6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori yang relevan dengan penelitian yaitu yang berkaitan dengan persepsi, penempatan karyawan dan motivasi kerja.
A. Persepsi 1. Definisi Persepsi Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan lingkungan sekitarnya, untuk dapat memahami lingkungan sekitarnya manusia melakukan pengamatan terhadap lingkungan tersebut. Pengamatan yang dilakukan bukan hanya pada lingkungan yang ada diluar dirinya, segala hal yang ada dalam dirinya pun tidak terlepas dari proses pengamatan. Pengamatan menjadi suatu hal yang penting, karena semua tingkah laku yang ditampilkan oleh individu merupakan hasil dari pengamatan yaitu berupa respons yang dikeluarkan ileh individu akibat adanya suatu stimulus tertentu. Dibawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang persepsi menurut beberapa ahli, yaitu: a. Menurut Davis dan Newstroom (1986:563) “Persepsi
merupakan
lingkungannya”.
pandangan
individu
terhadap
dunia
7
b. Menurut Hilgard dan Atkinson (1991:202) “Persepsi
adalah
proses
dimana
kita mengorganisasikan
dan
menafsirkan pola stimulus yang datang daru lingkungannya”. c. Menurut Milton (1981: 22) “Persepsi adalah proses memilih, mengorganisasikan dan mengartikan stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan”. d.
Menurut Robbins (1989) “Persepsi adalah suatu proses pengorganisasian dan pemaknaan terhadap
kesan-kesan
penginderaan
sehingga
individu
dapat
mengartikan keadaan sekelilingnya” e. Menurut Udai Pareek (1991:13) “Persepsi sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan,menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data”.
Selanjutnya dalam pengorganisasian dan pemberian makna atas rangsang yang mengenai individu, dipengaruhi oleh proses belajar dan pengalaman masa lalu. Dengan demikian masing-masing individu dalam menghadapi situasi yang sama akan memberi persepsi berbeda-beda terhadap rangsang yang mengenai individu tergantung pada pengalaman masa lalu, suasana hati, dan kebutuhan (Milton, 1981:23).
8
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Dalam mengamati suatu objek, kadang-kadang objek yang sama dipersepsi berlainan oleh dua orang atau lebih. Hal ini sudah dijelaskan di atas bahwa perbedaan persepsi ini tergantung dari perhatian, kebutuhan, kesediaan, sistem nilai dan ciri-ciri keperibadian tiap orang. Milton (1981:22) menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi adalah: a. The Person Perceived (diri yang diamati) Setiap individu berusaha membuat penilaian terhadap sesuatu yang diamati dengan memberikan perhatian (atensi). Status dan kedudukan dari orang yang diamati secara sadar atau tidak sadar seringkali mempengaruhi penilaian seseorang dan selanjutnya mempengaruhi penilaian seseorang dan selanjutnya mempengaruhi perilaku dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini akan menjadi sesuatu yang bersifat objektif karena hasil pengamatan hanyalah berdasarkan penilaian awal dalam diri objek yang selanjutnya akan mempengaruhi persepsi dan pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku terhadap objek tersebut. Sebagai contoh bila orang yang kita amati sangat kaya dan memiliki barang-barang yang bagus maka kita akan menghormatinya lebih dari seorang gembel yang berada di pinggir jalan dengan pakaiannya yang compang-camping.
9
b. The situation (situasi) Aspek-aspek dari situasi seperti pekerjaan dan atribut-atribut lain yang melekat
pada
diri
seseorang
yang
melakukan
persepsi,
akan
mempengaruhi pengamatan terhadap objek, situasi atau manusia lainnya. Karena itu masing-masing individu mempunyai persepsi yang berbeda dalam mengamati lingkungan. Hal ini dapat terlihat bila beberapa dalam mengamati lingkungan. Hal ini dapat terlihat bila beberapa individu yang memiliki atribut yang berbeda akan memiliki persepsi yang berbeda pula. Misalnya pada suatu kelompok individu-individunya memiliki usia yang berbeda-beda, maka masing-masing akan mempersepsikan sesuatu secara berbeda-beda, dan dengan cara yang berbeda pula. Seorang individu masuk ke dalam suatu kelompok yang usianya berbeda dengan dirinya, maka ia akan dapat merasakan bahwa dirinya memiliki perbedaan persepsi dengan kelompoknya dalam menilai sesuatu. c. Perceiver (pemerhati) Persepsi juga dipengaruhi oleh kondisi individu. Salah satu aspek intern yang mempengaruhi persepsi adalah faktor kebutuhan seseorang cenderung mengarahkan perhatiannya pada hal-hal yang dapat memenuhi kebutuhan. Bila suatu stimulus datang kemudian disusul stimulus yang kedua yang lebih dibutuhkan, maka stimulus pertama akan mudah dilupakan, sebagai gantinnya stimulus kedua lebih diperhatikan. Individu akan memilih stimulus mana yang ia butuhkan atau yang paling ia butuhkan
10
d. Self Perception (persepsi pribadi) Untuk memahami perilaku orang lain, seseorang harus mengetahui bagaimana ia mengamati dirinya sendiri atau konsep diri. Konsep diri dinyatakan sebagai gambaran mental mengenai apa pendapat kita tentang diri kita sendiri. Konsep diri tentu saja unik, tetapi bersifat menetap dalam diri individu, sehingga setiap diri individu cenderung mempunyai “gaya hidup”tersendiri yang khas. Bereaksi, berpikir dan bertindak dengan cara tertentu yang membedakan dengan orang lain. e. Self Perception and Perceiving Other (Persepsi diri dan pengamatan terhadap orang lain) Dengan mengetahui diri sendiri memudahkan kita untuk memahami orang lain dengan tepat dan lebih sedikit membuat kesalahan dalam menilai orang lain. Bila seseorang mau menerima dirinya sendiri, maka ia cenderung dapat menilai aspek-aspek positif orang lain. Bila orang lain melakukan kesalahan kepada kita dan sudah memohon maaf, jika kita dapat melihat sisi buruk setiap manusia bahwa setiap orang tentu saja dapat melakukan kesalahan, maka kemungkinan kita mudah memaafkan orang lain tersebut yang telah melakukan kesalahan pada kita. f. Personal Characteristic (karakteristik pribadi) Karakteristik pribadi seseorang akan mempengaruhi sesuatu yang diamati .Kategori-kategori yang digunakan dalam melukiskan orang lain, cenderung digunakan pula dalam menggambarkan diri sendiri. Seseorang yang pendiam tentu saja memiliki persepsi terhadap suatu hal yang
11
berbeda dengan orang yang bukan pendiam. Selain itu kita cenderung menilai seseorang berdasarkan penilaian terhadap diri sendiri.
3. Proses Pembentukan Persepsi Menurut Udai Pareek (1991:14) proses pembentukan persepsi memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Proses penerimaan rangsang proses penerimaan rangsang dari berbagai sumber merupakan hal yang satu kali dihadapi individu dalam mempersepsi. Kebanyakan sumber yang diterima individu melalui panca indera yang dimilikinya dan memberikan respon sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap stimulus. b. Proses penyeleksian rangsang Rangsangan yang diterima oleh individu banyak sekali ragamnya, untuk itu diperlukan proses seleksi terhadap rangsangan tersebut. Dalam proses seleksi terdapat 2 (dua) faktor yang menentukan, yaitu: 1) Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri (lingkungan), misalnya intensitas dari rangsangan, ukuran, kontras, gerakan, pengulangan, keakraban dan rangsangan yang baru. 2) Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang mempresepsi, misalnya kebutuhan psikologis, latar belakang pengalaman, kepribadian dan penerimaan.
12
c. Proses pengorganisasian rangsang Setelah rangsangan diseleksi, selanjutnya rangsangan yang terseleksi tersebut diorganisasikan dalam suatu bentuk. d. Proses penafsiran (pergantian) rangsang Setelah rangsang diterima dan diatur, individu selanjutnya melakukan penafsiran rangsangan yang diterima itu dengan berbagai cara penafsiran. Dikatakan bahwa terjadinya persepsi setelah rangsang tadi ditafsirkan. Persepsi pada pokoknya memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang diterima. e. Proses pengecekan Proses pengecekan dilakukan untuk meyakinkan bahwa penafsiran itu benar atau salah, sehingga individu tersebut akan mengambil tindakan untuk mengeceknya. Pengecekan ini dapat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran persepsi dibenarkan atau sesuai dengan hasil persepsi selanjutnya. f. Proses reaksi dari rangsang Pada proses persepsi dikatakan sempurna apabila proses tersebut menimbulkan reaksi. Reaksi tersebut dapat secara tertutup dan terbuka. Reaksi tertutup berupa pembentukan sikap dan pendapat, sedangkan untuk tindakan terbuka berupa tindakan nyata sehubungan dengan reaksi tersebut.
13
4. Aspek-aspek Persepsi Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi yang datang dari lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Persepsi bukanlah merupakan sesuatu bersifat statis, tetapi akan terus berlangsung dan berkembang dalam diri manusia. Hal ini terjadi karena manusia semakin bertambah pengalaman, cakrawala dan pengetahuannya melalui proses belajar (Thoha, 1983) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan persepsi seseorang menurut Thoha (1983:143) antara lain: a. Kondisi Psikologis Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu yang ada di dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis individu, misalnya kebutuhan, motivasi atau kondisi sesaat seperti kelelahan dan kecemasan b. Keluarga Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah keluarganya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi masing-masing mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya. c. Kebudayaan Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami.
14
Dalam kenyataanya situasi atau stimulus yang sama, dapat dipersepsikan secara berbeda oleh setiap orang. Hal ini terjadi karena setiap orang memiliki pengalaman dan latar belakang yang berbeda (Milton, 1981:23). Selain itu persepsi dipelajari berdasarkan kegunaan dan kepentingan dirinya. Untuk itu seseorang akan memilih stimulus sesuai dengan kebutuhannya. Proses pemilihan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1) Faktor Internal Beberapa faktor dalam diri seseorang mempengaruhi proses persepsi antara lain kebutuhan, motivasi, proses belajar dan kepribadiannya. Semua faktor yang ada dalam diri individu membentuk adanya perhatian terhadap suatu objek sehingga menimbulkan adanya persepsi, hal ini didasarkan pada kompleksitas fungsi psikologis. 2) Faktor Eksternal Faktor dari luar yang terjadi dari pengaruh lingkungan adalah: a) Intensitas Prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas stimulus luar, semakin besar pula perhatian pada stimulus tersebut. b) Keberlawan atau kontras Prinsip ini menyatakan bahwa stimulus atau sesuatu hal yang berlawanan biasanya akan banyak menarik perhatian.
15
c) Pengulangan Suatu stimulus yang sering diulang-ulang akan mendapat perhatian yang lebih besar. d) Hal yang baru Suatu hal atau stimulus yang belum pernah diketahui atau dilihat akan lebih menimbulkan keinginan untuk lebih diperhatikan. 3) Faktor Situasi Aspek situasi yang ada dalam organisasi kerja merupakan iklim atau kultur organisasi yang memiliki kaitan dalam proses “perceptual” seperti posisi pekerjaan, lingkungan organisasi, manajemen organisasi, mempengaruhi seseorang terhadap konsep-konsep kerja, misalnya kebijaksanaan
organisasi
mendukung
seseorang
untuk
dapat
menerapkan konsep atau nilai kerja tertentu, maka akan semakin tumbuh nilai positif tentang konsep tersebut.
B. Penempatan Karyawan 1. Definisi Penempatan Karyawan Penempatan karyawan akan banyak menentukan keberhasilan usaha yang didalamnya menyangkut berbagai kepentingan termasuk kepentingan karyawan itu sendiri.
16
Mengenai
penempatan
karyawan
ini
Malayu
SP
Hasibuan
(1997:70)
mengemukakan bahwa: “Penempatan
karyawan
adalah
tindak
lanjut
dari
seleksi
yaitu
menempatkan calon karyawan yang diterima pada jabatan yang membutuhkannya dan mendelegasikan wewenang kepada orang tersebut.”
Menurut Saydam Gouzali (1994: 151): Penempatan SDM adalah proses kegiatan yang dilaksanakan Manager SDM dalam suatu perusahaan untuk menentukan lokasi dan posisi seorang karyawan dalam melakukan pekerjaan. Setelah seorang SDM lulus seleksi dan memperoleh pengangkatan status sebagai karyawan, maka yang bersangkutan perlu segera ditempatkan pada posisi tertentu untuk melaksanakan tugas yang sesuai dengan tujuan pengadaan SDM semenjak mula.
Sedangkan menurut Werther Jr dan Davis (1996:261): Penempatan adalah penugasan kembali pegawai pada tugas baru atau tugas yang berbeda. Lingkup penugasan tersebut termasuk penugasn awal pegawai baru dan promosi, transfer atau demosi pegawai yang ada sekarang.
2. Konsep Penempatan Menurut Siagian (2003:169) konsep penempatan pegawai mencakup promosi, transfer dan demosi. Promosi adalah apabila seorang pegawai yang ditempatkan atau dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatan dalam hirarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya lebih besar Dalam promosi biasanya didasarkan kepada senioritas dengan memperhatikan persyaratan obyektif atau menggambungkan antara senioritas dengan prestasi kerja.
17
Alih tugas (transfer), dalam rangka penempatan, alih tugas dapat mengambil satu dari dua bentuk. Bentuk pertama adalah penempatan seseorang pada tugas baru atau ditempatkan pada satuan kerja baru dengan tanggung jawab, hirarki jabatan dan penghasilan yang relatif sama dengan status yang lama. Bentuk lain adalah alih tempat yaitu pegawai melakukan pekerjaan yang sama atau sejenis, penghasilan tidak berubah dan tanggung jawabnya relatif sama, hanya secara fisik lokasi tempatnya berbeda. Demosi adalah penempatan pegawai karena berbagai pertimbangan yang diakibatkan oleh penurunan pangkat atau jabatan dan penghasilan serta tanggung jawab yang semakin kecil. Pada umumnya dikaitkan dengan pengenaan sanksi disiplin karena penilainan prestasi kerja yang menurun atau perilaku pegawai yang disfungsional. Situasi lain terjadinya demosi karyawan disebabkan oleh kegiatn organisasi yang menurun sehingga terjadi pemutusan hubungan kerja.
Hal yang sangat menarik terjadinya demosi atau pilihan dan kemauan sendiri dari pegawai, hal ini terjadi disebabkan karena: 1) Mengalami frustasi dalam pekerjaan 2) Apabila bertahan dalam posisi yang sama tidak mungkin meningkatkan karir
18
3. Faktor-faktor dalam Proses Penempatan Karyawan Kenyataan menunjukan bahwa jarang terjadi seorang karyawan secara langsung ditempatkan pada jabatan yang tepat, untuk memperoleh karyawan yang sesuai dengan kebutuhan maka diperlukan karyawan yang memenuhi syarat sehingga diperoleh karyawan yang tepat untuk mengisi jabatan yang tepat. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penempatan karyawan tersebut menurut Saydam Gouzali (1994:154) adalah sebagai berikut: a. Latar Belakang Pendidikan SDM Pendidikan yang telah sekian lama akan membentuk sikap, kemampuan dan keterampilan SDM yang bersangkutan sedemikian rupa, sehingga tidak mungkin diubah dalam waktu yang pendek, setelah karyawan bekerja. Pendidikan yang telah ditempuh selama bertahun-tahun, memperkuat minat yang sudah ada dalam diri SDM yang bersangkutan. Disamping itu, latar belakang pendidikan seseorang dapat pula menjadi acuan pemberian beban kerja dan tanggung jawab dilihat dari segi prestasi nilai yang diperolehnya selama sekolah. Dari sekian banyak SDM hasil seleksi yang mempunyai disiplin ilmu yang sama, mungkin tidak akan sama nilai prestasi yang diperolehnya. Misalnya, ada yang sedang, baik dan amat baik. SDM yang memiliki prestasi amat baik ini dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan dengan para SDM yang mempunyai prestasi yang sedang-sedang saja. Demikian pula sebaliknya, peyandang prestasi cukup, mungkin hanya dapat diberi beban kerja dan tanggung jawab yang sedang-sedang pula.
19
b. Kesehatan Pekerjaan-pekerjaan yang berat dan berbahaya misalnya hanya mungkin dikerjakan oleh orang-orang yang mempunyai fisik sehat dan kuat. Sedangkan SDM yang fisiknya lemah tetapi berotak cerdas dapat ditempatkan
pada
bidang
administrasi,
pembuatan
konsep
atau
perhitungan-perhitungan yang memerlukan ketekunan luar biasa. Walaupun sewaktu tes kesehatan semua SDM baru teruji kesehatannya, namun faktor kesehatan ini masih perlu diperhatikan dalam penempatan SDM. Hal ini dapat dipahami, meskipun tes kesehatan telah melulusakan semua SDM baru, tetapi terkadang tes tersebut dilakukan sepintas kilas, kurang dapat mendeteksi kondisi jasmani secara rinci. Sehingga ada saja jenis penyakit yang terbawa dan mungkin tidak sempat diketahui waktu proses seleksi. c. Pengalaman Kerja Perusahaan akan memperoleh nilai tambah bila SDM yang diterimanya sudah mempunyai pengalaman kerja. Pengalaman yang dimiliki seseorang lebih banyak membantu dalam mengerjakan sesuatu dibandingkan dengan pendidikan yang diikuti. Karena pengalaman akan memberikan kemahiran dan keterampilan baginya untuk berbuat sesuatu. Sedangkan pendidikan biasanya lebih banyak menyentuh penambahan pengetahuan dan pemahaman saja. Oleh sebab itu kecenderungan perusahaan-perusahaan sekarang adalah menerima karyawan yang sudah berpengalaman dibandingkan dengan SDM yang belum berpengalaman.
20
d. Umur SDM Dalam rangka menempatkan tenaga kerja, faktor usia pada diri tenaga kerja yang lulus dalam seleksi, perlu mendapatkan pertimbangan seperlunya.
Hal
ini
dimaksudkan
untuk
menghindari
rendahnya
produktivitas yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja yang sudah lanjut usia sebaiknya ditempatkan pada pekerjaan yang tidak begitu mempunyai resiko, tenaga fisik dan tanggung jawab yang berat, cukup diberikan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisiknya, sebaliknya untuk tenaga kerja yang masih muda sebaiknya juga diberikan
pekerjaan
yang
sifatnya
mampu
mengeluarkan
segala
kemampuan yang dimilikinya agar optimal. e. Jenis Kelamin Biasanya hasil lulusan seleksi dan pelatihan pra-tugas tidak membedakan jenis kelamin pria dan wanita, namun dalam penempatan kedua jenis makhluk ini adakalanya sama saja dan dapat pula berbeda untuk jenis-jenis pekerjaan yang berlainan dan waktu-waktu yang berbeda. Untuk pekerjaan yang membutuhkan gerak fisik tentu yang lebih cocok adalah SDM pria, tetapi untuk tenaga-tenaga secretariat,loket-loket pelayanan, atau operator telepon, yang lebih cocok mungkin wanita. Demikian juga untuk bekerja pada malam hari, undang-undang melarang memperkerjakan wanita pada malam hari.
21
f. Status Perkawinan Banyak pekerjaan yang terang-terangan mempersyaratkan penerimaan SDM yang belum menikah. Bagi SDM yang sudah menikah apalagi yang sudah memiliki memiliki anak tentu penempatannya tidak seleluasa SDM pria. Oleh sebab itu, banyak perusahaan mempunyai toleransi besar yang menempatkan kedua suami istri dalam 1 kota atau dalam satu kantor, tidak terlalu jauh dari tempat tinggal. Hal ini dengan pertimbangan agar para SDM yang bersangkutan dapat lebih tenang bekerja. g. Minat dan Hobi Dalam penempatan SDM perlu mempertimbangkan minat dan hobi SDM. Seseorang akan bekerja rajin dan tekun bila apa yang dikerjakannya itu sesuai dengan minat dan hobinya. Sepeti orang yang mempunyai hobi memancing ikan, orang tersebut akan bersedia berpanas berhujan memantau alat pancingnya, tanpa menyadari bahwa hari sudah sore. Demikian pula bila orang mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan minat dan hobi. Yang bersangkutan akan bersedia mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk pekerjaan. Oleh sebab itu usahakan menempatkan orang sesuai dengan minat dan hobinya.
22
C. Motivasi Kerja 1. Definisi Motivasi Motivasi berasal dari kata latin “Movere” yang berarti dorongan atau menggertakkan. Motivasi adalah suatu proses psikologis yang ada dalam diri setiap orang, suatu daya dorong atau inner drive yang akan menghasilkan perilaku untuk melakukan suatu tindakan atau kegiatan. Menurut Malayu S.P Hasibuan (1997:220), motivasi menyangkut suatu keadaan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi seseorang agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil dan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dibawah ini terdapat beberapa pengertian mengenai motivasi, diantaranya: a. Menurut Flippo (1984:117) “Motivasi merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan para pegawai sekaligus tujuan organisasi”.
b. Menurut Wexley dan Yukl (1977:98) “Motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu proses dimana perilaku diberikan energy dan diarahkan”.
c. Menurut Beach (1980:429) “Motivasi adalah kemampuan untuk mengeluarkan tenaga dalam mencapai tujuan dan hadiah”.
23
d. Menurut G.R Terry (dalam Malayu S.P Hasibuan, 1997) “Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan”.
e. Menurut Victor H Vroom (Gibson, 1982) “Motivasi adalah sebagai suatu proses yang menentukan pilihan antara beberapa alternative dari kegiatan sukarela”.
Dari definisi motivasi diatas maka motivasi melibatkan tiga komponen utama menurut Steers and Porter, 1979 (Milton, 1981) yaitu: a. Pemberi daya tingkah laku manusia (energizing) Menunjukkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri individu yang mendorongnya
untuk
bertingkah
laku
dalam
cara-cara
tertentu,
menunjukkan kekuatan lingkungan yang seringkali menggerakkan dorongan tersebut. b. Pemberi arah tingkah laku manusia (directing) Menunjukkan bahwa tingkah laku individu diarahkan pada suatu tujuan c. Bagaimana tingkah laku individu dipertahankan (sustaining) Konsep ini bertitik tolakari suatu sistem yang terdiri dari daya yang terdapat dalam diri individu dan yang terdapat pada lingkungan sekitarnya yang akan memberikan umpan balik pada individu. Umpan balik ini dapat memperkuat intensitas dorongan individu.
24
Menurut Steers and Porter (Milton,1981) bahwa proses motivasi tidak lain merupakan siklus dari unsur-unsur needs, desires atau motive, behavior (goal directive activity) dari incentive (goal) yang berlangsung menurut berlangsung menurut prinsip keseimbangan diri atau homeostatis. Hal tersebut dapat dijelaskan pada bagan berikut ini: Behavior or Action (goal directive activity)
Need, desires (motive)
Incentive or goal
Change of inner state
Tabel 2.1 The Motivation Process Steers and Porter (Milton, 1981) Dari unsur bagan diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Needs atau Desires Merupakan energizing process yang mendasari tingkah laku manusia. Manusia mempunyai sejumlah kebutuhan dan keinginan yang merupakan kondisi ketnegangan atau ketidakseimbangan yang perlu diredakan dan yang perlu dipenuhi. Derajat harapan dan kebutuhan individu dipengaruhi oleh pengalaman dan masa lalunya. b. Behavior atau Action Merupakan tingkah laku yang diarahkan pada tujuan tertentu, dipengaruhi oleh isyart (clues) dari dalam diri atau lingkungannya, sehingga individu tersebut memahami bahwa tindakan tertentu akan menjamin tercapainya suatu tujuan.
25
c. Goal atau Insentive Tingkah laku individu yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang sesuai dengan kebutuhan dan yang diharapkan individu tersebut. Tercapainya
kebutuhan
ini
akan
mempengaruhi
harapanndalam
pencapaian tujuan selanjutnya. Dari sisi individu akan mendapatkan masukan apakah tingkah laku itu dapat dipertahankan atau perlu dimodifikasi.
2. Motivasi Kerja Pengertian motivasi kerja dapat diketahui melalui definisi yang dikemukakan oleh Davis and Newstroom (1985: 90), yang mengatakan bahwa seseorang yang termotivasi dalam bekerja adalah seseorang yang melihat bahwa pekerjaannya membantu mencapai tujuan-tujuan pentingnya. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang motivasi kerja sebagai berikut: a. Menurut Wexley and Yukl (1977:75) “Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja”.
b. Menurut Schemerhorn, Jr (1982: 73) Motivasi kerja adalah suatu istilah yang digunakan dalam perilaku organisasi untuk menggambarkan kekuatan-kekuatan dalam diri, yang menerangkan tingkah, arah dan ketekunan usaha yang dikeluarkan pada saat bekerja.
26
c. Menurut Mc. Cormick dan Ilgen (1980) “Motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi-kondisi yang mempengaruhi pemunculan (arrousal), arah dan pemeliharaan tingkah laku yang relevan dalam situasi kerja”.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Menurut Milton (1981:76-78) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja, yaitu: a. Karakteristik individu, seperti kebutuhan, sikap, kemampuan dan minat yang mempengaruhi proses motivasi b. Karakteristik pekerjaan, seperti variasi tugas, otonomi, umpan balik yang diterima, jumlah dan jenis reward intrinsic yang diterima,peran dan kejelasan tugas. c. Karakteristik lingkungan kerja, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan sifat organisasi dan lingkungan kerja. Faktor lingkungan kerja misalnya faktor yang berhubungan langsung dengan lingkungan pekerjaannya.
4. Pendekatan Teori Motivasi Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori motivasi The Integrated Model of Motivation yang berkaitan erat dengan teori Expectancy yang dikembangkan oleh Vroom (1964, dalam Moh.As’ad,1998:59-60).
27
Process Theories Di dalam Process Theories ini melibatkan kepada “bagaimana” caranya kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat diperoleh. Dibawah ini terdapat teori Expectancy dari Vroom yang memiliki kaitan langsung dengan teori dari Kinlaw tentang Integrated Model of Motivation.
Teori Expectacy Teori Expectacy dari Vroom (1964, dalam As’ad, 1998:59-60) berangkat dari “process theories” yang menggambarkan proses dari variabel kognitif yang merefleksikan perbedaan individu dalam motivasi kerja. Teori ini berusaha menggambarkan valence, instrumentality, dan expectancy. Dengan rumusnya: M = (V x I x E) Keterangan: a. Valence (V), yaitu dengan bekerja maka setiap orang akan merasakan akibat-akibatnya. Setiap orang mempunyai sasaran-sasaran pribadi yang ia harapkan dapat ia capai sebagai akibat dari prestasi kerja yang akan ia berikan. Akibat-akibat ini jelas akan mempunyai nilai yang berbeda-beda. b. Instrumentality (I), yaitu kemungkinan tercapainya sasaran-sasaran pribadi satu persatu melalui tercapainya produktivitas yang diharapkan oleh perusahaan. c. Expectancy (E), yait sejauhmana kemungkinan yang dirasakan oleh tenaga kerja bahwa tenaga yang akan diberikan dan usaha yang akan dilakukan
28
dapat membuahkan prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan dari pekerja. Dalam penelitian ini pendekatan teori motivasi kerja yang digunakan adalah process theories, karena process theories adalah teori yang membahas tentang bagaimana motivasi individu dan bagaimana individu bisa dimotivasi.
5. Pengukuran Motivasi Kerja Untuk mengukur motivasi kerja, Kinlaw (1981:5-7) mengembangkan alat ukur motivasi kerja yang didasarkan pada teori Integrated Model of Motivation (IMM). Alat ukur tersebut dinamakan The Motivation Assessment Inventory (MAI). Teori Integrated Model of Motivation berusaha menjelaskan mengenai kekuatan pertimbangan-pertimbangan seseorang yang mempengaruhi motivasi kerjanya. Kinlaw (1981) mengatakan bahwa IMM mencantumkan semua faktor serta elemen yang tercakup di dalam semua teori terkemuka tentang motivasi. Dalam menyusun alat ukur motivasi kerja, Kinlaw tidak mengungkapkan definisi dari motivasi kerja karena beliau mengambil dasar teori dari teori-teori motivasi kerja yang telah ada. Sasaran-sasaran pribadi yang ingin dicapai berkaitan dengan kebutuhan yang diharapkan seseorang dapat dicapai dalam pekerjaannya, hal ini berkaitan dengan aspek match (kecocokan antara kebutuhan dan kejelasan tugas). Bahasan lain dari teori ini adalah membicarakan tentang berbagai kemungkinan yang akan dirasakan oleh pekerja bila ia mengerjakan tugas. Hal ini
29
berkaitan dengan aspek expectation dimana pertimbangan-pertimbangannya berdasarkan pada kemungkinan-kemungkinan hambatan dan sumber-sumber yang tersedia yang dapat memberi keuntungan dan kerugian pada individu tersebut. Asumsi dasar MAI adalah bahwa motivasi bukanlah merupakan tindakan yang bersifat refleks, tetapi merupakan hasil dari motivasi pilihan bebas yang dibuat individu itu sendiri. Dalam penentuan tersebut, individu memproses informasi yang berkaitan dengan pengerahan usaha yang selanjutnya menghasilkan tiga pertimbangan. Jumlah kekuatan dari ketiga pertimbangan tersebut menentukan kekutan motivasi individu dalam melaksanakan pekerjaannya. Ketiga pertimbangan yang mendasari pelaksanaan pekerjaan tersebut menurut Kinlaw (1981) adalah: a. Match (kecocokan) Pertimbangan pertama adalah seseorang menilai kebutuhan-kebutuhan dan mengevaluasi dengan alternative tujuan (goal) yang dimiliki dalam rangka pemenuhan berbagai kebutuhannya tersebut. Ia membuat sesuatu pertimbangan mengenai derajat kecocokan (match) antara berbagai kebutuhan yang ada pada individu dan apa yang dapat dilakukan untuk dapat memuaskan kebutuhannya. Cara seseorang menilai kebutuhan dan mengevaluasi tujuannya dipengaruhi oleh nilai-nilai (value), keyakinan (belief), dan prioritas. Jika seseorang mempersepsi bahwa suatu tugas atau tujuan semakin jelas dan sejalan dengan kebutuhan-kebutuhannya, maka
30
individu akan semakin terangsang untuk mengerjakan tugas atau pencapaian tujuan. b. Return (imbalan) Pertimbangan kedua, berkenaan dengan manfaat atau hasil yang diharapkan jika seseorang mengerjakan sesuatu tugas atau pencapaian tujuan, seseorang membandingkan ganjaran ekstrinsik yang diperoleh seperti upah (pay), rasa aman (security), status dan sebagainya dengan kerugian yang telah dialaminya, seperti waktu, ketidaknyamanan, kesulitan yang dialami, kebosanan dan sakit hati. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut maka selanjutnya individu memutuskan
tingkat
upaya
yang
akan
dikerahkan.
Kinlaw
mempertimbangkan adanya faktor pengharapan seseorang tentang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan serta tujuannya. Semakin kuat pertimbangan seseorang terhadap kedekatan antara penghargaan dengan kenyataan, maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan suatu tingkah laku. Dalam aspek Return individu mempertimbangkan untung ruginya melakukan suatu tingkah laku tertentu. Jika seseorang menilai hanya pada ruginya dalam melakukan hal tertentu, maka hal tersebut akan menurunkan
motivasinya
karena
tidak
memiliki
nilai
penguat
(reinforcement). Jika individu menilai bahwa ia akan memperoleh keuntungan tertentu dengan menampilkan suatu tingkah laku, maka motivasinya akan meningkat karena keuntungan tersebut memiliki nilai penguatan.
31
Imbalan ekstrinsik yang dapat membangkitkan motivasi haruslah: 1) Mempunyai nilai 2) Dipersepsi sebagai hal yang berkaitan langsung dengan upaya yang dilakukan seseorang 3) Dipersepsi sebagai suatu hal yang kemungkinan besar terjadi c. Expectation (harapan) Pertimbangan ketiga, berkenaan dengan sumber-sumber yang tersedia dan hambatan-hambatan
yang
ditemui.
Disini
seseorang
memastikan
sejauhmana lingkungan memberi kemudahan atau menguntungkannya. Ia mencoba melihat pada kompetisi diri dan sumber-sumber eksternal, seperti uang, waktu dan teknologi yang dimiliki serta membandingkan hal tersebut dengan hambatan-hambatan yang dihadapi pada saat bekerja, seperti kebijaksanaan, persaingan, pengawasan yang buruk, birokrasi dan sebagainya. Berdasarkan perbandingan antara sumber-sumber dengan hambatan-hambatan
tersebut,
seseorang
dapat
memperkirakan
kemungkinan untuk mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan dengan baik. Cara mempresepsi hambatan-hambatan eksternal dan sumber-sumber yang tersedia tersebut sangat dipengaruhi oleh cara seseorang mempresepsi kompetensi yang dimiliki. Semakin kecil tekanan dari hambatan yang dihadapi maka seseorang semakin mempunyai keyakinan untuk dapat melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan.
32
Motivation Assessment Inventory (MAI) dapat digunakan untuk: a. Menganalisa kekuatan motivasi individu dan profil motivasi b. Menganalisa kekuatan motivasi dan profil motivasi dari kelompokkelompok kerja dan organisasi c. Membandingkan persepsi mengenai motivasi kita dengan individu dalam kelompok kerja sehingga individu tersebut dapat kita motivasi
D. Kerangka Pikir PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia yang memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya
serta
menciptakan
posisi
unggul
dengan
memperkokoh & meningkatkan bisnis telekomunikasi untuk memperoleh 60% dari pendapatan industri (sumber: www.telkom.co.id). Dalam mengupayakan mencapai tujuan tersebut PT TELEKOMUNIKASI INODNESIA, harus mampu menjaga dan meningkatkan tampilan kerja karyawannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menjaga dan meningkatkan tampilan kerja karyawannya yaitu dengan memberikan penempatan yang sesuai dengan bagi para karyawannya. Penempatan yang tepat dapat meningkatkan perilaku mereka untuk bekerja dengan lebih baik. Tinggi rendahnya perilaku kerja karyawan ditentukan oleh bagaimana pemaknaan karyawan terhadap penempatan yang diberikan oleh pihak perusahaan.
33
Semua informasi yang menyangkut kehidupan kerja di perusahaan, akan dimaknakan oleh karyawan sebagai stimulus. Dalam memaknakan stimulus atau kondisi lingkungan kerja tentunya dipengaruhi oleh kondisi internal yang terdapat pada diri individu diantaranya minat, pengalaman, kebutuhan dan harapan (Robbins, 1989) Dalam memaknakan penempatan yang terjadi di PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA, karyawan dipengaruhi oleh kondisi internal yang terdapat pada dirinya seperti minat, jika karyawan memiliki minat terhadap penempatan yang diberikan perusahaan, maka ia akan memiliki persepsi yang sesuai sebaliknya jika ia tidak berminat maka ia akan memiliki persepsi yang tidak sesuai. Selain itu juga persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman karyawan, kebutuhan karyawan dan harapan pegawai sehingga jika penempatan tidak sesuai dengan minat, pengalaman, kebutuhan dan harapan karyawan maka karyawan akan memiliki persepsi yang tidak menyenangkan terhadap penempatan yang diberikan oleh pihak perusahaan. Menurut Saydam Gouzali (1994) terdapat tujuh faktor dalam proses penempatan yaitu latar belakang pendidikan, kesehatan, pengalaman kerja, umur, jenis kelamin, status perkawinan serta minat dan hobi. Pada kenyataaannya, fenomena penempatan yang terjadi di PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA tidak
dilandasi
oleh
ketujuh
faktor
tersebut.
Banyak
karyawan
PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA yang mempersepsikan penempatan yang diberikan oleh pihak perusahaan tidak tepat sehingga mereka mengeluhkan kurang memiliki gairah dalam bekerja. Dari persepsi yang tidak sesuai terhadap
34
penempatan menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dalam diri karyawan karena penempatan yang tidak tepat dengan apa yang diharapkan, akan berdampak pada penurunan motivasi kerja karyawan, terlihat dari produktivitas karyawan yang menurun yang dapat dilihat dari tampilan kerja, seperti kerja karyawan menjadi asal-asalan, tidak bertanggung jawab pada pekerjaannya, melalaikan jam-jam kerja yang telah ditentukan, tidak menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya dan kurang bersemangat untuk mengerjakan pekerjaan dengan lebih baik, meningkatnya kemangkiran karyawan, dan karyawan hanya bekerja sebagai rutinitas pekerjaan yang harus dilaksanakan. Hal tersebut sesuai dengan penyataan Kinlaw (1981) bahwa karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi akan selalu mencoba melakukan yang terbaik serta bersedia meluangkan waktu dan upaya ekstra untuk melakukan pekerjaannya, sedangkan karyawan memiliki motivasi kerja rendah seringkali tidak mau mencoba melakukan yang terbaik, serta jarang meluangkan waktu untuk pekerjaanya. Karyawan menjadi termotivasi bila ia mempersepsi bahwa pekerjaannya berhubungan dengan sesuatu yang penting baginya. Persepsi penempatan karyawan yang tepat tentu dapat memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut pendapat Cascio (1998) bila penempatan yang dirasakan menyenangkan dan tepat oleh karyawan mungkin memunculkan motivasi kerja yang menimbulkan antusias dan moral kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu. Sehingga penempatan diperhitungkan dapat membangkitkan motivasi kerja karyawan dan dapat menimbulkan antusias dalam bekerja. Maka dapat disimpulkan jika persepsi
35
tentang penempatan telah dirasa menyenangkan maka motivasi kerja pun tinggi. Maka secara lebih jelasnya dapat dilihat dari bagan kerangka pikir sebagai berikut: Penempatan
Persepsi tentang Penempatan
Sesuai
Tidak Sesuai
Motivasi Tinggi
Motivasi Rendah Bagan 2.2 Kerangka Pikir