BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Kesehatan Keuangan Perusahaan Perusahaan yang bangkut berarti memiliki tingkat kesehatan keuangan yang buruk, sebaliknya perusahaan yang jauh dari ancaman bangkrut berarti mempunyai tingkat kesehatan baik. Bangkrut atau pailit didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana perusahaan berada didalam keadaan insolven, perusahaan tidak mampu melunasi kewajibannya dengan sumberdaya yang dimilikinya (Assegaf, 1993). Menurut (assegaf, 1993), suatu perusahaan dinyatakan bangkrut bila jumlah total pasiva melebihi nilai wajar total aktivanya sehingga kekayaan perusahaan itu sendiri adalah negatif. Rustamadji (2008) mengemukakan bahwa tingkat kesehatan suatu perusahaan yang sudah go public menjadi penting untuk diketahui dan dimonitor oleh pihak-pihak yang berkepentingan didalamnya.
Pendekatan penilaian
kesehatan perusahaan akan bernilai dengan melibatkan unsur-unsur yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan tersebut.
Kondisi perekonomian
yang kadang tidak stabil dan tingkat persaingan yang makin ketat makin kuat memberi dorongan kepada banyak pihak yang berkepentingan untuk menaruh perhatian besar pada kelangsungan hidup perusahaan.
Untuk kepentingan
berbagai pihak, monitor tingkat kesehatan perusahaan menjadi penting untuk pengambilan keputusan. Hal penting ini akan lebih terasa bagi perusahaan yang
30 Universitas Sumatera Utara
go public dan terdaftar di Bursa Efek dimana sahamnya dimiliki oleh masyarakat umum. Untuk masing-masing kepentingannya, pihak-pihak terkait dituntut jeli dalam menilai sehat tidaknya suatu perusahaan.
Tingkat kesehatan suatu
perusahaan tidak bisa diukur hanya karena perusahaan memiliki gedung yang megah atau aset yang banyak tetapi harus dilihat secara lebih komprehensif yang melibatkan banyak indikator keuangan.
Dengan menggunakan model yang
tersedia, pengolahan data dari suatu laporan keuangan dapat mengantarkan kita pada penilaian kesehatan suatu perusahaan.
Selanjutnya tingkat kesehatan
perusahaan go public selayaknya dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan pengambilan keputusan bagi pihak-pihak tertentu yang berkepentingan, seperti misalnya pengaruhnya terhadap resiko, return (tingkat pengembalian saham) dan sebaran resiko/return (koefisien varians) utnuk dimasa pasca laporan keuangan diterbitkan. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di bursa efek (Rustamadji, 2008), maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau dikenal dengan istilah delist. Dalam kondisi perusahaan yang dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dibandingkan kreditur atau pemegang obligasi. Artinya setelah semua aset perusahaan tersebut terjual, terlebih dahulu dibagikan kepada kreditur atau pemegang obligasi dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada pemegang saham.
Perusahaan sedang menghadapi
masalah krisis jika dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan deviden secara berturut-
31 Universitas Sumatera Utara
turut selama beberapa tahun dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan efek di bursa. Pasar modal yang sedang mengalami peningkatan (Bullish) atau mengalami penurunan (Bearish) terlihat dari naik turunnya harga-harga saham yang tercatat yang tercermin melalui suatu pergerakan indeks atau lebih dikenal dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menurut (Rustamadji, 2008) IHSG merupakan indikator pergerakan harga saham yang tercatat dibursa, baik saham biasa maupun preferens yang mencerminkan kondisi keseluruhan transaksi bursa saham. Dewasa ini IHSG dijadikan barometer kesehatan ekonomi suatu negara dan sebagai landasan analisis statistik atas kondisi pasar terakhir (current market)β. IHSG merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham (perusahaan/emiten) tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga saham ditentukan oleh adanya penawaran dan permintaan atas saham tersebut. Apabila permintaan akan suatu saham sangat tinggi, maka harga saham tersebut akan naik demikian pula sebaliknya. Faktor utama yang mempengaruhi harga saham di pasar modal adalah kesehatan perusahaan yang dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan. Selain itu, nilai Indeks Harga Saham Gabungan dapat menjadi leading indicator economic pada suatu negara. Pergerakan indeks sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental negara maupun global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya akan berpengaruh pada IHSG. Hasil penelitian (Kritsonis, 2004) untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan harus membangun strategi jangka panjang untuk menurunkan rasio utang, mengelola persediaan mereka lebih efisien, dan meningkatkan penjualan,
32 Universitas Sumatera Utara
kesuksesan finansial bertambah dengan perusahaan membeli utang mereka merupakan indikator kesehatan keuangan yang baik dimasa depan. Wing et al. (2003) menunjukkan bahwa menganalisa kesehatan keuangan perusahaan dengan struktur modal, profitabiltas, kemampuan untuk membayar utang dan likuiditas. Salah satu model yang digunakan untuk menentukan sehat tidaknya suatu perusahaan adalah dengan menghitung Z-score.
Z-score dikembangkan oleh
Edward I Altman, seorang professor dan ekonom keuangan dari New York Universityβs Stern School of Business pada tahun 1968. Menurut (Sudjiyatno dan Puspitasari, 2010) model Altman diprediksi dengan akurasi 95% terhadap sampel perusahaan-perusahaan yang mengajukan kebangkrutan dalam waktu 12 bulan. Altmanβs Zscore sebagai pengukur kinerja perusahaan dari sisi potensi menurunnya investasi yaitu kebangkrutan (Sudjiyatno dan Puspitasari,, 2010). Altman Z-score merupakan indikator untuk mengukur potensi kebangkrutan suatu perusahaan.
Hal itu diturunkan berdasarkan pada analisis multivariate
diskriminan yang diseleksi dari faktor-faktor yang paling relevan (dari 22 faktor kemungkinan yang dinilai) dan relative penting untuk setiap faktornya. Diskriminan analisis merupakan suatu teknik untuk membedakan antara titik data dari beberapa karakteristik pengukuran. Z-score merupakan bentuk dari analisis kinerja perusahaan yang menggunakan angka rasio-rasio keuangan yang dikombinasikan dalam suatu bentuk persamaan matematis. Z-score merupakan salah satu model kebangkrutan dengan pendekatan Multiple Discriminant Analysis (MDA).
Model ini digunakan untuk mengetahui apakah suatu
perusahaan berpotensi mengalami kebangkrutan atau tidak.
33 Universitas Sumatera Utara
Altman (2006) mengungkapkan nilai Z-score diperoleh dari penjumlahan hasil perkalian suatu nilai konstanta tertentu masing-masing dengan 5 unsur rasio; working capital to total assets, retairned earning to total assets, earning before interest and tax to total assets, market value of equity book value of total debt, and total revenue to total assets. Rasio-rasio tersebut menggambarkan rasio dari kemampuan manajemen di dalam mengelola aktiva perusahaan, sehingga Altman Z-score dapat juga digunakan sebagai mengukur kinerja perusahaan, yaitu dari sisi potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Bentuk persamaan Z-score untuk Model Altman (2006) adalah sebagai berikut: π = 0,717 π1 + 0,847 π1 + 3,107 π1 +0,420 π4 + 0,998 π5 Dimana: π1 : Working Capital to Total Assets π2 : Retained Earnings to Total Assets π3 : Earnings before Interest and Taxes to Total Assets π4 : Market value of Equity to Book Value of Total Debt π5 : Sales to Total Assets Hasil perhitungan Z-score dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Z > 2,90 : Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan 1,23 < Z < 2,9 : Perusahaan mempunyai sedikit masalah keuangan (meskipun tidak serius) Z < 1,23 : Perusahaan mengalami masalah dengan kondisi Keuangan yang serius
Penelitian Riadi menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan perusahaan, harga saham tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kesehatan korporasi, sedangkan tingkat kebijakan dianggap tidak signifikan terhadap tingkat kesehatan korporasi.
2.1.2 Analisis Laporan Keuangan
34 Universitas Sumatera Utara
Laporan keuangan tahunan menggambarkan kondisi keuangan perusahaan pada saat tertentu, hasil usaha dalam suatu rentang waktu, serta informasiinformasi lainnya yang berkaitan dengan perusahaan yang bersangkutan. Menurut (Munawir, 2004) laporan keuangan akan digunakan oleh manajemen untuk: mengukur
tingkat
biaya
dari
berbagai
kegiatan
perusahaan,
untuk
menentukan/mengukur efisiensi tiap-tiap bagian, proses atau produksi serta untuk menentukan derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan, untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap individu yang telah diserahi wewenang dan tanggung jawab serta untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca dan
perhitungan laba rugi serta laporan perubahan modal. Untuk membantu pengguna laporan keuangan dan mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, dapat digunakan berbagai teknik analisa laporan keuangan. Menurut (Munawir, 2004), teknik analisa yang biasa digunakan dalam analisa laporan keuangan adalah analisis perbandingan laporan keuangan, trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam prosentase, analisa dengan prosentase per komponen atau common size statement, analisa sumber dan penggunaan modal kerja, analisa sumber dan penggunaan kas, analisa rasio, analisa perubahan laba kotor dan analisa break-even Rasio keuangan dihitung dari laporan laba rugi dan neraca suatu perusahaan (David, 2009). Menghitung rasio keuangan adalah seperti mengambil gambar karena hasilnya mencerminkan situasi di satu titik tertentu. Membandingkan rasio dari waktu ke waktu dan terhadap rata-rata industri akan menghasilkan statistik
35 Universitas Sumatera Utara
yang bermakna yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan
dan
signifikan.
Pemanfaatan
analisis
rasio
keuangan
untuk
menggambarkan keeratan hubungan antara rasio keuangan dengan fenomena ekonomi telah dilakukan dalam berbagai penelitian.
Pada umumnya analisis
terhadap rasio merupakan langkah awal dalam analisis keuangan guna menilai prestasi dan kondisi keuangan suatu perusahaan. Pengelompokan rasio keuangan yang digunakan adalah sebagai berikut (David, 2009): a. b. c. d.
e.
Rasio Likuiditas untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang akan jatuh tempo. Rasio Leverage untuk mengukur sejauh mana sebuah perusahaan didanai oleh utang. Rasio Aktivitas untuk mengukur seberapa efektif sebuah perusahaan menggunakan sumber dayanya. Rasio Profitabilitas untuk mengukur keefektifan manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukkan oleh pengembalian (return) yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Rasio Pertumbuhan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan ekonomi dan industri.
2.1.3 Faktor β Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Keuangan perusahaan 2.1.3.1 Firm Size Firm size (ukuran perusahaan) adalah suatu skala di mana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain total aktiva, log size, nilai pasar saham dan lain-lain (Sirait, 2011). Ukuran perusahaan merupakan salah satu variabel yang umum digunakan untuk menjelaskan mengenai variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan (Purwanto, 36 Universitas Sumatera Utara
2011). Suatu perusahaan besar dan mapan akan mudah untuk menuju ke pasar modal (Wulandari, 2012).
Perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil akan
rentan terhadap kebangkrutan.
Diharapkan perusahaan yang besar tingkat
kesehatan keuangannya juga lebih baik. Hasil penelitian Chen dan Wong (2004) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan yang diukur dengan total aktiva pada perusahaan asuransi berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan keuangan perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan faktor penentu penting dari kekuatan keuangan perusahaan asuransi, baik di negara maju dan negara berkembang.
2.1.3.2 Investment Performance Menurut Chen dan Wong (2004) investment performance merupakan kinerja investasi yang mengungkapkan efektif dan efisiennya keputusan investasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Return On Assets atau Return On Investment untuk menghitung investment performance. Return on Assets (ROI) yaitu perbandingan antara laba bersih dengan jumlah penjualan selama setahun yang menunjukkan ukuran tingkat laba terhadap aktiva yang digunakan dalam menghasilkan laba tersebut. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap rupiah aset yang digunakan, dan juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan
efektivitas
manajemen
dalam
menggunakan
aktiva
untuk
memperoleh pendapatan dan dapat menilai apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan.
Rasio ini
memberikan indikasi tentang baik buruknya manajemen dalam melaksanakan
37 Universitas Sumatera Utara
kontrol biaya ataupun pengelolaan hartanya. Semakin besar rasio ini semakin baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Kritsonis (2004) mengemukakan bahwa ROA yang tinggi diperoleh dari hasil BEP perusahaan tinggi dan lebih rendah biaya bunga yang terkait dengan pemanfaatan biaya.
Hasil penelitian Chen dan Wong (2004) menyimpulkan
kinerja investasi secara positif mempengaruhi kesehatan keuangan perusahaan dinegara maju dan berkembang.
2.1.3.3 Operating Margin Operating Profit Margin yaitu rasio yang digunakan untuk menghitung profitabilitas tanpa memperhitungkan pajak dan bunga (David, 2009). Operating profit margin diperoleh dari pendapatan sebelum bunga dan pajak terhadap total penjualan. Rasio yang rendah menunjukkan keadaan yang kurang baik karena bahwa setiap rupiah penjualan terserap dalam biaya yang tinggi dan mendapatkan laba yang rendah. Jika perusahaan terus menerus mendapatkan laba yang rendah, maka kecendrungan kesehatan keuangan perusahaannya juga tidak akan baik. Kegunaan rasio ini adalah mutu pengelolaan harga pokok produksi (yang berarti kinerja bagian produksi) dapat dimonitor dari waktu ke waktu dan untuk meramalkan besarnya laba kotor pada waktu yang akan datang atas dasar estimasi penjualan (Kuswadi, 2006).
Hasil penelitian Chen dan Wong (2004)
menunjukkan bahwa margin usaha positif signifikan bagi kesehatan keuangan perusahaan.
38 Universitas Sumatera Utara
2.1.3.4 Price Earning Ratio Price Earning Ratio (PER) membandingkan harga saham perusahaan terhadap pendapatan dan nilai buku per saham. Nilai pasar dan rasio harga saham akan tinggi, jika likuiditas pengelolaan aset, pengelolaan hutang dan rasio profitabilitas yang menguntungkan.
Rasio ini menunjukkan berapa banyak
investor bersedia membayar untuk setiap rupiah dari keuntungan perusahaan. PER merupakan suatu ukuran yang penting bagi para investor dalam berinvestasi, karena PER diakui sebagai metode penilaian yang baik, serta mencakup keseluruhan perusahaan, termasuk dalam memperkirakan nilai saham, menentukan nilai saham di masa yang akan datang dan menentukan besarnya modal dalam saham (Jayanto, 2012). Apabila harga per lembar saham dan tingkat pertumbuhan laba suatu perusahaan meningkat, maka price earning ratio juga meningkat (Prasetyorini, 2013). Semakin besar price earning ratio berarti harga pasar dari setiap lembar saham akan semakin baik. Rasio ini lebih tinggi untuk perusahaan yang kuat prospek pertumbuhan, namun lebih rendah untuk perusahaan yang berisiko (Kritsonis, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh (Kritsonis, 2004) menghasilkan bahwa Harley Davidson dipandang sebagai perusahaan lebih beresiko daripada perusahaan lain, memiliki prospek pertumbuhan yang lebih buruk.
2.1.3.5 Surplus Growth Surplus Growth atau rasio pertumbuhan yaitu kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan ekonomi dan industri (David, 2009).
Pada penelitian ini peneliti menggunakan rasio
39 Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan yang diliat dari segi tingkat penjualan. Tingkat penjualan dapat dihitung dari persentase pertumbuhan tahunan dalam total penjualan. Jika nilai perbandingan semakin besar, maka tingkat pertumbuhan penjualan perusahaaan semakin baik. Pertumbuhan perusahaan yang sehat dianggap sebagai persyaratan dasar dari keberhasilan perusahaan (Kirmizi dan Agus, 2011). Pertumbuhan penjualan mencerminkan maniprestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang, pertumbuhan penjualan juga merupakan indikator permintaan dan daya saing perusahaan dalam suatu industri (Deitiana, 2011). Penelitian Chen dan Wong (2004) menghasilkan surplus growth merupakan rasio pertumbuhan yang mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap kesehatan keuangan perusahaan.
2.1.3.6 Liquidity Liquidity atau rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang akan jatuh tempo ( David, 2009). Pada penelitian ini untuk menentukan likuit menggunakan current ratio.
tidaknya suatu perusahaan peneliti
Current Ratio yaitu kemampuan aktiva lancar
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Rasio lancar merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditur jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo utang. Current ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang
40 Universitas Sumatera Utara
kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya (Munawir, 2004). Hasil penelitian (Kritsonis, 2004) menyatakan bahwa pemegang saham/kreditur memiliki perspektif yang berbeda pada perusahaan dengan rasio lancar yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Wong
(2004)mengemukakan bahwa rasio likuiditas secara positif berkaitan dengan kesehatan keuangan perusahaan asuransi.
2.1.4 Good Corporate Governance (GCG) Good corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Good corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri dan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (El Gammal dan Showeiry, 2012). Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002 meliputi : 1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. 2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
41 Universitas Sumatera Utara
3.
4.
5.
Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesuksesan suatu perusahaan banyak ditentukan oleh karakteristik stategis dan manajerial perusahaan tersebut. Strategi tersebut diantaranya juga mencakup strategi penerapan sistem Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. Struktur GCG dalam suatu perusahaan bisa jadi dapat menentukan sukses tidaknya suatu perusahaan. Sukses atau tidaknya perusahaan ini akan sangat ditentukan oleh keputusan atau strategi yang diambil oleh perusahaan. Pada prinsipnya good corporate governance menyangkut kepentingan para pemegang saham, perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam good corporate governance, transparansi dan penjelasan, serta peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit (Darmawati, 2004). Penetapan tanggung jawab dewan komisaris, direksi, kehadiran komisaris independen dan komite audit, serta penyajian informasi (terutama laporan keuangan) dengan pengungkapan penuh merupakan perwujudan dari prinsip keadilan/kewajaran (Maksum, 2005). Selama satu dekade lalu, corporate governance telah memainkan peran penting bagi private sector di seluruh dunia dan terintegrasinya pasar keuangan yang mendorong terciptanya kompetisi dan risiko dari mobilitas aliran modal (Surya, 2008).
Pengalaman-pengalaman selama masa transisi perbaikan
ekonomi dan financial crisis pada negara-negara berkembang dan emerging
42 Universitas Sumatera Utara
markets, telah menunjukkan bahwa kelemahan pada kerangka corporate governance yang ada akan memperlemah pengembangan pasar keuangan. Andi (2012) mengemukakan bahwa variabel proporsi kepemilikan manajerial, jumlah dewan direksi, dan keberadaan komite audit tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi kesulitan keuangan perusahaan sedangkan variabel proporsi kepemilikan institusional dan proporsi komisaris independen terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi kesulitan keuangan perusahaan dengan pengaruh positif.
Penelitian (Sayidah, 2007) mengemukakan bahwa
kualitas corporate governance tidak mempengaruhi kinerja perusahaan baik yang diproksi dengan profit margin, ROA, ROE, maupun ROI.
2.1.4.1 Dewan Komisaris Independen Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam mewujudkan Good Corporate Governance dalam pengelolaan korporasi adalah dengan membentuk komisaris independen dan komite audit yang duduk dalam jajaran pengurus perseroan, terutama pada perusahaan publik ( Santosa, 2008). Menurut Undang β Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya. Proporsi dewan komisaris diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan (Ujiyantho, 2007). Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta No. 305 tahun 2004 mengemukakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik,
43 Universitas Sumatera Utara
perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris, tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham, direktur dan/atau komisaris pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan, tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yan bersangkutan dan memahami peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata- mata demi kepentingan perusahaan (Sriwedari, 2009).
Komisaris
independen wajib menyampaikan peristiwa atau kejadian penting yang diketahuinya kepada dewan komisaris perusahaan tercatat. Penelitian Ujiyantho (2007) menghasilkan bahwa variabel proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan
penelitian
Sriwedari
(2009)
menghasilkan
dewan
komisaris
independen berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba.
2.1.4.2 Kepemilikan Manajerial Kepemilikian manajerial adalah persentase saham yang dimiliki oleh direktur dan komisaris.
Hazarika dan Nahata (2012) mengemukakan bahwa
kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian mereka menemukan bahwa kepentingan
44 Universitas Sumatera Utara
manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya.
Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial
dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham manajerial yang besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah dan biaya keagenan yang rendah pula. Penelitian yang dilakukan oleh Ujiyantho (2007) tentang mekanisme corporate governance, manajemen laba dan kinerja keuangan menghasilkan penelitian bahwa variabel kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi ketidak selarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham.
2.2
Penelitian Terdahulu Beberapa peneliti terdahulu telah banyak melakukan penelitian tentang
kesehatan keuangan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Wong (2004) tentang the determinants of financial health of asian insurance companies. Variabel independen yang digunakan penelitian ini adalah Firm size, Investment Performance, Liquidity Ratio, Premium Growth, Surplus Growth, Combinated Ratio dan Operating Margin. Variabel dependen penelitian ini adalah kesehatan keuangan perusahaan. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran perusahaan dan kinerja investasi secara signifikan mempengaruhi kesehatan keuangan, rasio
45 Universitas Sumatera Utara
likuiditas secara positif berkaitan dengan kesehatan keuangan perusahaan asuransi dinegara-negara berkembang, pertumbuhan premium tidak signifIkan terhadap kesehatan keuangan perusahaan, rasio pertumbuhan berpengaruh negatif signifikan, rasio gabungan secara negatif berhubungan dengan kesehatan keuangan perusahaan, dan margin operasi positif signifikan bagi kesehatan keuangan perusahaan. Penelitian lain dilakukan oleh Sihombing (2008) tentang peranan analisis rasio keuangan dalam memprediksi kesehatan perusahaan tekstil dan alas kaki yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah CR, DAR, DER, EM, GPM, NPM, ROI, ROE, ITO dan TATO, sedangkan variabel dependen yaitu status kinerja perusahaan yang dikelompokkan menjadi kelompok rekap dan non rekap. Teknik analisis data menggunakan Diskriminan. Hasil penelitian tersebut adalah CR, DAR, DER, EM, GPM, NPM, ROI, ROE, ITO dan TATO secara signifikan membedakan status tingkat kesehatan perusahaan dan rasio keuangan GPM merupakan ukuran profitabilitas perusahaan yang merupakan faktor yang paling dominan dapat membedakan status tingkat kesehatan perusahaan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Rusdi (2011) tentang Analisis rasio keuangan dalam memprediksi kesehatan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar pada kantor pelayanan pajak madya Medan. Variabel dependen yang digunakan adalah Z-score. Variabel Independen pada penelitian tersebut adalah GPM, NPM, ROA, CR, Cash Ratio, CATA, TATO, DAR, CLAR, PPM dan CTTOR. Model Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi logistik. Hasil penelitian tersebut adalah Model regresi yang terbentuk
46 Universitas Sumatera Utara
mampu menjelaskan variasi variabel bebas yang diuji dan layak untuk diinterpretasikan dengan tetap memperhatikan variabel lain yang tidak diuji dalam penelitian ini.
ROA, CR, Cash Ratio, AR, CLAR, PPM secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap kondisi kesehatan perusahaan. Penelitian yang dilakukan Panjaitan (2011) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan di PTP Nusantara II (Persero). Variabel independen dalam penelitian ini menggunakan 3 aspek yaitu aspek keuangan yang terdiri dari ROI, Cash Ratio, Collection Period, Inventory Turn Over, Total Asset Turn Over dan Total Equity Turn Over, kemudian aspek operasional terdiri dari produktivitas, produk hasil jadi, biaya tanaman, biaya pengolahan, dan biaya umum serta aspek administrasi yang terdiri dari laporan perhitungan tahunan, rancangan RKAP, laporan periodik dan kinerja PKBL. Variabel dependen pada penelitian ini adalah tingkat kesehatan yang digolongkan berdasarkan skor. Model analisis data yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil dari penelitian tersebut adalah secara simultan tingkat kesehatan dalam hal faktor keuangan, faktor opersional dan faktor administrasi berpengaruh secara singifikan dan positif terhadapa tingkat kesehatan perusahaan. Secara parsial, faktor keuangan dan faktor administrasi tidak berpengaruh signifikan, sedangkan faktor operasional berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesehatan perusahaan. Penelitian Affandi (2011) tentang Analisis Kesehatan Bank Umum di Indonesia, variable independen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA), Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), Giro Wajib Minimum
47 Universitas Sumatera Utara
(GWM), Return On Risked Assets (RORA), Current liabilities/Total Liabilities (CL/LTL) dan Net Interest Margin (NIM). Variabel dependen penelitian tersebut adalah perubahan laba/pertumbuhan laba. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien regresi berganda.
Hasil dari penelitian
tersebut adalah CAR, NPL, NPM, ROA, BOPO, LDR, GWM, RORA, CL/LTL dan NIM memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba pada industri perbankan terbuka di Indonesia dan Secara Parsial NPM berpengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan laba industri perbankan, sedangkan CAR, NPL, , ROA, BOPO, LDR, GWM, RORA, CL/LTL dan NIM tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan laba industri perbankan.
Ringkasan Review
Penelitian Terdahulu tercantum dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Nama Peneliti / Tahun Chen dan Wong (2004)
Judul Penelitian The Determinants of Financial Health of Asian Insurance Companies
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Variabel Dependen: Kesehatan Keuangan Perusahaan
1. Ukuran perusahaan dan kinerja investasi secara signifikan mempengaruhi kesehatan keuangan. 2. Rasio likuiditas secara positif berkaitan dengan kesehatan keuangan perusahaan asuransi dinegara-negara berkembang. 3. Pertumbuhan premium tidak signifkan terhadap kesehatan keuangan perusahaan. 4. Rasio pertumbuhan berpengaruh negatif signifikan. 5. Rasio gabungan secara negatif berhubungan dengan kesehatan keuangan perusahaan. 6. Margin operasi positif signifikan bagi kesehatan
Variabel Independen: Firm size, Investment Performance, Liquidity Ratio, Premium Growth, Surplus Growth, Combinated Ratio dan Operating Margin
48 Universitas Sumatera Utara
keuangan perusahaan.
Lanjutan Tabel 2.1 Sihombing (2008)
Rusdy (2011)
Panjaitan (2011)
Peranan Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kesehatan Perusahaan Tekstil dan Alas Kaki yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kesehatan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan Faktor-Faktor yang Mempengaru hi Tingkat Kesehatan Perusahaan di PTP Nusantara II (Persero)
Variabel Dependen: Status kinerja perusahaan yang dikelompokkan menjadi kelompok rekap dan non rekap
1. CR, DAR, DER, EM, GPM, NPM, ROI, ROE, ITO dan TATO secara signifikan membedakan status tingkat kesehatan perusahaan. Variabel Independen: CR, 2. Rasio keuangan GPM DAR, DER, EM, GPM, merupakan ukuran NPM, ROI, ROE, ITO dan profitabilitas perusahaan TATO yang merupakan faktor yang paling dominan dapat membedakan status tingkat kesehatan perusahaan. Variabel Dependen: Z1. Model regresi yang score. terbentuk mampu menjelaskan variasi Variabel Independen: variabel bebas yang diuji GPM, NPM, ROA, CR, dan layak untuk Cash Ratio, CATA, TATO, diinterpretasikan dengan DAR, CLAR, PPM dan tetap memperhatikan CTTOR variabel lain yang tidak diuji dalam penelitian ini 2. ROA, CR, Cash Ratio, AR, CLAR, PPM secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kondisi kesehatan perusahaan Variabel Dependen: 1. Secara simultan tingkat Kesehatan keuangan kesehatan perusahaan berdasarkan skor. dalam hal ini: faktor keuangan, faktor Variabel independen: Operasional dan faktor Aspek Keuangan: ROI, Administrasi berpengaruh Cash Ratio, secara signifikan dan Collection Period, positif terhadap tingkat Inventory Turn Over, Total kesehatan perusahaan Asset Turn Over dan Total 2. Secara parsial Faktor Equity Turn Over. Operasional berpengaruh Aspek Operasional: signifikan terhadap Produktivitas, Produk Hasil tingkat kesehatan Jadi, Biaya Tanaman, Biaya perusahaan. Sedangkan Pengolahan, dan Biaya Faktor Keuangan dan Umum Faktor Administrasi tidak Aspek Administrasi: berpengaruh signifikan Laporan terhadap tingkat Perhitungan Tahunan, kesehatan perusahaan Rancangan RKAP, Laporan
49 Universitas Sumatera Utara
Periodik dan Kinerja PKBL
Lanjutan Tabel 2.1 Affandi (2011)
Analisis Kesehatan Bank Umum di Indonesia
Variabel dependen: Perubahan laba/Pertumbuhan laba. Variabel independen: Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA), Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), Giro Wajib Minimum (GWM), Return On Risked Assets (RORA), Current liabilities/Total Liabilities (CL/LTL) dan Net Interest Margin (NIM)
1. CAR, NPL, NPM, ROA, BOPO, LDR, GWM, RORA, CL/LTL dan NIM memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba pada industri perbankan terbuka di Indonesia 2. Secara Parsial NPM berpengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan laba industri perbankan, sedangkan CAR, NPL, , ROA, BOPO, LDR, GWM, RORA, CL/LTL dan NIM tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan laba industri perbankan.
50 Universitas Sumatera Utara