berdasarkan pedoman diagnosis dan tatalaksana pneumonia yang diajukan oleh WHO, pneumonia dibedakan atas : a) Pneumonia sangat berat : bia ada sianosis dan tidak sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik. b) Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik. ·
Pneumonia : bila tidak ada retraksi tapi napas cepat : a. >60x/menit pada bayi < 2 bulan b. > 50x/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun c. > 40x/menit pada anak 1 – 5 tahun
·
Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotic.
e. Penatalaksanaan medik(Nugroho, 2011 : 78) 1. Pemeriksaan penunjang · Sediaan hapus langsung swab tenggorokkan 3 hari berturut-turut · Kultur swab tenggorokkan 3 hari berturut-turut 2. Terapi · Istrahat di tempat tidur · Isolasi · Pemberian ADS, sebelumnya uji kulit dan mata · Pemberian antibiotic : PP · Konsul THT bila terdapat sumbatan jalan nafas · Monitor kelainan jantung 2.1.2 Faktor Determinan Pneumonia pada Balita Determinan pneumonia pada balita adalah Faktor Host (umur,status gizi,jenis kelamin,pemberian vitamin A,status imunisasi,pemberian ASI), factor Agent(Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus), factor lingkungan social (pekerjaan orang tua, dan pendidikan ibu), Faktor lingkungan fisik(polusi udara dalam ruangan, dan kepadatan hunian)(Rahmat, 2012). 1. Faktor Host a. Umur Faktor umur merupakan salah satu faktor risiko kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang
menderita pneumonia maka akan semakin kecil risiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang berusia muda. Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit(Rahmat, 2013). Faktor umur dapat mengarahkan kemungkinan penyebab atau etiologi pneumonia (Ostapchuk, 2004). a. Group B Strepptococcus dan gram negatif bakteri enterik merupakan penyebab yang paling umum pada neonatal ( bayi berumur 0-28 hari) dan merupakan transmisi vertikal dari ibu sewaktu persalinan. b. Pneumonia pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan yang paling sering adalah bakteri, biasanya bakteri Streptococcus Pneumoniae c. Balita usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus merupkan penyebab tersering dari pneumonia, yaitu respiratory syncytial virus(Depkes RI, 2009). b. Jenis Kelamin Meskipun secara fisik pria cenderung lebih kuat dibandingkan wanita, wanita sejak bayi hingga dewasa memiliki daya tahan lebih kuat dibandingkan laki- laki, baik itu daya tahan akan rasa sakit dan daya tahan terhadap penyakit. Anak laki- laki lebih rentan terhadap berbagai jenis penyakit dan cacat dibandingkan wanita. Selain itu, secara neurologis anak
perempuan lebih matang dibandingkan anak laki- laki sejak lahir hingga masa remaja, dan pertumbuhan fisiknya pun lebih cepat. Wanita cenderung hidup lebih lama daripada pria(Friedman, Howard & Schustack, Miriam. 2006). Menurut Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita (2002), anak laki- laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan anak perempuan. c. Imunisasi Imunisasi sesungguhnya adalah pemindahan atau transfer antibodi (imunoglobulin) secara pasif. Sementara vaksinisasi adalah pemberian vaksin atau antigen (kuman atau bagian kuman yang dilemahkan) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) di dalam tubuh. Vaksinisasi diartikan juga sebagai imunisasi aktif. Dalam perkembangannya, untuk kepentingan praktis sehari-hari dipakai istilah imunisasi untuk kedua hal tersebut diatas. Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak-anak dengan memasukkan vaksi ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah zat yang di masukkan kedalam tubuh untuk merangsang pembentukan zat anti(Sunarti, 2012 : 9-10). Ada dua jenis kekebalan yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Misalnya kekebalan pada janin yang
diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunolobulin. Dan kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi atau secara ilmiah. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Sedang kekebalan aktif berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologik. Melalui proses pengebalan, imunisasi ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada kelompok masyarakat(Sunarti, 2012 : 44-45) 1. Jenis Vaksin Pada Program Imunisasi Pada program imunisasi yang selama ini berjalan ada beberapa yang telah umum di kenal seperti tuberculosis (BCG), hepatitis B, Difteria Pertusis Tetanus (DPT), Poliomielitis dan Campak. Jenis-jenis vaksin tersebut dapat diuraikan sebagai berikut(Depkes RI, 2005) : Tabel 2.1 Jenis-jenis Vaksin Pada Program Imunisasi Jenis Vaksin
Defenisi
Cara Pemberian Tube rkulosis Vaksin BCG Bacille Vaksin BCG Calmette-Guerin adalah diberikan secara (BCG) vaksin hidup yang intradermal. dibuat dari Vaksin tidak Mycrobacterium boleh terkena tubercolosis yang sinar matahari, dibiak berulang selama harus disimpan 1-3 tahun sehingga pada suhu 2didapatkan hasil yang 8°C, tidak boleh tidak virulen tetapi beku. Vaksin masih mempunyai yang telah imugenitas. Vaksinnasi diencerkan harus
Dosis 0,10 ml untuk anak, 0,05 ml untuk bayi baru lahir.
BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin
dipergunakan dalam waktu 8 jam
Hepatitis B
Vaksin hepatits B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non- infecios, berasal dari HbsAG yang dihasilkan dalam sel ragi (hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan(Depkes RI, 2005 : 15).
pemberian suntikan secara intramuscular, sebaiknya pada anterolateral paha. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan)
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB PID
Difteri Pertusis Tetanus (DPT)
Vaksinasi DPT, untuk imunisasi primer terhadap difteria digunakan toksoid difteria (alum – precipitated toxoid) yang kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DPT
Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu(1 bulan). Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspense menjadi homogen
Disuntikan secara intramuskul er dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis
Polio
Campak
Vaksin virus polio hidup orang yang dibuat oleh PT.Biofarma Bandung, berisi virus polio tipe 1, 2, dan 3 adalah suku sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan(attenuated).
Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru penyakit campak adalah disuntikan penyakit akut yang secara subkutan disebabkan oleh virus pada lengan kiri campak yang sangat atas, pada usia menular pada anak9-11 bulan. Dan anak, ditandai dengan ulangan panas, batuk, pilek, (booster) pada konjungtivitas dan usia 6-7 tahun ditemukan spesifik (kelas 1 SD) enantem(kopliks spat), setelah catch- up diikuti dengan erupsi campaign makulopapular yang campak pada menyeluruh. anak sekolah dasar kelas 1-6
Dosis pemberian 0,5 ml
2. Manfaat Imunisasi Begitu bayi lahir, oleh bidan atau tenaga medis bayi sudah akan mendapatkan buku yang akan mencatat perjalanan imunisasinya. Program imunisasi diharapkan dapat mengurangi atau mencegah penyakit. Terutama penyakit infeksi yang sudah menunjukan hasilnya, demikian
menurut mantan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dr. Siti Fadilah Supari. Vaksinisasi tidaklah melindungi 100% tetapi memperkecil resiko tertular dan memperingankan dampak bila terjadi(Sunarti, 2012 : 43).
JENIS VAKSIN
UMUR PEMBERIAN IMUNISASI BULAN TAHUN 0 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10
1 2
PROGRAM PENGEMBANGAN IMUNISASI (PPI) DIWAJIBKAN BCG 1 HEPATITIS B 1 2 3 POLIO 0 1 2 3 4 5 DPT 1 2 3 4 5 6 CAMPAK 1 2 PROGRAM PENGEMBANGAN IMUNISASI NON PPI - DIANJURKAN HIB 1 2 3 4 PNEUMOKOK 1 2 3 4 US (PCV) INFLUENZA DIBERIKAN SETAHUN SEKALI MMR 1 2 ULANGAN TIFOID SETIAP 3 TAHUN 2X, INTERVAL 6HEPATITIS A 12 BLN VARISELA
Gambar 2.1 Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-12 Tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) d. Status Gizi 1. Definisi Status Gizi Menurut Supariasa bahwa Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel- variabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat
gizi dan penggunaan zat- zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh(Ghozali, 2010) Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah : a) Produk pangan b) Pembagian makanan atau pangan c) Akseptabilitas (daya terima) d) Prasangka buruk pada bahan makanan tertentu e) Pantangan pada makanan tertentu f) Kesukaan terhadap jenis makanan tertentu g) Keterbatasan ekonomi h) Kebiasaan makan i) Selera makan j) Sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan) k) Pengetahuan gizi ( Krisno, 2004 ) Berdasarkan baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu: a) Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas b) Gizi baik untuk well nourished c) Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM (Protein Calori Malnutrition)
d) Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik – kwashiorkor, dan kwashiorkor. Menurut Supariasa beberapa istilah yang terkait dengan status gizi antara lain(Ahmad G, 2010). 1) Malnutrition (Gizi Salah, Malnutrisi) Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi: a) Under Nutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu b) Specific Defficiency : kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain – lain c) Over Nutrition : kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu d) Imbalance: karena disporposi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) 2) Kurang Energi Protein (KEP) Kurang energi protein adalah seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari - hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak
disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks beratnbadan menurut umur (BB/U) baku WHO – NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. 2. Penilaian Status Gizi Defenisi PSG adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang beresiko atau dengan status gizi buruk. Metode dalam PSG dibagi kedalam tiga kelompok. Kelompok pertama, metode secara langsung yang terdiri dari penilaian dengan tanda klinis, tes laboratorium, metode biofisik, dan antropometri. Kelompok kedua, penilaian dengan melihat statistik kesehatan yang biasa disebut dengan PSG tidak langsung karena tidak menilai individu secara langsung. Kelompok terakhir, penilaian dengan melihat variabel ekologi(FKMUI, 2007 : 261-262). a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung 1) Biokimia Tes laboratorium meliputi biokimia, hematologi, dan parasitologi. Pada pemeriksaan biokimia dibutuhkan spesimen yang akan diuji, seperti darah, urin, tinja, dan jaringan tubuh seperti hati, otot, tulang, rambut, kuku, dan lemak dibawah kulit
2) Pemeriksaan Tanda-tanda Klinik Penilaian tanda-tanda klinik berdasarkan pada perubahan yang terjadi yang berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan asupan zat gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel di mata,kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. 3) Pemeriksaan Biofisik Metode biofisik adalah penentuan status gizi berdasarkan kemampuan fungsi dari jaringan dan perubahan struktur dari jaringan. 4) Pengukuran Antropometri Pengukuran atropometri adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh dan komposisi tubuh. Atropometri sering digunakan sebagai metode PSG secara langsung untuk menilai masalah gizi utama. Beberapa indeks antropometri yaitu BB/U ( Berat Badan terhadap Umur ), TB/U (Tinggi Badan terhadap Umur), BB/TB (Berat Badan terhadap Tinggi Badan, LILA/U (Lingkar Lengan Atas terhadap Umur)
Tabel 2.2 Klasifikasi status gizi Balita berdasarkan WHO-NCHS Indeks Berat
Status Gizi
badan Gizi baik
Ambang Batas -2 SD s/d +2 SD
menurut umur ( Gizi kurang
< -2 SD s/d
BB/U)
Gizi buruk
< -3 SD
Gizi lebih
> + 2 SD
Tinggi menurut
badan Normal umur Pendek
-3 SD
-2 SD -3 SD s/d < -2 SD
(TB/U) Berat
badan Normal
-2 SD s/d +2 SD
menurut
tinggi Kurus
-3 SD s/d < -2 SD
badan (BB/TB)
Kurus sekali
< -3 SD
Gemuk
> + 2 SD
Tabel 2.3 Baku Rujukan WHO NHCS 2005 Status Gizi Anak Laki- laki dan Perempuan Usia 0-59 Bulan Menurut Berat Badan dan Umur (BB/U) Anak Perempuan Umur/Bulan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Gizi Buruk (kg) 1,7 2,1 2,6 3,1 3,6 4,0 4,5 4,9 5,3 5,6 5,8 6,1 6,3 6,5 6,6 6,8 6,9 7,1 7,2 7,4 7,5 7,6 7,8 8,0 8,2 8,3 8,4 8,6
Gizi Kurang (kg) 1,8 – 2,1 2,2 – 2,7 2,7 – 3,2 3,2 – 3,8 3,7 – 4,4 4,1 – 4,9 4,6 – 5,4 5,0 – 5,8 5,4 – 6,2 5,7 – 6,5 5,9 – 6,8 6,2 – 7,1 6,4 – 7,3 6,6 – 7,5 6,7 – 7,7 6,9 – 7,9 7,0 – 8,1 7,2 – 8,2 7,3 – 8,4 7,5 – 8,5 7,6 – 8,7 7,7 – 8,9 7,9 – 9,0 8,1 – 9,2 8,3 – 9,3 8,4 – 9,5 8,5 – 9,7 8,7 – 9,8
Gizi Baik (kg) 2,2 – 3,9 2,8 – 3,0 3,3 – 6,0 3,9 – 6,9 4,5 – 7,6 5,0 – 8,3 5,5 – 8,9 5,9 – 9,5 6,3 – 10,0 6,6 – 10,4 6,9 – 10,8 7,2 – 11,2 7,4 – 11,5 1,6 – 11,8 7,8 – 12,1 8,0 – 12,3 8,2 – 12,5 8,3 – 12,8 8,5 – 13,0 8,6 – 13,2 8,8 – 13,4 9,0 – 13,7 9,1 – 13,9 9,3 – 14,1 9,4 – 14,5 9,6 – 14,8 9,8 – 15,1 9,9 – 15,5
Gizi Lebih (kg) 4,0 5,1 6,1 7,0 7,7 8,4 9,0 9,6 10,1 10,5 10,9 11,3 11,6 11,9 12,2 12,4 12,6 12,9 13,1 13,3 13,5 13,8 14,0 14,2 14,6 14,9 15,2 15,6
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
8,7 8,8 8,9 9,0 9,1 9,3 9,4 9,5 9,6 9,7 9,8 9,9 10,0 10,1 10,2 10,3 10,4 10,5 10,6 10,7 10,8 10,8 10,9 11,0 11,1 11,2 11,3 11,4 11,4 11,5 11,6 11,7
8,8 – 10,0 8,9 – 10,1 9,0 – 10,2 9,1 – 10,4 9,2 – 10,5 9,4 – 10,7 9,5 – 10,8 9,6 – 10,9 9,7 – 11,1 9,8 – 11,2 9,9 – 11,3 10,0 – 11,4 10,1 – 11,5 10,2 – 11,7 10,3 – 11,8 10,4 – 11,9 10,5 – 12,0 10,6 – 12,1 10,7 – 12,2 10,8 – 12,4 10,9 – 12,5 10,9 – 12,6 11,0 – 12,7 11,1 – 12,8 11,2 – 12,9 11,3 – 13,0 11,4 – 13,1 11,5 – 13,2 11,5 – 13,3 11,6 – 13,4 11,7 – 13,5 11,8 – 13,8
10,1 – 15,8 10,2 – 16,0 10,3 – 16,3 10,5 – 16,6 10,6 – 16,9 10,8 – 17,1 10,9 – 17,4 11,0 – 17,7 11,2 – 17,9 11,3 – 18,2 11,4 – 18,4 11,5 – 18,6 11,6 – 18,9 11,8 – 19,1 11,9 – 19,3 12,0 – 19,5 12,1 – 19,7 12,2 – 20,0 12,3 – 20,2 12,5 – 20,4 12,6 – 20,6 12,7 – 20,8 12,8 – 21,0 12,9 – 21,2 13,0 – 21,4 13,1 – 21,6 13,2 – 21,8 13,3 – 22,1 13,4 – 22,3 13,5 – 22,5 13,6 – 22,7 13,7 – 22,9
15,9 16,1 16,4 16,7 17,0 17,2 17,5 17,8 18,0 18,3 18,5 18,7 19,0 19,2 19,4 19,6 19,8 20,1 20,3 20,5 20,7 20,9 21,1 21,3 21,5 21,7 21,9 22,2 22,4 22,6 22,8 23,0
Anak Laki- laki Umur/Bulan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Gizi Buruk (kg) 1,9 2,1 2,6 3,0 3,6 4,2 4,5 4,9 5,8 5,9 6,5 6,8 7,0 7,2 7,4 7,5 7,6 7,7 7,8 7,9 8,0 8,2 8,3 8,4 8,9 8,9 9,0 9,0 9,1 9,2 9,3 9,3
Gizi Kurang (kg) 2,0 – 2,3 2,2 – 2,8 2,6 – 3,4 3,1 – 4,0 3,7 – 4,6 4,3 – 5,2 4,9 – 5,8 5,4 – 6,3 5,9 – 6,8 6,0 – 7,1 6,6 – 7,5 6,9 – 7,8 7,1 – 8,0 6,6 – 8,2 7,5 – 8,4 7,6 – 8,6 7,7 – 8,7 7,8 – 8,9 7,9 – 9,0 8,0 – 9,1 8,1 – 9,3 8,3 – 9,4 8,4 – 9,6 8,5 – 9,7 9,0 – 10,0 9,0 – 10,1 9,1 – 10,2 9,1 – 10,3 9,2 – 10,4 9,3 – 10,5 9,4 – 10,6 9,4 – 10,8
Gizi Baik (kg) 2,4 – 4,2 2,9 – 5,5 3,5 – 6,7 4,1 – 7,6 4,7 – 8,4 5,3 – 9,1 5,9 – 9,7 6,4 – 10,2 6,9 – 10,7 7,2 – 11,2 7,6 – 11,6 7,9 – 11,9 8,1 – 12,3 8,3 – 12,6 8,5 – 12,9 8,7 – 13,1 8,8 – 13,4 9,0 – 13,6 9,1 – 13,8 9,2 – 14,0 9,4 – 14,3 9,5 – 14,5 9,7 – 14,7 9,8 – 14,9 10,1 – 15,6 10,2 – 15,8 10,3 – 16,0 10,4 – 16,2 10,5 – 16,5 10,6 – 16,7 10,7 – 16,9 10,9 – 17,1
Gizi Lebih (kg) 4,3 5,6 6,8 7,7 8,5 9,2 9,8 10,3 10,8 11,3 11,7 12,0 12,4 12,7 13,0 13,2 13,5 13,7 13,9 14,1 14,4 14,6 14,8 15,0 15,7 15,9 16,1 16,3 16,6 16,8 17,0 17,2
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
9,4 9,5 9,6 9,6 9,7 9,8 9,9 10,0 10,1 10,2 10,3 10,4 10,5 10,6 10,7 10,8 10,9 11,0 11,1 11,2 11,3 11,4 11,5 11,7 11,8 11,9 12,0 12,1
9,5 – 10,9 9,6 – 11,0 9,7 – 11,1 9,7 – 11,2 9,8 – 11,3 9,9 – 11,4 10,0 – 11,6 10,1 – 11,7 10,2 – 11,8 10,3 – 11,9 10,4 – 12,0 10,5 – 12,2 10,6 – 12,3 10,7 – 12,4 10,8 – 12,5 10,9 – 12,7 11,0 – 12,8 11,1 – 12,9 11,2 – 13,0 11,3 – 13,2 11,4 – 13,3 11,5 – 13,4 11,6 – 13,6 11,8 – 13,7 11,9 – 13,8 12,0 – 14,0 12,1 – 14,1 12,2 – 14,2
11,0 – 17,3 11,1 – 17,5 11,2 – 17,7 11,3 – 17,9 11,4 – 18,2 11,5 – 18,4 11,7 – 18,6 11,8 – 18,8 11,9 – 19,0 12,0 – 19,2 12,1 – 19,4 12,3 – 19,6 12,4 – 19,8 12,5 – 20,0 12,6 – 20,3 12,8 – 20,5 12,9 – 20,7 13,0 – 20,9 13,1 – 21,1 13,3 – 21,3 13,4 – 21,6 13,5 – 21,8 13,7 – 22,0 13,8 – 22,2 13,9 – 22,5 14,1 – 22,7 14,2 – 22,9 14,3 – 23,2
17,4 17,6 17,8 18,0 18,3 18,5 18,7 18,9 19,1 19,3 19,5 19,7 19,9 20,1 20,4 20,6 20,8 21,0 21,2 21,4 21,7 21,9 22,1 22,3 22,6 22,8 23,0 23,3
Tabel 2.4 Kelebihan dan Keterbatasan Pengukuran Antropometri Kelebihan 1. Relatif murah 2. Cepat, sehingga dapat dilakukan pada populasi yang besar
Keterbatasan 1. Membutuhkan data referensi yang relevan 2. Kesalahan yang muncul seperti kesalahan pada
3. Objektif
peralatan (belum
4. Gradable, dapat dirangking
dikalibrasi),kesalahan pada
apakah ringan, sedang, berat 5. Tidak menimbulkan rasa sakit pada responden
observer ( kesalahan pengukuran, pembacaan, pencatatan ) 3. Hanya mendapatkan data pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energy dan protein, tidak dapat mmperoleh informasi karena defisiensi zat gizi mikro.
b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Ada empat
kategori informasi
yang dapat
menjadi
pertimbangan untuk melihat statistic kesehatan. Keempat kategori informasi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Age-Specifik Mortality Rates(angka kematian pada umur tertentu); 2) Cause-Specific Morbidity and Mortality Rates (angka penyebab kesakitan dan kematian); 3) Statistik pelayanan kesehatan 4) Angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi. c. Penilaian Variabel Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi yang merupakan hasil akhir dari interaksi multi factor dari factor lingkungan fisik, biologi, social, ekonomi, politik, dan budaya. Community Nutrition
Level (CNL)
equation adalah
persamaanbukan matematika yang dibentuk untuk melihat factorfaktor berperan dalam status gizi masyarakat terutama kelompok yang rentan gizi, seperti balita, ibu hamil, dan ibu menyusui(FKMUI, 2007 : 264-276) e. Pemberian ASI Asi ekslusif adalah pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi, bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,
madu, bahkan air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan tim. Jangka waktu pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan minimal 4 bulan dan akan lebih baik lagi apabila diberikan sampai bayi berusia 6 bulan(Sunarti, 2012 : 68). 1. Manfaat pemberian ASI bagi bayi dan ibu(Sunarti, 2012 : 68-70) a) Sebagai nutrisi terbaik dan sumber kekebalan tubuh ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang karena disesuaikan denga kebutuhan bayi pada masa pertumbuhannya b) Melindungi bayi dari infeksi ASI
mengandung berbagai antibody terhadap penyakit
yang
disebabkan bakteri, virus, jamur, dan parasit yang menyerang manusia c) Menghindarkan bayi dari alergi Bayi yang diberi susu sapi terlalu dini mungkin menderita lebih banyak masalah alergi, misalnya asma dan alergi. Sementara ASI tidak mengandung beta- lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi. d) ASI mengandung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan Di dalam usus laktosa akan difermentasi menjadi asam laktat yang bermanfaat untuk : 1) Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen.
2) Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan asam organism dan mensintesa beberapa jenis vitamin 3) Memudahkan terjadinya pengendapan calcium- cassienat 4) Memudahkan penyerahan berbagai jenis mineral seperti kalsium, magnesium. f. Pemberian vitamin A Sumber vitamin A adalah pigmen karotenoid (umum ya a-karoten) dan retinil ester dari hewan. Seyawa ini diubah menjadi retinol dan diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang. Hasil dari retinil ester diabsorbsi bersama lemak dan ditransportasikan kehati untuk disimpan. Vitamin A pada balita biasanya diberikan di posyandu dalam bentuk tetes. Pemberian tersebut dimaksudkan untuk menjaga kesehatan mata agar terhindar dari kebutaan. Karena vitamin A tidak diproduksi oleh tubuh, maka pemberian pada balita sangat penting. Caranya dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin A, bisa juga melalui kapsul vitamin A atau tetes. Namun perlu diperhatikan, pemberian vitamin A pada balita harus mengikuti dosis dan aturan. WHO telah memberikan aturan kadar pemberian dosis vitamin A berdasarkan usia seperti yang saya kutip dari okezone. Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan februari dan agustus, sejak anak berusia 6 bulan. Kapsul merah (dosis 100.000 UI)
diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 UI) untuk anak umur 12-59 bulan. Biasanya pemberian vitamin A dilakukan setiap 6 bulan sekali di puskesmas atau posyandu(Kemenkes RI, 2010) 1. Manfaat pemberian kapsul vitamin A untuk balita(Anosetiabudi,2009) : a) Menjaga kesehatan mata dan mencegah kebutaan b) Meningkatkan daya tahan tubuh c) Bila terkena diare, campak atau infeksi lain, maka penyakit tersebut tidak akan menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak g. Polusi udara dalam ruangan/rumah Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran nafas.28 Rumah kecil yang penuh asap, baik yang berasal dari kompor gas, pemakaian kayu sebagai bahan bakar maupun dari asap kendaraan bermotor, dan tidak memiliki sirkulasi udara yang memadai akan mendukung penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernafasan berat. Insiden pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok aktif yang merokok dalam rumah akan menderita sakit infeksi pernafasan lebih sering dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok
Racun rokok sangat merugikan terutama dari segi kesehatan, bukan saja terhadap perokok itu sendiri tetapi juga berakibat pada orang lain atau perokok pasif. Racun rokok berpengaruh pada seorang wanita apabila seorang suami merokok, karena asap rokok yang dihisap suami setiap saat akan ikut dihisap oleh keluarga. Penyakit yang ditimbulkan dari racun asap rokok banyak sekali tanpa disadari. Anak-anak yang orang tuanya merokok menghadapi kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit dada, infeksi telinga, hidung dan tenggorokkan(Widardjo, 2009 : 8). 1. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan akibat merokok(Widardjo, 2009 : 8) a) Radang paru-paru b) Kanker paru-paru c) Bronchitis kronis d) Kolesterol tinggi e) Kemandulan f) Impotensi g) Gangguan pencernaan h) Mudah cepat lelah 2. Faktor Agent Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus. Penyebab
pneumonia lainnya adalah virus golongan Metamyxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Othomyxovirus, dan Herpesvirus(Rahmat, 2012) 3. Faktor Lingkungan Sosial a. Pekerjaan orang tua Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi anak yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk penyakit pneumonia. b. Pendidikan ibu Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama Pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak-yang menderita ISPA.2 Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan yang tepat. 4. Faktor Lingkungan Fisik a. Polusi udara dalam ruangan/rumah
Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran nafas. Rumah kecil yang penuh asap, baik yang berasal dari kompor gas, pemakaian kayu sebagai bahan bakar maupun dari asap kendaraan bermotor, dan tidak memiliki sirkulasi udara yang memadai akan mendukung penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernafasan yang berat. Insiden pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok aktif yang merokok dalam rumah akan menderita sakit infeksi pernafasan lebih sering dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok(Rahmat, 2012). b. Kepadatan hunian Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu masalah yang dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya. Perumahan yang sempit dan padat akan menyebabkan anak sering terinfeksi oleh kuman yang berasal dari tempat kotor dan akhirnya terkena berbagai penyakit menular.
2.1.3 Balita Balita yaitu anak berumur di bawah lima tahun (usia 0 tahun sampai dengan 4 tahun 11 bulan)(Sandjaja, 2009 : 29). Anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan BB naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4x pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah kenaikan BB kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir. (Suparyanto, 2011) Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah lima tahun. Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan. Balita merupakan kelompok usia tersendiri yang menjadi sasaran program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) di lingkup Dinas Kesehatan. Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (suparyanto, 2011) 1. Klasifikasi Perkembangan Balita a. Bayi usia (0-1 tahun) Bayi memiliki system kekebalan primitive dengan kekebalan pasif yang diperoleh dari ibu selama kehamilan. Pada saat kontak dengan bayi ia
akan antigen yang berbeda memperoleh antibody sendiri. Imunisasi yang diberikan kepada kekebalan terhadap penyakit yang dapat membahayakan bayi alami terkait(Supartini dalam Rusiana, 2012) Ketika berhubungan dengan status gizi bayi membutuhkan makanan ASI, susu formula, dan makanan padat. Kalori yang dibutuhkan bayi antara 100-200 kkal / kg. Dalam empat bulan pertama, bayi Lebih baik hanya bisa diberikan ASI saja tanpa susu rumus. Lebih dari usia enam bulan dapat diberikan makanan ASI (Supartini dalam Rusiana, 2012) b. Usia toddler (1-3 tahun) Masa manfaat fungsional biologis 6 bulan sampai 2-3 tahun rentan. Tantangan masa depan untuk konsumsi zat makanan kurang, disertai dengan minuman berair dan terkontaminasi dengan bakteri yang menyebabkan diare dan marasmus. Selain Sindrom ini juga dapat terjadi karena penghentian menyusui
kwashiorkor
tiba-tiba
dan
padat
makan
yang
tidak
memadai(Supartini dalam Rusiana, 2012). Imunisasi pasif diperoleh melalui ASI akan menurun dan kontak dengan lingkungan akan berkembang pesat dan tinggi menetap untuk tahun kedua dan ketiga kehidupan. Infeksi makanan yang memadai dan tidak banyak berpengaruh pada status gizi cukup bagus (Supartini dalam Rusiana D, 2012).
Bagi anak-anak dengan gizi buruk, setiap tahap infeksi akan berlangsung lama dan akan cukup besar untuk mempengaruhi kesehatan, Pertumbuhan dan perkembangan. Anak-anak 1-3 tahun membutuhkan sekitar 100 kalori kkal / kg dan bahan Makanan lain yang mengandung berbagai nutrisi (Supartini dalam Rusiana, 2012). c. Usia pra-sekolah (3-5 tahun) Pertumbuhan anak usia ini lebih lambat. Kebutuhan kalori adalah 85 kkal/kg. Karakteristik kebutuhan gizi pada usia pra-sekolah penurunan nafsu makan, anak-anak tertarik pada kegiatan bermain dengan teman-teman, atau lingkungan anak-anak mulai makan dan sering mencoba makanan Baru (Supartini dalam Rusiana, 2012) 2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Balita a. Faktor internal Faktor genetik merupakan dasar untuk mencapai hasil proses pertumbuhan.Melalui genetik berada dalam telur telah dibuahi, kualitas dan kuantitas dapat ditentukan pertumbuhan. Faktor internal(genetik), antara lain, termasuk berbagai factor normal dan patologis bawaan, jenis kelamin, dan ras kebidanan atau suku. b. Faktor eksternal Faktor-faktor
lingkungan menentukan potensi genetik
untuk
mencapai optimal. Jika kondisi lingkungan yang kurang mendukung, maka
potensi genetik yang optimal tidak akan tercapai. Lingkungan ini termasuk lingkungan "bio- fisiko-psikososial" yang akan mempengaruhi setiap individu dari saat pembuahan sampai akhir. Faktor lingkungan adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir, meliputi; 1) efek biologis Lingkungan pada pertumbuhan adalah ras, jenis kelamin, usia, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme terkait satu sama lain. 2) Lingkungan fisik dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah cuaca, geografi, sanitasi lingkungan, Negara rumah dan radiasi. 3) Faktor psikososial mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah stimulasi (rangsangan), motivasi, imbalan atau hukuman, kelompok sebaya, stres, cinta dan kasih sayang serta kualitas interaksi antara anak dan orang tua 4) Faktor keluarga dan adatistiadat yang mempengaruhi perkembangan anak meliputi : pekerjaan atau penghasilan keluarga, stabilitas rumah tangga, adatistiadat, normadanurbanisasi.
2.2 Kerangka Berpikir 2.2.1 Kerangka Teori Faktor Determinan Factor host
Faktor Agent
Asupan nutrisi yang kurang
Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus
Tidak ada pemberian ASi ekslusif Defisit vit A Status Imunisasi tidak lengkap Umur < 2 tahun
Penurunan system kekebalan tubuh
Jenis kelamin laki-laki
Faktor lingkungan fisik
Kerentanan system pernafasan terhadap penyakit
Belum sempurnanya system kekebalan tubuh
Kepadatan hunian Perokok dalam ruangan, Asap dapur, Anti nyamuk bakar
Faktor lingkungan social Minimnya pendapatan orang tua Pendidikan Ibu tentang pneumonia masih kurang
Lambatnya kematngan sel
Resiko tinggi penularan penyakit
Kejadian Pneumoni pada Balita
Radikal bebas/racun
Modifikasi (Rahmad, 2012)
Perkembangan agen penyebab pneumonia di dalam tubuh disebabkan karena menurunnya system kekebalan tubuh, penurunan system kekebalan tubuh ini di pengaruhi oleh asupan nutrisi, tidak ada pemberian ASI ekslusif, deficit vitamin A, dan status imunisasi tidak lengkap sehingga menyebabkan kerentanan system pernafasan terhadap penyakit pneumonia. Di lain sisi pnyebab kerentanan system pernafasan terhadap penyakit pneumonia yaitu umur balita kurang dari 2 tahun karena belum sempurnanya system kekebalan tubuh, perokok dalam rumah karena kandungan asap rokok dapat menyebabkan kerusakan system pernafasan baik secara aktif maupun pasif, dan jenis kelamin laki- laki yang kematangan sel-sel dalam tubuh lebih lambat dari pada perempuan. Kejadian Balita ini dapat diminimalisir jika pelayanan kesehatan yang memadai dan baik serta pengetahuan ibu terhadap penyakit pneumonia.
2.2.2 Kerangka Konsep
Umur
Jenis Kelamin
Status Imunisasi dasar
Kejadian Pneumonia pada Balita
Status Gizi
Pemberian ASI
Keterangan
:
Variabel Independent
Variabel dependent
Diteliti
2.3 Hipotesis 2.3.1 Ada hubungan umur dengan kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas Global Mongolato 2.3.2 Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas Global Mongolato 2.3.3 Ada hubungan imunisasi dasar dengan kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas Global Mongolato 2.3.4 Ada hubungan status gizi dengan kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas Global Mongolato 2.3.5 Ada hubungan pemberian ASI dengan kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas Global Mongolato