BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Yang Relevan Penelitian yang relevan telah dilaksanakan oleh Anggraini Jusuf pada tahun 2009 dengan
judul penelitiannya Pengaruh Model pembelajaran debat Aktif (active debate) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat (persetujuan, sanggahan,penolakan) siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Ditunjukan oleh hasil analisis sebagai berikut: Uji t sebesar 2,04 lebih besar dari t
tabel ,yakni
sebesar 1,71 pada taraf nyata a = 0,05 dengan
dk 24 dari daftar distribusi t yang diperoleh uji dua pihak t 1,71. t
hitung
sebesar 2,04 lebih besar
dari t tabel sebesar 1,71. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara kedua rata-rata kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kwandangdalam mengungkapkan pendapat( persetujuan, sanggahan,penolakan) adalah signifikan. Dari hasil pengujian data tersebut disimpulkan Berdasakan kajian relevan sebelumnya di atas, terlihat jelas bahwa penelitian ini berbeda dilihat dari metode dan subjek penelitian yang ada. Peneliti yang sebelumnya menggunakan Model pembelajaran debat Aktif (active debate) dan subjek penelitiannya yaitu di SMP Negeri 1 Kwandang sedangkan peneliti menggunakan strategi berpikir kritis dan melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Tapa.
2.2
Hakikat Hasil Belajar
2.2.1
Pengertian Hsil Belajar
Proses belajar dapat diartikan sebagai proses pengubah tingkah laku yang disebabkan oleh adanya interaksi dengan lingkungan kegiatan belajar. Sedangkan hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Oleh sebab itu, keberhasilan tujuan pembelajaran dapat diketahui dalam bentuk hasil belajar yang diperlihatkan mahasiswa setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya. Seseorang dikatakan telah mengalami peristiwa belajar jika ia mengalami perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak berkompoten dan tidak berkapa bilitas menjadi berkompeten dan berkapabilitas. Menurut Hamalik (2004:28), belajar adalah suatu bentuk perubahan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara- cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Dipihak lain, Sudjana (2009:22) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Indikator yang mewujudkan kemampuan sebagai hasil belajar itu bermacam-macam, dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Akan tetapi kemampuan-kemampuan siswa yang merupakan peruabahan tingkah laku sebagai bukti hasil belajar itu dapat diklasifikasikan kedalam dimensi-dimensi atau kategori-kategori tertentu yang masing-masing memiliki cirri-ciri formal. Ada beberapa kategori hasil belajar telah dikemukakan para ahli yang masing-masing mempunyai perbedaan dan persamaan. Dalam pembahasan ini dikemukakan kategori-kategori hasil belajar menurut Gagne. Gagne (dalam Dimyanti dan Mudjiono, 1994:10 dan yamin, 2003:99 ) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses kegiatan yang kompleks, hasil belajar berupa kompetensi dan kapabilitas. Sebagai bukti nyata hasil belajar yaitu berubahnya perilaku diakibatkan pengalaman, yang dapat dibedakan kedalam lima kategori, yakni ketrampilan intelektual, strategi kognitif, informal verbal, keterampilan motoris dan sikap.
Terkait dengan hasil belajar kiranya perlu dipertimbangkan pandangan dikemukakan oleh Hamalik (2004 :27-28). Pandangan pertama, belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian in, belajar merupakan proses , suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian yang lama tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, bahwa belajar adalah latihanlatihan pembentukan kebiasan secara otomatis dan seterusnya. Pandangan kedua, belajar adalah suatu proses perubahan tingakah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi anatara individu dengan lingkungan. Jadi hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto 2003:2). Menurut Y.G Wirawan (dalam Kaharuddin, 2007:17) hasil belajar diartikan sebagai nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti pembelajaran dalam selang waktu tertentu. Pendapat yang sedikit berbeda dikemukakan Subino dkk (dalam Kaharuddin,2007:17) yang mengartikan hasil belajar sebagai nilai-nilai berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh dari proses pembelajar di sekolah. Sementara depdiknas (dalam Kaharuddin, 2007:17) mengartikan hasil belajar sebagai suatu bentuk prilaku baru dari proses belajar yang dialami seseorang. Pamdangan tentang hasil belajar ini diperkuat oleh William Burton (dalam Hamalik, 2004:31) yang mendefinisikan hasil belajar sebagai pola-pola kegiatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan ketrampilan.
Dari berbagai pendapat tersebut maka dapat ditarik suatu simpulan tentang hasil belajar yaitu, nilai yang diperoleh siswa berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang baru setelah mengikuti proses pembelajaran dalam selang waktu tertentu. Dengan demikian bukti dari hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang, misalnya dari tida tahu menjadi tahu, dari tida mengerti menjadi mengerti, yang lambat laun menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda. 2.2.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar siswa dipengaruhi secara umum oleh dua hal (Slameto, 2003:56) yaitu
faktor internal (dari dalam) dan faktor eksternal (dari luar). Keller (dalam Kaharuddin, 2007:17) merumuskan kedua faktor tersebut terhadap hasil belajar dalam bentuk persamaan B=f(P.E), dimana B adalah hasil belajar (behavior), P adalah faktor internal (personal input) dan E adalah faktor lingkungan (environmental input) dari persamaan tersebut dapat dimaknai bahwa hasil belajar (behavior) adalah fungsi personal input dan environmental input. Menurut Keller (dalam kaharudin, 2007:17) ada lima faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu: (1) minat dan motivasi, (2) harapan untuk berhasil, (3) intelegensi atau kecerdasan, (4) pengusaan ketrampilan prasyarat, dan (5) penilaian terhadap kewajaran/keadilan konsekuensi hasil belajar. Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Slameto (2003:57) tentang faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor jasmaniyang meliputi keadaan kesehatan dan keadaan tubuh; faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan dan kesiapan; dan faktor kelelahan. Sementara faktor eksternal (lingkungan) yang dapat mempengaruhi hasil belajar seorang siswa adalah:
1) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik hubungan antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaannya. 2) Faktor sekolah yang meliputi metode-metode/ pendekatan mengajar guru, kurikulum, hubungan siswa dengan guru dan temannya, disiplin sekolah, waktu sekolah, keadaan sekolah, standar pelajaran, tugas rumah, dan media pendidikan yang digunakan. 3) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. Sementara Ahmadi dan Tri Prasetya (2005:103) berpendapat bahwa tiga faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Ketiga faktor tersebut adalah. 1) Faktor raw input (yakni faktor murid/anak itu sendiri) dimana tiap anak memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam kondisi fisiologis dan fisikologis. 2) Faktor environmental (yakni lingkungan) baik lingkungan alami maupun social. 3) Faktor instrumental input yang di dalamnya antara lain terdiri dari kurikulum, program/bahan pengajaran, sarana dan fasilitas, serta guru sebagai tenaga pengajar.
2.3
Hakikat Strategi Pembelajaran Berpikir Kritis
2.3.1
Pengertian Strategi Berpikir Kritis Berpikir kritis menurut Dewey (dalam Sitohang,2012:3) adalah pertimbangan yang aktif
terus menerus dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dengan menyertakan alasan-alasan yang mendukung dan kesimpulan- kesimpulan yang rasional. Sedangkan M.Neil Brown (2012:3) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah membuat keputusan tentang bagaimana menanggapi apa yang dilihat dan didengar berdasrkan keterampilan dan sikap yang dibangun diatas pertanyaan-pertanyaan kritis yang saling terpaut.
Kemampuan berpikir kritis meliputi beberapa point yakni; 1) pengetahuan untuk membuat serangkaian pertanyaan kritis yang saling berakaitan, 2) kemampuan melontarkan dan menjawab pertanyaan kritis pada saat yang tepat, 3) kemauan untuk menggunakan pertanyaan kritis secara aktif. Oleh karena itu berpikir kritis yang kuat sangat diharapkan oleh guru untuk merubah pola pikir siswa itu sendiri dengan melatih siswa menyampaian gagasan dengan tepat dan benar berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan memiliki keyakinan. Namun, berpikir kritis yang kuat tidak selalu membuat kita harus mengubah keyakinan awal. Cara berpikir seperti itu malah dapat memberikan efek untuk menyokong keyakinan atau keputusan yang kita tetapkan. Sehingga melontarkan pertanyaan atapun jawaban pada orang lain bisa memberikan kepuasaan tersendiri. Melakukan sesuatu biasanya lebih menyenangkan daripada hanya menonton. Bagi orang yang berpikir kritis akan merasa puas ketika ia tahu kapan untuk berkata “tidak” terhadap sebuah gagasan atau pendapat, dan mengerti kenapa ia harus melakukannya. Jika hal seperti ini sering kita lakukan dan biasakan, apapun yang masuk ke kepala kita akan melalui pemeriksaan sistematis atau beraturan terlebih dulu. Pembelajaran berpikir kritis memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Dalam implementasi strategi berpikir kritis perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental,maka prosese kognitif siswa harus menjadi kepedulian utama para guru. Artinya,guru harus menyadari bahwa proses pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya apa yang dipelajari, tetapi bagaimana cara mereka mempelajarinya.
b. Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa ketika merencanakan topik yang harus dipelajari serta metode apa yang akan digunakan. c. Siswa harus mengorganisasikan yang mereka pelajari.dalam hal ini guru harus membantu,agar siswa belajar untuk melihat hubungan anatar bagian yang dipelajari. d. Informasi
baru
bisa
ditangkap
lebih
mudah
oleh
siswa,manakala
siswa
dapat
mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang mereka miliki.dengan demikian guru harus dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. e. Siswa harus secara aktif merespons apa yang mereka pelajari. merespon dalam konteks ini adalah aktivitas mental bukan aktivitas secara fisik. Implementasi strategi berpikir diatas menggambarkan bahwa strategi berpikir kritis memang memiliki peran yang sangat penting untuk mengorganisasikan proses pembelajaran yang diterapkan guru. Hal ini bertujuan untuk memberikan efektivitas pada siswa dalam menyampaikan gagasan baru berdasakan dengan pengalaman ataupun pengetahuan yang mereka miliki. Dalam implementasi strategi berpikir kritis Terdapat 6 tahapan pembelajaran dalam strategi berpikir kritis yakni sebagai berikut:
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini guru mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran.Tahap orientasi ini dilakukan dengan, pertama,penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran, maupun berhubungan dengan prosese pembelajaran yang harus dimiliki siswa. kedua, penjelasan proses pembelajaran harus dilakukan siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran. Oleh sebab itu tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam implementasi proses pembelajaran. Pada umumnya setiap tahapan pembelajaran berpikir
saling berhubungan atau berkaitan antara satu dan lainnya.Namun
penjelasan dari setiap tahapan pembelajaran ini masih terdapat kesamaan dan perbedaan dalam setiap pengaplikasiannnya. 2. Tahap Pelacakan Tahap pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahap inilah guru mengembangkan dialog dan Tanya jawab untuk mengungkapkan pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pe pemahaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia harus
mengembangkan dialog dan Tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya George
(dalam sanjaya:2006:235).
3. Tahap Konfrontasi Tahap konfrontasi adalah penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. untuk merangsang peningkatan kemampuan pada tahapan ini guru memberikan persoalan-persoalan yang dramatis yang memerlukan jawaban
atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema dan topik ini tentu saja sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap pelacakan. Namun pada tahap ini
guru
harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar
memahami persoalan yang dipecahkan. Mengapa demikian? Sebab, pemahaman terhadap masalah
akan mendorong siswa untuk berpikir. Oleh sebab itu keberhasilan
pada tahap
selanjutnya ditentukan oleh tahapan ini. 4. Tahap Inkuiri Tahap inkuiri adalah pada tahap inilah siswa belajar berpikir sesungguhnya. Melalui tahap inkuiri,siswa diajak memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu pada tahapan ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai tekhnik bertanya, guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkapkan fakta sesuai dengan pengalamanny, memberikan arugentasi yang meyakinkan dan mengembangkan gagasan. Tahapan inilah
yang
sangat dibutuhkan
siswa sebagai bentuk
pembelajaran
demi
mengembangkan wawasan ataupun pengetahuan dari siswa itu sendiri.
5. Tahap Akomodasi Tahap akomodasi adalah tahap pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topic yang dipermasalahkan. Tahap akomodasi ini bisa juga dikatakan sebagai tahap pemantapan hasil
belaja, sebab pada tahap ini siswa diarahkan untuk mampu mengungkap kembali pembahasan yang dianggap penting dalam proses pembelajaran. 6. Tahap Transfer Tahap transfer adalah penyajian masalah disajikan.
Tahap transfer
baru yang sepadan dengan masalah yang
dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransper
kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan masalah-masalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topic pembahasan. Berdasarkan pembahasan tahap pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa setiap tahap pembelajaran saling berkesinambungan dan tidak bisa dipisahkan. Karena setiap tahap yang ada dalam pembelajaran memiliki tujuan dan manfaat tersendiri. Yang pada intinya mengubah pola pikir siswa dan mengembangkan pengetahuan siswa. 2.3.2
Karakteristik Strategi Pembelajaran Berpikir Kritis Piaget (dalam Sanjaya,2006:231) mengemukakan strategi pembelajaran berpikir kritis
memiliki tiga karakteristik utama, yaitu sebagai berikut: a. Proses pembelajaran berpikir kritis menekankan pada proses mental siswa secara maksimal. Hal ini sesuai dengan latar belakang psikologis bahwa yang menjadi tumpuan pembelajaran adalah peristiwa mental bukan peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas fisik. Artinya, setiap kegiatan belajar itu disebabkan bukan pada peristiwa hubungan stimulus atau respon saja, tetapi juga disebabkan karena dorongan mental yang diatur oleh otak dari manusia itu sendiri. b. Strategi pembelajaran berpikir kritis dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus menerus. Prosese pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang gilirannya
kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahua yang mereka konstruksi sendiri. c. Strategi pembelajaran berpikir kritis model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan
kemapuan
berpikir,
sedangkan
sisi
hasil
belajar
diarahkan
untuk
mengkonstruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembelajaran baru. 2.3.3
Langkah-Langkah Dalam Strategi Berpikir Kritis Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan Strategi berpikir kritis sebagai berikut:
a) Mengenali masalah merupakan langkah pertama untuk menunjukan berpikir kritis. Dalam mengenal masalah utama kita harus tahu bagaimana cara menanggapi sebuah persoalan atau maslah tersebut. Hal ini bisa kita lihat pada seorang dokter yang tidak mungkin mengdiagnosa suatu penyakit tanpa mengenal dan mengerti gejala-gejala penyakit yang diderita pasien,demikian juga seseorang yang berpikir kritis harus mengidentifikasi persoalan lebih dulu sebelum menarik kesimpulan. b) Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah. Setelah berhasil mengidentifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah mencari cara memecahkan masalah tersebut.pengetahuan yang lebih luas dan usaha kreatif untuk mencarinya adalah sesuatu yang penting untuk mendukung berpikir kritis. c) Mengumpulkan dan mencari informasi yang diperlukan untuk penyelesaian masalah. Seperti pengetahuan yang luasdiperlukan dalam mengatasi masalah, demikan halnya informasi yang penting yang terkait dengan persoalan perlu dikumpulkan.
d) Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan,artinya seseorang berpikir kritis perlu mengetahui maksud atau gagasan-gagasan dibalik sesuatu yang tidak dinyatakan oleh orang lain; e) Menggunakan bahasa yang jelas,tepat dankhas dalam membicarakan suatu persoalan atau satu hal yang diterimanya. Istilah-istilah yang kita gunakan harus berkaitan dengan topic yang dibahas. f) Mengevaluasi data dan menilai fakta serta pernyataan-pernyataan. g) Mencermati adanya hubungan logis antara masalah-masalah yang diberikan. h) Menarik kesimpulan atau pendapat tentang isi atau persoalan yang dibicarakan 2.3.4
Kelebihan Strategi Berpikir Kritis Adapun kelebihan Strategi berpikir Kritis menurut Sanjaya (2006: 208) yaitu:
a. Strategi berpikir kritis merupakan Strataegi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna. b. Strategi berpikir kritis dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. c. Strategi berpikir kritis merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. d. Strategi pembelajar ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
2.3.5
Kekurangan Strategi Berpikir Kritis Adapun kekurangan Strategi berpikir Kritis menurut Sanjaya (2006: 208) yaitu:
a. Akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswaSulit merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. b. Kadang-kadang dalam mengimplementasikan strategi ini memerlukan waktu yang panjang, sehingga guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang ditentukan. c. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran,maka strategi ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.