BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Pajak Pembangunan
nasional
yang
berlangsung
terus
menerus
dan
berkesinambungan memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material maupun spiritual, untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan. Salah satu usaha dalam pembiayaan pembangunan yaitu dengan menggali sumber-sumber dana yang berasal dari dalam negeri yaitu pajak. Pajak sebagai pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah dinilai sangat potensial untuk membiayai program ini. Banyak ahli memberikan batasan tentang pajak, definisi pajak menurut para ahli adalah: 1) Menurut Soemitro (Mardiasmo, 2011:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 2) Menurut Adriani yang diterjemahkan oleh Brotodihajo, menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
6
mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2010:2). 3) Menurut R.R.A Seligman, menyatakan bahwa pajak adalah suatu pungutan yang bersifat paksaan dari orang kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bertalian dengan masyarakat umum tanpa dapat ditunjuk adanya keuntungan-keuntungan khusus sebagai imbalannya. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsurunsur sebagai berikut: 1) Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang) 2) Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3) Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi oleh pemerintah. 4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermaanfaat bagi masyarakat luas.
7
2.1.2 Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber negara yang besar untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak memounyai beberapa fungsi, yaiyu sebagai berikut. Fungsi pajak dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu 1) Fungsi Anggaran Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. 2) Fungsi Mengatur Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: a) Pajak yang tinggi dikenakan atas terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
8
2.1.3 Pengelompokan Pajak Pengelompokan pajak merupakan salah satu cara untuk mempermudah dalam klasifikasi untuk perhitungan dan penggolongan, pajak dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1) Menurut Golongannya a) Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan. b) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2) Menurut Sifatnya Pembagian
pajak
menurut
sifat
dimaksudkan
pembedaan
dan
pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut: a) Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
9
b) Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3) Menurut Lembaga Pemungutnya a) Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak reklame, pajak hiburan. 2.1.4
Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Syarat Keadilan (Pemungutan pajak harus adil) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya
10
yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2) Syarat Yuridis (Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang) Di Indonesia, pajak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3) Syarat Ekonomis (Tidak menganggu perekonomian) Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan,
sehingga
tidak
menimbulkan
kelesuan
perekonomian masyarakat. 4) Syarat Finansiil (Pemungutan pajak harus efisien) Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya 5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
11
2.1.5
Sistem Pemungutan Pajak 1) Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (petugas pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah: a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada petugas pajak. b) Wajib Pajak bersifat pasif. c) Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh petugas pajak. 2) Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, melapor dan membayar sendiri besarnya pajak yang terutang yang seharusnya dibayar. Ciri-cirinya adalah: a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. b) Wajib Pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, membayar, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c) Petugas pajak tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
12
3) Withholding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan petugas pajak dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain petugas pajak dan wajib pajak. 2.1.6
Pajak Penghasilan Pasal 21 Dengan menggunakan dasar hukum Undang-undang Nomor 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008. Pajak Penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan beupa gaji, upah, honorium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.Tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi (WPOP) didalam pasal 17 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi terdapat lima lapisan tarif yang progresif, yaitu Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000,-
5%
Di atas Rp 50.000.000,- sampai 15% dengan Rp 250.000.000,-
13
Di atas Rp 250.000.000,- sampai 25% dengan Rp 500.000.000,Di atas Rp 500.000.000,-
2.1.7
30%
Perhitungan PPh Pasal 21 Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada prinsipnya sama
dengan cara perhitungan pajak penghasilan pada umumnya. Ketika menghitung PPh Pasal 21 yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah penghasilan bruto dimana pajak yang dipotong adalah pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri baik orang pribadi maupun badan serta bentuk usaha tetap baik yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 2.1.8
Saat terutang, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21
1) Saat terutang PPh Pasal 21 terutang bagi penerima penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan. 2) Penyetoran PPh Pasal 21 disetor oleh pemotong pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak. PPh Pasal 21 dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu dan bertepatan dengan hari libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
14
3) Pelaporan SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat tanggal 20 setelah bulan saat terutang pajak.
2.1.9 Surat Pemberitahuan (SPT) Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
181/PMK.03/2007
menyebutkan bahwa terdapat dua macam SPT yaitu: 1)
SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa pajak.
2)
SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
a)
Pengisian dan Penyampaian SPT 1)
Setiap wajib pajak mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jendral Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan.
2)
Wajib pajak yang telah mendapat ijin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa 15
Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan dan mata uang selain rupiah yang diizinkan. b)
Fungsi SPT 1. Bagi
Wajib
Pajak PPh, SPT berfungsi
untuk
melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a)
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak.
b)
Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
c)
Harta dan kewajiban.
d)
Penyetoran dari pemotongan atau pemungut pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak.
2. Mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a)
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
b)
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak.
3. Bagi pemotong atau pemungut pajak, sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
16
c) Sanksi tidak atau terlambat menyampaikan SPT SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi berupa denda: a) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp. 100.000,b) SPT Tahunan PPh Badan Rp. 1000.000,c) SPT Masa PPN Rp. 500.000,d) SPT Masa lainnya Rp.100.000,-
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 2.2.1
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 Banyak para ahli perpajakan mengemukakan pendapat mengenai pengertian
dari pada pajak, salah satu pakar yang terkenal di indonesia adalah Rochmat Soemitro, (W.B.Ilyas dan R.Burton 2004:5), ia mengemukakan bahwa: ”Pajak adalah” iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik, yang langsung dapat ditunjukkan Dn Yng digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Sedangkan Pajak Peghasilan 21 adalah ”pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat (Pajak Negara) dan merupakan salah satu 17
sumber penerimaan negara yang berasal dari penghasilan rakyat berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya yang diterima atau diperoleh wajib pajak pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan lainnya yang pemungutannya telah diatur dengan Undang-Undang, sehingga dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan kehidupan dalam negara yang berdasarkan hukum”.
2.2.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21 Setiap pemungutan atau pemotongan yang dilakukan oleh negara tentunya harus mempunyai dasar hukum. Begitu juga dengan pemungutan pajak, yang dasar hukumnya termuat dalam pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa ”Segala pajak untuk keperluan negara haruslah berdasarkan Undang-undang”. Demikian halnya dengan pemotongan pajak penghasilan pasal 21. Dalam melaksanakan pemotongan tersebut di PPh pemotongan/pemungutan dilakukan berdasarkan: 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang No. 28 Tahun 2007. 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008.
18
3. Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran , Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak. 4. Peratutan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai hariaan dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan. 5. Peraturan Direktoran Jendral Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
2.2.3 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Objek Pajak dapat diartikan sebagai sasaranpengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak. Yang mejadi Objek PPh adalah Penghasilan. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, salah satu jenis PPh adalah PPh Pasal 21. 19
2..2.4
Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 Subjek pajak dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-
undang untuk dikenakan pajak. Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak yang berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak.
20