BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Perencanaan Partisipatori 1. Pengertian Perencanaan Partisipatori Perencanaan merupakan awal kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi atau lembaga. Kegiatan yang akan dilaksanakan harus mampu memikirkan dan mengantisipasi serta memprediksi apa sebenarnya yang bakal terjadi di masa yang akan datang. Dengan demikian tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud dan kalaupun menyimpang, maka penyimpangan tersebut dapat ditekan sekecil mungkin. Perencanaan yang tepat akan memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Perencanaan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang suatu tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Perencanaan memberikan jawaban terhadap bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan teknik dan pengetahuan secara ilmiah dan bagaimana melaksanakan kegiatan tersebut dengan suatu organisasi yang teratur dan baik. Banyak definisi perencanaan yang dikemukakan oleh para ahli. Friedman (Sugito, 2000:27) menyatakan: ”Planning is a process by which a scientific and technical knowledge is joined to organized action”. Perencanaan adalah proses
1
2
yang menggabungkan pengetahuan dan teknik ilmiah ke dalam kegiatan yang terorganisasi. Selanjutnya apa yang dipikirkan, diantisipasi, diperkirakan dan diprediksi oleh perencanaan tersebut. Jawabannya adalah bagaimana tindakan secara berurutan dilakukan, bagaimana dengan biaya apakah memungkinkan atau tidak, berapa lama kegiatan itu tuntas diselesaikan, bagaimana dengan data menurut studi kelayakan, prioritas apa yang kiranya wajar dan efisien dilakukan untuk mencapai tujuan. Definisi lainnya dikemukakan oleh Sa’ud dan Makmun (2007:4) yang menyatakan: Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intesifikasi, ekstensifikasi, revisi, renovasi, stubtitusi, kreasi dan sebagainya).
Gaffar (Sa’ud dan Makmun, 2007:4) menyatakan bahwa perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurutnya, perencanaan dapat pula diberi arti sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan. Perencanaan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memadukan antara citacita nasional dan resource yang tersedia diperlukan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
3
Menurut Suherman (Sugito, 2000:27), perencanaan adalah suatu penentuan urutan tindakan, perkiraan biaya, serta penggunaan waktu untuk suatu kegiatan yang didasarkan atas data dengan mempertimbangkan prioritas yang wajar dengan efisien untuk tercapainya tujuan. Menyusun rangkaian kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya perlu mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia. Baik pegawai maupun pimpinan lembaga, maupun sumber non manusia seperti fasilitas, waktu, biaya, lingkungan sosial budaya, lingkungan fisik dan lain-lain yang diperkirakan akan mendukung untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
Selain itu, perencanaan harus mampu memikirkan
bagaimana agar pengarahan dan penggunaan sumber-sumber yang terbatas dilakukan secara efektif dan efisien. Sedangkan kata partisipatori berasal dari kata partisipasi artinya pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Perencanaan partisipatori berarti perencanaan yang melibatkan beberapa orang dalam suatu kegiatan perencanaan. Perencanaan partisipatori berarti perencanaan yang melibatkan beberapa pihak yang berkepentingan dalam merencanakan sesuatu (Pidarta, 2005:32-33).
4
2. Ciri-Ciri Perencanaan Partisipatori Arif (Sugito, 2000:28), membedakan partisipasi menjadi tiga, pertama dilihat dari sifatnya,
kedua dari bentuknya, dan ketiga dari tahap-tahap
pelaksanaan program. Partisipasi ditinjau dari sifatnya ada dua yakni partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Sedangkan dilihat dari segi bentuknya dapat dibedakan menjadi: (1) partisipasi pendapat, pandangan atau buah pikiran, (2) partisipasi dana atau harta benda, (3) partisipasi pengetahuan dan keterampilan, (4) partisipasi tenaga. Lebih lanjut Arif (2000:29) partisipasi ditinjau dari tahap-tahap pelaksanaan program dibedakan atas 1. Partisipasi pada tahap perencanaan, berupa keterlibatan dan bantuan seseorang atau kelompok dalam bentuk pikiran, dana, tenaga, pengetahuan, keterampilan pada saat perencanaan suatu program. 2. Partisipasi pada tahap pelaksanaan, berupa keterlibatan dan bantuan seseorang atau
kelompok
dalam
bentuk
pikiran,
dana,
tenaga,
pengetahuan,
keterampilan pada saat pelaksanaan suatu program. 3. Partisipasi pada tahap penilaian, berupa keterlibatan dan bantuan seseorang atau kelompok dalam bentuk pikiran, dana, pengetahuan, keterampilan pada saat penilaian suatu program.
5
Dengan
demikian
menurut
Sugito
(200:29)
ciri-ciri
perencanaan
partisipatori adalah sebagai berikut: (1) perencanaan memberi arah mengenai bagaimana dan kapan tindakan akan diambil serta siapa pihak yang terlibat dalam tindakan itu; (2) perencanaan melibatkan perkiraan tentang semua kegiatan yang akan dilalui; (3) perencanaan melibatkan orang-orang ke dalam suatu proses untuk menentukan masa depan yang diinginkan; (4) perencanaan melibatkan beberapa orang yang berkepentingan dalam merencanakan suatu kegiatan; dan (5) partisipasi bisa terjadi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian suatu program kegiatan. 3. Langkah-Langkah Perencanaan Partisipatori Menurut Morphet (Sugito, 2000:36), langkah atau prosedur yang harus diperhatikan bila membuat perencanaan adalah: (1) pengumpulan informasi dan analisis data; (2) menyelesaikan perubahan dalam bentuk kebutuhan;
(3)
mengidentifikasi tujuan dan prioritas: (4) membentuk alternatif-alternatif penyelesaian; (5) mengimplementasikan, menilai dan memodifikasi. Coombs dan Akhmed (Sugito:36) mengemukakan 7 langkah dalam perencanaan sebagai berikut: 1. Mengadakan diagnosa mengenai keadaan umum. 2. Mengadakan diagnosa ciri-ciri khas serta kebutuhan yang realistis dan minat di kalangan kelompok calon siswa atau peserta potensial.
6
3. Membuat perincian tugas mengenai tujuan pengajaran, termasuk urutan prioritas serta jadwal waktu yang tepat, golongan nasabah yang akan dilayani. 4. Identifikasi kegiatan lain dalam bidang pendidikan yang masih dalam taraf perencanaan ataupun pada tingkat lebih tinggi. 5. Inventarisasi serupa berkenaan dengan faktor-faktor dan jasa-jasa luar pendidikan yang ada relevansinya serta rencana dan tujuan pembangunan dalam makna luas yang berlaku terhadap daerah yang sama, yang patut dikaitkan kepada kegiatan pendidikan yang baru agar ia dapat memberi sumbangan sebesar mungkin kepada usaha pembangunan. 6. Menginventarisasi segala faktor yang tepat dalam bidang sosial, ekonomi, kelembagaan, administratif atau politik yang dapat menunjang atau sebaliknya menghambat daya guna program yang baru. 7. Mengidentifikasi kebijakan dan urutan prioritas nasional
yang dapat
mempengaruhi daya guna program yang baru. Dengan demikian langkah-langkah atau proses perencanaan adalah melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1) menentukan kebutuhan atas dasar antisipasi terhadap perubahan lingkungan atau masalah yang muncul bila kebutuhan banyak diadakan prioritas; (2) melakukan forecasting atau ramalan, menentukan program, tujuan, misi perencanaan dan bila tujuan banyak diadakan prioritas;
7
(3) menspesifikasikan tujuan; (4) menentukan atau membentuk standar performance; (5) menentukan alat, metode, alternatif pemecaan, (6) melakukan implementasi dan menilai; dan (7) mengadakan riviu. 4. Urgensi Perencanaan Partisipatori Melakukan perencanaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Merencanakan sesuatu membutuhkan keahlian, sebab itulah muncul ahli-ahli perencanaan dalam segala bidang. Perencanaan-perencanaan itu dilakukan oleh ahli-ahli perencanaan dalam segala bidang. Perencanaan-perencanaan itu dilakukan oleh ahli-ahli yang bersangkutan. Hal itu wajar karena tugasnya yang sesuai dengan keahliannya. Mereka bekerja atas dasar data yang diperoleh di lapangan. Namun data yang dibuat tidak pernah lengkap, lebih-lebih ”lengkap” dalam arti mencakup data yang subtle yang bersifat pribadi dan rahasia. Kelemahan cara kerja di atas menimbulkan keragu-raguan para perencana sekarang, apakah hal itu masih dapat dipertahankan? Apakah data yang relevan, yang baru, yang lengkap, yang representatif dan yang subtle bisa diperoleh dengan cara melakukan survei. Apalagi perencanaan yang mencakup daerah yang luas, kesempurnaan data yang diperoleh sangat meragukan. Bila data seperti ini dipaksakan dipakai bahan perencanaan, hanya akan memberikan perencanaan yang global yang bersifat garis besar saja. Perencanaan mikro tidak menghendaki hasil pekerjaan seperti ini.
8
Tugas utama para ahli perencanaan sesungguhnya adalah membina perencana-perencana tingkat lokal atau daerah, agar mereka dapat merencanakan daerahnya masing-masing dengan baik. Hanya mereka sebenarnya dapat merencanakan lembaga atau lembaga-lembaga pendidikannya dengan baik, sebab mereka yang tahu kondisi daerahnya, cita-cita masyarakat, kemampuan masyarakat dan lembaga mereka yang menghayati keadaan itu dan mereka pula yang sangat berkepentingan akan hasil pembaharuan lewat perencanaan itu. Jadi perencanaan sekarang tidak lagi memakai pendekatan tradisional yang kebutuhan
pendidikannya
ditentukan
dari
luar
seperti
konsultan
atau
administrator tertinggi. Tetapi memakai pendekatan baru yaitu penentu kebutuhan itulah yang melakukan perencanaan sendiri. Inilah yang disebut perencanaan partisipatori.
Dengan
asumsi
para
pengidentifikasi
kebutuhan
dapat
merencanakan perubahan secara efektif. Hasil penelitian menunjukkan motivasimotivasi yang paling kuat terhadap kebutuhan akan perubahan adalah bila kebutuhan itu diidentifikasi di tingkat lokal (Pidarta, 2005:38). Dengan kata lain, perencanaan partisipatori melibatkan semua personalia lembaga pendidikan dan masyarakat melalui wakil-wakilnya dalam kegiatan penentuan kebutuhan
sampai dengan perencanaan itu berhasil. Penilaian
dilakukan terhadap faktor-faktor yang mendasar beserta prosedurnya. Bukan hanya bersifat permukaan atau secara garis besar saja. Dan setiap satu sistem pendidikan merupakan satu unit perencanaan.
9
Dengan perencanaan partisipatori beberapa keuntungan akan diperoleh. Antara lain ialah perencanaan itu dapat dimanfaatkan secara kreatif dan efektif oleh semua pihak yang terkait. Dengan berpartisipasi dalam peencanaan, komitmen personalia terhadap pelaksanaan pendidikan akan menjadi lebih tinggi, cita-cita mereka semakin meningkat, mereka saling bahu-membahu, dan cinta akan pekerjaan. Mereka mengembangkan keterampilan dan
pengetahuannya,
mereka bermobilitas tinggi untuk sukses. Kenyataan tersebut merupakan hasil penelitian tentang keuntungan perencanaan partisipatori yang diungkapkan oleh Pidarta (2005:39). Berbeda dengan pelaksanaan hasil perencanaan tradisional yang dapat menimbulkan stress dan sikap negatif bila perencanaan itu dipaksakan oleh orang-orang di luar lembaga pendidikan. Selain itu, Pidarta (2005:40) mengungkapkan hasil penelitian lain tentang keunggulan perencanaan partisipatori ialah: (1) partisipasi yang besar/kuat tanpa memandang tingkat ekonomi, memajukan komunikasi dalam perencanaan pendidikan; dan (2) menemukan sendiri kondisi dan nilai yang berubah akan merupakan dasar yang berarti bagi perencanaan pendidikan. 5. Partisipasi dalam perencanaan Bentuk partisipasi sangat tergantung pada tipe perencanaannya. Terkait dengan tipe perencanaan, Pidarta (2005:66) membaginya berdasarkan waktu, ruang lingkup dan berdasarkan sifatnya.
10
Berdasarkan segi waktu, perencanaan terbagi ke dalam tiga bentuk, yaitu perencanaan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Perencanaan jangka panjang minimum 10 tahun, jangka menengah di atas 1 sampai dengan 5 tahun, dan jangka pendek maksimal untuk 1 tahun. Ketiga perencanaan ini berkaitan satu dengan yang lain. Perencanaan jangka panjang menjadi induk dari kedua tipe lain. Perencanaan jangka panjang masih bersifat umum, fleksibel sekali. Perencanaan jangka menengah menjadi sumber dari perencanaan jangka pendek. Dengan kata lain, perencanaan jangka pendek harus dijabarkan dari perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan jangka pendek sudah spesifik dan relatif eksak. Ketiga perencanaan itu tidak boleh terpisah satu sama lain berdiri sendiri. Tipe perencanaan ditinjau dari segi ruang lingkupnya, menurut Pidarta (2005:66) ada tiga tipe yaitu perencanaan makro, perencanaan meso dan mikro. Perencanaan makro adalah perencanaan yang mencakup pendidikan seluruh bangsa, sedangkan perencanaan meso mencakup wilayah tertentu, dan perencanaan mikro hanya mencakup satu lembaga pendidikan atau sekelompok kecil lembaga yang hampir sama dan berdekatan tempatnya. Perencanaan mikro diprakarsai oleh manajer atau tim manajer di lembaga pendidikan masing-masing dalam mengembangkan lembaga atau memperbaiki lembaga, tiap-tiap manajer pada lembaga pendidikan itu mempunyai kewajiban untuk mengadakan perencanaan mikro. Perencanaan ini mencakup segala macam aktivitas dalam
11
lembaga. Dasar kewenangan mengadakan perencanaan mikro adalah hak seorang manajer pendidikan dalam mengendalikan lembaganya dan fleksibilitas peraturan dari pemerintah pusat. Flesibilitas aturan ini didasarkan pula atas kenyataan bahwa lembaga-lembaga pendidikan itu tidak persis sama kondisi dan situasinya. Mereka
mempunyai
aspirasi
sendiri-sendiri.
Perencanaan
partisipatori
menekankan lembaga perencanaan mikro dan meso yang wilayahnya sempit (Pidarta, 2005:69). Partisipasi dari segala lapisan orang dalam perencanaan makro ini lebih mantap dari pada perencanaan meso dan makro. Sebab semua lapisan orang yang mempunyai permasalahan dan akan menikmati hasil perencanaan dapat diikutsertakan serta merata melalui wakil-wakilnya. Pidarta (2005:70) menyatakan bahwa dari segi sifat, perencanaan dapat dibagi menjadi dua yaitu perencanaan strategi dan perencanaan operasional. Perencanaan strategi berkaitan dengan kebijakan yang diambil, pendekatan yang dipakai, kebutuhan, misi, dan tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan perencanaan operasional berkaitan dengan usaha yang dipakai untuk merealisasi perencanaan strategi atau tujuan perencanaan tersebut. Jadi satu perencanaan pendidikan memiliki dua sifat yaitu sifat strategi dan sifat operasional terutama untuk perencanaan jangka pendek. Untuk perencanaan jangka panjang hanya memiliki sifat strategi saja.
12
Menurut Morrisey (1997:13-14), salah satu kekuatan kunci dari proses perencanaan jangka panjang adalah prosesnya yang memberikan kesempatan untuk melibatkan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap hasil usaha perencanaan jangka panjang baik sebelum, selama, juga sesudah upaya pengembangan awal. “pihak lain” bisa mencangkup pegawai yang mungkin tidak secara aktif berpartisipasi dalam proses formulasi, pelanggan, mitra strategis, wakil masyarakat. Pada fase sebelum pengembangan rencana jangka panjang, stakeholders tertentu dapat diberi tahu bahwa proses identifikasi bidang strategis kunci dan isu strategis kritis dan mengundangnya untuk berbagi pendapat secara informal. Meskipun banyak yang tidak memberi respons terhadap undangan semacam itu, paling tidak mereka akan menyadari mengenai apa yang sedang dilakukan, dan rasa ingin tahu. Menurut Morrisey (1997:14) pendekatan lain untuk melibatkan stakeholders meliputi: 1. Mengembangkan serangkaian pertanyaan singkat, didistribusikan pada stakeholders yang dipilih untuk memberi komentar dan mengembalikannya sebelum pertemuan awal. 2. Mengadakan serangkaian pertemuan kelompok fokus yang dirancang untuk mendapat masukan dari pertanyan yang telah dibuat seperti pada butir di atas.
13
3. Menunjuk gugus tugas yang disusun secara lintas bagian dari pihak-pihak yang tertarik yang dapat membantu ‘menandai’ isu-isu yang perlu dibahas. Selama proses penyusunan rencana jangka panjang, dapat dijadwalkan serangkaian pertemuan. Dalam setiap pertemuan tersebut, anggota tim perencanaan harus bertemu orang dari unitnya sendiri dan mungkin mungkin juga dengan orang lain dari unit lainnya untuk mendapat beberapa umpan balik sementara mengenai kemajuan rencana yang telah dibuat. Hal ini sangat penting saat penyelesaian mengidentifikasi awal isu kritis strategis, untuk memastikan bahwa tidak ada isu penting yang terlewatkan. Lebih lanjut, Morrisey (1997:14-15) menyatakan bahwa begitu tim perencanaan bersepakat mengenai bidang kunci strategis, isu kritis, sasaran jangka panjang, dan rencana tindakan strategis, sangatlah penting untuk mengkomunikasikannya kepada mereka yang akan terkena dampaknya. Tindakan demikian menunjukkan bahwa analisis dan rencana tersebut merupakan subjek yang perlu dimodifikasi berdasarkan umpan balik yang diterima. Menurut Morrisey
(1997:15)
ada
beberapa
cara
yang
bisa
digunakan
untuk
mengkomunikasikan hasil perencanaan tersebut: 1.
Terbitkan rencana srategis yang telah dibuat (hasil dari usaha pemikiran strategis maupun perencanaan jangka panjang) berikut interpretasinya bila dianggap perlu dan indikasi mngenai modifikasi yang mungkin dilakukan.
14
2. Temui wakil berbagai kelompok stakeholders (barangkali mulai dari kelompok karyawan) baik secara individual maupun dalam kelompok kecil dan didiskusikan implikasi hasil usaha perencanaan terhadap mereka baik sebagai individu maupun kolektif serta organisasi secara keseluruhan. Sirkulasikan bahan-bahan hasil rapat perencanaan sebelum atau ketika pertemuan tersebut dan mintalah peserta untuk manafsirkan makna dokumen dokumen tersebut untuk mereka. Dengan demikian akan diperoleh kesempatan untuk mendapatkan umpan balik yang jujur mengenai kejelasan pesan dalam rencana yang telah dibuat. 3. Sirkulasi konsep/dokumen mengenai hasil rapat perencanaan berikut umpan balik untuk mendapatkan jawaban/reaksi. Metode ini terutama sangat bermanfaat pada organisasi yang sangat terdesentralisasi atau pada organisasi yang sangat sulit atau akan memakan waktu untuk mengumpulkan orangorang bersama untuk membahas hasil perencanaan. 4. Sirkulasi konsep dan dokumen disertai surat pengantar yang menunjukkan bahwa dokumen tersebut akan ditinjau lagi serta kemungkinan memodifikasi di waktu depan, misalnya enam bulan mendatang.
Prinsip yang harus diingat adalah bahwa bahan-bahan tersebut perlu dianggap sebagai dokumen hidup yang akan digunakan dalam perencanaan yang bersifat jangka pendek dan juga pengambilan keputusan selanjutnya. Dokumen tersebut bukanlah catatan akademis yang diarsip, diabaikan atau dilupakan.
15
Lebih lanjut Morrisey (1997:1) menyatakan bahwa Perencanaan yang bersifat jangka pendek sering juga disebut perencanaan taktis, atau kadangkadang disebut rencana tahunan. Perencanaan taktis (rencana tahunan) harus melibatkan semua pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan semua pihak yang terkait akan memberikan dampak yang positif bagi perencanaan organisasi. Beberapa manfaat keterlibatan semua pegawai dalam perencanaan taktis diungkapkan oleh Morrisey (1997:3) sebagai berikut: 1. Hasil yang lebih baik. Keterlibatan dan komitmen individu maupun tim pada sebuah rencana hampir selalu memberikan hasil yang lebih baik. Jika seorang atau kelompok membuat rencana membuat rencana dan menyerahkan pelaksanaannya pada orang lain atau kelompok lain, anda akan mendapatkan ketaatan – sebagai syarat berlanjutnya hubungan ketenagakerjaan – tetapi Anda akan sulit mendapatkan komitmen. Ketaatan biasanya menghasilkan kinerja – minimum orang akan melakukan apa yang harus dilakukan, tidak lebih dari itu; komitmen cenderung menghasilkan kinerja optimum. Kinerja orang-orang memiliki komitmen memberikan hasil yang jauh lebih besar dibandingkan biaya keterlibatan. 2. Perencanaan yang lebih baik. Apabila orang kunci menilai apa yang sesungguhnya bisa dicapai, akan tersusun rencana yang lebih realistis, lebih penting, dan dijalankan dengan sukses.
16
3. Pertanggungjawaban yang lebih baik. Jika karyawan kunci Anda terlibat dan punya komitmen dalam pembangunan rencana, akan jelas siapa yang bertanggung jawab atas tiap-tiap tindakan. Juga karyawan Anda akan lebih siap menerima tanggung jawab ini jika mereka telah terlibat dalam menentukan isi rencana tersebut. 4. Komunikasi dan koordinasi yang leih baik. Keterlibatan aktif Anda dalam proses perencanaan membawa pada pemahaman yang lebih jelas mengenai apa yang Anda dan orang lain harapkan. Keterlibatan ini juga lebih memudahkan jalur-jalur komunikasi lintas organisasi melalui kerangka acuan yang sama, yaitu rencana tersebut. Lebih dari itu, jika Anda mempunyai kepentingan pribadi untuk mencapai sasaran tertentu, Anda dengan cepat akan menyadari nilai dari usaha perencanaan Anda ketika mendapatkan dukungan dari mitra pengimbang Anda dari bagian-bagian lain dari organisasi. Berdasarkan pemaparan di atas, bentuk partisipasi dari stakeholders dapat dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Keterlibatan stakeholders dalam perencanaan pendidikan pada suatu lembaga pendidikan akan memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan perencanaan yang kurang melibatkan stakeholders. Partisipasi stakeholders, termasuk partisipasi semua pegawai pada suatu organisasi dalam menyusun perencanaan dapat meningkatkan komitmen kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas organisasi secara
17
keseluruhan. Sinungan (1997), menyatakan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas organisasi adalah dengan penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Hal tersebut berimplikasi pada proses perencanaan yang harus partisipatif atau partisipatori. Semua pegawai yang terkait dan stakeholders perlu dilibatkan dalam kegiatan perencanaan organisasi (rencana strategis maupun rencana operasional) baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Partisipasi pegawai dalam perencanaan memiliki kontribusi yang besar bagi produktivitas organisasi. Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Davis dan Newsatron (1997:185) sebagai berikut: Dalam berbagai jenis organisasi dengan kondisi operasional yang berbedabeda, partisipasi telah turut menyumbangkan berbagai maslahat. Sebagian maslahat itu bersifat langsung dan sebagian lain kurang nyata. Umumnya partisipasi menghasilkan keluaran lebih besar dengan kualitas lebih baik. Dari pernyataan di atas, disebut ’keluaran’ yang dapat disamakan maknanya dengan produktivitas. Menurut pendapat di atas, partisipasi pegawai akan meningkatkan produktivitas yang lebih tinggi. Para pegawai seringkali mengajukan saran bagi peningkatan kualitas dan kuantitas. Meskipun tidak seluruh gagasan yang diajukan berguna, cukup banyak gagasan yang bernilai bagi peningkatan yang baik dalam jangka panjang. Terkait dengan perencanaan partisipatori dan hubungannya dengan produktivitas digambarkan sebagai berikut:
18
Situasi Perencanaan Partisipatif
Sistem pengajuan
Keterlibatan
Hasil
Produktivitas Saran yang lebih banyak dan lebih berkualitas
Gambar 2.1 Pengaruh Perencanaan Partisipatori Terhadap Produktivitas Organisasi (diadaptasi dari Davis dan Newstroom 1997:185) Davis dan Newsatron (1997:186) menyatakan bahwa partisipasi dapat meningkatkan motivasi karena para pegawai merasa diterima dan terlibat dalam situasi tersebut. Keberhargaan diri, kepuasan kerja dan kerja sama mereka dengan pimpinan juga mungkin meningkat. Hasilnya seringkali berupa berkurangnya konflik dan stress, keterikatan lebih besar terhadap tujuan, dan tujuan diterima (acceptance) yang lebih baik terhadap perubahan. Pergantian dan kemangkiran pegawai dapat berkurang, karena pegawai merasa bahwa mereka memiliki tempat yang lebih baik untuk bekerja dan karenanya mereka dapat lebih berhasil dalam pelaksanaan pekerjaan. Akhirnya tindakan partisipasi itu sendiri menciptakan komunikasi yang lebih baik pada saat orang-orang membahas berbagai masalah kerja. Hasilnya dengan jelas menunjukkan bahwa partisipasi memiliki dampak sistem yang luas yang menguntungkan berbagai jenis keluaran (produktivitas) organisasi.
19
B. Produktivitas Organisasi 1. Pengertian Produktivitas Organisasi Menurut
Mulyasa
(2004:92),
konsep
produktivitas
pada
awalnya
dikemukakan oleh Quesney, seorang ekonom Prancis pada tahun 1776. oleh karena itu, wajar jika produktivitas senantiasa dikaitkan dengan nilai ekonomis suatu kegiatan, yakni bagaimana mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya dan dana sekecil mungkin. Dalam Kamus Ilmiah Populer Kontemporer (Alex, 2005:525), kata produktivitas dimaknai sebagai: “Kemampuan menghasilkan; daya hasil; kehasilan”. Jika membicarakan masalah produktivitas muncullah situasi yang bertentangan karena belum adanya kesepakatan umum dari para ahli tentang maksud pengertian produktivitas serta kriterianya dalam mengikuti petunjukpetunjuk produktivitas. Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input) Hasibuan (2003:126). Produktivitas juga diartikan sebagai tingkat efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa. Greenberg (Sinungan, 2005:12) mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Dalam literatur ekonomi sumber daya manusia, produktivitas tenaga kerja menunjukkan kemampuan seseorang (tenaga kerja) atau pekerja untuk menghasilkan sejumlah output dalam satu satuan waktu tertentu. Produktivitas tenaga kerja tersebut dapat
20
merupakan ukuran efisiensi pemanfaatan tenaga kerja. Hal ini mengingat bahwa secara nyata, seseorang pekerja dalam melakukan pekerjaannya, belum tentu memanfaatkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Apabila produktivitas naik hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi, dan adanya peningkatan keterampilan tenaga kerja. Menurut Blunchor dan Kapustin yang dikutip oleh Sinungan (1987:9), produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif terhadap sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang diukur secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang efisiensi. International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa secara lebih sederhana maksud dari produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung (Hasibuan, 2003:126-127). Ravianto (1995:21) memberikan rumusan produktivitas kerja sebagai berikut. Produktivitas Kerja = fungsi (Mot + Kec + Kepr + Per) + Kep Berdasarkan berbagai referensi, Sinungan (2005:16) mengelompokkan pengertian produktivitas menjadi tiga, yaitu:
21
1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio daripada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input). 2. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. 3. Produtivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial, yakni: investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset; manajemen; dan tenaga kerja. Di samping tiga pengertian tersebut terdapat pengertian umum produktivitas sebagai berikut (Sinungan, 2005:17): Is a universal concept aimed at providing more and more of goods and services for more and more people with less consumtion of real resources. Relies upon and interdiciplinary opproach for the effective formlation of objectives, development of plans, and application of productive practices to utilize resources efficiently, while maintaining high quality. Involves integrated application of human effort and skill, capital, technology management, information, energy, and other resources to bring about sustained improvements and betterments of the satandards of living for all, through a total productivity concept.
Dari pengertian di atas diketahui bahwa produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktif untuk menggunakan sumber-
22
sumber secara efisien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen informasi, energi dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup untuk seluruh masyarakat, melalui konsep produktivitas total. Dalam konferensi Oslo 1984 (Sinungan, 2005:17) tercantum definisi umum produktivitas semesta, yaitu: Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit. Menurut Hanafi (1997:481), produktivitas merupakan ukuran efisiensi ekonomis aktivitas organisasi dalam menggunakan sumber dayanya untuk memproduksi barang atau jasa. Menurut Sinungan (2005:18), produktivitas adalah interaksi terpadu antara tiga faktor mendasar, yaitu: investasi, manajemen dan tenaga kerja. 1. Investasi Komponen pokok dari investasi adalah modal, karena modal merupakan landasan gerak suatu usaha. Namun modal saja tidaklah cukup, untuk itu harus ditambah dengan komponen teknologi. Berkaitan dengan penguasaan teknologi ini ialah adanya riset. Melalui riset maka akan dapat dikembangkan
23
penyempurnaan produk atau bahkan dapat menghasilkan formula-formula baru yang sangat penting artinya bagi kemajuan suatu usaha. Karena itu keterpaduan antara modal teknologi dan riset akan membawa perusahaan berkembang dan dengan perkembangan itu maka outputnya pun akan bertambah pula. 2. Manajemen Kelompok manajemen dalam organisasi bertugas menggerakkan orangorang lain untuk bekerja sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai dengan baik. Hal-hal yang kita hadapi dalam manajemen terutama dalam organisasi modern, ialah semakin cepatnya cara kerja sebagai pengaruh langsung dari kemajuan-kemajuan yang diperoleh dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi seluruh aspek organisasi seperti proses produksi distribusi, pemasaran dan lain-lain. Kemajuan teknologi yang berjalan cepat maka harus diimbangi dengan proses yang terus menerus melalui pengembangan sumber daya manusia, yakni melalui pendidikan dan pengembangan dari pendidikan, latihan dan pengembangan tersebut maka antara lain akan menghasilkan tenaga skill yang menguasai aspek-aspek teknis dan aspek-aspek manajerial. Technical skill, tenaga kerja yang mempunyai kualifikasi tertentu, terampil dan ahli di bidang teknis. Manajerial skill, yaitu kemampuan dan keterampilan dalam bidang manajemen tertentu, mampu mengadakan atau melakukan kegiatan-kegiatan analisa kuantitatif dan kualitatif dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi organisasi.
24
3. Tenaga Kerja Hal-hal lain yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan faktor-faktor tenaga kerja ialah: (a) motivasi pengabdian, disiplin, etos kerja produktivitas dan masa depanya; dan (b) hubungan industrial yang serasi dan harmonis dalam suasana keterbukaan. 2. Pengukuran Produktivitas Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting. Pengukuran produktivitas membantu mengevaluasi penampilan, perencanaan, kebijakan, upah dan sebagainya. Secara umum, pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, yaitu: 1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya. 2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif. 3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan pada sasaran/tujuan. Pengukuran produktivitas dapat dilihat baik secara parsial maupun secara total. Berikut penjelasan beberapa pengukuran produktivitas.
25
1. Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Produktivitas tenaga kerja merupakan hal yang sangat menarik, sebab mengukur hasil-hasil tenaga kerja manusia dengan segala masalah-masalah yang bervariasi khususnya pada kasus-kasus di negara-negara berkembang atau pada semua organisasi selama periode antara perubahan-perubahan besar pada formasi modal. Pengukuran produktivitas tenaga kerja menuntut sistem pemasukan fisik perorangan/per-orang atau per jam kerja orang diterima secara luas, namun dari sudut pandang pengawasan harian, dikarenakan adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk yang berbeda. Oleh karena itu digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari, atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit kerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar. Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai indeks yang sangat sederhana: Hasil dalam jam-jam yang standar Masukan dalam jam-jam waktu Masukan
pada ukuran produktivitas tenaga kerja seharusnya menutup
semua jam-jam kerja para pekerja, baik pekerja kantor maupun kasar. Manajer
26
yang bermaksud mengevaluasi jalannya biaya tenaga kerja dan penggunaan tenaga kerja dapat membagi tenaga kerja perusahaan ke dalam beberapa komponen untuk dianalisa, misalnya hasil yang sama dapat dihubungkan dengan produksi atau pekerja tata usaha. Untuk mengukur produktivitas organisasi dapat digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia, yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam-jam kerja yang harus dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi jam-jam kerja yang harus dibayar, ditambah jam-jam kerja yang tidak dipergunakan untuk bekerja namun harus dibayar, seperti liburan, cuti, libur karena sakit, tugas luar dan sisa lainnya. Indeks produktivitas tenaga kerja juga dapat digunakan menurut cara finansial. Langkah awal adalah menghitung penjualan dalam dolar/nilai tukar uang lainnya. Tahap kedua adalah penyesuaian volume barang-barang yang dijual dalam jumlah produksi dengan membuat penentuan penelitian yang tepat; penjualan dan pemasukan tenaga kerja dalam waktu tertentu mungkin tidak cocok/memadai sebab akumulasi penelitian atau pengurangannya berada/terjadi pada saat lalu. Langkah kerja adalah menyusutnya daftar gaji yang disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja. Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas tenaga kerja kita memiliki unit-unit yang diperlukan; yakni kuantitas hasil dan kuantitas penggunaan masukkan tenaga kerja.
27
2. Pengukuran Produktivitas Total Ada dua cara utama pengukuran produktivitas total, yakni waktu tenaga kerja dan keuangan tenaga kerja. 1) Metode Waktu Tenaga Kerja Semua material, penyusutan jasa-jasa dan produk akhir yang mengandung/menyangkut tenaga kerja dapat diubah ke dalam ekuivalen sumber tenaga kerja dengan membagi hasil (output), masukan (input) menurut perhitungan keuangan dengan upah tahunan rata-rata sekarang dari semua sumber tenaga kerja. Dalam hal ini disarankan bahwa tenaga kerja pada para pekerja akan ditambah kepada ekuivalen tenaga kerja, perlengkapan modal, jasa serta material yang dibeli. Penambahan ini harus diperkirakan dengan penghitungan nilai bahan mentah, jasa-jasa dan penyusutan pabrik serta membaginya menurut pendapatan rata-rata setiap tahun secara nasional per-pekerja, jadi kita akan tiba pada jumlah orang-orang yang dapat dibagi kedalam hasil (output) untuk tahun tersebut untuk memperoleh gambaran hasil pertahun tenaga manusia. 2) Metode Finansial Dalam beberapa kasus, indeks produktivitas dapat dikembangkan dengan suatu metode langsung. Pada situasi seperti ini, masalah pengukuran produktivitas sering dilakukan dengan menggunakan perbandingan finansial, yaitu hubungan komponen-komponennya.
28
3.
Indikator-Indikator untuk Mengukur Produktivitas Organisasi Mengukur produktivitas pada lembaga pendidikan seperti PPPPTK IPA
tidaklah
sama
dengan
mengukur
produktivitas
pada
perusahaan
yang
memproduksi barang. Dalam penelitian ini, produktivitas organisasi diukur berdasarkan dimensi produktivitas lembaga pendidikan seperti dikemukakan oleh Thomas (Karyana, 2003:53) yaitu: (1) The Administrators Production Function; (2) The Psychologist Production Function; dan (3) The economist Production Function. Dimensi The Administrators Production Function yaitu fungsi manajerial yang berkaitan dengan berbagai pelayanan untuk kebutuhan peserta pelatihan dan widyaiswara.
Masukan
diidentifikasi
di
antaranya
adalah
perlengkapan
mengajar/pelatihan, ruangan, buku-buku, fasilitas dan kualitas mengajar yang memungkinkan tercapainya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan baik. Dalam
perspektif
ini,
administrator
harus
bertanggung
jawab
untuk
mengembangkan sistem pendidikan. Administrator harus mengetahui pelayanan apa yang diminta oleh peserta Diklat atau yang diminta oleh widyaiswara. Untuk memenuhi permintaan permintaan tersebut maka harus disiapkan ruangan yang cukup, buku-buku dan perlengkapan yang cukup pula. Administrator harus memikirkan mutu sistem pendidikan sebagai fungsi dari jumlah dan mutu input termasuk di dalamnya adalah besarnya ruangan kelas, kualifikasi widyaiswara,
29
konstruksi
bangunan,
jumlah
buku
diperpustakaan,
dan
perlengkapan
laboratorium. Dimensi The Psychologist Production Function yaitu fungsi behavioral keluarannya merujuk kepada fungsi pelayanan yang dapat mengubah perilaku peserta Diklat dalam kemampuan kognitif, keterampilan dan sikap. Dimensi ini dimaknai sebagai perubahan tingkah laku peserta Diklat yang terdiri dari tambahan pengetahuan, nilai-nilai atau tambahan-tambahan kemampuan yang diperolehnya selama mengikuti Diklat. Dalam dimensi ini, input terdiri dari waktu pelatihan, waktu bekerja pegawai, ruangan, buku-buku, perlengkapan, dan material.
Juga
harus
dipertimbangkan
mutu
dan
kecakapan
widyaiswara/instruktur. Masukan yang penting pula adalah waktu yang dihabiskan ole peserta Diklat untuk mempelajari materi Diklat. Dimensi The economist Production Function yaitu fungsi ekonomi yang keluarannya diidentifikasi sebagai lulusan yang mempnyai kompetensi tinggi, sehingga apabila bekerja dapat memperoleh penghasilan tinggi melebihi biaya pendidikan yang telah dikeluarkan selama Diklat. Menurut ahli ekonomi, Diklat akan memberikan kontribusi terhadap individu (peserta Diklat) di masa yang akan datang, yaitu akan diperolehnya seperangkat kompetensi yang digunakan untuk meningkatkan kehidupan dan kemakmurannya. Sebuah lembaga Diklat yang produktif ialah lembaga Diklat yang lulusannya dapat menerima penghasilan melebihi biaya Diklat yang telah dihabiskannya. Dalam perspektif ini, yang
30
menjadi masukan (input) ialah segala pengeluaran yang harus diperhitungkan untuk biaya Diklat, termasuk di dalamnya gaji, honor dan segala sesuatu yang dibayarkan kepada tenaga edukatif. Sedangkan luarannya berupa tingkat penghasilan yang kelak akan diterima lulusan. 4. Variabel Penentu Produktivitas Organisasi Moelyono (1993:53) mengungkapkan bahwa paling tidak, ada empat variabel penentu produktivitas dalam organisasi, yaitu: (1) lngkungan; (2) karakteristik organisasi; (3) karakteristik kerja; dan (4) karekteristik individu. Kerangka konsep dan petunjuk mengenai produktivitas dalam organisasi ini dapat diskemakan sebagai berikut: LINGKUNGAN Karakteristik Organisasi Karakteristik Individu
Hasil Akhir
Karakteristik Kerja
LINGKUNGAN Gambar 2.2 Skema Penerapan Produktivitas dalam Organisasi (Moelyono, 1993:53)
Kopelman (Moelyono, 1993:53) berpandangan bahwa di dalam kerangka konsep dan petunjuk mengenai produktivitas dalam organisasi, sumber daya manusia menjadi unsur yang dinamis dan sangat sentral peranannya. Perhatian
31
yang diberikan terhadap unsur ini tidak lain merupakan penjabaran dari konsep mengenai karakteristik individu. Karakteristik individu yang unsur-unsurnya sangat subjektif dan kualitatif – termasuk di dalamnya kemampuan, motivasi, skill, kepercayaan, dan sikap – melalui modifikasi pada karakteristik organisasi dan karakteristik kerja dapat dikembangkan dan diarahkan untuk mencapai hasil akhir yang ditetakan organisasi, yaitu: 1. Pola tingkah laku kerja, yaitu segala aktivitas organisasi yang secara khusus memperlihatkan keikutsertaan dan ketertiban individu di dalamnya Metode Waktu Tenaga Kerja. 2. Pelaksanaan tugas yaitu evaluasi terhadap prestasi individu mengenai tugastugas, kewajiban dan tanggung jawabnya. 3. Efektivitas, yaitu suatu indeks mengenai hasil-hasil yang dicapai terhadap tujuan organisasi. Pengukuran terhadap hasil akhir yang dicapai oleh organisasi tersebut akan menggambarkan tingkat produktivitas dalam organisasi. Setelah dijelaskan secara singkat mengenai hasil akhir yang ingin dicapai oleh suatu organisasi yaitu mengenai produktivitas dalam organisasi, pembahasan berikut ini akan diteruskan dengan menyajikan uraian mengenai variabel-variabel penentu dalam kerangka konsep dan petunjuk mengenai produktivitas dalam organisasi.
32
1. Lingkungan Menurut Moelyono (1993:54), kondisi lingkungan yang bersifat eksternal merupakan salah satu penentu produktivitas dalam organisasi. Kondisi lingkungan eksternal ini tidak dapat dikendalikan oleh organisasi dan cenderung mempengaruhi satu atau lebih variabel-variabel penentu produktivitas dalam organisasi yang pada umumnya dikendalikan oleh organisasi,
seperti:
karakteristik
organisasi,
karakteristik
kerja,
dan
karakteristik individu. Moelyono (1993:54) menyatakan bahwa perubahan kondisi lingkungan terhadap variabel-variabel penentu yang dapat dikendalikan organisasi bisa dicapai dengan: 1) Adanya berbagai perubahan dan penetapan dalam bentuk peraturanperaturan pemerintah, perkembangan dan performansi eknonomi secara global dan lain-lain, akan mempengaruhi praktek-praktek organisasi seperti perekrutan pegawai, seleksi, promosi, latihan dan pengembangan pegawai, dan sampai pada masalah pemutusan hubungan kerja (pemecatan) pegawai. 2) Perubahan nilai-nilai dan sikap sosial dapat mempengaruhi karakteristik individu,
yaitu
berupa:
sikap
pegawai,
harapan-harapan,
dalam
menjalankan tugas, motivasi kerja, tanggung jawab organisasi, kepuasan kerja;
33
3) Perubahan teknologi atau perubahan-perubahan relatif biaya bahan baku, energi dan modal dapat mempengaruhi karakteristik kerja (otonomi dan umpan balik terhadap perubahan-perubahan itu). Karena perubahan kondisi lingkungan sebagian besarnya melampaui kendali organisasi, dan sukar mendapatkan jalan keluarnya yang baik. Sehingga tidak ada cara lain selain mengembangkan organisasi sehingga lebih adaptif dengan perubahan lingkungan organisasi. 2. Karakteristik Organisasi Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa secara logis praktekpraktek organisasi yang mempengaruhi individu-individu, pola tingkah laku kerja, pelaksanaan tugas dan efektivitas organisasi tidak selalu mempunyai efek yang sama (Moelyono, 1993:56). Ada tujuh macam praktek-praktek organisasi yang sebagian besar dianggap mempengaruhi produktivitas, yaitu: 1) Sistem upah untuk memperbaiki motivasi kerja dan pelaksanaan tugas. 2) Penetapan tujuan untuk menambah motivasi kerja dan meningkatkan performansi. 3) Program Management by Objective (MBO) untuk menjelaskan
dan
membuat sedemikian rupa agar tujuan-tujuan individu sejalan dengan tujuan-tujuan organisasi, sehingga diharapkan dapat memperbaiki perencanaan kerja dan menambah motivasi dalam melaksanakan tugas.
34
4) Berbagai prosedur seleksi untuk mencari kemungkinan-kemungkinan apakah menyewa individu-individu yang berbakat, berpengalaman dan lebih berkemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas yang relevan dengan tujuan-tujuan organisasi. 5) Program latihan dan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan dan skill para pegawai, sehingga mereka dapat berfungsi lebih efektif. 6) Pergantian
kepemimpinan
atau
program-program
latihan
untuk
memperbaiki efektivitas manajerial. 7) Mengubah struktur organisasi untuk memperbaiki efektivitas organisasi. 3. Karakteristik Kerja Faktor-faktor lain yang sebagian besar dapat dikendalikan oleh manajemen dan dapat mempengaruhi produktivitas dalam organisasi adalah petugas. Pelaksanaan tugas yang relevan dengan karakteristik kerja, bisa mencakup tugas-tugas yang bervariasi dilihat dari segi kepentingannya, arti, (identitas, otonomi dan umpan balik atas pelaksanaan tugas itu sendiri). Begitu pun pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan profesi keteknikan, sangat relevan dengan karakteristik kerja, terutama yang menyangkut masalah keterbatasan waktu, tantangan kerja, intensitas perubahan dalam penguasaan teknik.
35
Praktek-praktek organisasi dan manajerial yang telah berdampak terhadap karakteristik kerja meliputi: 1) Umpan balik performansi dalam memotivasi dan melatih para pegawai. 2) Program merancang (merencanakan) tugas untuk meningkatkan motivasi dan skill melalui upaya-upaya memperkaya kerja atau memperbaiki kemampuan melaksanakan tugas-tugas khusus dengan penyederhanaan kerja. 3) Menjadwalkan kerja pilihan, seperti fleksibilitas jam kerja atau memperpendek kerja mingguan, meningkatkan otonomi para pegawai, mengurangi pekerjaan karena adanya konflik keluarga dan memperbaiki motivasi dan performansi. 4. Karakteristik Individu Dalam kerangka konsep ini, sering karakteristik organisasi dan karakteristik kerja diperlukan sebagai variabel-variabel penyebab (causal variables), sedangkan variabel penentu produktivitas dalam organisasi yang lainnya, yaitu karakteristik individu, sering diperlakukan sebagai variabel pengganggu (interverning variables). Biasanya, praktek organisasi dan karakteristik kerja itu diwujudkan ke dalam bentuk hasil akhir yang dapat dilihat melalui pengaruhnya terhadap sifat-sifat individu seperti: kepercayaan, nilai-nilai, skap, ilmu pengetahuan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
36
Menurut Moelyono (1993:56-57), sejumlah ciri-ciri individu yang relatif tetap dan ciri-ciri individu yang relatif tidak tetap digunakan untuk menentukan pola tingkah laku kerja individu, pelaksanaan tugas, dan efektivitas organisasi, yaitu: 1) Tingkat di mana kepuasan yang dinikmati individu merupakan hasil dari pelaksanaan tugas secara lebih efektif (motivasi kerja internal). 2) Tingkat di mana pengeluaran usaha diyakini dapat meningkatkan pelaksanaan tugas dengan lebih efektif pada gilirannya akan diperoleh berbagai hasil dan sifat ingin dimiliki atas hasil-hasil itu. 3) Tingkat kepuasan mempunyai pengalaman kerja, baik bekerja pada bidang yang umum atau pada segi-segi khusus dari suatu pekerjaan tertentu. 4) Kepentingan relatif dari tugas dibandingkan dengan aktivitas-aktivitas di luar pekerjaan (melibatkan tugas), dan secara khusus mempunyai relevansi terhadap keahlian teknik. 5) Tingkat keahlian dan tugas yang diminati. Ananta (1990) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja adalah pencerminan dari mutu tenaga kerja
jika hal-hal lain dianggap tetap sama.
Menurutnya, perubahan (peningkatan) produktivitas kerja dapat terjadi karena pengaruh beberapa hal yaitu: a) sumber daya alam yang tersedia dalam jumlah yang lebih besar atau mutu yang lebih baik, b) sumber daya modal fisik tersedia
37
dalam jumlah yang lebih banyak atau mutu yang lebih baik, c) mutu modal manusia itu sendiri yang meningkat, dan d) kondisi dan lingkungan kerja yang lebih baik. Peranan sumber daya alam dalam peningkatan produktivitas baik dilihat dari jumlah maupun mutunya memang sangat penting. Namun kenyataan memperlihatkan bahwa faktor-faktor peranan tersebut tidak selalu sama di setiap negara. Sebagai ilustrasi, Singapura adalah negara kecil yang memiliki sumber daya alam yang sangat minim, namun dikenal sebagai negara yang telah berhasil memperlihatkan bahwa keterbatasan sumber daya alam yang dimiliki bukan penghalang untuk meningkatkan produktivitasnya. Selanjutnya Arsyad Anwar (dikutip dari Wiyono, 1996) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhin oleh enam hal, yaitu; a) perkembangan barang modal per pekerja, b) perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan, pendidikan, dan kesehatan pekerja, c) meningkatkan skala usaha, d) perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, e) perubahan komposisi output dari tiap sektor atau sub sektor, dan f) perubahan teknik produksi. Sementara Basri (1996) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah. Sebetulnya pekerja bisa menghasilkan produksi lebih banyak, tetapi karena pemanfaatan kapasitas rendah, sehingga produktivitasnya rendah. Jadi dengan demikian rendahnya produktivitas tenaga kerja dapat disebabkan oleh faktor underutilized
38
tenaga kerja yang tersedia di setiap sektor. Dengan demikian produktivitas tenaga kerja secara umum ditentukan oleh beberapa komponen, yaitu: 1) unsur tenaga kerja itu sendiri, termasuk metode kerjanya, yaitu kesehatannya, tingkat pendidikannya, kebiasaan-kebiasaannya, dan pemahaman terhadap pelaksanaan kegiatan usahanya, kompensasi kerja (upah atau gaji) dan lain sebagainya yang bersumber dari diri tenaga kerjanya, 2) komoditas yang diolah termasuk sumber daya alam (lahan dan sebagainya) teknik pelaksanaannya termasuk tingkat kejenuhan kapasitas produksi terutama pada sektor non pertanian, 3) Peralatan atau fasilitas penunjang tenaga kerja, termasuk faktor lingkungan kerjanya. Menurut Sinungan (1997), faktor-faktor peningkatan produktivitas; pertama, perbaikan terus-menerus, yaitu upaya meningkatkan produktivitas kerja salah satu implementasinya ialah bahwa seluruh komponen harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu kiat tetapi merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Suatu organisasi dituntut secara terus-menerus untuk melakukan perubahan-perubahan, baik secara internal maupun eksternal. Perubahan internal contohnya, yaitu: (a) perubahan strategi organisasi; (b) perubahan kebijakan tentang produk; (c) perubahan pemanfaatan teknologi ; (d) perubahan dalam praktek-praktek sumber daya manusia sebagai akibat diterbitkannya perundang-undangan baru oleh pemerintah. Perubahan eksternal, meliputi: (a) perubahan yang terjadi dengan lambat atau evolusioner dan bersifat
39
acak; (b) perubahan yang tinggi secara perlahan tetapi berkelompok; (c) perubahan yang terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya di masyarakat; dan (d) perubahan yang terjadi cepat, menyeluruh dan kontinyu. Kedua, peningkatan mutu hasil pekerjaan. Peningkatan mutu hasil pekerjaan dilaksanakan oleh semua komponen dalam organisasi. Bagi manajemen, misalnya, perumusan strategi, penentuan kebijakan, dan proses pengambilan keputusan. Yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan kegiatan organisasi yaitu mutu laporan, mutu dokumen, mutu penyelenggaraan rapat, dan lain-lain. Ketiga, pembayaran sumber daya manusia. Memberdayakan sumber daya manusia mengandung kiat untuk: (a) mengakui harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang mulia, mempunyai harga diri, daya nalar, memiliki kebebasan memilih, akal, perasaan, dan berbagai kebutuhan yang beraneka ragam; (b) manusia mempunyai hak-hak yang asasi dan tidak ada manusia lain (termasuk manajemen) yang dibenarkan melanggar hak tersebut. Hak-hak tersebut yaitu hak menyatakan pendapat, hak berserikat, hak memperoleh pekerjaan yang layak, hak memperoleh imbalan yang wajar dan hak mendapat perlindungan; (c) penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Dalam hal ini pimpinan mengikutsertakan para anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan.