8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kebutuhan Transportasi di Perkotaan Perjalanan penduduk wilayah perkotaan yang memiliki tingkat mobilitas
tinggi, membutuhkan sarana transportasi yang bisa menopang seluruh aktivitas mereka. Kebutuhan terhadap sarana transportasi dalam melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan perjalanan, menimbulkan pemilihan moda. Menurut Warpani (1990), pemilihan moda angkutan di daerah perkotaan dipengaruhi oleh faktor kecepatan, jarak perjalanan, kenyamanan, kesenangan, biaya, keandalan, ketersediaan moda, ukuran kota, usia, dan status sosial ekonomi pelaku perjalanan. Makin dekat jarak tempuh, pada umumnya orang lebih cenderung memilih moda yang paling praktis, bahkan memilih berjalan saja. Dalam rentang jarak dibawah 0,5 - 2 km dengan berjalan kaki atau bersepeda. Sedangkan pada rentang jarak yang lebih jauh dengan menggunakan moda pribadi atau angkutan umum. Menurut Tamin (2000), dari ±2 juta kendaraan bermotor, tercatat jumlah angkutan pribadi 86%, angkutan umum 2,51%, dan sisanya sebesar 11,49% adalah angkutan barang. Selain itu diketahui bahwa 57% perjalanan orang menggunakan angkutan pribadi. Sehingga permasalahan yang dihadapi adalah tidak seimbangnya jumlah angkutan umum dengan jumlah perjalanan orang yang harus dilayani. Dimana proporsi angkutan umum 2,51% harus melayani 57% perjalanan orang, sedangkan 86% angkutan pribadi hanya melayanai 43% perjalanan orang.
8
9
Kecenderungan perjalanan penduduk perkotaan dalam menggunakan angkutan pribadi, akan terus mengalami peningkatan jika sistem transportasi kita tidak diperbaiki. Hal ini diakibatkan antara lain karena: a. Aktivitas ekonomi yang semakin meningkat tapi tidak didukung oleh angkutan umum yang memadai b. Meningkatnya harga tanah di pusat kota, mengakibatkan tersebarnya lokasi pemukiman yang jauh dari pusat kota dan tidak mendapat pelayanan angkutan umum c. Dibukanya jaringan jalan baru yang dengan cepat diikuti oleh penggunaan angkutan pribadi di jalan baru tersebut. Karena biasanya belum ada jaringan layanan angkutan umum disana. d. Semakin meningkatnya daya beli masyarakat dan privacy masing-masing orang yang tidak bisa dilayani oleh angkutan umum. e. Minimnya angkutan umum untuk lingkungan atau angkutan pengumpan (feeder) yang bisa menjembatani penduduk dari jalan utama menuju lokasi permukiman yang biasanya bisa berkilo-kilo meter jaraknya. f. Kurang terjaminnya keamanan, tepat waktu serta lama perjalanan jika menggunakan angkutan umum.
2.1.1 Sistem Angkutan Umum di Perkotaan Angkutan
umum
di
wilayah
perkotaan,
jika
ditinjau
dari
segi
penggunaannya menurut Vuhic (1981), dibagi menjadi 2 (dua) sistem pemakaian, yaitu : 1. Sistem penggunaan bersama
10
Adalah kendaraan yang dioperasikan oleh operator dengan rute tertentu, memiliki jadwal pasti, dapat digunakan oleh seluruh masyarakata berdasarkan tarif yang telah ditetapkan. Sistem penggunaan bersama meliputi : a. Street Transit, merupakan angkutan sistem penggunaan bersama yang pengoperasiannya masih berada dalam satu jalur dengan kendaraan pribadi lainnya (mixed traffic/RoW C) atau dengan kata lain belum memiliki jalur khusus, pengoperasian dengan kecepatan rendah dan jarak tempuh pendek. Contoh : angkutan kota, metromini, bus reguler, trem, bus patas. b. Semirapid Transit, merupakan angkutan sistem penggunaan bersama yang jalur pengoperasiannya sudah terpisahkan dengan kendaraan pribadi yang lain tetapi masih dalam satu lalu lintas. Pemisah jalur tersebut antara lain dengan kerb, ataupun dinding pemisah. Kecepatan pengoperasian sedang, rute yang dilalui
melingkar berakhir di pusat kota. Serta mengalami
beberapa pergantian rute. Contoh: busway. c. Rapid Transit, merupakan angkutan sistem penggunaan bersama yang sudah memiliki jalur khusus (guided way), sehingga tidak lagi tercampur dengan lalu lintas pada umumnya. Jalur khusus yang dimiliki tidak lagi mengambil badan jalan, tetapi memang mempunyai lintasan sendiri, biasanya berupa rel ataupun terowongan. Kecepatan pengoperasian tinggi. Contoh: monorail, kereta api.
11
2. Sistem sewa Yaitu kendaraan dioperasikan oleh operator atau dioperasikan oleh penyewa, dalam hal ini tidak ada rute dan jadwal tertentu yang harus diikuti pemakai. Sistem ini disebut demand responsive system / for hire, karena penggunaannya hanya tergantung pada permintaan (contoh : taksi, angkutan sewa). Vuhic (1981) juga membedakan angkutan umum berdasarkan
pada
kapasitas daya angkutnya, dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : a. Angkutan umum dengan kapasitas rendah, seperti taksi, angkutan kota b. Angkutan umum dengan kapasitas sedang, seperti bus reguler, bus cepat, trem c. Angkutan umum dengan kapasitas tinggi, seperti kereta api ringan
2.2
Angkutan Taksi Sebagai Suatu Sistem Transportasi di Perkotaan Menurut Levinson and Weant (1982), umumnya penduduk perkotaan
menginginkan pelayanan angkutan umum yang nyaman, aman, leluasa, pelayanan dari pintu ke pintu, bebas dari menunggu, jalan kaki, pindah moda, dan tidak berdesakan. Untuk mendapatkan hal itu, mereka bersedia mengeluarkan biaya. Sehingga dikembangkanlah angkutan umum dengan sistem paratransit
yang
pelayanannya cukup mendekati pelayanan angkutan pribadi dengan nama angkutan taksi. Taksi merupakan salah satu layanan transportasi yang mempunyai karakteristik pelayanan khusus, diselenggarakan oleh pihak swasta dan merupakan perpaduan antara kendaraan pribadi dan angkutan umum (Levinson & Weant, 1982). Taksi bisa melayani ke semua tempat di daerah urban dan dapat dipanggil melalui telepon serta memberikan pelayanan secara pribadi (door to door)
12
merupakan kendaraan pribadi daripada angkutan umum. Rute dan arah perjalanan taksi ditentukan oleh penggunanya (user) kepada operator dengan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan angkutan perkotaan dalam trayek tetap dan teratur yang ditentukan oleh aturan pemerintah. Jika merujuk pada Sundvall (1981), istilah taksi jasa taksi berarti setiap kendaraan dengan pengemudi berada dalam pengaturan masyarakat umum. Kalimat ini jika diperjelas lagi kurang lebih memiliki pengertian bahwa jasa taksi (taxi service) merupakan pada kendaraan dimana pengemudi berada dalam pengaturan seseorang, dimana pengguna (user) memutuskan kemana arah tujuan atau rutenya sedangkan harga ditetapkan berdasarkan jarak perjalanan atau waktu perjalanan yang biasanya menggunakan argometer. a. Perbedaan utama antara taksi dengan angkutan umum darat yang modern lainnya seperti bus terletak pada jumlah penumpangnya. Menggunakan mobil, taksi hanya dapat memuat sekitar empat penumpang di dalamnya, dan penumpangnya tersebut biasanya berada dalam satu kelompok ataupun perorangan. Beberapa kelebihan taksi dibandingkan dengan moda yang lain (Levinson & Weant, 1982) adalah sebagai berikut : 1. Pengoperasian taksi berdasarkan permintaan penumpang dan mampu melayani semua tempat di daerah urban. 2. Pelayanan pemesanan dapat dilakukan lewat telepon 3. Pelayanan taksi bersifat dari pintu ke pintu (door to door) 4. Mudah didapatkan setiap saat karena waktu operasi yang hampir 24 jam
13
5. Lebih nyaman dan bersifat pribadi 6. Sangat tepat untuk hal – hal yang bersifat darurat, misalnya harus ke rumah sakit 7. Lebih cepat bagi pengguna jasa yang terburu waktu Akses menuju atau keluar bandara biasanya juga menggunakan jasa layanan taksi. Sistem pemakaian taksi secara bersama – sama (taxi pooling) untuk ke tempat kerja atau pulang dari pekerjaan dapat menurunkan biaya pemakaian taksi perorangan. Pengguna jasa taksi sangat bervariasi jika dilihat dari sisi kondisi sosial ekonominya. Secara garis besar (Levinson & Weant, 1982), pengguna jasa taksi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Mereka yang tidak punya pilihan lain kecuali taksi, misalnya orang tua yang cacat fisik dan lain – lain 2. Orang yang naik taksi karena menginginkan servis yang baik Penggunaan angkutan taksi di negara maju mencakup semua lapisan masyarakat dengan tingkat pendapatan yang bermacam–macam. Taksi di Indonesia merupakan jenis angkutan umum yang relatif mahal dibandingkan angkutan umum lainnya, sehingga penumpangnya kebanyakan golongan ekonomi menengah keatas. Penumpang yang ada di dalam angkutan taksi hanya terdiri dari penumpang yang mempunyai satu tujuan tertentu sehingga penumpang dapat memilih rute yang dikehendaki sesuai dengan kondisi lalu lintas dan kepentingan tertentu.
14
Tujuan pengguna angkutan jasa taksi sangat bervariasi, yakni kerja, belanja, keperluan sosial atau keluarga, ke sekolah dan sebagainya. Menurut Tamin (2000) ada 3 (tiga) cara untuk memperoleh pelayanan taksi, antara lain 1. Pesanan lewat telepon, taksi yang berpotensi dilengkapi dengan alat komunikasi dan setiap saat dipantau oleh kantornya, sehingga kalau ada pemesanan lewat telepon, segera bisa disampaikan kepada pengemudi taksi yang sedang beroperasi dan pengemudi taksi yang kosong menjawab panggilan dari kantor tersebut dan segera menuju ke lokasi pemesan tersebut. 2. Pada kota – kota besar, calon penumpang memanggil taksi dengan cara menunggu taksi yang lewat jalur khusus di sisi tempat berjalan / trotoar. 3. Beberapa kota lain membuat pangkalan taksi untuk mengurangi kesemrawutan lalu lintas, karena armada taksi hampir sepanjang jam bergerak di jalan – jalan untuk mencari penumpang. Pangkalan / kantong – kantong taksi ini bisa berada di bandara, stasiun kereta api, pelabuhan, terminal, rumah sakit, pusat perbelanjaan, hotel, dan lain – lain tempat yang strategis. Sistem ini merepotkan bagi pengguna jasa taksi yang datang dari luar kota yang belum tahu lokasi pangkalan – pangkalan taksi sedangkan mereka memerlukan jasa angkutan taksi.
2.2.1 Tarif Angkutan Taksi Taksi merupakan angkutan paratransit yang penggunaanya memakai sistem sewa dan rute pengoperasiannya berdasarkan permintaan penumpang. Tidak seperti angkutan umum lainnya yang merupakan angkutan umum massal dan memiliki rute yang pasti, dengan melalui rute asal dan tujuan terminal tertentu
15
jumlah penumpang cukup banyak dan ongkos yang telah ditetapkan. Penentuan ongkos perjalanan taksi berdasarkan jarak operasionalnya atau dengan argometer, meskipun ada yang melakukan negosiasi antara penumpang dan pengemudi tanpa menggunakan argometer.
2.2.2 Regulasi Angkutan Taksi Angkutan taksi dalam menjalankan pengoperasiannya, diatur oleh beberapa peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, diantaranya: 1. UU No. 22 Tahun 2009, Pasal 179 mengatur tentang ijin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek (salah satunya taksi). Pasal 152 mengatur tentang wilayah
pengoperasian taksi serta siapa yang berwenang dalam
penetapan jumlah maksimal kebutuhan taksi. Sedangkan Pasal 181 dan 183 mengatur tentang tarif angkutan. 2. PP No. 41 Tahun 1993, Pasal 1 point 8 menyatakan bahwa taksi adalah kendaraan umum jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi argometer. Pada Bab II Pasal 9 dan 10 bagian keempat dibahas mengenai pengangkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek yang salah satunya angkutan taksi serta wilayah operasionalnya. Sedangkan pasal 48 dan 49 mengatur mengenai tarif taksi. 3. KM No 35 Tahun 2003, Pasal 1 poin 13 menyatakan bahwa angkutan taksi adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas. Pasal 8 mengenai penetapan wilayah
16
operasi taksi. Sedangkan Pasal 29 Ayat 3, mengatur mengenai syarat angkutan taksi secara fisik. Adapun persyaratannya adalah: Kendaraan yang digunakan untuk angkutan taksi harus dilengkapi dengan : a. Tulisan taksi yang ditempatkan di atas atap bagian luar kendaraan harus menyala dengan warna putih atau kuning apabila dalam keadaan kosong dan padam bila argometer dihidupkan b. Taksi harus dilengkapi dengan alat pendingin udara c. Logo dan nama perusahaan yang ditempatkan pada pintu depan bagian tengah, dengan susunan sebelah atas adalah logo perusahaan dan sebelah bawah adalah nama perusahaan a. Lampu bahaya berwarna kuning yang ditempatkan di samping kanan tanda taksi b. Tanda jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard kendaraan, yang dikeluarkan oleh masing – masing perusahaan angkutan taksi c. Radio komunikasi yang berfungsi sebagai alat komunikasi antara pengemudi dengan pusat pengendali operasi dan/atau sebaliknya. d. Keterangan tentang biaya awal, kilometer, waktu, dan biaya tambahan yang ditempatkan pada sisi bagian dalam pintu belakang e. Nomor urut kendaraan dari setiap perusahaan angkutan yang ditempatkan pada bagian depan, belakang, kanan, dan kiri kendaraan dan bagian dalam kendaraan.
17
f. Argometer yang disegel oleh instansi yang berwenang dan dapat berfungsi dengan baik serta ditera ulang sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. Pada Ayat 4 Pasal 29 KM No 35 Tahun 2003 , diatur juga mengenai papan reklame yang diperbolehkan untuk dipasang pada angkutan taksi dengan syarat sebagai berikut : a. Papan reklame dipasang membujur di atas atap kendaraan dan tidak mengganggu identitas kendaraan; b. Tinggi papan reklame berukuran tinggi maksimum 350 milimeter dan panjang ke belakang maksimum 500 milimeter dan tebal maksimum bagian belakang 100 milimeter.
2.3
Metode Penarikan Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sedangkan
populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian. Tujuan pengambilan sampel adalah untuk memperoleh sejumlah sampel dari seluruh populasi dimana sampel tersebut mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pada kenyataan bahwa sering tidak mungkin untuk melakukan survai pada seluruh anggota populasi. Cara
untuk
melakukan
pengelompokan
penarikan
sampel
dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1.
Probability Sampling Merupakan teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, meliputi:
18
a. Simple Random Sampling Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian bila populasi dianggap homogeny. b. Proportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota atau unsure yang tidak homogeny dalam berstrata (kelompok bertingkat), serta tiap tingkat diwakili oleh jumlah yang sebanding (proporsional). Suatu organisasi mempunyai pegawai dengan latar belakang pendidikan, maka populasi pegawai itu berstrata. Misalkan jumlah pegawai yang lulus S1 = 45 orang, S2 = 30 orang, SMU = 400 orang, SMP = 300 orang. Jumlah sampel yang meliputi strata pendidikan tersebut diambil secara proporsional. c. Disproportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional. Misalnya pegawai dari perusahaan tertentu mempunyai 3 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang lulusan S1 dan 500 orang lulusan SMU, maka 3 orang lulusan S3 dan 4 orang lulusan S2 itu diambil semuanya sebagai sampel. Karena dua kelompok ini terlalu kecil jika dibandingkan dengan kelompok SMU dan S1. d. Cluster Sampling (Sampling Area) Dalam sampling ini, populasi dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok atau cluster. Teknik pengambilan sampel ini digunakan untuk menentukan
19
sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misalnya penduduk dari suatu negara, propinsi, atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. 2.
Nonprobability Sampling Merupakan teknik sampling yang tidak member peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel, meliputi: a. Sampling Sistematis Teknik pengambilan sampel berdasarkan interval tertentu dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut, sehingga dalam pengambilan sampel dapat dilakukan dengan bilangan genap saja atau ganjil saja, dan kelipatan dari bilangan tertentu. b. Sampling Kuota Pengambilan sampel dari populasi yang mempunyai cirri tertentu atau karakteristik sampai jumlah quota yang diinginkan. Misalnya penelitian dilakukan secara kelompok terhadap egawai golongan II. Setelah jumlah sampel ditentukan 100, jumlah anggota peneliti adalah 5 orang, maka tiap anggota peneliti dapat memilih sampel secara bebas sesuai dengan karakteristik yang ditentukan (golongan II) sebanyak 20 orang. c. Sampling Aksidental Teknik sampel ini berdasarkan pada kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang ditemui cocok sebagai sumber data.
20
d. Snowball Sampling Teknik pengambilan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel makin banyak. Ibarat bola salju yang menggelinding, makin lama makin besar.
2.3.1 Besar Sampel Sampel dapat dikatakan representatif jika
sampel dapat mencerminkan
keadaan populasinya. Adapun ciri-ciri sampel yang representatif adalah : 1.
Memberikan gambaran yang mencerminkan seluruh populasi yang diwakili
2.
Dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan jalan menentukan simpangan baku (Standar error) dari tafsiran yang diperoleh
3.
Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya yang serendah-rendahnya Metode pengambilan sampel pada umumnya berdasarkan pada prinsip
sampel acak. Prinsip yang sebenarnya dari sampel acak adalah bahwa pengambilan sampel dari setiap unit dilakukan dengan bebas, dan bahwa setiap unit dalam populasi mempunyai probabilitas yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Menurut Sugiyono (2005) dalam Setyawati (2006), secara matematis besarnya sampel dari suatu populasi dapat dirumuskan sebagai berikut : Nilai rata-rata sampel (mean): n
X
X
i
i 1
n
……………………………………………………………
(2.1)
21
Dimana:
= Nilai rata-rata sampel
X
Xi
= Nilai sampel
n
= Jumlah sampel
Dengan standar deviasi: X X n
S =
2
untuk jumlah sampel >30 buah sampel ……….....
(2.2) X X ( n 1)
S =
2
untuk jumlah sampel <30 buah sampel ………........
(2.3) Keterangan: S = Standar Deviasi X = Rerata variabel data uji n = Jumlah sampel Dalam penelitian ini spesifikasi tingkat ketelitian yang diinginkan sebesar 95% yang berarti bahwa besarnya tingkat kesalahan sampling yang dapat ditolerir tidak melebihi 5%. Dengan kondisi ini maka acceptable sampling error (Se) adalah: Se = 0,05 x mean variabel data uji ............................................................
(2.4)
Sehingga besarnya acceptable standard error adalah:
Se X =
Se ………………………………………………………........... 1,96
(2.5)
22
Berdasarkan hasil perhitungan-perhitungan diatas, maka besarnya jumlah sampel yang representatif (n’) dihitung dengan rumus: n’ =
n =
Sd 2
Se X
2
n' 1 n'
untuk jumlah populasi yang besarnya infinite ...................
untuk jumlah populasi yang hingga ................................
(2.6)
(2.7)
N
Dimana: n atau n’
= jumlah sampel representatif
Sd2
= standard deviasi yang dikuadratkan
Se X
= acceptable standard error yang dikuadratkan
N
= jumlah populasi
2
2.4
Proyeksi Penduduk Dengan Metode Bunga Berganda Menurut Kusmayadi (2010), dalam memproyeksikan jumlah penduduk,
metode yang lazim digunakan adalah metode bunga berbunga. Dalam metode ini diperkirakan jumlah didasarkan atas adanya tingkat pertambahan penduduk pada tahun sebelumnya yang relatif berganda dengan sendirinya. Perhitungan proyeksi penduduk menurut metode bunga berganda dengan rumus adalah : Pn =P0 (1+r)n …………………………………………………………… Dimana : P0 : jumlah penduduk pada tahun awal Pn : jumlah penduduk pada tahun ke-n r : tingkat pertumbuhan penduduk dari tahun awal ke tahun ke-n n : banyak perubahan tahun
(2.8)
23
2.5
Faktor-Faktor Pemilihan Moda Ada empat faktor yang berpengaruh terhadap perilaku perjalanan. Masing-
masing faktor terbagi lagi menjadi beberapa variabel yang dapat diidentikan. Variabel-variabel ini dapat dinilai secara kuantitatif dan kualitatif. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Faktor karakteristik perjalanan, yang meliputi variabel: a. Panjang Perjalanan Panjang suatu perjalanan memiliki pengaruh terhadap pelaku perjalanan dalam pemilihan moda. b. Maksud Perjalanan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa ada suatu hubungan antara jumlah orang yang menggunakan angkutan umum dengan maksud perjalanan. Perjalanan dari rumah (homed-based) secara umum menunjukkan jumlah pengguna angkutan umum lebih banyak daripada perjalanan tidak dari rumah (non homebased), begitu pula untuk perjalanan kesekolah dan bekerja (home based school and work) menunjukkan penggunaan angkutan umum lebih banyak daripada perjalanan berbelanja (home-based shopping). c. Waktu perjalanan, seperti pagi hari, siang, sore, malam, hari libur, atau hari kerja. 2. Faktor Karakteristik Pelaku Perjalanan Alvinsyah (1997) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi karakteristik pelaku perjalanan, yaitu :
24
a. Tingkat Pendapatan Penggunaan kendaraan pribadi untuk melakukan perjalanan tergantung pada kemampuan seseorang untuk membeli dan memeliharanya. Sehingga kepemilikan sepeda motor atau mobil merupakan suatu fungsi dari tingkat pendapatan dan oleh sebab itu, pendapatan memiliki pengaruh terhadap pemilihan moda. b. Kepemilikan Kendaraan Kepemilikan
kendaraan
merupakan
faktor
yang
paling
penting
pengaruhnya terhadap pemilihan moda. Rumah tangga tanpa kendaraan pribadi menghasilkan bangkitan perjalanan yang lebih rendah daripada yang memiliki kendaraan. c. Kepadatan dari pengembangan tempat tinggal Dari penelitian sebelumnya diperoleh bahwa dengan berkurangnya kepadatan rumah tangga, maka penggunaan angkutan umum berkurang pula. Dari studi transportasi lainnya diperoleh suatu hubungan terbalik antara perjalanan kesekolah dengan angkutan umum dengan kepadatan tempat tinggal, sedangkan untuk jenis perjalanan lainnya diperoleh hubungan langsung. Salah satu faktor penyebab adanya hubungan terbalik untuk perjalanan kesekolah dengan kepadatan tempat tinggal adalah besarnya perjalanan dengan berjalan kaki kesekolah terutama pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. d. Faktor Sosial Ekonomi Lainnya
25
Ukuran keluarga, struktur jenis kelamin dari keluarga, proporsi wanita yang telah berumah tangga dan jenis pekerjaan kepala rumah tangga merupakan faktor – faktor penting lainnya yang mempengaruhi pemilihan moda. 3. Faktor karakteristik sistem transportasi a. Waktu perjalanan relatif, yaitu waktu
mulai dari lamanya waktu
menunggu kendaraan di pemberhentian (terminal), waktu jalan ke terminal, dan waktu diatas kendaraan. b. Biaya relatif perjalanan, yaitu seluruh biaya yang timbul akibat melakukan perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua moda yang berkompetisi seperti tarif tiket, bahan bakar, dan lain-lain. c. Tingkat pelayanan relatif, contohnya kenyamanan, kesenangan, yang membuat orang mudah gonta-ganti moda transportasi. d. Tingkat akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat tujuan e. Tingkat
kehandalan
angkutan
umum
dari
segi
waktu
(tepat
waktu/reliability), ketersediaan ruang parkir dan tarif. Ketiga variabel terakhir (c,d, dan e) merupakan variabel yang sangat subjektif sehingga sulit diukur (dikuantifikasikan) dan masuk kelompok variabel kualitatif. 4. Faktor karakteristik kota dan zona, meliputi: a. Variabel jarak kediaman dengan tempat kegiatan b. Variabel kepadatan penduduk
26
2.6
Analisis Bangkitan Perjalanan Bangkitan perjalanan, yaitu prediksi jumlah perjalanan yang dihasilkan dan
ditarik dari tiap zona yaitu jumlah perjalanan yang dibangkitkan dalam wilayah perkotaan. Dengan kata lain model ini hanya memprediksi jumlah perjalanan total yang masuk dan keluar ke zona tanpa mengetahui arah perjalanannya. Bangkitan perjalanan digunakan untuk suatu perjalanan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan/atau tujuan adalah rumah atau perjalanan yang dibangkitkan oleh perjalanan berbasis bukan rumah (Tamin, 2000). Bangkitan perjalanan merupakan bagian dari analisis kebutuhan (demand analysis) yang berkaitan dengan jumlah perjalanan yang dibuat individu atau rumah tangga. Analisis bangkitan perjalanan (trip generation) ada dua macam, yaitu: 1. Tarikan perjalanan (trip attraction) yang merupakan jumlah perjalanan yang tertarik ke suatu lokasi tertentu atau aktivitas. 2. Produksi perjalanan (trip production), merupakan jumlah perjalanan yang dibuat oleh individu atau rumah tangga yang merupakan kumpulan rumah tangga yang disebut zona pemukiman. Aspek yang dikaji pada penelitian ini adalah produksi perjalanan (trip production), sebab untuk menganalisis jumlah kebutuhan taksi maka perlu diketahui jumlah perjalanan yang dilakukan oleh individu dari rumah ke tempat aktivitasnya masing-masing. Produksi perjalanan dipengaruhi oleh variabel-variabel demografis dan sosial ekonomi dari zona dimaksud yang saling berkorelasi. Variabel tersebut antara lain:
27
a. Pendapatan b. Pemilikan kendaraan c. Ukuran rumah tangga d. Struktur rumah tangga e. Nilai lahan f. Kepadatan daerah pemukiman g. Aksesibilitas Tiga faktor pertama (pendapatan, pemilikan kendaraan, dan ukuran rumah tangga) telah digunakan pada beberapa kajian produksi perjalanan, sedangkan nilai lahan dan kepadatan daerah pemukiman hanya sering dipakai untuk kajian mengenai zona. Pengaruh dari pendapatan (income) dan pemilikan kendaraan (car ownership) terhadap produksi perjalanan adalah kedua indikator sosioekonomi ini menggambarkan karakteristik dari pelaku perjalanan yang akan mempengaruhi kebutuhan perjalanan. Sedangkan faktor ukuran rumah tangga berpengaruh jika ukuran rumah tangga membesar tetapi penghasilan keluarga tetap, maka diperkirakan permintaan perjalanan akan turun akibat pengurangan kesejahteraan keluarga.
2.6.1 Model Klasik Analisis Kategori Model klasik analisis kategori merupakan model yang digunakan untuk mengetahui produksi perjalanan baik pada level agregat (zona) maupun disagregat (individu). Model klasik dikembangkan pertama kali pada The Puget Sound Transportation Studi tahun 1964. Model ini didasarkan pada adanya keterkaitan
28
antara terjadinya perjalanan dengan variabel rumah tangga. Asumsi dasarnya adalah tingkat bangkitan perjalanan dapat dikatakan stabil dalam waktu untuk setiap stratifikasi rumah tangga tertentu. Bentuk persamaan ini dapat berupa trip rate ataupun regresi, namun kelebihan model ini adalah bahwa sebelum dilakukan kalibrasi model, populasi dibagi ke dalam kelompok-kelompok sesuai kategori yg ditetapkan, sehingga akan dihasilkan model bangkitan yang lebih dari satu untuk masing-masing tipe guna lahan/zona. Model ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: a. Lebih mudah diramalkan dibandingkan dengan model berbasis rumah tangga karena membutuhkan informasi rumah tangga dan ukurannya, keduanya tidak dibutuhkan pada model berbasis individu b. Pengelompokan klasifikasi silang tidak tergantung pada sistem di daerah zona kajian c. Tidak ada asumsi awal yang harus diambil mengenai bentuk hubungan d. Hubungan tersebut berbeda-beda untuk setiap kelompok (misalnya efek perubahan ukuran rumah tangga bagi yang mempunyai satu kendaraan dengan yang mempunyai dua kendaraan akan berbeda) Sedangkan kelemahan metode analisis kategori/klasifikasi silang, yaitu: a. Tidak memperbolehkan ekstrapolasi b. Data yang dibutuhkan sangat banyak agar nilai masing-masing tidak terlalu bervariasi secara tidak logis c. Tidak ada cara yang efektif dalam memilih peubah.
29
Secara model klasik, produksi perjalanan taksi, tj adalah seperti dirumuskan dalam persamaan 2.9. tj = Tj / Hj .................................................................................................
(2.9)
Keterangan: Tj = jumlah perjalanan pada penduduk kategori j Hj = jumlah penduduk yang mempunyai kategori j tj = produksi perjalanan, yaitu jumlah perjalanan yang dilakukan selama periode waktu tertentu oleh rata-rata jumlah orang dengan kategori j. Pada peubah dan spesifikasi model untuk pendekatan kategori-orang, hubungan dasar yang terjadi adalah seperti pada persamaan 2.9 berikut ini:
Ti N i j ji t jp
...................................................................................... (2.10)
Keterangan : Ti = total perjalanan yang dilakukan penduduk di zona i Ni
= jumlah penduduk di zona i
αji = prosentase penduduk di zona i yang mempunyai kategori j Analisis kategori mempunyai lebih sedikit batasan dibandingkan dengan analisis regresi, misalnya analisis kategori tidak mengasumsikan adanya hubungan linier. Kerugiannya secara teknik adalah data yang dibutuhkan sangat banyak untuk setiap kategori dan rata-rata bangkitan perjalanan untuk setiap kategori secara statistik harus dapat diterima.
30
2.6.2 Model Klasifikasi Ganda (Multiple Classification Analysis/MCA) Analisis Kategori MCA merupakan perbaikan dari model klasik analisis kategori. Dimana teknik yang digunakan untuk mengetahui hubungan timbal balik antara beberapa variabel bebas dan satu variabel terikat pada permodelan. Manfaat dari analisis data MCA adalah dapat mengetahui pengaruh setiap variabel independen terhadap dependennya setelah semua faktor dikontrol, sehingga dapat dihasilkan rata-rata yang sudah disesuaikan (mean adjusted). MCA digunakan untuk menguji pengelompokan hasil klasifikasi silang/analisis kategori untuk menjadi model statistik yang baik untuk memilih peubah dan klasifikasi. Selain itu, MCA juga berfungsi untuk mengetahui pengaruh variabel independen berskala nominal terhadap variabel dependen berskala interval. Stopher and Mc Donald, 1983 pada Afianto (2004) memberikan langkah perhitungan dengan metode MCA, sebagai berikut: 1. Pertimbangkan model yang mempunyai satu variabel tak bebas yang menerus, misalkan tingkat perjalanan dan dua variabel bebas yang diskrit misalnya ukuran rumah tangga dan pemilikan kendaraan 2. Nilai rata-rata total (ground mean) diperoleh untuk variabel tidak bebas diperoleh dari sampel 3. Nilai rata-rata kelompok (group mean) bisa ditaksir untuk setiap baris dan kolom dari matriks klasifikasi silang. Nilai rata-rata kelompok ini dapat dinyatakan sebagai simpangan (deviation) dari rata-rata total
31
4. Dengan melihat tanda simpangan (+ atau -) nilai sel dapat ditaksir dengan menambahkan simpangan baris dan kelompok pada rata-rata total sesuai dengan letak selnya. Untuk menganalisis produksi perjalanan, pengujian model yang dilakukan secara statistik adalah : a. Menguji simpangan antara metode metode klasik dengan metode MCA, yang dikenal dengan nama Root Means Square (RMS) error. Dimana semakin kecil simpangan antara metode metode klasik dengan MCA, maka model itu semakin baik. b. Uji Chi-square Uji chi-square untuk mengetahui pengaruh keterkaitan antara variabel yang ditinjau. Dasar pengambilan keputusan adalah dari nilai chi-square terhadap chi-square
tabel.
Jika chi-square
hitung
< chi-square
tabel
hitung
berarti ada
keterkaitan antara kedua variabel tersebut.
2.7
Teknik Stated preference Survai preferensi merupakan survai yang dilakukan untuk memperkirakan
preferensi keinginan atau preferensi pilihan (choise preference) dari pengguna jasa angkutan. Terdapat dua pendekatan yang berbeda pada survai preferensi ini, yaitu: a.
Teknik Revealed Preference Teknik revealed preference merupakan analisis pilihan masyarakat yang berdasarkan pada laporan atau hasil yang sudah ada. Sehingga data revealed preference dikumpulkan berdasarkan data pasar yang nyata dan opini
32
responden pada suatu objek, dimana pada waktu survai dilaksanakan objek tersebut sudah ada. Beberapa batasan pada teknik revealed preference adalah: i).
Pengamatan pada pilihan yang aktual memungkinkan tidak cukup tersedia
untuk
memebentuk
model
statik
yang
akurat
untuk
mengevaluasi peramalan ii). Perilaku yang diamati mungkin di dominasi oleh beberapa faktor sehingga menjadi sulit mendeteksi hubungan diantara variabel iii). Kesulitan dalam mengumpulkan informasi pada kebijakan yang baru ditetapkan b. Teknik Stated Preference Berdasarkan batasan-batasan yang ada pada revealed preference, maka dilakukan pendekatan kedua yaitu teknik stated preference. Teknik stated preference dicirikan dengan adanya penggunaan desain ekperimen untuk membangun alternatif hipotesa terhadap situasi (hypothetical situation), yang kemudian disajikan kepada responden. Selanjutnya responden ditanya mengenai pilihan apa yang mereka inginkan untuk melakukan sesuatu atau bagaimana mereka membuat rating/rangking atau pilihan tertentu didalam satu atau beberapa situasi dugaan. Dengan menggunakan teknik stated preference ini, peneliti dapat mengontrol secara penuh faktor-faktor yang ada pada situasi yang dihipotesis. Stated preference secara luas dipergunakan dalam bidang transportasi atau dalam kajian pasar angkutan untuk mengukur atau memperkirakan pemilihan moda perjalanan yang belum ada atau melihat bagaimana reaksi mereka terhadap
33
sesuatu yang baru (hypothetical situation). Dimana masing-masing individu diminta responnya jika dihadapkan pada situasi tersebut dalam keadaan yang sebenarnya, yaitu bagaimana preferensi mereka terhadap pilihan-pilihan yang ditawarkan. Dengan metode ini, kita dapat melakukan kontrol eksperimen kehidupan nyata dalam sistem transportasi (Ortuzar and Willumsen, 1994). Karena dalam perancangan fasilitas publik seseorang tidak dapat langsung membangun dan melihat perubahan perilaku pengguna. Stated preference disini berisikan beberapa kondisi hipotesis pilihan yang ditawarkan kepada pengguna dalam bentuk kuesioner yang dirancang secara sistemik. Output dari stated preference adalah preferensi pilihan moda tertentu, relatif terhadap perbedaan utilitas moda yang berkompetisi dan bobot masing-masing variabel relatif sesamanya, sebagai refleksi tingkat sensitivitas variabel terhadap perubahan pilihan. Adapun sifat utama dari stated preference adalah sebagai berikut : 1. Stated preference didasarkan pada pernyataan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternatif hipotesa. 2. Setiap pilihan dipresentasikan sebagai paket dari variabel yang berbeda seperti waktu, biaya, tingkat pelayanan dan lain-lain. 3. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap variabel dapat diestimasi, ini diperoleh dengan teknik design eksperimen
4. Alat interview (kuisioner) harus memberikan alternatif pilihan yang dapat dimengerti oleh responden, tersusun rapi dan masuk akal
34
5. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan (option) dengan melakukan rangking/rating/ dan choice pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan 6. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran kuantitatif mengenai hal yang penting (reality) pada setiap variabel. Data stated preference yang diperoleh dari resonden selanjutnya dianalisa untuk mendapatkan suatu model berupa formulasi yang mencerminkan utilitas individu dalam perjalanannya. Adapun definisi dari data stated preference adalah suatu data yang dikumpulkan berdasarkan pendapat atau opini orang lain (responden) mengenai suatu masalah atau pilihan yang akan dipilih pada masa yang akan datang. Sedangkan keunggulan dari teknik stated preference adalah: a. Peneliti dapat mengontrol sepenuhnya pilihan-pilihan yang ditawarkan pada responden, data yang diperoleh cukup akurat untuk membentuk model yang baik. b. Variabel yang digunakan bisa bersifat kuantitatif dan juga kualitatif. c. Hasil yang didapatkan mendekati kenyataan yang sebenarnya karena dalam melakukan penelitiannya langsung menanyakan preferensi dari seseorang yang diwawancara. Beberapa kelemahan dari teknik stated preference antara lain : a. Penyimpangan respon dan penyimpangan strategis sebagai akibat tidak jujurnya jawaban responden dan adanya keinginan untuk mengharapkan hasil tertentu dari pengisian kuesioner.
35
b. Penyimpangan yang terkait erat dengan asumsi yang digunakan dalam stated preference, dimana diasumsikan bahwa masyarakat akan benar-benar menggunakan barang dan jasa yang ditawarkan bila barang dan jasa tersebut memberikan manfaat utility bagi dirinya, untuk itu perlu dibuat kuisioner yang lugas dan tidak memiliki poli interpretasi. Tabel 2.1 memberikan contoh yang sederhana dari penyajian teknik stated preference, dimana kepada responden ditawarkan dua situasi perjalanan dan kemungkinan respon yang dilakukan. Tabel 2.1 Contoh Pilihan dalam Teknik Stated preference Situasi Perjalanan A Biaya $0.40
Waktu Perjalanan 30 menit
Situasi Perjalanan B Biaya $1.00
Waktu Perjalanan 15 menit
Mana yang Lebih Disukai Lebih Suka Lebih Suka A B
Sumber : Permain and Swanson, 1991
2.7.1 Desain Eksperimental Karakteristik dari teknik Stated preference
adalah penggunaan desain
eksperimental dalam membuat hipotesis alternatif untuk disajikan kepada responden. Pemilihan unit pengukuran variabel yang digunakan merupakan hal relatif, meskipun terdapat beberapa variabel yang membutuhkan kehati-hatian dalam cara pengukurannya, yaitu secara khusus adalah yang berkaitan dengan variabel kualitatif seperti : kenyamanan (comfort) dan kepercayaan (reliability). Pada contoh desain eksperimen ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut. Di sini untuk mengetahui pilihan responden terhadap 3 (tiga) variabel pelayanan (ongkos, waktu tempuh, dan frekuensi pelayanan) masing-masing 2 level. Variabel yang
36
dipakai dalam desain kuisioner menggambarkan seluruh faktor yang akan mempengaruhi perjalanan dengan angkutan taksi. Terlihat bahwa 8 kombinasi pilihan merepresentasikan berbagai jenis pelayanan transportasi umum. Tabel 2.2 Penyajian Pilihan pada Transportasi Massal
Pilihan 1 2 3 4 5 6 7 8
Ongkos $0.50 $0.50 $0.50 $0.50 $0.80 $0.80 $0,80 $0.80
Variabel Waktu Tempuh 18 menit 18 menit 25 menit 25 menit 18 menit 18 menit 25 menit 25 menit
Frekuensi 2 bus/jam 4 bus/jam 2 bus/jam 4 bus/jam 2 bus/jam 4 bus/jam 2 bus/jam 4 bus/jam
Sumber : Permain and Swanson, 1991
Desain eksperimen yang disajikan pada contoh ini disebut desain “full factorial” yaitu desain eksperimen dengan setiap kemungkinan kombinasi dari level variabel digunakan. Kombinasi pada desain ini adalah hasil dari jumlah level (n) dipangkatkan dengan jumlah variabel (a) atan n³. Pada contoh diatas 8 pilihan = 2³ (2 level masing-masing 3 variabel). Jika jumlah pilihan yang disajikan terlalu banyak, maka kemungkinan akan membosankan atau membingungkan responden serta kesulitan menyulitkan dalam melaksanakan pilihan yang berakibat meningkatkan kesalahan. Batasan jumlah pilihan yang masih dapat diterima adalah antara 9-16 pilihan seperti dikutip dalam Permain and Swanson, (1991). Ada beberapa cara pendekatan untuk mengurangi jumlah pilihan, salah satunya adalah dengan menggunakan desain faktorial setengah bagian (Fractional factorial). Desain ini menyeleksi beberapa kombinasi yang akan ditampilkan
37
dengan mengasumsikan bahwa beberapa atau seluruh interaksi antara variabel pengaruh respon diabaikan.
2.7.2 Desain Instrumen Permain (1990) dalam Ortuzar (1994) menyatakan penyajian instrumen Stated preference dapat berupa: data ranking, rating atau pilihan berganda. Kelebihan metode survai dengan teknik Stated preference terletak pada kebebasannya untuk melakukan desain metode pertanyaan untuk berbagai situasi dalam rangka memenuhi kebutuhan penelitian yang diperlukan. Kelebihan ini dapat terpenuhi jika terjamin alasan respon yang realistik yaitu alternatif pilihan yang dipilih oleh responden tersebut benar-benar dilaksanakan. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Pada tahap identifikasi variabel kunci dan penyusunan paket alternatif pilihan, semua variabel esensial harus dipergunakan dan paket-paket alternatif pilihan yang ditawarkan harus masuk akal dan realistik. b. Pada tahap penyusunan formulir survai, bentuk penyajian form survai dan tata cara memberikaan respon harus mudah dimengerti dan sesuai dengan situasi responden yang diteliti. c. Pada tahap perencanaan pengambilan data perlu dibuat strategi sampling yang akan dikerjakan untuk menjamin diperolehnya data yang representatif. d. Pada pelaksanaan survai Stated preference sebelumnya diperlukan survai pendahuluan yang menjelaskan maksud dan tujuan survai, alternatif situasi perjalanan yang dibuat dan cara memberikan jawabannya.
38
e. Pada tahap analisis data Stated preference diperlukan model yang sesuai dengan tujuan analisis dan ketersediaan data yang ada.
2.7.3 Identifikasi Preferensi Terdapat beberapa cara untuk mengukur preferensi seseorang dalam melakukan identifikasi terhadap preferensi seseorang terhadap alternatif pilihanpilihan yang diberikan, yaitu: a. Respon berdasar ranking Responden diberi tiga atau lebih alternatif dalam satu pertanyaan dan diharapkan membuat ranking atau urutan dari alternatif-alternatif dalam satu pertanyaan dan diharapkan membuat ranking atau urutan dari alternatif tersebut (dari yang disukai hingga yang tidak disukai atau sebaliknya). Metode ini tidak lagi digunakan secara luas karena adanya kesulitan dalam pengolahan data yang didapat. b. Respon berdasar rating Respon ini menghendaki responden mengekspresikan kekuatan preferensinya pada skala numerik atau semantik (skala didefinisikan dengan kalimat “pasti memilih A”, “mungkin memilih B”, “Tidak dapat memilih A atau B”. Responden juga dapat diminta mengekspresikan preferensinya terhadap masing-masing pilihan dengan menunjukkan skor tertentu. Dari pemberian skor tertentu oleh responden, diperoleh informasi mengenai urutan preferensi dan kekuatan preferensi diantara pilihan-pilihan. Jika responden menyatakan preferensi antara pasangan pilihan, biasa digunakan
39
skala 1 sampai 5 untuk menunjukkan kemungkinan pilihan. Skor yang diberikan dapat ditransformasikan menjadi probabilitas yang masuk akal dari pilihan-pilihan tersebut (misal skor 1 = 0,1, skor 3 = 0,5, skor 5 = 0,9) sehingga dapat dibuat model regresi linear berganda. C. Pilihan diskrit Rancangan pilihan meminta responden menyeleksi pilihan dari pasangan atau sekumpulan alternatif. Responden hanya memilih alternatif yang sangat mereka sukai dan mengekspresikan pilihan dalam bentuk analogi dengan survai revealed preference. Bisa juga diperluas dalam skala rating. Pada pilihan ini biasanya dipakai enam (6) skala rating. Lima (5) skala rating yang digunakan adalah seperti skala rating pada respon rating dan ditambahkan pilihan “tidak diantara pilihan atas”, dimaksudkan untuk mencegah pemaksaan terhadap pilihan yang ada.
2.7.4 Kompleksitas dan Realisasi Suatu elemen kunci dalam keberhasilan survai Stated preference adalah derajat realisasi respon yang dicapai. Oleh karena itu Permain (1990) dalam Hastuti (2004) merekomendasikan suatu garis pedoman dalam pelaksanaan di lapangan, yaitu : 1.
Menekankan pada hal khusus, contoh : responden seharusnya ditanya bagaimana mereka akan merespon suatu alternatif pada kejadian yang diberikan,
dan
diusahakan
menghindari
pertanyaan
abstrak
menyebabkan realibilitas respon kecil 2.
Memperjelas batasan antar pilihan agar konteks yang dibuat realistis
yang
40
3.
Menggunakan suatu konteks realistis bagi respoden yang sudah mempunyai pengalaman pribadi
4.
Dapat memakai persepsi responden pada kondisi tertentu untuk membatasi nilai variabel dalam survai
5.
Memastikan telah memasukkan semua variabel yang berhubungan dalam penyajian instrumen survai, terutama jika model pilihan perjalanan dibuat tidak hanya mengukur kepentingan perbedaan variabel.
6.
Menjaga penyajian pilihan yang sederhana agar tidak memberikan beban kepada responden. Pilihan alternatif dipadatkan dan disederhanakan yang sesuai. Karena dalam menanggapi pilihan yang kompleks diperlukan periode waktu yang lama untuk memahami alternatif yang ada dan menyeleksi yang terbaik.
7.
Memberikan peluang kepada responden untuk memberikan respon diluar desain alternatif yang disusun.
8.
Menyajikan semua pilihan dengan meyakinkan, jelas dan menghindari kata yang bermakna ganda. Dalam kaitan ini diperlukan kehati-hatian ketika menghadapi variabel kulitatif seperti keamanan dan kenyamanan.
2.7.5 Analisis Data Stated preference Dalam menentukan probabilitas setiap individu dalam memilih suatu pilihan yang merupakan fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik dari pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas. Utilitas didefinisikan sebagai sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu.
41
Umumnya fungsi utilitas berbentuk linier, seperti pada persamaan 2.11 berikut ini: Ui a 0 a1 x1 ......... a i x i .......................................................................... (2.11)
Keterangan : Ui
= utilitas pilihan i
a0.......ai = variabel model xo...... xi = nilai variabel Konstanta a0 biasanya diartikan sebagai yang mewakili pengaruh dari karakteristik pilihan atau individu yang tidak dipertimbangkan dalam fungsi utilitasnya. Contohnya, unsur kenyamanan dan keamanan yang sulit diukur secara kualitatif. Jadi saat memeperkirakan pengambilan suatu alternatif, nilai utilitasnya harus sangat berbeda dengan alternatif lain yang dinyatakan dalam bentuk probabilitas yang bernilai antara 0 dan 1. Sehingga digunakan transformasi matematis yang disebut fungsi logit. Jika fungsi tersebut diterapkan pada 2 alternatif moda, maka disebut fungsi Logit Binomial seperti pada persamaan 2.12
P1
expU1 exp (U1 U 2 ) ............................................................... (2.12) expU1 expU 2 1 exp (U1 U 2 )
Keterangan: P1
= probabilitas pemilihan moda 1
U1
= utilitas alternatif penggunaan moda 1
U2
= utilitas alternatif penggunaan moda 2 Hal ini berarti kita membentuk efek relatif setiap variabel pada keseluruhan
utilitas. Metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa data Stated
42
preference bergantung pada tipe teknik pengukuran preferensi yang digunakan. Untuk data dengan dengan pilihan diskrit (choise discrete) digunakan logit model. Sedangkan untuk data dengan teknik rating digunakan pendekatan regresi dan untuk data dengan teknik ranking digunakan pendekatan MONANOVA (Monotonic Analysis of Variance) Menurut Ortuzar dan Willumsen (1994), dalam kompilasi data yang dilakukan untuk mengolah data primer dari hasil survai dengan teknik Stated preference yang berupa rating, adalah untuk menemukan hubungan kuantitafif diantara sekumpulan variabel dan respon yang dinyatakan dalam skala semantik. Untuk pertama sekali diperlukan adalah menghubungkan nilai numerik Rm ke masing-masing pernyataan m (m = 1, ....., M) dari skala yang dirumuskan dalam model linier berikut:
0 1 X 1 2 X 2 ........ n X n rj ............................................................. (2.13) Keterangan:
0 = konstanta X 1 = bentuk selisih antara ataribut k dari dua pilihan
n = koefisien Xn rj = transformasi respon individu j (didefinisikan dalam hubungan antara skala
semantik dan numerik Rm ) Jadi setelah kuisioner lengkap diisi responden, dapat dipilih variabel tak bebas Rm dan diketahui nilai X k sehingga dengan analisis regresi dapat diestimasi k Selanjutnya adalah memilih transformasi yang tepat untuk mengubah
skala
semantik
menjadi
skala
numerik
sehingga
diperoleh
43
kemungkinan model terbaik. Beberapa praktisi menggunankan skala simetris berikut: R1 =2,197,
R2 =0,847, R3 = 0,000,
R4 = -0,847,
R5 = -2,197, yang
berhubungan dengan transformasi Berkson-Theil dari probabilitas pilihan berikut: 0.1 , 0.3 , 0.5 , 0.7 , 0.9 , dan hampir menjadi standar praktis dalam lingkungan transportasi (Ortuzar dan Garrido, 1993). Dengan bantuan program SPSS untuk mendapatkan persamaan analisis regresi dari data Stated preference, diperoleh nilai koefisien dan konstanta dari persamaan 2.13 serta nilai uji statistik. Sedangkan untuk persamaan fungsi utilitas dapat ditulis persamaan 2.14 sebagai berikut:
U PT U PL a0 a1 (WTIME ) a 2 (TTIME ) a3 (COST ) a4 (SERV ) (2.14) Keterangan
:
UPT - UPL = selisih utilitas pengguna taksi dengan utilitas pengguna lainnya WTIME = selisih peningkatan waktu tunggu
TTIME = selisih peningkatan waktu tempuh perjalanan COST
= selisih peningkatan biaya perjalanan
SERV
= selisih kualitas pelayanan yang diberikan
Menurut Sujarweni (2007), uji statistik untuk hasil persamaan analisa regresi yang diperoleh, dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Menguji pengaruh masing-masing variabel yang terdapat dalam persamaan secara individu terhadap utilitas pemilihan moda (pengujian secara parsial / t-test) i). Cara 1
44
Jika sig > 0,05 maka tidak ada pengaruh antar variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat Jika sig < 0,05 maka ada pengaruh antar variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat ii). Cara 2 Jika F hitung < F tabel maka maka tidak ada pengaruh antar variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat Jika F hitung > F tabel maka maka ada pengaruh antar variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat b. Menguji pengaruh seluruh variabel yang terdapat dalam persamaan secara simultan terhadap utilitas pemilihan moda, dengan melakukan pengujian hipotesa terhadap variasi nilai utilitas (F-test). i). Cara 1 Jika sig > 0,05 maka tidak ada pengaruh antar variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat Jika sig < 0,05 maka ada pengaruh antar variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat ii). Cara 2 Jika t hitung < t tabel maka maka tidak ada pengaruh antar variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat Jika t hitung > t tabel maka maka ada pengaruh antar variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat
45
c. Mengetahui penurunan / peningkatan utilitas pilihan terhadap suatu moda dari masing – masing variabel secara parsial per satu persen, dapat diketahui dengan melihat nilai standardized β (beta). Sedangkan untuk mengetahui prosentase besarnya penurunan / peningkatan utilitas pilihan terhadap suatu moda
dari masing – masing variabel dengan mengkuadratkan nilai
standardized β (beta) atau koefisien yang telah distandarisasi (standardized coefficients) kemudian dikalikan dengan 100%. d. Mengetahui seberapa besar prosentase pengaruh seluruh variabel terhadap perubahan utilitas pemilihan moda, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (adjusted R2). Dimana menurut Papacostas pada Afianto (2004), jika nilai adjusted R2 diantara 0,2 sampai 0,6 menunjukkan bahwa model tersebut cukup bagus. Nilai adjusted R2 yang dibawah 0,2 menunjukkan model tersebut kurang baik dan model tersebut harus digunakan secara hati – hati dalam penelitian selanjutnya. Bila nilai R2 diatas 0,7 sedangkan jumlah sampel cukup besar (lebih dari 100 sampel), maka hasil tersebut diragukan. Hal ini mungkin terjadi karena adanya efek multikolinier (collinearity effects), yaitu suatu variabel independen yang memiliki kemiripan antar variabel independen lainnya dalam satu model.
2.8
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-
pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Tujuan analisis
46
sensitivitas adalah untuk menentukan variabel-variabel yang sensitif, yaitu variabel yang perubahannya akan mengakibatkan solusi optimal. Variabel yang sensitif adalah variabel yang paling perlu untuk dicermati karena akan memberikan pengaruh yang besar pada hasil studi yang dilaksanakan. Sedangkan untuk variabel yang dikategorikan tidak sensitif, maka analisis sensitivitas bertujuan untuk menentukan rentang nilai perubahan variabel tersebut yang tidak atau belum mengubah hasil yang optimal.
2.9
Studi Terdahulu Studi dari Dinas Perhubungan Propinsi Bali tahun 2011 mengenai
Kebutuhan Angkutan Taksi di Bali, digunakan sebagai metode pendekatan untuk menghitung proyeksi dari potensi permintaan pada penelitian ini. Dimana ada beberapa faktor yang berkaitan dalam menentukan potensi permintaan pengguna taksi di Bali, diantaranya: a. Jumlah kamar hotel yang ada di Bali serta tingkat hunian kamar tersebut yang diasumsikan bahwa tiap kamar berisikan dua buah tempat tidur. Data jumlah kamar hotel yang diperoleh pada penelitian ini dari tahun 2006 sampai dengan 2010, dengan menggunakan rata-rata laju pertumbuhan (i) dari kamar hotel tersebut. Untuk mengetahui perkiraan jumlah kamar hotel hingga beberapa tahun kedepan digunakan proyeksi jumlah kamar dengan menggunakan rumus proyeksi penduduk seperti pada bagian 2.4, rumus 2.7. b. Data skunder yang diperoleh dari BPS Propinsi Bali yaitu prosentase tingkat hunian hotel di Bali, digunakan sebagai faktor pengali dengan tingkat hunian kamar hotel.
47
c. Data jumlah penduduk Bali yang diperoleh dari BPS Propinsi Bali tahun 2011 adalah sejak tahun 2006 sampai dengan 2010. Untuk memproyeksikan jumlah penduduk sampai dengan beberapa tahun kedepan juga digunakan rumus proyeksi penduduk pada bagian 2.4, rumus 2.8. d. Dari hasil proyeksi jumlah kamar, tingkat hunian berdasarkan prosentase hunian tertinggi dan terendah, serta proyeksi jumlah penduduk, diperoleh kebutuhan seat total taksi dengan mengalikan prosentase okupansi tertinggi/terendah yang ditambah dengan hasil perkalian antara asumsi prosentase pengguna taksi dengan proyeksi jumlah penduduk Bali. e. Berdasarkan data prosentase penggunaan (sharing) kendaraan umum yaitu angkutan pariwisata 36,5%, angkutan sewa 54%, dan angkutan taksi 9,5%, dari Dinas Perhubungan Provinsi Bali, maka digunakanlah angka 9,5% tersebut sebagai faktor pengali dari kebutuhan seat total angkutan taksi dalam mencari kebutuhan seat angkutan taksi. Selanjutnya diperoleh kebutuhan armada taksi dengan cara hasil kebutuhan seat angkutan taksi dibagi empat. Angka empat disini merupakan faktor muat maksimal dari angkutan taksi. Sedangkan studi-studi tentang metode Stated preference antara lain: 1. Penetapan Kebutuhan dan Kinerja Taksi di DKI Jakarta (Lembaga Teknologi Fakultas Teknik, 1995) Berdasarkan hasil survai lapangan dengan teknik wawancara terhadap pengguna taksi, dilakukan tiga tahapan untuk menentukan besarnya kebutuhan taksi, yaitu: mengidentifikasi variabel kebutuhan, penentuan utilisasi pelayanan taksi, serta penentuan kebutuhan taksi. Dari laporan akhir yang
48
diperoleh, perhitungan dilakukan sampai penentuan utilisasi pelayanan taksi, yang ditunjukkan oleh faktor muat (okupansi), diantaranya: a. Usia produktif dari pengguna taksi adalah 16-54 tahun b. Tingkat pendapatan menengah keatas (Rp. 200.000, ke-atas) c. Kepemilikan kendaraan d. Alternatif moda angkutan lain (seperti bus) e. Perjalanan berjarak menengah (melalui konversi biaya per tarif) f. Status pengguna (karyawan, mahasiswa dan ibu rumah tangga) Dari studi tersebut diperoleh gambaran bahwa pelayanan taksi saat itu masih cukup baik dengan tingkat okupansi relatif sedang, yaitu 2 penumpang/taksi dengan total operasional kendaraan sebesar 18.2007 unit. 2. Analisis Tingkat Kebutuhan Taksi Kota Bandung Dengan Stated preference (Titi Kurniati, 2000) Penelitian yang dilakukan adalah dengan menyebarkan kuisioner terhadap pengguna taksi yang akan ataupun pernah menggunakan taksi di Kota Bandung. Variabel yang digunakan diantaranya adalah variabel kebutuhan, penentuan utilisasi taksi dan pemakaian taksi, respon individu dan pembagian skenario untuk kelayakan taksi yang seharusnya beroperasi di Kota Bandung. Hasil penelitian tersebut memperoleh hasil sebagai berikut: a. Usia pengguna taksi berkisar 16 hingga 55 tahun b. Tingkat pendapatan Rp. 500.000 – Rp. 2.000.000,00 ke atas. Skenario penggunaan taksi harian berdasarkan pada asumsi 2% sebagai nilai terendah, 5% sebagai nilai moderat, dan 10% sebagai nilai tertinggi.
49
c. Bila proporsi dari pengguna sebesar 10% : 14.029 orang dan jumlah taksi sebesar 935 unit, maka kebutuhan Taksi di Kota Bandung dikatakan berimbang. d. Taksi di Kota Bandung sebesar 991 unit sehingga terjadi kelebihan supply daripada demand-nya. e. Model tingkat perjalanan terbaik berdasarkan uji statistik menghasilkan 12 kategori tingkat perjalanan dengan rentang 1,033 hingga 3,800 perjalanan/minggu/keluarga. f. Elastisitas probabilitas pemilihan taksi relatif lebih sensitif terhadap perubahan biaya dibanding perubahan waktu tempuh, perubahan pendapatan, dan tingkat pelayanan. 3. Analisis Elastisitas Kebutuhan Taksi di Kota Semarang Dengan Teknik Stated preference (M. Ardany Afianto, 2004) Penelitian ini menitikberatkan pada pengkajian karakteristik pengguna taski dan mencari tingkat kebutuhan taksi di Kota Semarang. Metode yang digunakan untuk
memperkirakan jumlah perjalanan masyarakat yang
menggunakan taksi di Semarang adalah dengan Analisis Kategori Orang. Dimana
perhitungan
dilakukan
dengan
cara
pendekatan
Multiple
Classification Analysis (MCA). Model tingkat perjalanan yang dikembangkan diuji secara statistik dan variabel model diperiksa terhaap kriteria kemasukakalan (reasonability criteria). Sensitivitas respon individu dalam memilih moda taksi terhadap perubahan variabel juga diukur dengan menggunakan
50
analisis elastisitas model. Dari hasil analisis penelitian ini menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Karakteristik pengguna taksi di Kota Semarang rata-rata melakukan perjalanan 2 – 4 kali/minggu. b. Penghasilan rata-rata diatas Rp. 500.000,00. c. Kebutuhan taksi dengan mengambil rasio pengguna taksi 0,3% sehingga perkiraan jumlah kebutuhan taksi sebesar 477 unit kendaraan. d. Elastisitas probabilitas pemilihan taksi relatif lebih sensitif terhadap perubahan biaya, dibanding terhadap perubahan pendapatan, perubahan waktu tempuh perjalanan dan perubahan tingkat pelayanan.